"Sherly, Dion, papa mau bicara sebentar," James, berbicara ketika makan malam hampir usai.Serly meletakan sendoknya, karena itu suapan terakhirnya. sebagai seorang remaja, Sherly mulai memperhatikan penampilannya, meskipun ditentang oleh sang ayah."Tumben ada apa, Pa?" Sherly menyahut dengan malas."Hmmm, papa mau menikahi Tante Rima. Kalian sudah mengenalnya, kan? Bagaimana menurut kalian!" James meminta pendapat anak-anaknya.Sherly langsung menggebrak meja dan berdiri dari kursinya. Matanya menyipit dan bibirnya dia kerucutkan, tangannya mengepal erat. Sejak dulu, Gadis cantik berwajah oval itu, selalu menolak wanita yang dekat dengan ayahnya. Dia ingin, ibunya yang telah pergi tetap abadi di dalam hati ayahnya, dia dan adiknya. Meskipun Sherly tahu, ibunya telah bahagia bersama keluarga barunya."Papa menghianati mama!" teriak gadis bermata coklat itu.Hati James berdenyut, ketika anaknya mengatakan jika dirinya berkhianat. Sherly adalah saksi dari perselingkuhan ibunya, dan kare
Semua mata menuju ke Sherly, Rima terduduk karena terkejut dengan apa yang di lakukan oleh anak didiknya. James mendekati Sherly dan meminta pisau yang dipegang oleh anak gadisnya itu."Aku sudah bilang! Jangan pernah menggantikan posisi mama dengan wanita lain!" teriak Sherly frustasi.Rima berdiri, kemudian menetralkan keterkejutannya. Dengan lirih, dia meminta Dion untuk masuk ke dalam kamar dan berpesan untuk tidak mengintip apapun yang terjadi. Rima menatap manik coklat milik Sherly dengan lekat tanpa berkedip, seakan menghipnotis gadis di depannya.Sherly menjatuhkan pisau yang ada di tangannya dan menunduk. Dia tidak berdaya dengan tatapan Rima yang tajam namun, terlihat meneduhkan. Dia pun menginginkan Rima sebagai ibunya, tapi rasa gengsi dan benci lebih besar dari apapun. Juga, karena masa lalu yang sebenarnya membuat dirinya trauma, hanya saja dia mampu menutupinya dengan kenakalan. Sherly menganggap semua wanita y
James memamerkan giginya yang putih bersih, kemudian memperkenalkan orang tuanya yang sudah pernah Rima temui. Tidak ada ucapan selamat datang atau sambutan yang meriah, yang nampak hanya wajah lucu Rima yang kebingungan.Bu Halimah keluar, di papah oleh Rahmadi. Wajahnya tidak kalah terkejutnya dengan sang anak. Namun, tidak dengan Rahmadi. Dia mendengkus kesal melihat lelaki di depannya, begitupun sebaliknya."Ada perlu apa, ya, Pak James?" tanya Rima.Sepertinya dia lupa ingatan dengan apa yang dikatakan oleh James tadi siang. Semua yang ada di otaknya menghilang. terpana dengan penampilan James yang sempurna di mata Rima."Apakah kita akan membicarakannya sambil berdiri?" tanya Bu Rina, ibunya James.Bu Halimah tertawa, karena dia sampai lupa mempersilahkan tamu yang datang untuk masuk. Sekilas dia menatap anaknya dengan penuh selidik, tapi Rima hanya menunduk."Mari ... Mari," ujar Bu Ha
Mata Rahmadi melotot sempurna, tangannya melayang ke pipi wanita yang baru saja mengakui sesuatu yang membuat semuanya terkejut tidak percaya. Tangis wanita itu pecah seketika."Bang!" bentak Rima, "Kamu kenapa kasar dengan wanita!" sambung Rima dengan suara tinggi.Rima, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh abang sepupunya. Memang dialah yang menelepon --Diana--wanita yang diketahuinya sedang dekat dengan Rahmadi, Rima tidak menyangka akan terjadi hal yang buruk. Sementara itu, James terlihat tersenyum penuh kemenangan."Dia berdusta, Rim!" bela Rahmadi."Belum menikah aja dah menghamili wanita lain! Gimana nanti?" ledek James, dan hampir saja adu jotos terjadi.Bu Rina menepuk pundak anaknya dan berbisik, "jodoh enggak akan ke mana!"James merasa di atas awan, ketika ada kejadian ini. Dia yakin, Rima akan memilihnya.. Sebab, James merasa tidak ada alasan Rima menolak lamaran darinya
James kembali ke ruangannya dengan tergesa-gesa, takut didahului Rima. Sang asisten yang baru aktif kerja setelah liburan, merasa heran dengan kelakuan bosnya, ketika berpapasan."Pak James, untuk mitting dengan ...," Ucapan Heru terhenti karena diabaikan.Heru ingin mengikuti James masuk ke dalam ruangan, tapi ada pemandangan aneh. Tidak pernah dia melihat seorang staf membawa berkas, ke dalam ruangan bosnya. Rasa kepo pun muncul dalam hatinya, ingin mengintip, tapi rasa takut lebih mendominasi."Pak Heru, itu si bos tumben menghukum orang! Lagi ada masalah apa sih?" tanya salah satu staf yang biasa jadi biang gosip di kantor.Heru yang tidak tahu ada masalah hanya menggelengkan kepalanya, lalu mendekat ke ruangan bosnya. Perlahan, mengetuk pintu. Setelah terdengar suara bosnya mempersilahkan masuk, Heru membuka pintu dan masuk."Tutup lagi!" ujar James. Heru menuruti pinta bosnya."Pak, jam
"Pernikahan kalian tidak sah!" Suara Rahmadi menggelegar di ruangan yang dipenuhi orang-orang yang baru saja mengikuti akad nikah Rima dan James.James berdiri dan menatap tajam ke arah lelaki bertubuh tinggi, yang berdiri diambang pintu. Rambut ikal yang berantakan, bajunya lusuh dan dikenakan dengan asal-asalan, wajahnya yang terlihat tidak baik-baik saja. Seperti gemel di jalanan."Maksud kamu, apa?" tanya James meradang. Semua yang datang di sini, mereka menyaksikan akad kami dan mengatakan jika penikahan ini, sah! Baik secara agama, maupun secara negara!" imbuh James dengan emosi.James terkesan memberikan penekanan pada setiap kata-kata yang dia lontarkan, kemudian lelaki itu melengkungkan sudut bibirnya. Membuat lawan bicaranya emosi dan ingin sekali meninju wajah James yang mulus."Kamu menipu, Rima!" tuduh Rahmadi. Wajah Rima terlihat tegang, sejak kedatangan Rahmadi di acara pernikahannya yang sederhana. "Aku tidak memiliki hubungan dengan wanita yang menggangguku kemarin,
"Sherly!" panggil James, tapi tidak dihiraukan oleh putri remajanya. Sang nenek yang melihat itu, mau tidak mau turun tangan dengan kelakuan cucunya yang enggan berbaur dengan keluarga Rima. "Sherly, ayi sini!" Dengan suara bernada perintah tidak mau dibantah. Remaja itu diam dan menunduk, lalu mendekat tanpa membantah, duduk berdampingan dengan memasang wajah cemberut. Berbeda dengan Dion, terlihat sangat bersemangat dan selalu menempel pada Rima, yang terlihat sangat cantik hari ini. Sesi poto sudah berakhir dan semua acara sudah dijalani dengan lancar. Tiba-tiba beberapa tamu yang dikenal datang dan membuat James kaget. Pasalnya, James tidak pernah mengabarkan pada pegawainya, tentang pernikahannya dengan Rima. James berpikir jika saat ini hanya untuk acara keluarga dan tetangga saja. Salah satu pegawai dan teman James yang datang adalah Grace, wanita yang sangat menyukai James. Bahkan, rasa yang tumbuh pada hatinya sudah ada sejak James masih dalam ikatan pernikahan dengan istr
"Ah! Sekarang aku tahu!" ujar Grace dengan memasang mimik wajah mengejek. "Pasti permainan ranjangnya sangat hebat! Membuatmu mabuk kepayang, hingga mau menikahinya!" sambung Grace dengan suara yang menghina."Aku ..." Rima ingin menjawab ejekan Grace, tapi dicegah oleh James."Kamu istirahat saja di kamar," pinta James lembut.Rima langsung menuruti apa yang diminta oleh sang suami, tanpa satu patah katapun keluar dari bibirnya yang dihias dengan lipstik berwarna nude. Sesekali Rima melihat ke arah suaminya, dia seperti mengkhawatirkan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh James. Lelaki yang dia pilih diakhir sujudnya, tidak ada penyesalan atas apa yang dia pilih."Ikut!" James meanarik tangan Grace, keluar dari rumah milik orang ftua Rima.Teman-teman grace mengikuti mereka dari belakang, mengantisipasi, jika James melakukan sesuatu di luar batas karena marah."Berani-beraninya kamu menghina istriku!" James mendorong Grace agar menjauh darinya.Untung saja teman-temannya masih ada s
Rima melukai sedikit peni*s Dito, membuat remaja itu meringis kesakitan. "Baru tergores! Belum terpotong!" ancam RIma dan Dito hanya mengangguk. Rima kembali pergi, dengan membawa serta belati yang melukai Dito, sedangkan Dito memaki wanita yang tengah menyanderanya dengan kata-kata kasar. Remaja itu tidak menyangka, jika Rima bisa berbuat sejauh ini. Bahkan dirinya menjadi ciut berhadapan dengan ibu tiri dari remaja yang dia lece*hkan. "Brengsek!" teriaknya. Rima hanya tersenyum mendengar makian dari Dito, kemudian dia berjalan dengan cepat untuk keluar dari persembunyian. Kemudian dia membuka CCTV yang terhubung dengan laptopnya, menghidupkannya kembali dengan posisi semula, meski sedikit dimodifikasi. "Bu, sudah benarkan saya keluar dari sana?" tanya Bik Irah yang masih memegang alat pel. "Sempurna, Bik. Sekarang bibik masak aja, untuk sarapan kita," pinta Rima. "Besok saja membersihkannya, sehari enggak dibersihkan, enggak masalah." Rima menjawab sebelum Bik Irah bertanya, da
Pagi-pagi sekali, Rima keluar dari rumah. Menuju ke supermarket terdekat, mengambil beberapa cemilan, roti dan juga susu. Kemudian menuju kasir, untuk membayar semua yan sudah dibeli olehnya."Makasih, ya, Mbak!" ujarnya setelah sang kasir memasukkan semua belanjaan ke dalam kantong yang dibawa oleh Rima."Sudah semua, ya, bersama titipannya," balas sang kasir dengan lirih di ujung kata-katanya.Rima keluar dengan membawa kantong yang berisi penuh dengan semua aneka camilan, dan dia taahu, jika ada sepasang mata yang memperhatikannya dengan sangattajam, sembari berpura-pura memgang minuman."Kalian masih mengintaiku?" gumam Rima kesal.Ponsel Rima berbunyi, dan wanita itu langsung menerima panggilan dari ternyata dari Satria. Mantan kekasihnya itu menanyakan, apakah dirinya aman setelah menerima bingkisan darinya ataau tidak. Rima membaritahu Satria, jika dirinya aman dan sudah sampai di rumah.Semalam, Rima menanyakan tentang efek samping dari penggunaan obat itu pada Satria. Bagaima
"Bukan begitu, sayang. Aku_"Rima langsung memotong ucapan James dengan cepat."Sudahlah, Mas. Yang penting aku selalu jaga hati dan tubuhku hanya untuk kamu,"Rima langsung mengakhiri panggilan, dan meletakan ponselnya di atas meja. Mendengkus kesal, karena merasa tidak dihargai oleh suaminya sendiri."Bibik aja yang angkat!" ucap Rima malas. "Bilang saja, aku sedang tidak mau diganggu!" Rima menambahkan sedikit permintaan.Bik Irah mengangguk dan segera menerima panggilan dari James untuk kedua kalinya. Seperti dugaan Rima, Bik Irah bisa diandalkan. Rima meyakini, jika suaminya itu bertanya banyak hal pada Bik Irah. Terbukti jawaban dari wanita tua di sampingnya itu, yang kadang tersenyum dan terkadang terlihat khawatir."Siap, Pak!"Di akhir panggilannya, dan Bik Irah meletakkan ponsel Rima kembali di tempatnya semula."Apa aja yang ditanya Mas James, Bik?" Rima bertanya seperti menyelidik."Pak James hanya khawatir pada ibu, dan menanyakan apa ibu pernah pergi dalam waktu yang lam
Rima terlihat marah pada Satria, yang menyangkal tentang keterlibatan Sandi dalam kasus anak sambungnya. "Aku mendengar sendiri, jika dia menggauli Sherly dan mengatakan hal tidak senonoh padaku!" bantah Rima. "Tidak, yang aku tahu, dia tidak ikut dalam pencab*lan itu!" Satria masih kukuh pada ucapannya. "Dan kamu sudah tahu siapa saja yang melakukan hal bejad itu, kan?" tanya Satria kemudian. "Pergila, aku hanya meyakini apa yang memang terjadi dan kuketahui!" Rima pun tidak merubah keputusannya. "Jangan gegabah, nanti kamu salah sasaran!" ketus Satria. Lelaki itu, lalu berpamitan dan meninggalkan Rima yang masih yakin dengan apa yang akan direncanakannya. Sedangkan Satria menghela napas panjang, terlalu sulit untuk membuktikannya sekarang. Rima duduk di kursinya dan kembali menyesap teh lemon buatannya, Menatap jauh ke depan dengan pandangan kosong. "Bu, saya melihat diary milik non Sherly," bisik Bik Irah. Perhatian Rima teralihkan, meminta Bik Irah untuk mengambilnya. Wanit
Ayah Dito langsung memperintahkan anak buahnya untuk mengeledah seisi rumah dan melihat CCTV yang terpasang di rumah Rima. Sedangkan Rima dan Bik Irah duduk dengan santai di meja makan, bahkan Rima menyedu teh lemon hangat dan menyesapnya perlahan. Setengah jam mereka mencari dan berputar-putar dengan sangat teliti, tapi tidak menemukan apa yang mereka cari, dengan kesal ayah Dito mendekati Rima. Mengacungkan senjata dan mengancam wanita yang pura-pura lemah itu. "Cepat, katakan di mana anakku?" tanyanya dengan menekan ujung pist*lnya di pelipis Rima. Satria yang melihat itu tentu saja sangat geram, tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini, karena baju yang sedang dia kenakan. "Saya sudah mengijinkan bapak untuk mencari anak bapak di sini, dan apakah saya mengijinkan bapak untuk mengancam saya?" tanya Rima yang makin membuat emosi lelaki di depannya memuncak. "Kamu tidak tau siapa saya?" tanyanya dengan membentak Rima, dan matanya melotot sempurna. Sehingga memperlihatkan am
Rima langsung mengakhiri panggilan dan menatap remaja yang mulai sadar akan keberadaannya yang menyedihkan."Tante, Lepasin aku!" teriak Dito dan hanya ditangapi dengan senyum hina dari Rima.Dito terus memaki, ingin rasanya Rima membalasnya. Akan tetapi disadarkan oleh Bik Irah yang menanyakan tentang makanan yang dia bawa tadi.Rima berjalan ke meja, lalu mendekati Dito yang masih terus menhardiknya. Tatapan Rima, sebenarnya membuat nyali Dito sedikti ciut, tapi dia tidak mau kalah dari wanita yang dia anggap tidak ada apanya."Kamu butuh asupan untuk terus menghardikku, jika tidak kamu akan kelapan dan tidak ada yang bisa menolongmu. Bahkan harta orang tuamu yang sangat banyak itu! Ingat, kamu belum membuatku merasakan kenikmatan yang kamu tawarkan," ujar Rima dengan nada penuh penekanan.Dito diam, setelah mendengar penuturan Rima, mungkin dia berpikir, benar apa yang dikatakan Rima. Dirinya tidak akan bisa keluar dengan selamat, jika dirinya tidak memiliki tenaga.Rima meminta Bi
Rima meletakkan dompet Dito, dan menguyur tubuhnya berkali-kali. Sebenarnya dia tidak ingin melakukan hal yang menjijikkan, akan tetapi tuntutan dari pembalasan dendamnya, mengharuskan dirinya melakukan hal yang bertentangan dengan nuraninya.Sejenak Rima berpikir, dan satu ide muncul dalam benaknya dan ingin segera dia laksakan."Wooow, kamu cantik sekali," puji Dito, setelah Rima keluar dari kamar mandi.Rima tidak menyangka, remaja yang seusia Sherly sudah sangat mendewakan S*x. Seharusnya dia dan Sherly bisa menikmati masa-masa remaja yang menyenangkan."Tante, bisa ambilkan obat di saku depanku?" pinta Dito, yang masih tetap terikat dengan tubuh gemetaran.Dengan santai, Rima mengambil celana Dito yang tadi dia lepaskan dan dilempar jauh. kemudian mengambil sebuah plastik klip berukuran 7 x 10cm di dalam sakunya. Ketika melihatnya, Rima tau, obat apa yang dimaksud oleh Dito.Semua yang direncanakan Rima, berbeda dengan kenyataannya, tapi cukup membuat dirinya bersemangat. Dengan
Dengan susah payah, Rima dan pembantunya--Bik Irah, memindahkan Dito ke ruang rahasia yang ditemukan oleh Rima beberapa waktu lalu. "Bik, sebaiknya bibik pulang kampung saja. Jika terjadi sesuatu, bibik tidak akan terkena imbasnya," ujar Rima dengan menggenggam kedua tangan renta milik Bik Irah. "Sherly sudah seperti cucu bibik, dari dia lahir, besar, ditinggalkan ibunya, dan sekarang tertimpa kesialan gegara lelaki seperti ini, Bibik enggak akan biarkan mereka hidup dengan tenang." Dengan semangat dia menolak permintaan Rima. Rima menghembuskan napas kasar, dia tidak ingin orang lain mendapatkan masalah karena perbuatannya, tapi dirinya pun tidak bisa menjalankan sesuatunya seorang diri. "Kalau saja waktu itu bibik tidak melihat kemaluan yang ibu mut*lasi, maka bibik tidak akan pernah bisa membalaskan rasa sakit melihat orang yang disayang terluka!" tambah Bik Irah. Ya, waktu itu Rima pulang bersama Sherly dengan keadaan yang tidak pernah dia pikirkan. Rima terlihat tegar, setela
"Saat Mas James sudah mengucapkan ijab qobul, maka tanggung jawabku pun bertambah, termasuk membalas perlakuan mereka pada orang yang menyakiti anak-anak!" ujar Rima."Aku akan menungu kamu untuk di sisiku. Aku tidak rela kamu harus berkorban begitu banyak!" ujar Satria yang dibalas dengan senyuman sinis dari Rima.Satria tahu, Rima tidak akan mudah berpaling setelah menentukan apa yang dia mau. Jika pun berpaling, maka dia akan mempertimbangkan segala sesuatunya dengan sangat teliti. Seperti saat Rima menerima James dan menghilangkan kenangannya dengan Satria. lelaki bertubuh tegap itu hanya bisa mnegela napas, karena terlambat datang memenuhi janjinya. Saat ini, dia hanya ingin dekat dengan wanita yang dia jadikan belahan jiwa sejak dia berjanji pada Bu Halimah dulu.Rima sudah memastikan ikatan yang dibuatnya cukup kuat dan tidak mudah lepas, dia menatap remaja yang sangaqt angkuh diusianya saat ini. Tentu semuanya karena ajaran yang diberikan oleh kedua orang tuanya, dan juga cont