"Aaw, Mas!""Tahan aja, Linar! Aku sedang nggak mau ditolak!"***End Linar POVDengan sesak di dada Linar masih terjaga berbaring diatas ranjang sendiri cukup satu ronde membuat dia puas sekaligus tersinggung hingga akhirnya pergi entah kemana mungkin ke ruang kerja atau kemanapun Linar memilih tak peduli.Linar yakin belum mengantuk karena rasa ingin menangis lebih besar, aku bangkit dan menggapai bajuku di bawah ranjang memakainya cepat dan berjalan ke kamar mandi membersihkan diri secepat mungkin.Dalam kehanyutan lukanya, ia mengingat potongan adegan yang pemeran utamanya mengemudi dalam keadaan menangis karena tak fokus tak lama mobilnya menabrak sesuatu dan kecelakaan pun tak terhindari. Linar bergidik ngeri membayangkannya maka Linar mengurangi laju mobilnya dan berhenti di samping taman yang cukup ramai tak jauh di seberangnya terlihat minimarket buka 24 jam.Ia termenung duduk di dalam mobil memandangi suasana malam yang dihiasi lampu taman dengan beberapa orang yang dudu
Deg! Dean mengangguk. Ia berdiri dari kursinya berhenti di depan Linar, tertegun sesaat, seperti hendak mengatakan sesuatu tapi terlihat ragu. Dan akhirnya pria itu pergi, tanpa mengatakan apa-apa. "Kamu apa kabar, Lin?" tekanan suaranya terdengar datar dan begitu pula wajahnya, seperti yang tak butuh tahu. "Baik, Mi." jawab Linar tersenyum tipis, "Mami gimana sehat juga, kan?" "Ya, seperti yang kamu lihat. Walaupun ada aja yang mami pikirkan, salah satunya ya, itu..." Beliau menoleh dan menatap Linar datar dan dalam. "Soal kamu yang kemarin hampir kabur ke rumah mamahmu larut malam, Dean kalut mencari kamu yang pergi tanpa pamit selarut itu, dan ternyata kamu malah hampir kabur memangnya apa yang bisa dapatkan dengan kabur dari rumah, hah? Apa itu solusi dari mamah kamu, karena nggak mau di poligami jadi berontak dengan cara kabur dari rumah begitu ajaran mamah kamu, hah?!" Linar menundukkan pandangannya, kedua tangannya menggenggam erat dress bagian bawahnya, ia mengalami trem
"Kamu tuh! ... Ya ampun kenapa harus menambah persulit keadaan, hah?!"Linar yang sejak tadi merasa sekujur tubuhnya menggigil gemetaran, bersusah payah bertahan namun sekarang setelah mendengar kalimat tak simpati padanya, nada egois yang menyalahkannya membuat ia menyerah.Ia memutuskan bangkit dari tempat duduknya, hendak keluar sebelum ada satu air mata yang lolos ke pipinya, karena ia tak ingin dituduh kata- kata miring lainnya karena jika itu terjadi akan terasa menyakitkan terlebih ia tak akan sampai hati membalas menuduh."Aku pamit, Mi."Linar pergi dari ruangan itu tanpa menunggu izin apalagi kedatangan suami serta simpanannya, tentu dengan membawa rasa sakit mendekam di dada.Di perjalanan pulang, sopir taksi yang berada di balik kemudi beberapa kali melirik melirik cermin kecil yang menggantung di atas dashboard, seolah memastikan keadaannya. Karena kini tangisnya pecah. Ia meledak sendirian dalam sedihnya dan tidak mengerti bagaimana cara mengatasinya.Linar memang membek
Linar tengah mengambil baju kotor dari wadah pakaian kotor, ini hari Minggu jadi ia berniat mencuci baju pakaian kotor yang menumpuk namun saat ia meraba kantong dalam tuxedo milik Dean untuk memastikan tak ada barang yang tertinggal betapa terkejutnya ia mendapatkan nota pembelian tas mahal wanita dari branded lokal ternama, dadanya mencelus, ia meremas nota ditangan kanannya. Tidak diragukan lagi pasti tas mahal tersebut dibeli Dean untuk Dera.Ia kesal bukan main pasalnya Dean sudah tega menghamburkan uang untuk membeli tas mahal pada selingkuhannya sedangkan ia tak berani meminta lebih karena tahu suaminya sedang dibebankan cicilan barang ditambah perhiasan yang beberapa waktu lalu atas permintaannya."Linar,""Sore ini kamu jangan kemana-mana, ya?""Kenapa?" tanya Linar jutek sembari menurunkan tangan yang masih mengepalkan nota."Aku mau ajak kamu ke rumah mamah, barusan kami telponan dan mamah minta kita ke rumahnya, dan aku udah mengiyakan, kamu mau kan?"Linar terkesiap mende
"Mas! Mas Dean!" raung Linar memanggil hatinya mencelos tubuhnya lunglai jatuh ke lantai dengan menangis yang ditahan lagi ia menepuk pelan dadanya merasakan sesak pada ulu hati bak tertusuk sembilu ini lah salah satu ketakutan terbesarnya ketika suaminya memilih yang lain ketika prioritas tak lagi tentangnya ketika ia ditinggalkan meski memohon untuk jangan pergi.Linar menangis tersedu-sedu mengeluarkan sesak yang menyeruak berupa tangisan hingga sesenggukan. Setelah merasa cukup tenang Linar mengusap air matanya kasar perlahan ia membenci dirinya sendiri karena telah bertahan lebih lama menampik masalah yang ada, diam-diam berharap ia bisa menerima keadaan dan kehidupan rumah tangganya berjalan kembali normal setidaknya ia tahu Dean khilaf, menyesal dan masih memohon untuk bersama.Namun kini Linar menyerah memberi makan egonya dan bersikap naif. Hal yang paling ia takutkan terjadi secara bertubi-tubi dan ternyata sangat menyakitkan maka ia memutuskan untuk berpisah, pertama-tama i
Tok ... Tok ...Tok!!"Tita, ada apa? Kenapa jendelanya pecah?""Ada apa ini?" tanya orang - orang heboh bahkan ada yang sudah merangsek masuk karena Tita yang lupa mengunci pintu"Ada keributan apa ini?" tegur penjaga indekosDean memejamkan matanya sekali lagi kali ini ia benar - benar marah, malu dan tak bisa berkutik, harga dirinya berantakan di marahi oleh lelaki paruh baya rendahan dan disaksikan penghuni indekos."Tolong bawa pria ini keluar dari bangunan ini, Pak." pinta Linar sopan. Mengabaikan tatapan terkejut dari semua orang yang menyaksikan.Dean tertegun 'Linar mengusirnya?' di hadapan semua orang ketika ia sendiri yang merendahkan diri dengan menjemputnya langsung bahkan Dean menekan harga dirinya saat meminta dan akan melupakan perbuatan Linar padanya."Yasudah," seru Pak Wito berjalan lebih masuk dan menggapai lengan Dean setengah menarik."Lepas!" desis Dean menatap nyalang ke arah pak Wito"Brengsek, yang sopan kamu Mas! beliau itu orangtua harusnya kamu yang pergi,
"Tapi Lin, aku masih MENGINGINKAN KAMU!" raung Dean frustasi.Linar yang melihat betapa emosionalnya Dean agak gentar ia mengenal Dean cukup baik. Ia pun segera mengambil tas tangan dan satu tote bag besar keluar dari kamarnya dengan langkah besar.Pegangan tangannya mengerat seakan melampiaskan kemarahan, kesedihan dan kekalahan teramat besar."Linar berhenti, aku belum selesai!" Bentak Dean dengan gesit Dean menarik tangan kiri Linar dan membalikkan ke hadapannya."APA?" bentak Linar frustasi"Aku belum selesai bicara," desis Dean menunduk demi mengintimidasi Linar"Dan aku sudah selesai bicara. Semuanya sudah selesai saat kamu dengan sadar menaiki ranjang yang sama dengan jalang mu itu." desis Linar balas mendongak demi melotot pada Dean.Linar menghentakkan tangannya dari Kungkungan Dean tapi di balas cengkraman bermaksud menyakiti. Linar meringis sakit tapi ia menolak mengeluh "Lepas, Mas!" sengit Linar.Dean mengerjap dua kali ia bisa merasakan tatapan kemarahan, kesakitan hing
"Aduh, nggak tahu deh. Rasanya ngga mungkin apalagi hubungan gue sama Mas Dean lagi buruk begini, kali ini lebih banyak yang buat gue tertekan dibanding sebelumnya" seru Linar kembali menyuap es pisang ijo nya. "Lin, yang penting kalau sampai Minggu depan lo belum ada tanda haid, yah lo harus periksa minimal pakai test pack, ok!" "Iya, Lin gue paham kalau lo lagi tertekan dan rasanya hampir nggak mungkin lo hamil di saat lo hampir menyelesaikan persidangan kalian tapi sekali lagi kita nggak pernah tahu kapan doa kita dikabulkan sama Tuhan dan kapanpun itu ya, memang itu yang terbaik." Linar mengangguk pelan kembali memaksa tersenyum ikhlas karena ternyata mengikhlaskan jauh lebih sulit dari bersabar. "Lin, ada telpon masuk, tuh!" seru Listya menunjuk ponsel Linar yang diletakkan tak jauh darinya. "Mami, kenapa ya?" tanya Linar lemah sembari memandang kedua sahabatnya yang dibalas gelengan kepala. "Halo, Mi" sapa Linar sambil bangkit dan berjalan ke balkon kafe mencoba mengambil
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar