"Selamat," ujar Owen sambil tersenyum.Berhubung basis kultivasi Rendy telah mandek selama enam tahun, energi sejati di tubuh Rendy pun terakumulasi dengan sangat dalam. Hanya saja, meridian Rendy tersumbat sehingga menyebabkannya tidak dapat menerobos. Sekarang, masalah penyumbatan telah teratasi dan energi sejati di tubuh Rendy yang telah terakumulasi itu dapat mengalir dengan lancar. Hal inilah yang menyebabkan Rendy dapat naik dua tingkat sekaligus dan menerobos ke tahap menengah Alam Sigana."Tuan Owen, terima kasih sudah membantuku menerobos," ucap Rendy dengan penuh syukur. Kemudian, dia kembali berlutut dan bersujud di hadapan Owen.Rendy awalnya mengira bahwa bimbingan yang akan diberikan Owen perlu menghabiskan jangka waktu tertentu. Baginya, dapat membantu menerobos ke tahap awal Alam Sigana saja sudah bisa terbilang cukup. Tidak disangka, Owen hanya butuh beberapa saat untuk membantunya menerobos, bahkan membuatnya langsung menerobos dua tingkat. Metode ini terlalu luar bia
Alden menggebrak meja dan ekspresi di wajahnya terlihat sangat tidak senang."Ayah, begini, ini semua ulah orang yang bernama Owen. Dia yang melapor ke Grup Wijaya sehingga toko waralaba kita mengalami kerugian besar," ucap Fredi tanpa malu dan dia segera menceritakan kejadiannya secara singkat.Fredi tahu latar belakang Owen dengan sangat baik. Namun, dia tidak pernah menyangka bahwa seorang anak yatim piatu yang tidak memiliki apa-apa seperti Owen dapat memberi instruksi kepada Grup Wijaya untuk menangani bisnis waralaba kosmetik milik Grup Leonard. Fredi bahkan masih mengira Grup Wijaya marah karena dirinya menaikkan harga jual produk dengan sesuka hati dan Johan hanya mengurus bisnis tanpa mencampurkan urusan pribadi."Siapa Owen? Perusahaan kita nggak punya masalah dengannya. Kenapa dia melaporkan kita?" tanya Alden dengan serius."Dia itu mantan suami Lucy dan kami berdua punya dendam yang mendalam," jawab Fredi."Mantan suami Lucy? Pantas saja! Dari dulu kan sudah aku bilang, ka
Fredi sangat gusar dan kesan negatifnya terhadap Owen terus membayangi pikirannya."Tenang saja. Aku sendiri yang akan langsung turun tangan kali ini. Pasti nggak akan gagal! Selain itu, nggak semua masalah bisa dibereskan dengan kekerasan, kamu harus menggunakan akal juga," ucap Alden sambil menunjuk dahinya sendiri."Akal? Gimana maksudnya?" tanya Fredi yang kebingungan."Semua orang pasti punya kelemahan. Selama bisa menemukan kelemahannya, nggak peduli seberapa hebat kemampuan bela dirinya, dia pasti nggak akan berdaya!" jelas Alden dengan raut wajah penuh arti.Mata Fredi langsung terbelalak. Sebuah ide langsung melintas di benaknya dan dia berkata, "Aku tahu! Owen memang sebatang kara, tapi dia punya pacar baru-baru ini. Kalau kita memanfaatkan pacarnya, dia pasti nggak berkutik!""Bagus! Nggak sia-sia aku mendidikmu selama ini!" seru Alden sambil tertawa terbahak-bahak."Ayah, menurutku Owen nggak sesederhana yang kita pikirkan. Dia bisa menghasut Grup Wijaya untuk berurusan den
"Kamu … kamu siapa?" tanya Owen yang mengitari ruang tamu karena sedang diburu oleh gadis itu dan penampilannya tampak sangat menyedihkan."Aku adalah bibimu!" jawab gadis cantik itu sambil menggertakkan gigi karena geram.Menyadari bahwa dirinya tidak mampu mengejar Owen dengan kaki telanjang, gadis itu pun meraih barang-barang di sekitarnya dan melemparkannya ke arah Owen.Barang-barang pun berserakan di lantai dan keributan di ruang tamu mengejutkan Theresa yang sedang berada di lantai atas. Theresa yang mungkin baru selesai mandi buru-buru turun dengan rambut basah dan mengenakan gaun tidur sutra tipis kelas atas sehingga memancarkan kecantikannya yang menawan."Rachel, Owen, apa yang kalian berdua lakukan?" tanya Theresa. Dia sangat terkejut melihat kondisi ruang tamu yang berantakan dan bergegas turun ke lantai bawah."Kak Theresa!" teriak gadis itu dengan sedih dan dia langsung berlari ke pelukan Theresa."Ka … kakak? Theresa, sejak kapan kamu punya adik sepupu?" tanya Owen yang
"Dia adalah sekretaris presiden direktur di perusahaanku dan tinggal di tempatku untuk sementara waktu," ujar Theresa."Dia tinggal di sini? Apa dia pacarmu? Kalian sudah tinggal bersama?" Rachel sangat terkejut, lalu kembali melihat Owen dengan cermat sekali lagi. Dia benar-benar tidak melihat ada yang spesial pada diri Owen. Dia juga tidak mengerti bagaimana Owen mampu memenangkan hati kakak sepupunya yang cantik dan dingin ini."Bukan tinggal bersama seperti yang kamu pikirkan. Kami adalah teman, jangan asal bicara," ujar Theresa dengan wajah yang tersipu."Benaran? Kenapa aku sama sekali nggak percaya?" Rachel tampak sangat curiga."Begini, dulu Owen pernah menyelamatkan hidupku. Saat itu, dia nggak punya tempat tinggal, jadi tinggal di tempatku untuk sementara waktu." Theresa menceritakan situasi itu dengan sederhana."Ternyata begitu. Osum, kamu sudah menumpang di rumah Kak Theresa selama ini, kenapa masih nggak pergi juga? Apa mungkin kamu sedang memikirkan niat lain sama Kak Th
Owen merasa sangat canggung."Cih, awalnya aku merasa kamu nggak berguna, tapi nggak kusangka kamu lebih nggak berguna dari yang aku bayangkan." Rachel memutarkan matanya kepada Owen dan berkata, "Untung saja aku sudah mendapatkan SIM A bulan Juni ini, nggak seperti kamu yang payah."Saat berbicara, Rachel mengangkat dagunya dengan sombong bak seorang tuan putri yang angkuh. Dia lalu membuka pintu sebuah mobil mewah dan masuk ke dalam.Raut wajah Owen seketika memerah karena dicibir. Sifat Rachel terlalu aneh sehingga dia sedikit tidak bisa memahaminya.Namun, Theresa sudah menitipkan Rachel kepadanya, jadi Owen tidak mungkin mengecewakan harapan Theresa. Dia pun ikut naik ke dalam mobil dengan wajah kesal....Di Universitas Jenggala.Owen dan Rachel datang lebih awal, tetapi mereka tetap menghabiskan waktu sepanjang pagi untuk menunggu serangkaian prosedur selesai.Pada saat itu, Rachel bertemu dengan dua teman SMA-nya yang sama-sama mendaftar ke Universitas Jenggala.Kedua temannya
"Cih, dasar anak kampung! Kami bertiga sudah dewasa, kenapa nggak boleh pergi?" ujar Rachel sambil membusungkan dadanya.Dulunya, dia masih kecil sehingga mendapat larangan dari orang tua di rumah. Jadi, dia tidak bisa pergi ke bar dan semacamnya.Akan tetapi, sekarang dia sudah bebas dan usianya kebetulan sudah lebih dari 18 tahun.Dengan sifatnya yang aneh dan cerdik, dia tentu ingin melihat-lihat ke bar untuk memenuhi rasa penasarannya."Benar, kami sudah dewasa." Maria tampak sedikit tergerak dan juga ingin pergi untuk melihat-lihat.Terus terang saja, dia dan Rachel berasal dari keluarga kaya raya yang murni hanya tidak ada kerjaan."Sudahlah, tempat itu sepertinya nggak terlalu baik. Lebih baik kita jangan pergi lagi," ujar Tiara dengan suara pelan."Kenapa nggak baik? Sekarang ini adalah masyarakat yang diatur oleh hukum. Bar itu palingan hanya tempat hiburan yang kurang lebih sama dengan tempat karaoke. Tiara, kamu tenang saja. Kali ini, aku traktir, ayo kita pergi bersama-sama
Ada banyak orang yang tercengang. Mereka juga sangat iri pada Owen. Namun, Owen tidak memedulikan pandangan semua orang. Dia memesan beberapa gelas moktail dan beberapa piring buah campur yang berkalori rendah.Rachel dan yang lainnya masih merupakan pelajar yang tidak memiliki kebiasaan minum alkohol. Mereka hanya ingin datang kemari karena penasaran. Jadi, mereka juga tidak keberatan.Bzzt, bzzt!Saat ini, ponsel Owen tiba-tiba bergetar. Dia pun mengeluarkan ponselnya dan melihat bahwa Yura yang menelepon. Suara di dalam bar sangat berisik. Jadi, Owen memberi tahu Rachel dan yang lainnya bahwa dia mau keluar untuk menerima telepon.Setelah melihat pelindung Rachel dan yang lainnya pergi, ada banyak orang yang langsung bersemangat. Salah seorang pemuda berusia sekitar 23-24 tahun yang tinggi, kekar, dan tampan berjalan mendekati mereka sambil membawa segelas koktail. “Halo, Cantik. Boleh kenalan nggak?” tanya pemuda itu sambil menunjukkan senyum yang dia rasa sangat memikat.Rachel me