"Ka ... kalau luka di wajahku nggak bisa sembuh dan kakiku juga nggak bisa pulih, apakah Putri tetap nggak akan membenciku?" tanya Luis. Dia tahu bahwa dia sedang berkhayal. Namun, dia tidak bisa menahan keserakahan dalam hatinya.Dengan penuh harap, Luis menatap wanita di hadapannya. Dia takut kehilangan sedikit saja perubahan di wajahnya. Luis takut melihat penyesalan atau kebohongan sekecil apa pun di mata Anggi.Tak lama kemudian, Anggi tersenyum lembut. Tanpa ragu, dia mengulurkan tangan dan menggenggam jemari Luis yang tergeletak di pegangan kursi rodanya.Anggi bertanya, "Pangeran takut saya akan pergi?"Anggi adalah seseorang yang telah mengalami kelahiran kembali. Dulu, dia pernah dibuang oleh keluarganya sendiri. Perasaan takut dan kekecewaan itu masih menyisakan bayang-bayang yang tak bisa dia hilangkan hingga saat ini.Itu sebabnya, Anggi sangat memahami perasaan Luis yang takut dikhianati, takut ditinggalkan, juga takut harapan yang diberikan kepadanya hanyalah semu.Meski
Suasana seakan membeku, seolah-olah udara di sekitar mereka mengental dan menahan segala suara. Waktu terus berlalu hingga akhirnya Luis mengangkat wajahnya dan menatap Anggi dalam-dalam."Anggi, apa kamu tahu ...." Suara Luis terdengar serak, seakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Namun di tengah kalimat, dia terhenti.Anggi mengernyit karena sedikit bingung. Tatapan matanya lembut dan penuh kehangatan. Dia bertanya, "Tahu apa?"Anggi meraih wajah Luis dengan kedua tangannya dan menyentuhnya dengan hati-hati, seolah ingin menyampaikan ketulusan melalui ujung jarinya.Suaranya begitu lembut dan penuh perhatian hingga bisa membuat siapa pun tenggelam dalam pesonanya. "Kalau ada sesuatu yang membuat Pangeran ragu, katakan saja pada saya."Tatapan Anggi begitu teguh, penuh keyakinan, seakan memberikan keberanian kepadanya. Beberapa kali Luis hendak berbicara, tetapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya.Akhirnya, pria itu berani bertanya, "Semua orang yang melihatku s
Luis khawatir kalau-kalau Anggi akan diperlakukan tidak adil di Keluarga Jenderal Musafir, jadi seorang Sura saja tidak cukup. Dia bahkan menyuruh Dika ikut menemaninya.Anggi menaiki kereta kuda, lalu baru menyadari sesuatu. Kereta yang disiapkan hari ini bukanlah kereta biasa, melainkan kereta pribadi milik Luis. Ukurannya hampir dua kali lebih besar daripada kereta biasa.Begitu pintu kereta dibuka, di dalamnya sudah duduk seseorang. Itu adalah seorang pria berpakaian hitam pekat dengan topeng perak yang menutupi wajahnya. Kereta ini sangat luas, bahkan kursi roda Luis pun dapat diletakkan di dalamnya tanpa kesulitan."Pangeran?" Anggi sedikit terkejut. Dia tak menyangka bahwa Luis akan berada di dalam kereta. Saat terakhir kali kembali ke kediaman orang tuanya setelah menikah, pria ini bahkan tidak menemaninya. Namun, kini dia malah ingin menghadiri pertunangan Wulan.Anggi masih diliputi kebingungan ketika Luis mengulurkan tangan kepadanya. Dia tidak punya pilihan selain meletakka
"Putri, katakanlah." Luis memainkan cincin giok hijau di jarinya dengan santai, seolah-olah tidak peduli. Namun kenyataannya, tatapan peringatan dari Keluarga Suharjo terhadap Anggi tadi tidak luput dari pengamatannya.Sebelumnya, Luis hanya mendengar dari Dika bahwa pada hari Anggi kembali ke kediaman orang tuanya, keluarganya memperlakukannya dengan dingin.Saat itu, Luis tidak terlalu merasakan apa-apa. Namun hari ini, setelah melihat dengan matanya sendiri, amarah di dalam hatinya seakan membara dan membesar tak terkendali.Di dalam aula utama, api perapian berderak-derak membakar arang perak dan memantulkan suara kecil yang terdengar jelas dalam ruangan yang sunyi. Bahkan, suara orang bernapas pun terasa besar.Anggi tersenyum ketika berujar, "Pangeran, saya ...." Dia berpikir sejenak, lalu menatap Luis dengan ekspresi main-main. Dia malah bertanya, "Bagi Pangeran, apakah sangat penting siapa saya sebenarnya?"Senyum muncul di wajah Luis yang dingin. Dia menimpali, "Putri benar-be
“Iya, Putra Bangsawan Aneksasi sangat menyayangimu.”“Terima kasih atas restu Kakak.”Anggi merasa agak terkejut. Mana mungkin orang semunafik Wulan mengaku bahwa dirinya yang merestui Wulan dengan begitu besar hati?Begitu melihat, Anggi menyadari bahwa Satya dan anggota Keluarga Suharjo sedang mengelilingi mak comblang, sedangkan pamannya Satya sedang mendiskusikan tanggal pernikahan dan beberapa masalah mahar.Di sisi lain, Anggi dan Wulan berdiri di depan pintu aula dan berjarak sangat jauh dari orang lainnya. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat mendengar apa yang dibicarakan mereka berdua.Anggi tersenyum, lalu lanjut berujar, “Kamu juga tahu aku yang merestuimu?”“Wulan, cuma aku yang bisa buat Keluarga Suharjo berjaya. Kalau kamu serahkan resep dupa penenang, aku bisa jamin keselamatanmu di Kediaman Pangeran Selatan kelak. Kalau nggak ....”“Bagaimana kalau nggak?”“Kak, kamu benar-benar merasa dirimu lebih hebat dari orang lain karena dirimu itu istri Pangeran Selatan? Dia it
“A ... aku ....” Hati Wulan berdegup kencang. Dia melirik Pratama dan Satya. Untuk sesaat, dia tidak tahu harus berbuat apa.Secara logika, yang bertunangan hari ini seharusnya adalah Anggi dan Satya, bukanlah Wulan karena Wulan sudah menikah dengan Pangeran Selatan. Apa sebenarnya maksud Luis dengan berkata seperti itu? Apa dia ingin memaksa mereka untuk mengaku mereka telah menukar pengantinnya? Namun, mereka tidak mungkin mengaku karena itu merupakan kejahatan menipu Kaisar!Tepat ketika orang-orang itu merasa gelisah, Luis meraih tangan Anggi. “Gigi, mereka masih ingin lanjut menipu Kaisar. Usahamu sia-sia saja.”Anggi pun terdiam. Usaha apa? Dia hanya ingin memisahkan Wulan dan Satya. Selama nasib pemeran utama pria dan wanita berubah, dia baru bisa tidur dengan tenang.Luis menggenggam tangan Anggi, lalu menatap ke arah kelompok Pratama dan lanjut berkata, “Pada malam pernikahan kami, Gigi sudah mengaku di bawah paksaan dan bujukanku. Dia itu Anggi Suharjo, putri sah Pangeran Mu
Kaki Wulan langsung terasa lemas dan dia segera berlutut. Dia tidak sengaja bertemu pandang dengan Luis yang sedang menatapnya sambil tersenyum tipis. Senyuman itu langsung membuatnya merinding. Wulan merasa sangat gelisah ketika mendengar Wawan membaca titah Kaisar yang menyebutkan bahwa dia adalah wanita patuh, baik hati, dan lembut. Apalagi, ketika mendengar bahwa dia dijodohkan dengan Parlin.“Apa?” Wulan langsung membelalak. “Mana mungkin? Mana bisa begitu!”Pratama dan yang lain juga terkejut.“Kepala Kasim, kenapa bisa begitu?” Pratama langsung merasa punggungnya sudah tidak bisa tegak lagi.Wulan dan Ayunda jatuh terduduk di lantai dengan saling berpegangan. Selanjutnya, terdengar suara kaget dari koridor yang tidak berhenti berseru, “Nyonya Ambar”.Ternyata, Ambar yang tadinya sedang bersembahyang di aula belakang mengira upacara pertunangan telah dimulai dan berjalan datang. Tak disangka, dia malah mendengar titah Kaisar yang menjodohkan Wulan dengan Pangeran Pradipta. Dia s
Anggi pun tertawa. “Sepertinya, kualitas tidur Nyonya Ambar belakangan ini lumayan bagus, makanya kamu punya tenaga untuk memaki orang.”“Kamu!” Ambar langsung membelalak. Setelah melihat ekspresi dingin Anggi, dia seolah-olah tidak mengenal Anggi lagi. “Kenapa kamu berubah jadi begini?”Kenapa dia berubah menjadi begini? Bukankah semua anggota Keluarga Suharjo yang membuatnya berubah menjadi begini? Di kehidupan sebelumnya, Anggi begitu berbakti dan memikirkan semua orang. Apa hasilnya? Apa ada yang peduli padanya? Semua orang yang Anggi sebut sebagai keluarga ini masih tidak sebanding dengan Luis. Setidaknya, di kehidupan sebelumnya, Luis masih mengubur mayatnya.Yohan menarik tangan Anggi dan berkata, “Gigi, kita itu sekeluarga. Kamu tega ....”“Kak Yohan! Apanya yang sekeluarga? Waktu itu, kenapa kalian tega mengirimku ke tempat yang begitu berbahaya?” tanya balik Anggi sambil mengempaskan tangan Yohan.“Anggi!”“Anggi!”Dimas dan Bayu merasa sangat marah. Ekspresi mereka terlihat
Tangan Luis yang sedang menuang teh tiba-tiba terhenti. "Pangeran Pradipta bisa punya urusan besar macam apa lagi?"Dika menjawab dengan sedikit ragu, "Dia ... seluruh dunia tahu Pangeran Pradipta hidup dalam kemerosotan moral. Dulu dia hanya mengajak beberapa selir atau selingkuhan untuk ikut berpesta pora. Tapi kali ini ... bahkan Putri pun ikut dia seret untuk ... bersenang-senang bersama orang lain."Braak!Cangkir di tangan Luis terguling di atas meja kecil, air tehnya tumpah membasahi papan catur. Dia menoleh ke arah Anggi hanya untuk melihat pipi gadis itu sudah merah padam.Luis buru-buru berdeham, "Itu ... benar-benar nggak tahu malu."Dika bergumam dalam hati, 'Bukankah tadi sudah kubilang jangan kedengaran sama Putri?'"Ada lagi?" Luis menoleh dengan tatapan agak memaksa."Ng ... nggak ada lagi," jawab Dika gugup."Keluar.""Baik."Dika pun menutup pintu dengan hati-hati dan menghilang dari pandangan. Luis tampak sedikit canggung. "Itu ... Pangeran Pradipta benar-benar nggak
"Pangeran ...."Wulan menutup pipinya yang baru saja ditampar, hatinya seperti mengucurkan darah. Melihat sosok Parlin yang semakin menjauh, dia pun tak kuasa menahan diri dan mulai menangis tersedu-sedu."Fani ...." Baru saja dia memanggil nama itu, Wulan baru teringat bahwa Fani terakhir kali dibawa pergi oleh Dimas dan menerima hukuman berat. Sejak itu, dia tidak pernah lagi kembali ke kediaman Pangeran Pradipta bersamanya.Setelah beberapa saat terisak, dia kembali berteriak, "Pelayan!"Terdengar suara deritan pintu.Pintu yang sebelumnya ditutup keras oleh Parlin perlahan terbuka. Seorang pelayan perempuan masuk ke dalam. "Hamba di sini, apa perintah Putri?""Bantu aku berganti pakaian.""Baik."Pelayan itu segera bersiap. Dia mendekat untuk membantu Wulan keluar dari bak mandi. Namun, begitu dia melihat tubuh Wulan, matanya terbelalak. Tubuh itu penuh memar di mana-mana, nyaris tak ada satu bagian pun yang masih utuh."Kalau kamu berani cerita pada siapa pun tentang ini, akan aku
"Sudah pergi?" Begitu kepala pelayan mendekat, Parlin langsung bertanya dengan cepat."Sudah, sudah pergi," jawab kepala pelayan segera.Parlin tersenyum santai, lalu berjalan melewati lorong panjang menuju bangunan utama. Para pelayan silih berganti membawakan air masuk ke kamar utama. Wulan sedang mandi. Sambil menyiram tubuh, dia menggosok kulitnya dengan penuh tenaga.Parlin masuk dengan dahi berkerut, "Wah, kulit Putri selembut ini, jangan digosok terlalu keras. Nanti rusak, lho."Mendengar suara pria itu, seluruh tubuh Wulan seketika menegang, "Ke ... kenapa Pangeran kembali lagi?""Bukannya aku harus repot-repot mengusir si tua bangka itu demi kamu?" jawab Parlin santai.Wulan tersenyum kaku. Parlin ini usianya hampir setara dengan ayahnya, tapi pria segemuk, sebejat, dan semenyebalkan ini benar-benar langka di dunia!"Jadi, ayahku sudah pulang? Apa dia bilang sesuatu?" tanyanya dengan hati-hati.Parlin menjawab, "Dia minta kamu pulang ke rumah sebentar, nggak ada yang lain. Lag
"Kalau begitu ... mungkin benar kata Wulan bahwa dia membuatkan dupa penenang untukku. Karena itu, dia sempat memberikan sebotol kecil kepada Dimas untuk dibawa pulang," ujar Ambar sambil memegangi kepalanya. Suaranya terdengar lemah dan letih."Tapi, hanya sebotol kecil ... sekarang sudah habis dan aku kembali nggak bisa tidur nyenyak di malam hari. Sakit kepala ini semakin menjadi-jadi. Benar-benar anak perempuan yang nggak tahu berbakti!"Pratama pun ikut geram, "Anggi benar-benar menyebalkan dan Wulan juga keterlaluan. Aku sendiri sudah kirimkan undangan secara langsung, bahkan ibunya juga sudah mengirimkan surat resmi. Tapi sampai sekarang, tak satu pun dari mereka kembali ke rumah. Bahkan surat balasan pun nggak ada!"Ambar masih memegangi kepalanya dengan kesal, "Apa-apaan semua ini. Ini karena kalian berdua nggak bisa mendidik anak-anak dengan baik! Sekarang, aib keluarga sampai mencoreng nama leluhur!""Benar, Ibu. Teguran Ibu sangat tepat.""Cepat pergi! Bagaimanapun caranya,
Kediaman Jenderal Musafir.Hidayat kembali dan menyampaikan informasi yang berhasil dia kumpulkan kepada Dimas, "Hari ini Nona Anggi mengadakan pengobatan gratis. Banyak pasien yang memuji keahlian medisnya tanpa henti.""Memuji tanpa henti ...," gumam Dimas dengan nada tak percaya."Benar, dan Pangeran Selatan pun mengizinkan Nona untuk mengadakan pengobatan gratis. Mulai sekarang, setiap tanggal yang ada tujuhnya akan ada kegiatan yang sama."Dimas mengusap dagunya, menimbang-nimbang setiap kata sebelum bertanya, "Jadi maksudmu, Anggi akan mengadakan pengobatan gratis setiap tanggal 7, 17, dan 27?""Benar," Hidayat menjawab dengan pasti, meskipun wajahnya tetap bingung. "Tuan, tapi sejak kapan Nona Anggi bisa mengobati orang? Bukankah yang selama ini dikenal ahli pengobatan adalah Nona Wulan?"Dimas menarik napas panjang, lalu menatap ke arah langit cerah di luar jendela dan bergumam, "Mungkin ini adalah rahasia besar yang selama ini disembunyikan."Hidayat pun mulai merasa ada sesua
Tangan pria itu sempat sedikit ditarik, tapi langsung ditekan oleh Anggi. "Jangan bergerak."Melihat sikapnya yang begitu serius, pria itu pun tidak berani banyak bertingkah. Namun, dalam hatinya muncul keraguan. Bagaimanapun, Putri memeriksa nadi langsung dengan tangan telanjang. Apakah Pangeran Selatan benar-benar akan mendukung hal ini?Saat pikirannya mulai melayang-layang, Anggi bertanya, "Pagi ini makan apa?"Pria itu berpikir sejenak, "Ubi rambat.""Cuma ubi rambat saja?""Iya.""Anggota keluarga lain makan juga?""Nggak, itu sisa dari yang dikukus waktu tahun baru. Diletakkan dekat tungku sudah terlalu lama, jadi saya sendiri yang makan. Saya nggak membiarkan keluarga ikut makan."Mendengar hal itu, Anggi bertanya lagi, "Apa kamu muntah dan buang air terus-menerus?"Wajah pria itu langsung pucat pasi, "Iya ...."Sampai di sini, Anggi sudah bisa memastikan bahwa pria itu mengalami diare akibat makanan basi. Dia segera menuliskan resep, lalu menyuruh seorang murid dari Balai Peng
Dengan adanya penghiburan dari Luis, rasa kesal dalam hati Anggi perlahan-lahan mereda. Dia mengangguk, lalu berkata dengan lembut, "Mau." Mana mungkin dia sanggup mengecewakan ketulusan hati pria itu?Seperti apa Luis sebenarnya?Melihat senyum tipis yang terangkat di sudut bibirnya, hati Luis yang tadinya sempat sedikit cemas pun langsung merasa lega.Tanggal 27.Anggi mengunjungi Balai Pengobatan Afiat langsung untuk menangani pasien. Begitu melihat bahwa tabib yang bertugas adalah seorang wanita, banyak orang yang langsung ragu dan berhenti melangkah masuk.Untuk menangani pasien, Anggi meminta Faisal untuk datang empat jam lebih lambat dari biasanya ke toko obat.Mina pun berdeham, lalu berdiri dan berseru ke arah kerumunan, "Hadirin sekalian, ini adalah istri dari Pangeran Selatan, Anggi, yang telah belajar ilmu pengobatan sejak kecil. Nggak perlu meragukan kemampuannya. Bahkan Pangeran sendiri juga dirawat langsung oleh Putri saat ini!""Hari ini pengobatan gratis dan harga obat
Emosi yang tidak stabil seperti ini, sebenarnya sudah lama tidak kambuh sejak Luis menikah dengan Anggi."Pangeram, saat ini Putri sedang sendirian di kamar." Apakah Pangeran ingin menenangkannya?Luis tersenyum pahit, "Dia sekarang justru butuh waktu sendiri." Waktu dan ruang yang sepenuhnya jadi miliknya.Setelah berpikir sejenak, Luis berkata, "Suruh bagian dapur untuk menyiapkan dua jenis makanan penutup tambahan hari ini. Waktu makan malam nanti, mungkin Putri akan menyukainya.""Baik." Torus pun keluar dari ruang kerja, sambil menutup pintunya dengan pelan.Sementara itu, Luis mencoba mengambil buku strategi militer yang ada di atas meja, tapi tak satu pun kalimat bisa dia cerna. Yang muncul dalam benaknya, hanyalah bayangan saat gadis itu diam-diam menangis. Penampilannya terlihat begitu menyentuh dan membuat orang iba.Hanya membayangkan pemandangan itu saja ... Luis sudah merasa tubuhnya tidak nyaman. Tadi dia memang berbicara dengan sangat tenang dan rasional, mengatakan bahw
"Putri tenang saja, hamba pasti akan menjelaskannya." Dimas memberi hormat dengan sikap yang sangat sopan."Bagus kalau begitu. Jangan sampai niat baikku malah diberikan pada orang yang nggak tahu berterima kasih." Usai bicara, Anggi menyuruh Mina menyerahkan botol obat itu kepada Dimas. Setelah itu, dia pun berbalik dan kembali masuk ke dalam kediaman.Dimas menatap punggung Anggi yang perlahan menjauh, lalu menunduk melihat botol obat di tangannya. Rasa curiganya kini makin jelas.Jika benar dupa penenang itu dibuat oleh Wulan, mengapa sudah didesak sekian lama tapi tak kunjung bisa dia keluarkan? Sedangkan Anggi bisa langsung memberikannya dengan mudah?Jika semua dugaannya benar, berarti Wulan hanyalah seorang pembohong besar selama ini .... Dia bahkan merasa takut untuk membayangkannya.Setelah Anggi kembali ke kediaman utama, dia menerima lagi sebuah surat penghinaan dari Yohan. Kali ini, Torus bahkan tidak selesai membacakannya dan langsung berhenti di tengah jalan.Anggi tertaw