Ini adalah pertama kalinya Dimas angkat bicara.Anggi tersenyum dan berkata, "Tuan Dimas, kamu ini Kepala Pengadilan Agung. Kenapa nggak coba diselidiki? Siapa tahu ada hal-hal besar yang selama ini Wulan sembunyikan dari kalian semua, yang bisa membuat kalian syok?"Sambil memandang langit biru di luar halaman, Anggi menggeleng dengan bosan. Kemudian, dia berjalan keluar bersama Mina. "Benar-benar membosankan, lain kali jangan ganggu aku lagi."Bibir Ambar bergetar, tetapi akhirnya terkatup rapat. Ayunda memeluk Wulan erat-erat, menatap punggung Anggi dengan kemarahan yang tak bisa diungkapkan.Sedangkan Dimas, dia hanya memperhatikan Anggi sejak tadi. Memikirkan betapa kejamnya sikap Anggi hari ini, perasaannya menjadi rumit.Dia memang tidak pernah menyukai Anggi. Namun, biasanya setiap kali bertemu, Anggi selalu memanggilnya kakak dengan hormat. Sejak Anggi menikah dengan Pangeran Selatan, mereka baru bertemu dua kali dan sikap Anggi selalu begitu dingin!Sekarang, Anggi bahkan mem
"Ayah."Setelah kereta itu pergi, Pratama akhirnya tersadar karena panggilan seseorang. Dia menoleh, lalu melihat Dimas berdiri gagah di depan gerbang. Dia mengernyit dan bertanya, "Lanlan sudah kembali ke rumah?"Dimas mengangguk pelan. "Sudah." Ekspresinya terlihat rumit, membuat Pratama merasa ada yang janggal.Dia menaiki tangga, bertanya dengan santai, "Pangeran Pradipta ikut datang?"Dimas menjawab, "Nggak."Pratama langsung berhenti melangkah, menoleh ke arah Dimas. "Kamu sengaja cuti dan menunggu di rumah hari ini, tapi dia malah nggak muncul sama sekali?"Pangeran Pradipta benar-benar seperti hama. Tidak pernah ikut sidang istana, hanya makan, tidur, dan bermalas-malasan. Kenapa dia tidak datang?"Benar, dan ...." Dimas tampak ragu, lalu akhirnya melanjutkan saat melihat tatapan ayahnya, "Ayah sebaiknya lihat sendiri saja ke dalam."Sampai harus dilihat sendiri? Firasat Pratama semakin buruk.Saat sampai di aula utama, dia melihat Wulan terduduk di lantai, menangis tersedu-sed
"Selama ini dia hanya berpura-pura. Sekarang melihat aku menikah dengan anggota keluarga kekaisaran yang nggak berguna, dia sengaja menekan dan merendahkanku.""Benar-benar gila."Wulan semakin bersemangat. "Aku jelas-jelas sudah memberitahunya kalau sakit kepala Nenek kambuh dan butuh dupa penenang. Semua bahan obatnya sudah kuserahkan padanya. Lalu hasilnya?""Dupa penenang nggak ada, bahan obat pun hilang. Akibatnya, hari ini Nenek memarahiku habis-habisan.""Di Kediaman Pangeran Pradipta, aku dihina karena omong kosongnya. Sekarang kembali ke rumah malah dianggap nggak berbakti. Ayah, anakmu ini benar-benar nggak sanggup hidup seperti ini lagi!""Keterlaluan!" Wajah Pratama memerah karena marah. Dia berdiri sambil menunjuk Ayunda. "Bawa dia pergi bersihkan diri!"Ayunda menyeka air matanya. "Suamiku ....""Sana, sana!" Pratama sudah kehilangan kesabaran. Bagaimanapun, Parlin adalah seorang pangeran. Apa yang bisa dia lakukan?Kedua putrinya menikah dengan anggota keluarga kekaisara
"Bukan begitu, apa-apaan ini?" Pratama terlihat penuh amarah. Bagaimanapun, dia berasal dari keluarga jenderal dengan segudang prestasi di medan perang. Dia tidak mungkin bisa menerima penghinaan semacam ini dari Parlin, si pangeran pemalas itu.Parlin berkata, "Jenderal Pratama mungkin sudah terlalu lama menikah dan lupa ini namanya kain perawan. Pada malam pernikahan, ternyata Wulan bukan lagi seorang gadis perawan. Kalau kalian nggak bisa memberi penjelasan, aku nggak punya pilihan selain melapor ke Kaisar!"Pratama dan Dimas benar-benar syok. Seketika, mereka merasa wajah mereka seperti disiram air panas. Suasana di ruangan langsung membeku.Parlin duduk di kursi utama dengan santai. "Awalnya aku nggak percaya, tapi Wulan si jalang pasti sudah tidur dengan Satya! Aku ini masih menghormati Jenderal Pratama, jadi belum kubunuh dia!""Kamu ... ini ...." Pratama tergagap. Dia memang orang militer, tetapi hal semacam ini benar-benar membuatnya tak tahu harus bicara apa. "Pangeran, kamu
Dimas mengusulkan, "Bagaimana kalau Keluarga Suharjo memberikan sejumlah harta kepada Pangeran? Bagaimanapun, ini perkara yang sulit untuk dibuktikan."Parlin tidak menjawab, hanya memberi isyarat dengan mata, berapa jumlahnya?Pratama pun menatap Dimas, sampai akhirnya Dimas meneruskan, "Lima ribu tahil.""Baik, lima ribu tahil!"Sebelum datang ke sini, Parlin sudah menyelidiki kondisi keuangan Keluarga Suharjo, baik itu gaji dari istana ataupun hadiah masa perang. Memang harta mereka tidak banyak, tetapi ditambah dengan pendapatan dari toko dan aset keluarga, mereka bisa mengumpulkan 5.000 tahil."Apa?" Pratama langsung bangkit dari kursinya. "Kita mana punya uang sebanyak itu!""Kalau nggak dikasih, urusan ini nggak akan selesai!"Meskipun tidak membawa masalah ini langsung ke hadapan Kaisar, Parlin tetap ingin seluruh ibu kota tahu bahwa putri Keluarga Suharjo tak tahu diri dan tak tahu malu.Pratama menunjuk Parlin. "Keluargamu sudah gila karena miskin ya ...." Ketika dia hendak m
Luis mengenakan topeng perak, tetapi senyuman tipis tetap terlihat di sudut bibirnya. Dia sudah terbiasa dengan sikap Anggi terhadap keluarganya."Hidup manusia memang penuh pilihan. Pilihan yang berbeda akan membawa nasib yang berbeda pula." Andai waktu itu Luis tidak begitu berbelaskasihan, mungkin hari ini dia tidak akan menjadi cacat.Menatap gadis di sampingnya, Luis tersenyum pahit. Mungkin dalam tragedi ini, satu-satunya hal yang membuatnya bersyukur adalah bisa bertemu dengan Anggi."Pangeran memang bijaksana." Anggi memberi hormat.Setelah melihat Wulan semakin terpuruk, Anggi merasa sangat puas. Namun, ini baru permulaan. Apa yang dia inginkan jauh dari ini.Akan lebih baik jika Wulan bisa merasakan seluruh penderitaan yang pernah dialami Anggi di kehidupan sebelumnya. Itu baru bisa menghapuskan dendam dalam hati Anggi.Luis melambaikan tangan. "Kamu sudah boleh keluar.""Baik." Sura membungkuk hormat sebelum mundur.Setelah tersisa Anggi dan Luis di dalam ruangan, Luis berka
"Tak masalah. Selama itu hal yang kamu inginkan, aku akan mendukung tanpa syarat. Lagi pula ...." Luis tersenyum padanya. "Sebenarnya tadi aku juga ingin membahas soal toko obat itu.""Tabib Faisal memang cukup mahir, tapi keluarganya kurang beruntung. Anaknya nggak berguna, suka berjudi sampai-sampai rumah warisan pun dijual!""Kalau kamu ambil alih, pekerjakan Tabib Faisal dan juga muridnya, lalu sesekali buat pengobatan gratis, aku yakin Keluarga Suharjo pasti akan mulai curiga pada Wulan.""Ide Pangeran sungguh brilian." Nada suara Anggi santai, ekspresi bahagianya terlihat jelas."Bukankah itu juga yang tadi kamu pikirkan?"Anggi menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Ya, memang itu yang saya pikirkan." Apalagi, toko itu berada di Jalan Damai, wilayah paling ramai dan strategis. Pasti tidak akan rugi!Tantangannya hanya satu. Tempat sebagus itu, entah berapa harga yang harus dibayar."Meskipun anaknya itu suka menghamburkan uang, toko itu pasti nggak murah," katanya sambil mengerny
Naira dan Sura menyerahkan salep yang dibawa oleh Anggi kepada Faisal. "Ini adalah salep hasil racikanku sendiri. Di medan perang, salep ini terbukti cukup ampuh."Faisal menerima, lalu mencium aromanya, mengamati teksturnya dengan teliti. "Tak kusangka Putri juga menguasai ilmu medis." Kalau begitu, kenapa dulu masih menyuruhnya mengobati Pangeran?Anggi menjawab, "Aku hanya menguasai sedikit. Aku ingin minta bantuan Tabib Faisal kali ini.""Silakan, Putri. Katakan saja.""Setiap tanggal tujuh, aku akan datang ke Balai Pengobatan Afiat untuk melakukan pengobatan gratis. Nggak akan dipungut biaya sepeser pun."Sebagai pemilik baru, tentu dia harus punya strategi untuk menarik perhatian.Faisal pun bertanya, "Hanya Putri yang memberi pengobatan gratis atau seluruh Balai Pengobatan Afiat?"Anggi menjawab, "Fokusnya tetap padaku. Tapi selama hari itu, seluruh balai pengobatan akan buka layanan pengobatan gratis. Kecuali biaya bahan obat."Dia tersenyum, lalu menatap Faisal dan meneruskan,
Kediaman Jenderal Musafir.Hidayat kembali dan menyampaikan informasi yang berhasil dia kumpulkan kepada Dimas, "Hari ini Nona Anggi mengadakan pengobatan gratis. Banyak pasien yang memuji keahlian medisnya tanpa henti.""Memuji tanpa henti ...," gumam Dimas dengan nada tak percaya."Benar, dan Pangeran Selatan pun mengizinkan Nona untuk mengadakan pengobatan gratis. Mulai sekarang, setiap tanggal yang ada tujuhnya akan ada kegiatan yang sama."Dimas mengusap dagunya, menimbang-nimbang setiap kata sebelum bertanya, "Jadi maksudmu, Anggi akan mengadakan pengobatan gratis setiap tanggal 7, 17, dan 27?""Benar," Hidayat menjawab dengan pasti, meskipun wajahnya tetap bingung. "Tuan, tapi sejak kapan Nona Anggi bisa mengobati orang? Bukankah yang selama ini dikenal ahli pengobatan adalah Nona Wulan?"Dimas menarik napas panjang, lalu menatap ke arah langit cerah di luar jendela dan bergumam, "Mungkin ini adalah rahasia besar yang selama ini disembunyikan."Hidayat pun mulai merasa ada sesua
Tangan pria itu sempat sedikit ditarik, tapi langsung ditekan oleh Anggi. "Jangan bergerak."Melihat sikapnya yang begitu serius, pria itu pun tidak berani banyak bertingkah. Namun, dalam hatinya muncul keraguan. Bagaimanapun, Putri memeriksa nadi langsung dengan tangan telanjang. Apakah Pangeran Selatan benar-benar akan mendukung hal ini?Saat pikirannya mulai melayang-layang, Anggi bertanya, "Pagi ini makan apa?"Pria itu berpikir sejenak, "Ubi rambat.""Cuma ubi rambat saja?""Iya.""Anggota keluarga lain makan juga?""Nggak, itu sisa dari yang dikukus waktu tahun baru. Diletakkan dekat tungku sudah terlalu lama, jadi saya sendiri yang makan. Saya nggak membiarkan keluarga ikut makan."Mendengar hal itu, Anggi bertanya lagi, "Apa kamu muntah dan buang air terus-menerus?"Wajah pria itu langsung pucat pasi, "Iya ...."Sampai di sini, Anggi sudah bisa memastikan bahwa pria itu mengalami diare akibat makanan basi. Dia segera menuliskan resep, lalu menyuruh seorang murid dari Balai Peng
Dengan adanya penghiburan dari Luis, rasa kesal dalam hati Anggi perlahan-lahan mereda. Dia mengangguk, lalu berkata dengan lembut, "Mau." Mana mungkin dia sanggup mengecewakan ketulusan hati pria itu?Seperti apa Luis sebenarnya?Melihat senyum tipis yang terangkat di sudut bibirnya, hati Luis yang tadinya sempat sedikit cemas pun langsung merasa lega.Tanggal 27.Anggi mengunjungi Balai Pengobatan Afiat langsung untuk menangani pasien. Begitu melihat bahwa tabib yang bertugas adalah seorang wanita, banyak orang yang langsung ragu dan berhenti melangkah masuk.Untuk menangani pasien, Anggi meminta Faisal untuk datang empat jam lebih lambat dari biasanya ke toko obat.Mina pun berdeham, lalu berdiri dan berseru ke arah kerumunan, "Hadirin sekalian, ini adalah istri dari Pangeran Selatan, Anggi, yang telah belajar ilmu pengobatan sejak kecil. Nggak perlu meragukan kemampuannya. Bahkan Pangeran sendiri juga dirawat langsung oleh Putri saat ini!""Hari ini pengobatan gratis dan harga obat
Emosi yang tidak stabil seperti ini, sebenarnya sudah lama tidak kambuh sejak Luis menikah dengan Anggi."Pangeram, saat ini Putri sedang sendirian di kamar." Apakah Pangeran ingin menenangkannya?Luis tersenyum pahit, "Dia sekarang justru butuh waktu sendiri." Waktu dan ruang yang sepenuhnya jadi miliknya.Setelah berpikir sejenak, Luis berkata, "Suruh bagian dapur untuk menyiapkan dua jenis makanan penutup tambahan hari ini. Waktu makan malam nanti, mungkin Putri akan menyukainya.""Baik." Torus pun keluar dari ruang kerja, sambil menutup pintunya dengan pelan.Sementara itu, Luis mencoba mengambil buku strategi militer yang ada di atas meja, tapi tak satu pun kalimat bisa dia cerna. Yang muncul dalam benaknya, hanyalah bayangan saat gadis itu diam-diam menangis. Penampilannya terlihat begitu menyentuh dan membuat orang iba.Hanya membayangkan pemandangan itu saja ... Luis sudah merasa tubuhnya tidak nyaman. Tadi dia memang berbicara dengan sangat tenang dan rasional, mengatakan bahw
"Putri tenang saja, hamba pasti akan menjelaskannya." Dimas memberi hormat dengan sikap yang sangat sopan."Bagus kalau begitu. Jangan sampai niat baikku malah diberikan pada orang yang nggak tahu berterima kasih." Usai bicara, Anggi menyuruh Mina menyerahkan botol obat itu kepada Dimas. Setelah itu, dia pun berbalik dan kembali masuk ke dalam kediaman.Dimas menatap punggung Anggi yang perlahan menjauh, lalu menunduk melihat botol obat di tangannya. Rasa curiganya kini makin jelas.Jika benar dupa penenang itu dibuat oleh Wulan, mengapa sudah didesak sekian lama tapi tak kunjung bisa dia keluarkan? Sedangkan Anggi bisa langsung memberikannya dengan mudah?Jika semua dugaannya benar, berarti Wulan hanyalah seorang pembohong besar selama ini .... Dia bahkan merasa takut untuk membayangkannya.Setelah Anggi kembali ke kediaman utama, dia menerima lagi sebuah surat penghinaan dari Yohan. Kali ini, Torus bahkan tidak selesai membacakannya dan langsung berhenti di tengah jalan.Anggi tertaw
Luis menggenggam tangan Anggi semakin erat. Seberapa dalam luka yang pernah dialami Anggi, sampai-sampai tidak bisa percaya padanya, bahkan mengucapkan kata-kata sesuram itu?Tangan Luis sempat sedikit bergetar, lalu dia menenangkan diri dan berkata, "Jangan pernah berkata seperti itu lagi. Kamu akan selalu menjadi istriku."Anggi tersenyum tipis, "Saya berterima kasih pada Pangeran."Dilihat dari mata pria itu, mungkin untuk saat ini dia memang bersungguh-sungguh.Di kehidupan ini, Anggi hanya ingin dirinya dan Luis hidup dengan baik. Dia ingin membalas budi karena Luis telah menguburkan jasadnya di kehidupan sebelumnya. Selain itu, dia tidak akan berharap yang lebih.Anggi selesai mengoleskan obat untuk Luis.Keduanya lalu bermain catur dua ronde di dalam kamar. Tak lama kemudian, Torus datang membawa surat dari Dimas yang dikirim langsung oleh orangnya.Luis menoleh ke Anggi, lalu meletakkan bidak caturnya dan berkata, "Gigi pasti dulunya orang yang sangat mudah diajak bicara. Sampa
"Jadi ... begitu rupanya." Anggi sedikit tertegun. Ternyata Luis begitu cermat dan cerdas. Sekilas tampak tenang, tapi sebenarnya mengamati dengan sangat teliti.Memikirkan hal itu, Anggi kembali berkata, "Karena berjudi, rumah dan apoteknya sampai habis. Apa Pangeran nggak khawatir dia akan buat masalah lagi?" Hari ini dikirim ke barak, besok sudah berangkat ke medan perang untuk membasmi perampok. Kecepatannya luar biasa, sampai membuat orang terkejut.Luis memandang Anggi sambil tersenyum tipis, lalu berseru memanggil Dika. Begitu suara pintu terdengar terbuka, dalam sekejap Dika sudah muncul di hadapan mereka dan memberi salam sambil mengepalkan tangan."Lapor Putri, kemarin saat hamba pergi untuk mengurus pembelian toko, hamba juga sudah menyelidiki. Daud sebenarnya tidak jahat, hanya saja terlalu setia kawan. Dia dijebak oleh teman sendiri dan orang-orang dari kasino. Mereka berpura-pura bertengkar di depan Daud untuk menipunya, akhirnya seluruh hartanya habis.""Kali ini, wakil
Mina mengerucutkan bibirnya. Tadi dia sebenarnya ingin mengingatkan, tapi Anggi sama sekali tidak meliriknya. Memikirkannya, Anggi menghela napas.Sura berkata, "Tinggal di sisi Putri sebagai kusir juga bukan masalah, nanti hamba akan ajarkan dia sedikit ilmu bela diri. Lagi pula, kalau Putri berkenan membantu dan membicarakannya dengan Pangeran, mungkin saja Pangeran akan setuju."Anggi mengernyit. Dia ... akan setuju?"Aku juga nggak bisa mengaturnya." Anak kesayangan orang lain disuruh jadi kusir, memangnya Faisal akan setuju?Tak lama kemudian, Faisal benar-benar datang membawa anak kebanggaannya. Pria itu bertubuh tinggi, sepertinya usianya hanya satu atau dua tahun di bawah Luis. Begitu melihat Anggi, dia langsung berlutut.Anggi buru-buru mengangkat tangannya, "Berdiri dulu. Nanti aku akan membawamu kembali ke kediaman, tapi soal apakah Pangeran mau menemui dan menerima kamu, aku juga nggak tahu. Bagaimanapun, kamu pasti tahu, Pangeran sekarang bukan lagi dewa perang seperti dul
Naira dan Sura menyerahkan salep yang dibawa oleh Anggi kepada Faisal. "Ini adalah salep hasil racikanku sendiri. Di medan perang, salep ini terbukti cukup ampuh."Faisal menerima, lalu mencium aromanya, mengamati teksturnya dengan teliti. "Tak kusangka Putri juga menguasai ilmu medis." Kalau begitu, kenapa dulu masih menyuruhnya mengobati Pangeran?Anggi menjawab, "Aku hanya menguasai sedikit. Aku ingin minta bantuan Tabib Faisal kali ini.""Silakan, Putri. Katakan saja.""Setiap tanggal tujuh, aku akan datang ke Balai Pengobatan Afiat untuk melakukan pengobatan gratis. Nggak akan dipungut biaya sepeser pun."Sebagai pemilik baru, tentu dia harus punya strategi untuk menarik perhatian.Faisal pun bertanya, "Hanya Putri yang memberi pengobatan gratis atau seluruh Balai Pengobatan Afiat?"Anggi menjawab, "Fokusnya tetap padaku. Tapi selama hari itu, seluruh balai pengobatan akan buka layanan pengobatan gratis. Kecuali biaya bahan obat."Dia tersenyum, lalu menatap Faisal dan meneruskan,