Melihat ekspresi wajah gadis itu yang begitu hidup, Satya sempat terpana sejenak. Seseorang yang dulu pernah bersamanya begitu lama, kenapa baru sekarang dia menyadari bahwa Anggi ternyata bisa semenarik ini?Apa mungkin, karena sekarang Anggi sudah menjadi istri orang, jadi dia tidak lagi menyembunyikan diri dengan malu?Bagaimanapun juga, Satya merasa sebaiknya dia menenangkan dulu hati Anggi. Dia pun berkata, "Kalau begitu, nanti aku akan cari cara agar kamu bisa jadi istri sahku?""Saya bisa jadi istri utama Tuan?""Kalau kamu mau ... kamu bahkan bisa menjadi permaisuri Putra Mahkota."Permaisuri Putra Mahkota! Ini jadi menarik.Benar saja, ternyata keluarga Pangeran Aneksasi memang berambisi pada takhta kekaisaran.Anggi merenung sejenak lalu mengangguk, "Bagus sih, tapi kalau nanti Tuan mengingkari, saya harus lapor pada siapa?""Lalu kamu mau bagaimana?"Anggi berkata, "Buatkan surat perjanjian untukku.""Nggak bisa." Kalau sampai membuat surat perjanjian, lalu ternyata Anggi ha
Selain itu, angin juga bertiup cukup kencang. Jangan-jangan malam tahun baru nanti akan turun salju?"Putri, kita nggak kembali ke Istana Harmoni?" tanya Mina saat melihat Anggi malah berjalan menyusuri jalan kecil di sisi lain menuju taman bunga plum.Anggi berkata, "Masa aku harus membatalkan menikmati bunga plum hanya karena dia datang menggangguku?"Kalau kembali sekarang, Permaisuri Dariani sedang beristirahat. Dia sendirian di Istana Harmoni, duduk ataupun berdiri rasanya akan tetap tak nyaman."Baik," Mina pun ikut masuk ke dalam Taman Asri bersamanya.Sekitar setengah jam kemudian, salju pun mulai turun dari langit dengan lembut. Saat mereka berdua dalam perjalanan kembali ke Istana Harmoni, salju turun semakin lebat di tengah jalan.Mina merasa bersalah, "Semuanya salah hamba, lupa membawa payung."Anggi mendongak memandangi salju yang turun perlahan dari langit, lalu berkata dengan tenang, "Bukan salahmu, malah terasa menyenangkan."Angin dan salju yang dingin, justru membuat
Di dalam aula utama, bisikan para pejabat benar-benar membuat tidak nyaman.Namun, Anggi tetap tenang dan percaya diri saat mendorong kursi roda Luis. Di bawah panduan para pelayan istana, mereka pun duduk di posisi sebelah kiri bagian depan. Itu adalah tempat duduk yang seharusnya milik Putra Mahkota.Namun sekarang, Negara Cakrabirawa tidak memiliki Putra Mahkota. Sebagai satu-satunya anak Kaisar, Dariani menempatkan Luis di posisi itu dan tak ada satu orang pun yang berani berkomentar.Bahkan di tahun-tahun sebelumnya saat Luis tak hadir dalam jamuan, tempat itu tetap dibiarkan kosong khusus untuknya.Pratama dan Dimas yang duduk di barisan tamu, memandangi Anggi yang perlahan mendorong Luis melewati mereka. Hati mereka terasa aneh dan tak bisa dijelaskan.Dulu, kalau ada banyak orang bergosip seperti ini, wajah Anggi pasti sudah merah padam dan malu tak karuan. Namun malam ini, dia melangkah tegap dan penuh percaya diri.Tak jauh dari sana, Burhan dan Satya menyaksikan semua itu de
Tak lama kemudian, Kepala Kasim Istana, Wawan, mengumumkan bahwa jamuan malam tahun baru resmi dimulai. Para pelayan istana pun masuk beriringan sambil membawa aneka buah-buahan, hidangan, dan makanan lezat.Anggur manis dalam cawan berkilau. Aneka hidangan dari selatan hingga utara, semuanya tersedia.Alunan musik lembut mulai terdengar dan para penari cantik dari divisi hiburan istana mulai menari. Mereka mengenakan pakaian tari yang tipis meski di musim dingin dan menampilkan gerakan yang anggun.Dalam sekejap, Istana Kasih pun menjadi meriah luar biasa."Pangeran Selatan, Putri." Tiba-tiba seseorang datang memberi hormat sambil membawa anggur.Anggi mengangkat pandangan, ternyata itu Parlin."Paman." Luis mengangkat cawan anggurnya dengan santai. Biasanya dia enggan menyapa Parlin, tapi orang seperti itu ... siapa tahu suatu hari bisa berguna.Anggi juga menyapa dengan sopan.Parlin sempat tertegun melihat kecantikan Anggi. Hanya saja, meskipun dia dikenal sebagai pria mesum, dia t
Dimas melirik ke arah Luis dan Anggi. Keduanya tampak harmonis dan serasi. Pria itu mengenakan topeng perak, berjubah hitam pekat, dab duduk dengan tenang dengan sudut bibir yang menyunggingkan senyuman.Pangeran Selatan, Luis.Jika saja dia tidak mengalami luka parah di wajah, jika saja dia tidak menjadi cacat ....Anggi benar-benar bisa dikatakan mendapat keuntungan di balik musibah.Mendapat keuntungan di balik musibah ....Alis Dimas tiba-tiba berkerut. Kalau Luis tidak mengalami cacat, mungkinkah giliran Anggi yang dinikahkan dengannya?Kini, Anggi tidak menunjukkan sedikit pun perasaan kekeluargaan terhadap Keluarga Suharjo. Kalau tidak, waktu dia datang ke kediaman pangeran itu, Anggi takkan bersikap setega dan sekeras itu.Dia mengepalkan tangan dan pamit meninggalkan tempat. Saat melewati Parlin, pria itu dengan seenaknya memanggilnya, "Adik ipar ...."Kepalan tangan Dimas mengencang beberapa kali, tapi akhirnya dia memilih untuk menahan diri.Hari ini malam tahun baru. Hanya
"Anggi?" Luis mulai terlihat cemas.Begitu menoleh, dia mendapati gadis itu sedang menatapnya dengan pandangan kosong dan terpana. Dia menghela napas seolah kehabisan kesabaran, lalu mengisyaratkan lewat tatapan mata. 'Itu calon ayah mertua, eh bukan, maksudku Jenderal Pratama masih menunggu'.Anggi menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Yang saya benci adalah perlakuan mereka yang nggak adil. Mereka nggak pernah benar-benar menyayangi saya. Bukan karena mereka mengirim saya menggantikan calon pengantin ke kediaman pangeran."Meskipun dia tidak tahu pasti apa yang ada di dalam hati Luis, Anggi merasa perlu menjelaskan. Dia tak ingin Luis salah paham. Mendengar ucapan itu, Luis tak bisa menahan senyum di sudut bibirnya, "Kamu ... benaran?"Sepasang mata yang biasanya penuh kegelapan itu, kali ini masih setajam biasa. Namun, saat menatap Anggi, ada sedikit kelembutan yang menguar.Anggi mengangguk pelan, "Mm." Apa yang dia katakan memang berasal dari lubuk hatinya. Luis memang orang y
Torus selalu bisa membaca pikiran Luis. Dia segera menutup pintu kereta.Sementara itu, Dika langsung mengambil kendali cambuk. Saat dia mengayunkannya, ujung cambuk nyaris mengenai Pratama. Pratama terkejut sampai wajahnya pucat pasi dan buru-buru menyingkir ke samping.Tapak kaki kuda berdentum, roda kereta berputar, dan lonceng hias berdenting semakin lama semakin menjauh.Pratama memandangi kereta yang makin lama makin kecil dalam pandangan. Tiba-tiba, bulu kuduknya meremang. Ketika pintu kereta ditutup, dia sempat melihat sorot mata Anggi. Dingin bagaikan es, membawa aura yang mencekam.Tepat seperti yang dikatakan Dimas, Anggi yang sekarang sudah bukan lagi gadis lemah lembut yang dulu mudah dipermainkan di Keluarga Suharjo.Dia ....Pratama merasakan sesak yang begitu menekan di dadanya.Dulu dia memang tidak terlalu baik pada Anggi, tapi apakah Anggi pernah kekurangan apa pun di Keluarga Suharjo?Di dalam kereta, Luis menggenggam tangan gadis itu dan bertanya lembut, "Pertanyaa
Mungkin ini satu-satunya hal yang baik yang diberikan langit untuknya.Malam tahun baru, sebagian besar rakyat jelata masih belum beristirahat. Di sepanjang jalan yang mereka lewati, masih banyak pedagang kaki lima, kedai arak pun belum menutup toko. Suara kembang api sesekali meledak di langit malam, membuat seluruh ibu kota tampak begitu hidup dan meriah.Anggi menyibak tirai kereta, memandangi hiruk-pikuk kota. Meski salju menumpuk cukup tebal, orang-orang tetap bersemangat menyambut malam pergantian tahun.Saat mereka kembali ke kediaman Pangeran Selatan, waktu sudah menunjukkan tengah malam.Kembang api meledak semakin sering dan terang. Luis meminta Anggi menemaninya duduk di depan gerbang utama istana mereka.Tak lama kemudian, Torus bersama beberapa pelayan datang membawa banyak kembang api dan petasan. Saat dinyalakan, seluruh langit di atas kediaman Pangeran Selatan seolah mekar oleh cahaya.Banyak orang berhenti untuk menyaksikan pesta kembang api.Para pelayan dan dayang di
Tangan Luis yang sedang menuang teh tiba-tiba terhenti. "Pangeran Pradipta bisa punya urusan besar macam apa lagi?"Dika menjawab dengan sedikit ragu, "Dia ... seluruh dunia tahu Pangeran Pradipta hidup dalam kemerosotan moral. Dulu dia hanya mengajak beberapa selir atau selingkuhan untuk ikut berpesta pora. Tapi kali ini ... bahkan Putri pun ikut dia seret untuk ... bersenang-senang bersama orang lain."Braak!Cangkir di tangan Luis terguling di atas meja kecil, air tehnya tumpah membasahi papan catur. Dia menoleh ke arah Anggi hanya untuk melihat pipi gadis itu sudah merah padam.Luis buru-buru berdeham, "Itu ... benar-benar nggak tahu malu."Dika bergumam dalam hati, 'Bukankah tadi sudah kubilang jangan kedengaran sama Putri?'"Ada lagi?" Luis menoleh dengan tatapan agak memaksa."Ng ... nggak ada lagi," jawab Dika gugup."Keluar.""Baik."Dika pun menutup pintu dengan hati-hati dan menghilang dari pandangan. Luis tampak sedikit canggung. "Itu ... Pangeran Pradipta benar-benar nggak
"Pangeran ...."Wulan menutup pipinya yang baru saja ditampar, hatinya seperti mengucurkan darah. Melihat sosok Parlin yang semakin menjauh, dia pun tak kuasa menahan diri dan mulai menangis tersedu-sedu."Fani ...." Baru saja dia memanggil nama itu, Wulan baru teringat bahwa Fani terakhir kali dibawa pergi oleh Dimas dan menerima hukuman berat. Sejak itu, dia tidak pernah lagi kembali ke kediaman Pangeran Pradipta bersamanya.Setelah beberapa saat terisak, dia kembali berteriak, "Pelayan!"Terdengar suara deritan pintu.Pintu yang sebelumnya ditutup keras oleh Parlin perlahan terbuka. Seorang pelayan perempuan masuk ke dalam. "Hamba di sini, apa perintah Putri?""Bantu aku berganti pakaian.""Baik."Pelayan itu segera bersiap. Dia mendekat untuk membantu Wulan keluar dari bak mandi. Namun, begitu dia melihat tubuh Wulan, matanya terbelalak. Tubuh itu penuh memar di mana-mana, nyaris tak ada satu bagian pun yang masih utuh."Kalau kamu berani cerita pada siapa pun tentang ini, akan aku
"Sudah pergi?" Begitu kepala pelayan mendekat, Parlin langsung bertanya dengan cepat."Sudah, sudah pergi," jawab kepala pelayan segera.Parlin tersenyum santai, lalu berjalan melewati lorong panjang menuju bangunan utama. Para pelayan silih berganti membawakan air masuk ke kamar utama. Wulan sedang mandi. Sambil menyiram tubuh, dia menggosok kulitnya dengan penuh tenaga.Parlin masuk dengan dahi berkerut, "Wah, kulit Putri selembut ini, jangan digosok terlalu keras. Nanti rusak, lho."Mendengar suara pria itu, seluruh tubuh Wulan seketika menegang, "Ke ... kenapa Pangeran kembali lagi?""Bukannya aku harus repot-repot mengusir si tua bangka itu demi kamu?" jawab Parlin santai.Wulan tersenyum kaku. Parlin ini usianya hampir setara dengan ayahnya, tapi pria segemuk, sebejat, dan semenyebalkan ini benar-benar langka di dunia!"Jadi, ayahku sudah pulang? Apa dia bilang sesuatu?" tanyanya dengan hati-hati.Parlin menjawab, "Dia minta kamu pulang ke rumah sebentar, nggak ada yang lain. Lag
"Kalau begitu ... mungkin benar kata Wulan bahwa dia membuatkan dupa penenang untukku. Karena itu, dia sempat memberikan sebotol kecil kepada Dimas untuk dibawa pulang," ujar Ambar sambil memegangi kepalanya. Suaranya terdengar lemah dan letih."Tapi, hanya sebotol kecil ... sekarang sudah habis dan aku kembali nggak bisa tidur nyenyak di malam hari. Sakit kepala ini semakin menjadi-jadi. Benar-benar anak perempuan yang nggak tahu berbakti!"Pratama pun ikut geram, "Anggi benar-benar menyebalkan dan Wulan juga keterlaluan. Aku sendiri sudah kirimkan undangan secara langsung, bahkan ibunya juga sudah mengirimkan surat resmi. Tapi sampai sekarang, tak satu pun dari mereka kembali ke rumah. Bahkan surat balasan pun nggak ada!"Ambar masih memegangi kepalanya dengan kesal, "Apa-apaan semua ini. Ini karena kalian berdua nggak bisa mendidik anak-anak dengan baik! Sekarang, aib keluarga sampai mencoreng nama leluhur!""Benar, Ibu. Teguran Ibu sangat tepat.""Cepat pergi! Bagaimanapun caranya,
Kediaman Jenderal Musafir.Hidayat kembali dan menyampaikan informasi yang berhasil dia kumpulkan kepada Dimas, "Hari ini Nona Anggi mengadakan pengobatan gratis. Banyak pasien yang memuji keahlian medisnya tanpa henti.""Memuji tanpa henti ...," gumam Dimas dengan nada tak percaya."Benar, dan Pangeran Selatan pun mengizinkan Nona untuk mengadakan pengobatan gratis. Mulai sekarang, setiap tanggal yang ada tujuhnya akan ada kegiatan yang sama."Dimas mengusap dagunya, menimbang-nimbang setiap kata sebelum bertanya, "Jadi maksudmu, Anggi akan mengadakan pengobatan gratis setiap tanggal 7, 17, dan 27?""Benar," Hidayat menjawab dengan pasti, meskipun wajahnya tetap bingung. "Tuan, tapi sejak kapan Nona Anggi bisa mengobati orang? Bukankah yang selama ini dikenal ahli pengobatan adalah Nona Wulan?"Dimas menarik napas panjang, lalu menatap ke arah langit cerah di luar jendela dan bergumam, "Mungkin ini adalah rahasia besar yang selama ini disembunyikan."Hidayat pun mulai merasa ada sesua
Tangan pria itu sempat sedikit ditarik, tapi langsung ditekan oleh Anggi. "Jangan bergerak."Melihat sikapnya yang begitu serius, pria itu pun tidak berani banyak bertingkah. Namun, dalam hatinya muncul keraguan. Bagaimanapun, Putri memeriksa nadi langsung dengan tangan telanjang. Apakah Pangeran Selatan benar-benar akan mendukung hal ini?Saat pikirannya mulai melayang-layang, Anggi bertanya, "Pagi ini makan apa?"Pria itu berpikir sejenak, "Ubi rambat.""Cuma ubi rambat saja?""Iya.""Anggota keluarga lain makan juga?""Nggak, itu sisa dari yang dikukus waktu tahun baru. Diletakkan dekat tungku sudah terlalu lama, jadi saya sendiri yang makan. Saya nggak membiarkan keluarga ikut makan."Mendengar hal itu, Anggi bertanya lagi, "Apa kamu muntah dan buang air terus-menerus?"Wajah pria itu langsung pucat pasi, "Iya ...."Sampai di sini, Anggi sudah bisa memastikan bahwa pria itu mengalami diare akibat makanan basi. Dia segera menuliskan resep, lalu menyuruh seorang murid dari Balai Peng
Dengan adanya penghiburan dari Luis, rasa kesal dalam hati Anggi perlahan-lahan mereda. Dia mengangguk, lalu berkata dengan lembut, "Mau." Mana mungkin dia sanggup mengecewakan ketulusan hati pria itu?Seperti apa Luis sebenarnya?Melihat senyum tipis yang terangkat di sudut bibirnya, hati Luis yang tadinya sempat sedikit cemas pun langsung merasa lega.Tanggal 27.Anggi mengunjungi Balai Pengobatan Afiat langsung untuk menangani pasien. Begitu melihat bahwa tabib yang bertugas adalah seorang wanita, banyak orang yang langsung ragu dan berhenti melangkah masuk.Untuk menangani pasien, Anggi meminta Faisal untuk datang empat jam lebih lambat dari biasanya ke toko obat.Mina pun berdeham, lalu berdiri dan berseru ke arah kerumunan, "Hadirin sekalian, ini adalah istri dari Pangeran Selatan, Anggi, yang telah belajar ilmu pengobatan sejak kecil. Nggak perlu meragukan kemampuannya. Bahkan Pangeran sendiri juga dirawat langsung oleh Putri saat ini!""Hari ini pengobatan gratis dan harga obat
Emosi yang tidak stabil seperti ini, sebenarnya sudah lama tidak kambuh sejak Luis menikah dengan Anggi."Pangeram, saat ini Putri sedang sendirian di kamar." Apakah Pangeran ingin menenangkannya?Luis tersenyum pahit, "Dia sekarang justru butuh waktu sendiri." Waktu dan ruang yang sepenuhnya jadi miliknya.Setelah berpikir sejenak, Luis berkata, "Suruh bagian dapur untuk menyiapkan dua jenis makanan penutup tambahan hari ini. Waktu makan malam nanti, mungkin Putri akan menyukainya.""Baik." Torus pun keluar dari ruang kerja, sambil menutup pintunya dengan pelan.Sementara itu, Luis mencoba mengambil buku strategi militer yang ada di atas meja, tapi tak satu pun kalimat bisa dia cerna. Yang muncul dalam benaknya, hanyalah bayangan saat gadis itu diam-diam menangis. Penampilannya terlihat begitu menyentuh dan membuat orang iba.Hanya membayangkan pemandangan itu saja ... Luis sudah merasa tubuhnya tidak nyaman. Tadi dia memang berbicara dengan sangat tenang dan rasional, mengatakan bahw
"Putri tenang saja, hamba pasti akan menjelaskannya." Dimas memberi hormat dengan sikap yang sangat sopan."Bagus kalau begitu. Jangan sampai niat baikku malah diberikan pada orang yang nggak tahu berterima kasih." Usai bicara, Anggi menyuruh Mina menyerahkan botol obat itu kepada Dimas. Setelah itu, dia pun berbalik dan kembali masuk ke dalam kediaman.Dimas menatap punggung Anggi yang perlahan menjauh, lalu menunduk melihat botol obat di tangannya. Rasa curiganya kini makin jelas.Jika benar dupa penenang itu dibuat oleh Wulan, mengapa sudah didesak sekian lama tapi tak kunjung bisa dia keluarkan? Sedangkan Anggi bisa langsung memberikannya dengan mudah?Jika semua dugaannya benar, berarti Wulan hanyalah seorang pembohong besar selama ini .... Dia bahkan merasa takut untuk membayangkannya.Setelah Anggi kembali ke kediaman utama, dia menerima lagi sebuah surat penghinaan dari Yohan. Kali ini, Torus bahkan tidak selesai membacakannya dan langsung berhenti di tengah jalan.Anggi tertaw