Share

Utang Tamparan 90 Kali

Penulis: Mr. K
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
“Bagaimana? Kalian lihat sendiri, kan? Tas ini isinya benar-benar uang,” sindir Morgan.

Ketiga pria di hadapannya itu tak sanggup bicara. Untuk beberapa saat, kata-kata seperti tercerabut dari lidah mereka.

Tapi kemudian Robert dan Joseph angkat bicara.

“Itu pasti uang mainan, kan?”

“Ah ya, pasti uang mainan. Atau uang palsu. Tak mungkin si miskin ini punya uang 50 miliar!”

Morgan berdecih. Dia lalu meraup segepok uang dari tas jinjingnya itu, berdiri, lantas menyodorkannya ke Henry.

“Sepertinya kaulah satu-satunya orang waras di hadapanku saat ini, Ayah Mertua. Bagaimana kalau kau periksa keaslian uang ini?” ujarnya.

Henry menatap Morgan dengan dingin. Dia lalu menerima segepok uang tersebut.

Dan saat mengeceknya, dia terbelalak.

“Ini…. dolar…?”

Ya, lembaran-lembaran itu memang dalam dolar. Morgan sengaja meminta itu ke pihak bank supaya semua lembarannya bisa masuk ke tas jinjing yang dibawanya itu.

“Apa, Pa? Dolar? Dolar palsu maksudnya?” celetuk Joseph.

“Diam kau, Josep
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Datuk Abd Azis
lanjutkan karya mu pak/bu saya suka karya ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Ancaman Baru

    Tommy, Walikota Kota HK, sedang menonton acara lawak favoritnya ketika tadi Henry meneleponnya. Dia yang semula tertawa-tawa, langsung menunjukkan muka jengah. Henry adalah salah satu orang yang punya peran penting dalam naiknya karier politik Tommy. Bahwa dia bisa menjadi Walikota Kota HK seperti sekarang, sebagian besar karena dukungan gencar dari Henry pada saat pilkada tiga tahun lalu. Dan dia tahu, jika tiba-tiba teman lamanya itu menghubunginya, itu artinya dia punya permintaan. Dan siapa yang menduga, permintaannya itu ternyata begitu rumit. “Sialan kau, Henry! Berani-beraninya kau menempatkanku dalam posisi ini!” gerutunya. Dilemparkannya bungkus rokok di tangannya ke dinding. Batang-batang rokok itu berceceran di lantai. Awalnya, Tommy tak mengendus masalah apa pun. Henry hanya memintanya untuk meringkus seorang pria yang membawa anak bungsunya. Namun, masalah itu baru terendus setelah asistennya Tommy yang juga seorang peretas ulung melakukan penelusuran terhadap pri

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Salah Memilih Target

    Morgan balas menatap pria itu dengan garang. Mobil ini adalah hadiah dari Jenderal Yudha atas prestasinya selama di militer, dan baru saja pria itu merusaknya. Dia harus merasakan akibatnya! Morgan pun membuka pintu mobil dan mendorongnya kuat-kuat. Gedebuk! “Argh!” Pintu itu menghantam si pria yang membawa pemukul bisbol, membuatnya tersungkur. “Kau tunggu di sini saja, ya. Apa pun yang terjadi, jangan keluar dari mobil. Oke?” Morgan mengatakannya sambil menatap Agnes dengan cemas. Istrinya itu mengangguk. Morgan lantas mematikan mesin mobil, mencabut kunci, keluar dan langsung menguncinya. “Bajingan kau! Rasakan ini!” Si pria yang tadi tersungkur itu telah kembali berdiri dan kini mengayunkan pemukul bisbolnya ke arah Morgan, menyasar kepalanya. Morgan menangkis pemukul bisbol itu dengan mudahnya, membuatnya terpelanting jauh. Si pria yang mencari gara-gara dengannya itu tampak terkejut, tak mengira Morgan sekuat itu. Dan sebelum sempat dia melakukan apa-apa, Morgan men

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Kebohongan yang Mengecewakan

    Morgan mengecek suhu tubuh dan denyut nadi Agnes. “Agnes, kau demam!” ucapnya. Mendapati Agnes tak juga berhenti menggigil dan menggigiti jari-jemarinya, Morgan memutuskan untuk membawa istrinya itu pulang. Makan malam dibatalkan. Saat ini yang menjadi fokusnya adalah membuat istrinya itu kembali merasa nyaman. … Sekitar satu jam kemudian, di kamar yang ditempati Agnes beberapa hari terakhir… Sekarang Agnes sudah tenang, sedang terbaring memejamkan mata dengan kain kompres menempel di keningnya. Tadi setibanya mereka di rumah tersebut, Morgan sampai harus mengalirkan energi murninya ke tubuh Agnes. Rupanya, apa yang dilihatnya di jalan tadi itu membangkitkan traumanya. Seerhananya begini: gara-gara insiden penculikan dan penyekapan yang pernah dialaminya itu, otaknya merekam segala bentuk kekerasan fisik sebagai bahaya. Meskipun kekerasan fisik itu dialami oleh orang lain, tetap saja otaknya mengira kalau bahaya itu mengancamnya. Tubuhnya bereaksi secara spontan. Agnes bahka

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Siapa Pria Ini Sebenarnya?

    Morgan sungguh tak mengerti apa yang terjadi pada Agnes. Apa pun yang dia katakan, apa pun yang coba dia lakukan, tampaknya salah di mata istrinya itu. Dia pun terpaksa membiarkan istrinya itu sendirian, meski sesungguhnya dia cemas. ‘Kenapa tiba-tiba jadi begini? Memangnya apa yang salah?’ pikirnya, gelisah. Untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan, perasaannya sungguh tak enak. Setelah si content creator mantan tentara yang direkomendasikan Yudha itu datang untuk bekerja, Moran menitipkan Agnes padanya. Dia sendiri menuju ke kantor pusat Charta Group, sesuai saran Yudha. Meski datang untuk urusan bisnis penting, Morgan hanya mengenakan celana jeans dan kaus oblong. Itu memang setelan pakaian favoritnya. Dia tak nyaman jika harus mengenakan setelan kantoran yang kaku. Namun tentu, penampilannya ini membuat orang-orang yang melihatnya menyepelekannya. "Ada yang bisa kami bantu, Pak?" tanya seorang wanita di meja resepsionis. "Aku ingin bertemu dengan Felisia. Di lantai ber

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Kau Pikir Minta Maaf Saja Cukup?

    “Bu Felisia… pria ini…” Jika Felisia saja sampai membungkuk hormat di hadapan Morgan, maka sangat mungkin Morgan sebenarnya bukan orang biasa. Menyadar hal itu, Alex langsung merasa dirinya dalam bahaya. Felisia menegakkan punggungnya, menatap Alex dan si resepsionis. “Kalian berdua, beri salam kepada Tuan Morgan. Beliau adalah pemilik Charta Group yang baru,” katanya. “Apa?!” kata kedua orang itu, serentak. Morgan menatap mereka bergantian, mendapati ketakutan di mata kedua orang itu. Lalu tiba-tiba Alex mendekat ke arahnya dan bersujud tepat di depan kakinya. “Tolong maafkan kebodohan saya, Tuan Morgan! Saya sudah melakukan sesuatu yang tak semestinya kepada Anda! Tolong biarkan saya tetap bekerja di sini!” katanya. Alex tentu teringat kata-kata Morgan tadi, bahwa ini adalah hari terakhirnya di Charta Group. Dan dia kini cemas. Bagaimana jika itu sampai terjadi? Dia telanjur menjanjikan kepada pacarnya untuk membelikan wanita itu tiga unit sport car yang total harganya 10

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Menyambut Umpan

    Morgan segera menjauh dari jendela. Dia membawa Felisia bersamanya. “Aku akan mengeluarkan peluru yang bersarang di bahumu. Bertahanlah,” katanya. Dia lalu mengaktifkan energi murninya dan memusatkannya di tangannya. Dengan fokus tinggi, dia membedah luka tembak itu dan memasukkan dua jarinya ke sana. Felisia berteriak kesakitan, tapi hanya sebentar saja. Tak sampai lima detik, Morgan sudah berhasil mengeluarkan peluru tersebut. Yang dilakukan Morgan kemudian adalah menghentikan pendarahan dan menutupi luka. Dia pun melakukannya dengan cepat. Kali ini Felisia hanya sedikit meringis. “Kau baik-baik saja?” tanya Morgan, setelah selesai menutupi luka tembaknya Felisia. Felisia mengangguk. Matanya memancarkan ketakjuban. Bagaimana tidak? Morgan baru saja melakukan sesuatu yang menurutnya mustahil. Bahkan dokter bedah berpengalaman lulusan luar negeri pun belum tentu bisa melakukannya secepat itu, seefisien itu. “Kau bisa berjalan? Kita sebaiknya keluar dari ruangan ini,” kata M

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Kemenangan Hanya Ilusi

    Morgan menatap pria yang tengah duduk di mejanya itu dalam diam. Setelah meneguk minuman dalam gelasnya, pria itu berdiri dan balas menatap Morgan sambil menyeringai. Morgan telah menghajar lebih dari lima puluh anak buahnya di ruang utama bar tadi, tapi pria ini seperti tak sedikit pun peduli pada hal tersebut. “Ya, akulah Berry Si Serigala. Kau datang untuk menantangku bertarung?” kata pria itu, berdiri dan menyeringai. Morgan malas menanggapi kata-katanya. Sekarang setelah memastikan kalau pria inilah memang yang dicarinya, dia tak perlu mengatakan apa pun lagi. Biar tinjunya yang bicara. “Kenapa? Kau belum mau memulai?” tanya Berry, memberi isyarat kepada Morgan untuk maju. Dari gestur yang ditunjukkannya, pria itu tampaknya meremehkan Morgan. Tak seperti anak-anak buahnya, Berry tak sedikit pun terlihat cemas atau ketakutan berhadapan dengan Morgan. “Kau tahu, anak-anak buahku yang kau ampuni itu mengatakan kalau kau sangat kuat. Tadinya kupikir mereka berlebihan, tapi se

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Syarat yang Sungguh Berat

    Meski Berry adalah pemimpin Seriala Hitam di lapangan, dia bukanlah orang yang memiliki organisasi mafia tersebut.Pemimpin Seriga Hitam yang sesungguhnya adalah seorang purnawirawan jenderal bernama BImo. Oleh Berry dan anak-anak buahnya dia dipanggil Bos Besar.Dan kini, Bimo menatap Berry dengan amarah yang menggila. Pria besar itu tengah menyeretnya ke dalam konflik yang tak pernah diinginkannya.“Bos Besar… kenapa kau menembakku…?” protes Berry, sambil meringis menahan sakit.“Kau masih bertanya, hah? Kau pikir siapa orang yang sedang kau hadapi ini? Statusnya bahkan lebih tinggi dari presiden! Kau tahu itu, hah?!” tanggap Bimo.Berry sungguh terkejut mendengarnya.Status Morgan lebih tinggi dari presiden? Lantas dia siapa?Siapa memangnya orang yang berada di atas presiden dalam sebuah negara?Apakah dia raja? Tapi negeri ini berbentuk republik, bukan kerajaan.Apa yang dikatakan Bimo benar-benar tak masuk akal di mata Berry.“Bos Besar, jangan bercanda. Orang ini memang kekuata

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tak Belajar dari Kesalahan

    Kulit muka Orkan seketika pucat. Dia seperti orang yang baru saja melihat hantu.Dan, sebelum sempat dia melepaskan tembakan lagi, Morgan sudah menerjang ke arahnya, melesakkan tinju yang menghantam pipi kirinya.“Ugh!”Sang jenderal itu terlempar dan berguling-guling di lantai. Keempat jenderal lain terkesiap. Muka mereka sama pucatnya dengan Orkan.“K-kau… s-siapa kau, Bangsat?!!” tanya Bamby dengan nada tinggi.Morgan memutar lehernya dengan pelan, menatap Bamby dengan tatapan yang menikam.“J-jangan berani-berani mendekat! Jangan mendekat atau kutembak!!” gertak Bamby sambil menodongkan pistolnya.Ketiga jenderal lain pun menodonkan pistol mereka ke arah Morgan.Morgan menatap mereka satu per satu, lalu terkekeh.“Sungguh menggelikan. Seperti inikah jenderal-jenderal tertinggi di negeri ini? Kalian membikin malu institusi militer di negeri ini!” kata Tony.“Anjing! Berani-beraninya kau menghina kami! Mulutmu itu harus dijahit!” bentak Gary.“Kau telah mengambil langkah yang salah

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Tawaran untuk Membelot

    Orkan sesaat terdiam. Dia tak mengenal orang ini, tapi apa yang barusan diucapkannya seolah-olah menunjukkan kalau orang ini tahu siapa dia.“Siapa kau? Siapa yang membawamu ke sini?” tanya Orkan tegas.Morgan tersenyum mencemooh. “Siapa yang membawaku ke sini? Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku sendiri. Memangnya kau melihat ada orang lain yang bersamaku saat ini?” ledeknya.Orkan mendengus. Dia tidak tahu siapa orang ini sebenarnya, tapi dia pastikan dia akan memberinya pelajaran.“Siapa itu, Orkan? Informanmu?” tanya Bamby.“Bukan. Aku tak tahu orang ini siapa,” jawab Orkan.“Hah? Maksudmu?”Orkan hendak keluar dan mengatasi pria tak dikenal yang mengaku-ngaku Dewa Perang ini sendirian, tapi dia kalah cepat.Si pria tak dikenal, yang tak lain adalah Morgan, mendoorng pintu dan memaksa masuk. Kini Bamby dan yang lainnya pun bisa melihatnya.“Halo, para Jenderal. Sedang apa kalian berkumpul di sini? Membahas rencana kudeta?” seloroh Morgan.Saat itu juga, raut muka keempat jend

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Berkumpulnya Lima Jenderal

    “Kau Sang Dewa Perang?” tanya Bernard, menatap Morgan tak percaya.Lagi-lagi Morgan hanya mengangkat alisnya dan tersenyum miring. Bernard pun jadi kesal.“Yudha, apa maksudnya ini? Kalau ini guyonan, sungguh ini guyonan yang buruk. Kau pikir aku percaya si anak muda yang songong ini adalah Sang Dewa Perang?” tanya Bernard sambil menatap Yudha.“Ini bukan guyonan, Bernard. Morgan memang Sang Dewa Perang,” jawab Yudha.“Apa? Jadi ini serius?”“Ya, tentu saja. Kau pikir aku akan begitu saja mengabdikan diriku pada sosok lain di militer selain Sang Dewa Perang?”Bernard menatap Yudha dengan alis hampir menyatu di tengah.Yang dikatakan Yudha itu masuk akal. Untuk apa juga dia begitu hormat dan percaya kepada seorang anak muda jika bukan karena si anak muda ini sesungguhnya sosok yang spesial.Tapi, benarkah Morgan rupanya sespesial itu?Bernard kembali menatap Morgan, memandangi wajahnya, mengamati gerak-geriknya.Dia memang belum pernah bertemu dengan Sang Dewa Perang. Selama ini dia me

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Morgan adalah Sang Dewa Perang

    Morgan membawa Bernard ke markas militer Kota HK. Di sana, sudah menunggu Kris dan Yudha.Bernard sebenarnya bertanya-tanya untuk apa Morgan membawanya ke sana, tapi dia tek mengutarakannya.Ini kali pertamanya dia memasuki markas militer Kota HK yang berada dalam tanggung jawabnya Yudha. Dia sepenuhnya waspada, berjaga-jaga kalau-kalau Morgan tiba-tiba menjerumuskannya ke dalam bahaya.“Tenang saja, Jenderal. Kau sekarang bagian dari kami. Di sini kau aman,” kata Morgan sambil tersenyum miring, seakan mendengar apa yang digumamkan Bernard di dalam kepalanya.Bernard hanya membalas dengan lirikan kesal. Dia arahkan lagi matanya ke luar jendela, mengamati apa-apa yang ada di markas militer tersebut.Tak lama kemudian, mereka berdua berjalan ke ruangan tempat Morgan biasa bertemu dengan Kris dan Yudha untuk menyusun strategi.“Dari gerak-gerikmu, sepertinya kau sudah terbiasa ke sini. Tadi saja di depan tentara-tentara itu membiarkanmu masuk begitu saja tanpa kau perlu menunjukkan muka.

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Bernard Membelot

    “Kenapa? Apa kata-kataku kurang jelas?” tanya Morgan sambil duduk lagi di kursi, menyilangkan kaki dan tersenyum mengejek.Bernard menatapnya dengan benci. Orang ini benar-benar meremehkannya. Ini bukan lagi penghinaan baginya, melainkan lebih dari itu.“Kau ingin aku berada di pihakmu dan melawan para jenderal yang merupakan orang-orang penting di militer saat ini? Apa kau gila?” protes Bernard.Morgan mengangkat bahu, berkata, “Kenapa memangnya? Kau takut? Kau tak punya nyali untuk menentang mereka? Begitu, Jenderal?”Morgan lagi-lagi mengakhiri kata-katanya dengan senyum mengejek. Tak ayal itu membuat Bernard mendengus seperti banteng.“Lagi pula, Jenderal, bukankah aku yang memenangkan taruhan? Dan bukankah tadi kau bilang kalau ucapanmu bisa dipegang karena itu bagian dari prinsipmu?” sindir Morgan.Bernard kembali mendengus. Kebencian di matanya itu menyala-nyala. Tangan kanannya yang baru saja disembuhkan Morgan itu kini terkepal.Morgan menyadari betul apa yang dirasakan Berna

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Menaklukkan Bernard

    Morgan melangkah tenang sementara Bernard mundur dengan mata membulat. "Kenapa, Jenderal? Kau seperti sedang melihat hantu saja," sindir Morgan. "Kau! Apa yang kau lakukan pada Matthew?!" Bernard menyalak sambil terus mundur menjinjing kopernya. Mengabaikan pertanyaan Bernard, Morgan melirik koper hitam itu. "Sepertinya itu koper istimewa sampai-sampai kau membawanya di saat-saat seperti ini, Jenderal. Aku penasaran apa isinya," ucap Morgan. "Sialan! Jangan main-main kau denganku, ya!!" teriak Bernard, menjatuhkan koper hitamnya lalu mengambil pistol, mengarahkannya pada Morgan. Bernard melakukannya dengan cepat, tetapi Morgan sudah mengantisipasinya. Dengan gerakan yang tak kalah cepat, Morgan memegangi tangan Bernard yang besar lalu memelintirnya. "Arrgghhh!!"Pistol di tangan Bernard itu terjatuh. Morgan menendangnya. Pistol itu bergeser jauh ke belakang Bernard. "Kau tak tahu siapa orang yang kau hadapi, Keparat! Kau tak tahu neraka seperti apa yang akan menantimu kalau k

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Memburu Bernard

    Sebuah drone terbang di langit malam Kota HK, di atas sebuah hotel 12 lantai.Sesekali lampu kecil di bawahnya berkedip-kedip. Dalam setiap kali lampu itu berkedip, sebuah gambar terambil dan terkirim ke pusat pengendali.Drone itu dikendalikan oleh sebuah unit pasukan yang beroperasi tak jauh dari hotel. Mereka adalah tentara-tentara yang dikirim oleh Kris untuk sebuah misi khusu yang sangat rahasia.Setelah foto-foto itu sampai di pusat pengendali, segera mereka diolah dan dikirim ke Morgan.Morgan menerimanya lewat ponselnya. Dengan cara itulah dia memantau gerak-gerik Bernard.Selain gerak-gerik Bernard, Morgan juga memantau apa-apa yang dikatakan Bernard.Drone itu telah menembakkan sesuatu sejak sekitar satu jam yang lalu ke kamar hotel yang ditempati Bernard itu.Sesuatu itu bukan peluru, melainkan alat perekam kecil yang menempel di kusen jendela kamar.Teknologi canggih memungkinkan peluru itu berubah warna sesuai tempat dia menempel, sehingga mustahil bagi Bernard untuk meny

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Kehilangan Besar

    “Siapa ini? Apa yang terjadi pada Matthew?”Bernard menanyakannya dengan nada tinggi. Matanya membulat.[Kau tahu siapa aku, Bernard. Dan sekali lagi kuingatkan: bersiap-siaplah. Selanjutnya kaulah orang yang akan kuburu dan kuhukum.]Tuuut…. tuuut… tuuut…Panggilan diakhiri begitu saja oleh si penelepon.Bernard tahu, orang yang bicara padanya barusan itu adalah Morgan.Pertanyaannya kemudian: apa yang terjadi pada Matthew?Fakta bahwa Morgan meneleponnya dengan menggunakan nomor Matthew menunjukkan kalau saat ini Morgan berada di dekat Matthew, atau dia baru saja mengambil ponselnya Matthew.Matthew tak mungkin meminjamkan ponselnya pada Morgan. Itu artinya, situasi Matthew sedang tidak baik-baik saja. Bernard khawatir Morgan telah menghabisinya.Disamping hubungan pertemanan yang cukup dekat akibat menjalin kerja sama bertahun-tahun dengan Matthew, Bernard melihat Matthew sebagai sosok krusial yang perannya sangat signifikan dalam rencana kudeta mereka.Tanpa Matthew, kudeta itu ta

  • Pembalasan Dendam Sang Dewa Perang   Akhir Tragis Matthew

    “Kau! Bagaimana bisa?”Matthew terbelalak. Dagunya seperti akan jatuh.Dia yakin betul kelima peluru tadi bersarang di tubuh Morgan. Lantas, bagaimana bisa Morgan masih bisa berdiri?Bahkan tanpa kelima peluru itu saja, Morgan mestinya sudah lumpuh gara-gara racun yang menyebar di tubuhnya.Dan pertanyaannya itu terjawab saat Matthew menemukan sesuatu yang janggal di tubuh Morgan.Kelima peluru itu memang bersarang di tubuh Morgan, tapi entah kenapa, kini mereka berlima keluar, seperti ada sesuatu yang mendorongnya dari dalam.Peluru-peluru itu pun jatuh ke lantai. Tubuh Morgan sendiri, tepatnya titik-titik di mana peluru itu tadi bersarang, dengan cepat pulih. Tak ada lagi luka atau apa pun.‘Apa maksudnya ini? Apa dia monster?’ pikir Matthew, masih terbelalak.Saat dia menatap wajah Morgan lagi, didapatinya Morgan menyeringai dan menerjangnya.Gerakan Morgan terlalu cepat untuk dia antisipasi. Belum juga dia mengangkat tangannya, Morgan sudah menonjoknya, tepat di muka.Brughhh!Mat

DMCA.com Protection Status