Melisa berjalan dengan langkah-langkah cepat menyusuri koridor rumah sakit.Baru saja dia mendengar Gaby memanggilnya, tapi dia tak peduli. Terus saja dia berjalan. Dia harus pulang ke rumah untuk mengambil baju ganti dan beberapa hal lainnya.“Nyonya Melisa, tunggu! Anda harus tetap berada di sini!”Begitulah Gaby berseru. Dari bunyi langkah-langkahnya yang mencepat, Melisa menduga Gaby berlari.Dia lantas mempercepat langkahnya. Kesal sekali dia pada tingkah Gaby. Seorang pembantu sepertinya mestinya tak melarang-larangnya seperti ini.Saat Melisa akan tiba di ujung koridor, tiba-tiba seorang pria muncul dari kanan.Melisa menatap pria itu dengan curiga. Pasalnya, jelas sekali, orang asing yang tak dikenalnya itu menatapnya lekat-lekat.Melisa mencoba untuk tak berpikir lebih jauh, tapi si orang asing itu tiba-tiba saja memosisikan diri di depannya, menghalangi jalannya.“Hey, apa-apaan kau ini? Minggir!” ucap Melisa.Pria itu bergeming. Dia menatap Melisa tanpa mengatakan apa pun.
Gaby tak tahu kedua orang ini siapa, tapi dia bisa memastikan kalau mereka berbahaya.Jelas mereka bukan orang biasa. Dia tak bisa bertindak gegabah terhadap mereka.“Kalian mau membawaku ke mana?” tanya Gaby, menurunkan tas jinjingnya, menaruhnya di samping kanannya.“Pertanyaan yang bagus. Sayangnya kami tak harus menjawabnya,” kata si wanita. “Sekarang angkat tanganmu!”Gaby melakukan apa yang diminta si wanita yang menodongnya itu. Wanita itu kemudian memberi isyarat kepada si pria untuk menghampiri Gaby.Pria itu berpostur jangkung dengan rambut bergelombang. Hidungnya yang mancung dan kulit mukanya yang pucat membuatnya terlihat seperti model.Namun, Gaby yakin, orang ini bukan model. Kalau bukan anggota mafia, kemungkinan dia intel. Begitu dia menyimpulkan.“Diam dan jangan melawan,” kata si pria jangkung saat menaruh kedua tangan Gaby di perut dan kemudian memborgolnya.Gaby meringis sebentar. Si pria jangkung lantas mendorongnya, memintanya maju ke arah mobil.Gaby sempat men
Memanfaatkan perhatian Gaby yang teralihkan ke ponsel, si wanita yang bahunya terluka itu mencoba menyerang Gaby.Tapi Gaby bergerak lebih cepat. Nyaris instingtif, dia arahkan moncong senapan ke dada wanita itu dan menarik pelatuk.Dor!Peluru itu menembus dada si wanita, tepat di area jantung.Wanita itu pun terkapar. Matanya terbuka begitu juga mulutnya.“Casey!!!” teriak si pria jangkung.Gaby cepat-cepat mengambil ponselnya dan keluar dari mobil.Dia melepaskan satu tembakan ke arah si pria jangkung, tapi si pria jangkung berhasil menghindar dan peluru itu lagi-lagi mengenai kaca depan, menimbulkan retakan-retakan di situ.Gaby kemudian menembak ban depan mobil, membuatnya langsung kempes saat itu juga.‘Dengan begini, setidaknya dia tak akan bisa mengejarku dengan mobil,’ pikirnya.Lantas dia berlari meninggalkan tempat itu, terus berlari tanpa menoleh sekali pun.Dia masih memegangi pistol di tangan kanan, ponsel di tangan kiri, dan kedua tangannya itu masih dalam keadaan terbo
Matthew menjelaskan rencana mereka itu dengan jelas. Kemal dan Bernard menganguk-angguk, tanda bahwa mereka paham dan setuju dengan alur tersebut. Kini tinggal eksekusinya saja.“Jadi, kapan kira-kira percikan-percikan itu muncul?” tanya Kemal. Sedari tadi dia memang terlihat orang yang paling tak sabar.Matthew menengok jam tangannya, berkata, “Tak lama lagi. Kita tinggal duduk menikmati makan malam kita di sini, sambil menunggu kabar baik dari tim yang kita kerahkan.”“Semoga saja tak ada masalah. Akan repot kalau tiba-tiba ada pihak-pihak yang muncul dan merusak alur yang telah kita tetapkan itu,” sambut Bernard.“Maksudmu seperti yang terjadi di Kota KL tempo hari itu?” tanya Kemal.Bernard mengangguk. Dia lalu menatap Matthew dengan serius. Matthew bisa menebak apa yang ada di pikiran Bernard.“Tenang saja. Kegagalan di Kota KL tempo hari salah satunya disebabkan oleh persiapan yang kurang. Lagi pula yang kita kerahkan waktu itu adalah orang-orang gila yang sulit sekali diatur. P
Di sebuah pusat perbelanjaan yang ramai, di pinggiran Kota HK.Ribuan orang berlalu-lalang, di dalam pusat perbelanjaan maupun di luar.Ini memang Sabtu malam. Anak-anak muda biasanya menghabiskan waktu hingga larut di kawasan ini, bersenang-senang dengan teman atau pasangan.Sekilas melihatnya, tak ada yang istimewa. Hanya malam biasa dengan keramaian yang biasa.Namun, di balik itu semua, ada ancaman yang membayang.Beberapa di antara ribuan itu adalah para penyusup yang berada di sana bukan untuk bersenang-senang, bukan juga untuk sekadar menikmati berlalunya waktu.Mereka mengemban misi yang “mulia”. Tujuan mereka adalah menyadarkan ribuan orang itu kalau kehidupan mereka sebenarnya tak seaman yang mereka kira.Tidak mudah mengenali orang-orang itu. Masing-masing, puluhan jumlahnya, mengenakan pakaian yang membuat mereka membaur dengan sempurna di kerumunan dan lalu-lalang orang.Adapun yang membuat mereka terhubung dan bisa mengenali satu sama lain adalah alat komunikasi canggih
"Yeah!!!"Drone itu meledak. Salah satu roket yang ditembakkan ke arahnya berhasil mengenainya.Tentara-tentara itu bersorak. Morgan sendiri masih memakai teropong, memantau ke arah mana si drone itu jatuh sekaligus mencari-cari keberadaan drone-drone lain.Ini baru satu drone. Mereka harus bersiap-siap kalau-kalau ada drone lainnya.Sementara Morgan menjadi radar alami bagi pasukannya ini, orang-orang yang berhasil mereka tangkap dan kumpulkan itu kini tampak lesu.Mereka diberitahu kalau akan ada drone yang diluncurkan untuk membantu mereka menuntaskan misi. Tapi baru saja mereka melihat, dengan mata kepalanya sendiri, bahwa drone tersebut ditembak jatuh."Habislah kita. Misi ini benar-benar gagal total," kata salah satu dari mereka."Kenapa jadi begini? Bukankah kita telah melakukan persiapan dengan baik?”“Siapa yang berkhianat di antara kita? Mereka bisa tahu rencana kita sampai sedetail ini pastilah karena ada yang membocorkannya kepada mereka, kan?!”“Benar juga! Ada yang berkh
Morgan dan pasukan yang dipimpinnya baru saja meninggalkan kawasan di mana pusat perbelanjaan tadi berada.Mereka telah memastikan bahwa kekacauan berhasil dicegah, bahwa orang-orang yang diterjunkan langsung ke kawasan itu sudah mereka tangkap semua.Drone-drone yang dikerahkan pun berhasil ditembak jatuh semuanya.Ini kemenangan mutlak. Mereka berhasil menuntaskan misi dengan nilai sempurna!Dan hal yang sama pun terjadi pada tim-tim lain yang dikerahkan ke lokasi-lokasi lain.Morgan merasa bungah. Tubuhnya mendadak terasa begitu ringan. Rasanya telah sangat lama sejak dia merasakan kemenangan yang memuaskan seperti ini.Dan dengan keberhasilannya ini pun, dia seolah-olah menebus keteledorannya waktu menghadapi orang-orangnya Rudolf tempo hari.Kini Morgan bisa melupakan kekacauan yang terjadi ketika itu. Dia juga yakin dia bisa tertidur lelap malam ini, meski bukan di rumahnya.Sesuai rencana, sebab situasi belum sepenuhnya kondusif, Morgan akan menumpang dulu di markas militer Kot
Morgan terbelalak. Dia menatap ibu mertuanya tak percaya.“Apa, Ma? Agnes amnesia?” tanyanya.“Dia mengalami amnesia total dan ini semua salahmu! Salahmu!” bentak Melisa.“Ta-tapi, Ma… Tak mungkin… Ini tak mungkin…”“Tutup mulutmu, anak jadah! Aku tak mau lagi mendengar apa pun darimu! Aku juga tak mau melihat wajah busukmu ini! Pergi sana! Keluar!”Morgan terdiam, nyaris mematung seperti manekin.Agnes mengalami amnesia total? Apakah itu artinya dia benar-benar melupakan semuanya? Semuanya?“Agnes, katakan padaku kalau ini tidak benar-benar terjadi. Katakan padaku kalau kalian sedang mengerjaiku. Ini sebenarnya prank, kan?” kata Morgan, masih saja menolak kenyataan yang memang pahit itu.“Maafkan aku,” kata Agnes, lemah.Melihat sorot mata Agnes yang memancarkan kesedihan saat menatapnya, Morgan merasa dirinya hancur.Dia tak terima. Dia tak terima kondisi istrinya jadi seperti ini.Amnesia total? Yang benar saja! Memangnya separah apa benturan yang dialami kepalanya saat dia mengala