Setelah mengatakannya, Morgan melepaskan tangan dua anak buahnya Leno, dan kini dia berjalan ke arah Leno dengan aura berwarna hitam yang menyeruak dari tubuhnya."Kenapa kalian diam saja? Habisi dia!" perintah Leno.Anak-anak buahnya Leno, yang sempat tercengang melihat kemunculan Morgan, kini menyerang Morgan dan berbagai penjuru.Jumlah mereka setidaknya mencapai 50 orang. Beberapa dari mereka memegang senjata api, bersiap mem-back up teman-temannya yang maju duluan jika sesuatu terjadi pada mereka.Tetapi, dalm sekejap, tiba-tiba saja Morgan lenyap, dan detik demi detik kemudian yang terjadi adalah ambruknya orang-orang itu.Mereka seperti baru saja dicabut nyawanya secara serentak. Dan bukan hanya itu, senjata-senjata api mereka itu hancur hingga berkeping-keping."A-apa yang terjadi? K-kenapa bisa begini?" gumam Leno yang mulai ketakutan.Saking ketakutannya dia, dia bahkan lupa memasukkan batangnya ke balik celana dalam.Dan batangnya itu, yang tadi keras dan panjang, mendadak
"Apa maksudmu, Livia? Kita sedang menuju ke rumah," kata Agnes, heran dengan permintaan kakak iparnya itu."Turunkan aku di sini! Aku bisa pulang sendiri! Tak sudi aku diantar suami sampahmu ini!" balas Livia."Livia! Morgan baru saja menolongmu! Mestinya kau berterima kasih padanya!" balas Agnes, kesal."Dia bisa saja meninggalkanmu sendirian di sana, tapi dia memilih untuk membawamu, memangkumu ke mobilnya ini, dan dia bahkan menyembuhkan luka-luka memar di wajahmu. Beginikah caramu berterima kasih?" timpal Allina.Merasa diserang dari dua arah, Livia semakin defensif."Aku tak peduli! Pokoknya turunkan aku sekarang!" ujar Livia, mencoba membuka pintu di samping kirinya.Tentu saja upayanya itu sia-sia. Morgan sudah mengunci semua pintu mobil, dan dia tak akan membukanya sampai mereka tiba di kediaman Keluarga Wistara."Kau ini kenapa sih, Livia? Sebegitu bencinyakah kau pada suamiku? Kalau kau tadi tak pingsan, kau akan melihat dengan mata kepalamu sendiri bagaimana dia menolong ki
Allina merasakan perih di perutnya, terutama saat Leno menarik pisau belati itu. Untungnya, saat Leno akan menancapkan pisau itu lagi ke perutnya, Allina sempat mundur dan menghindar. Perutnya tak terkena tusukan lagi, tapi Leno mengikutinya dengan keras di bawah leher. Allina mundur sambil terbatuk-batuk. Dia masih harus menghindari serangan membabi-buta Leno yang berusaha melukainya lagi. Jeda yang dibutuhkan Allina itu baru ada beberapa belas detik kemudian, ketika Leno tampak lelah dan berkeringat. Allina mundur menjauh. Sambil memegangi luka di perutnya yang masih mengeluarkan darah, dia menatap Leno dengan waspada. Satu hal membuatnya bingung: kenapa Leno tiba-tiba ada di situ? Bukankah mestinya dia..."Kau ingat apa yang kau lakukan padaku dua hari yang lalu, Jalang? Gara-gara kau, aku harus mengeluarkan puluhan juta rupiah untuk pengobatan darurat!" kata Leno. Dia tampak tak nyaman, sesekali mengangkang dan mengubah posisi berdirinya. Diusapnya bulir-bulir keringat di
Morgan seharusnya bisa tiba lebih cepat. Tapi, di perjalanan menuju pusat pelatihannya Allina ini, Kris tiba-tiba menghubunginya dan meminta bertemu. Dan Kris tidak sendiri saat Morgan menghampirinya di sebuah ruko tempat dia dan anak-anak buahnya kadang menyusun strategi. Di sana ada juga Yudha. Keberadaan Yudha di situ tentu membuat Morgan bertanya-tanya sepenting dan segenting apa informasi yang akan diberikan padanya. Dan ketika Kris memberikan informasi itu, Morgan geram. Tadi pagi dia meminta Kris untuk mencari tahu hal-hal terkait Leno, dan rupanya temuan-temuan Kris dan anak buahnya lebih buruk daripada yang dibayangkan Morgan. Sesuai dugaan Morgan, Leno memimpin sebuah organisasi hitam yang, secara ilegal, menjalankan bisnis di Kota HK. Bisnis-bisnis gelapnya itu tersebar di berbagai titik, mulai dari penjualan obat-obat terlarang hingga prostitusi ilegalilegal, dan dia telah melakukannya selama lebih dari 20 tahun. Dari situlah dia bisa punya begitu banyak uang dan me
Dalam perjalanan ke kantor pusat Charta Group, Morgan memikirkan apa-apa yang dikatakan Leno tadi.Sejauh ini sudah ada dua pihak yang diduga kuat terlibat dalam insiden penculikan dan penyekapan istrinya tujuh tahun lalu. Dan, keduanya sama-sama organisasi hitam alias mafia.Leno mengaku diminta seseorang untuk mengerahkan orang-orangnya, membuat keributan di kawasan lain di kota HK, jauh dari lokasi penyekapan Agnes.Imbalannya sangat besar, sehingga Leno tanpa pikir panjang langsung melakukan apa yang diminta seseorang itu. Tapi, dia tak benar-benar tahu seseorang itu siapa.Permintaan dan transaksi itu dilakukan oleh pihak perantara. Begitu Leno menjelaskan.Adapun soal pihak mana yang akan diuntungkan oleh aksi kriminal terbuka kelompoknya itu sendiri tujuh tahun yang lalu, Leno tak juga tak tahu pasti.Begitu minim informasi yang diberikan si perantara itu kepadanya. Namun, satu hal dia cukup yakin: pihak tersebut punya akses istimewa ke sumber daya yang tak terbatas.Satu hal l
Di perayaan hari jadi Charta Group, tiga hari kemudian... Mewakili Wistara Group, Agnes datang ditemani Henry dan Robert. Kecanggungan terlihat dari bagaimana Agnes mencoba menjaga jarak dari ayahnya dan kakaknya itu. Bagaimanapun, sejak Agnes mengambil keputusan untuk meninggalkan rumah demi tetap menggarap proyek dari Charta Group hubungan mereka telah banyak berubah. Agnes bahkan belum bicara lagi dengan kedua pria itu sampai tadi ketika mereka bertemu di luar hotel. Perayaan hari jadi Charta Group tahun ini dilangsungkan di Hotel X, salah satu hotel termewah dan terbesar di pusat Kota HK. Tidak sembarang orang bisa masuk ke hotel ini. Bahkan harga sewa kamar termurahnya saja lima puluh juta per malam. Hotel ini memang didesain khusus untuk orang-orang superkaya dan superpenting. Dan malam ini, hotel ini akan kedatangan tamu kehormatan yang sangat dinanti-nantikan: Sang Dewa Perang. "Ingat, Agnes, saat menghampiri Dewa Perang nanti biar aku dan Robert saja yang bicara. Wani
Arman langsung menjauh dari Morgan, sembari menatapnya ketakutan.Dia masih ingat momen mengerikan ketika Morgan memegang tangannya dan meremukkan tulang tangannya itu.Itu salah satu momen terburuk di dalam hidupnya.“Kenapa memangnya kalau aku di sini? Kau takut aku membongkar rahasiamu?” tanya Morgan.“Ra-rahasia apa?” tanggap Arman, menatap Morgan cemas.Morgan tersenyum miring, berkata, “Kau yakin ingin aku mengatakannya di sini, di hadapan Keluarga Wistara?”Arman semakin cemas. Dia tak tahu apa yang ada di benak Morgan, tapi firasatnya mengatakan kalau itu bukan hal yang baik baginya.“Heh, Keparat! Apa sebenarnya maumu? Tak bisakah kau bersikap sopan sedikit kepada Nak Arman? Dia ini berasal dari kalangan atas sedangkan kau hanya orang miskin yang beruntung pernah tinggal menumpang di rumah kami!” cerca Henry.“Iya! Dasar tak tahu diri kau, Morgan! Dan apa juga yang kau lakukan di sini? Bagaimana bisa orang miskin sepertimu memasuki restoran ini? Hal licik apalagi yang kau lak
Sebab dilontarkan setelah tepuk tangan terhenti, suara Arman terdengar begitu lantang, dan tentu saja kini dia menjadi pusat perhatian.Sebagian orang yang tak mengenalnya memasang muka jengah, sebab sungguh tidak pantas sikap kasar seperti itu ditunjukkan seseorang yang menghadiri acara seberkelas ini.Tidak seperti ayahnya yang begitu dikenal dan dihormati oleh orang-orang superpenting yang tengah menghadiri acara ini, Arman di mata mereka hanya anak muda sengak yang tidak tahu cara bersikap.“Kalau menurut kalian ini lucu, maka ada yang salah dengan otak kalian! Mana Sang Dewa Perang yang kami tunggu-tunggu? Kenapa malah kriminal seperti dia yang sekarang berdiri di panggung?” kata Arman lagi.“Orang ini mantan narapidana, asal kalian tahu saja. Tujuh tahun dia dipenjara karena tuduhan pencurian dan pemerkosaan. Bisa-bisanya kalian beri orang seperti dia panggung di acara seprestisius ini! Lelucon macam apa ini?!” sambungnya.Orang-orang kini mulai kasak-kusuk. Mereka tak tahu apak