Bagian ekor helikopter itu meledak. Helikopter tersebut pun berputar-putar kehilangan kendali.Satu orang tentara yang berada di dalamnya meloncat, disusul satu tentara lainnya, juga satu tentara lainnya lagi.Terakhir, si tentara yang menjadi pilot helikopter juga meloncat.Helikopter itu lantas jatuh menghantam pepohonan. Ledakan keras sempat terjadi, membakar sebagian pohon di situ.Morgan sendiri melompat turun, mendarat di tanah dengan kedua kaki hanya mengenakan kaus kaki.Dia dalam posisi seperti seekor harimau, mengintai mangsa-mangsanya di balik kegelapan hutan.Tentara-tentara itu sendiri, empat orang jumlahnya, satu per satu mulai berdiri. Masing-masing bersenjata lengkap. Morgan bisa melihat pisau dan granat di seragam tentara yang mereka kenakan.“Sssh! Luka tembak ini benar-benar menyebalkan!” desis Morgan, memegangi luka tembak di pinggangnya.Denyutan-denyutan yang mengganggu terasa di sana. Morgan ingin segera mengeluarkan peluru itu, tapi momennya belum tepat.Dia ha
Bong Bong, pemimpin gangster di Kota YG, sudah sejak semingguan yang lalu berada di Kota HK. Dia dan puluhan anak buahnya ada di kota itu untuk sebuah misi khusus. Sejauh dia bisa melacak, misi khususnya ini ada kaitannya dengan rencana kudeta yang belakangan ini ramai dibicarakan di dunia bawah tanah. Setengah jam yang lalu, saat dia sedang minum-minum di bar sambil menikmati pertunjukan musik di panggung, Bertrand meneleponnya. Bertrand adalah petinggi militer yang menjadi bekingannya selama belasan tahun. Jika bukan karena akses-akses rahasia yang dibukakan Bertrand untuknya, dia mungkin tak akan sesukses sekarang. Bisa dibilang, Bong Bong berutang budi kepada Bertrand. Maka ketika Bertrand tadi memintanya melakukan sesuatu untuknya, dia langsung berkata bahwa dia akan melakukannya. Bertrand ingin dia menghabisi seseorang. Fakta bahwa sang jenderal masih membutuhkan bantuannya kendati dia konon telah juga mengerahkan pasukan tentara resmi untuk menghabisi seseorang itu, menand
Di area tempat Morgan tinggal, di luar gerbang dan di dalam gerbang, tentara-tentara berjalan dengan waspada. Masing-masing dari mereka memegang senapan otomatis.Daniel yang berjaga di gerbang sudah tumbang; dibikin pingsan dan diikat tangan dan kakinya, serta disumpal mulutnya.Imran, yang juga sempat memberikan perlawanan seperti halnya Daniel, nasibnya lebih parah. Kini tubuhnya mengapung di kolam. Darah dari tubuhnya membuat air kolam menjadi merah.Satu orang tentara, yang tampaknya pemimpin pasukan ini, memberi isyarat dengan gerakan tangan.Langsung saja tentara-tentara lain bergerak, sebagian ke sisi kiri rumah dan sebagian ke sisi kanan rumah.Si tentara yang memberikan instruksi sendiri, bersama beberapa orang tentara, menaiki anak-anak tangga ke beranda.Mereka punya misi istimewa: menghabisi target berbahaya bernama Morgan.Tentara-tentara ini sudah melancarkan serangan sejak lima belas menit sebelumnya.Sengaja mereka memulai serangan saat matahari mulai naik; mereka men
Masih dengan mata terpejam, Morgan membawa si pemimpin pasukan ke lantai dua.Dia diuntungkan sebab dia mengenal dengan baik medan pertempuran. Namun, dia kesal. Tak semestinya rumah mewahnya ini dijadikan medan pertempuran.Tentara-tentara itu mulai masuk dan melepaskan tembakan ke lantai dua.Mereka adalah tentara-tentara yang tadi dilewatkan Morgan. Morgan sendiri berhasil menghindar. Baru saja dia memasuki kamarnya dan langsung menguncinya.Setelah berada di kamarnya, dia akhirnya membuka mata.Si pemimpin pasukan kondisinya kacau; mukanya penuh luka di sana-sini; tangannya terkulai lemas dan mulutnya meneteskan liur bercampur darah.Morgan menjatuhkan pria itu ke lantai di dekat jendela. Dia sendiri membuka laci nakas dan mengambil pistolnya. Dia buka juga laci lemari pakaian dan mengambil pistol lainnya di sana.Dor!“Argh!!”Morgan menembak paha kanan si pemimpin pasukan.“Dengan begini kau tak akan bisa ke mana-mana. Tapi kau juga belum akan mati. Kau belum boleh mati,” kata M
Di dalam mobil, ditemani Coki yang duduk di kursi kemudi, Bong Bong menyaksikan keributan di area rumah sakit itu sambil mengisap cerutu.Jendela di sampingnya dia biarkan terbuka. Asap cerutu itu dia kepulkan ke situ.Siapa pun yang melihat keributan di area rumah sakit itu akan berpikir bahwa itu pertarungan yang tak seimbang.Yang diserang hanya satu orang, sedangkan yang menyerang dua puluhan orang.Fakta bahwa yang diserang itu tak memegang senjata sedangkan mereka yang menyerang ramai-ramai mengangkat senjata mereka tinggi-tinggi menambah ketimpangan kekuatan yang ada.Namun, pada kenyataannya, keadaannya justru sebaliknya.Satu orang terlempar ke atas, diikuti dua orang lain, dan dua orang lagi setelahnya.Bong Bong yang sedang mengisap cerutu itu mematung sesaat, memfokuskan pengelihatannya, memastikan kalau apa yang dilihatnya itu memang benar-benar terjadi.Lima orang yang barusan terlempar itu jelas-jelas anak buahnya. Dia lantas bertanya-tanya apakah yang membuat mereka te
Seragam yang dipakai tentara-tentara itu sama dengan yang dipakai tentara-tentara yang menyerang rumahnya. Morgan pun yakin kalau yang mengirim mereka adalah orang yang sama. Itu artinya, orang-orang yang baru saja mengeroyoknya itu pun kemungkinan dikirim oleh orang yang sama. Tapi satu pertanyaan mencuat di benak Morgan: kenapa orang itu masih berani mengusiknya padahal dia telah memberikan peringatan yang jelas?"Morgan, ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?"Morgan menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Gaby berjalan ke arahnya. Bong Bong dan Coki pun menoleh ke arah yang sama. Pupil mata Bong Bong membesar. "Gaby, kenapa kau ke sini?" protes Morgan. "Tadi aku melihat keributan yang terjadi dan aku langsung menelepon polisi. Dengan datangnya mereka, kukira masalah akan selesai. Ternyata..."Sekarang jelas sudah. Rupanya Gaby yang meminta polisi-polisi ini datang. Apakah dia juga menghubungi Kris? "Kau masuklah lagi. Ini biar aku yang atasi," kata Morgan. Gaby berhe
Bong Bong terlempar dan ambruk. Darah muncrat dari mulutnya yang terbuka lebar.Tentara-tentara itu dikagetkan oleh apa yang terjadi. Refleks mereka bersiap menarik pelatuk, namun batal sebab bunyi gaduh dari belakang menarik perhatian mereka.Saat ini, mobil-mobil lapis baja tiba dalam jumlah yang lebih banyak. Tentara-tentara yang keluar dari mobil-mobil itu pun jumlahnya lebih banyak.Mereka, tak lain dan tak bukan, adalah tentara-tentara yang dikirim Kris.Bingung dengan situasi yang berubah tiba-tiba, tentara-tentara kiriman Bertrand itu celingak-celinguk seperti sekumpulan monyet.Mereka tak mungkin melepaskan tembakan. Sekali saja salah satu dari mereka melepaskan tembakan, itu akan dianggap provokasi, dan adu tembak mengerikan pun akan terjadi.Dan sudah pasti mereka akan kalah. Selain jumlah tentara yang baru saja tiba dan kini mengepuh mereka itu lebih banyak, ada juga tiga unit helikopter penyerang yang bisa menembaki mereka kapan saja.Pilihan terbaik, dalam situasi sepert
Morgan telah meminta Kris untuk memperketat penjagaan di Rumah Sakit P. Dia juga telah berkomunikasi dengan Vivi untuk turut menyertakan beberapa tentara berbaju sipil untuk menjaga istrinya. Vivi setuju-setuju saja. Tak ada penolakan darinya. Adapun insiden di depan rumah sakit tadi sudah diatasi oleh polisi. Semuanya beres. Kini Morgan berasa di rumah. Anak-anak buahnya Kris sudah mengurus tentara- tentara musuh yang dihabisi Morgan itu. Mereka sudah tak lagi ada di sana. Namun, kondisi rumah masih berantakan. Sangat tidak layak untuk dihuni. Morgan menaiki anak-anak tangga ke lantai dua. Dia geleng-geleng kepala melihat berapa kacaunya ruang tamu. Seperti kapal pecah saja. Di lantai dua, keadaan tak jauh berbeda. Bekas tembakan di sana-sini. Pintu kamarnya tak lagi terpasang. Morgan memasuki kamarnya, mengambil baju ganti dari lemari. Dia bermaksud mandi. Tadi saat meluncur ke rumah sakit dia tak sempat mandi. Sama sekali tak terpikir untuk mandi. Di kamar mandi, Morgan