Lyra mendorong tubuh John menjauh. “Apa kau kehilangan akal sehatmu?! Bagaimana mungkin kau, calon adik iparku, malah menggantikan Max menikahiku!?”
Dorongan Lyra hanya membuat John menegakkan tubuhnya. Dia menatap datar wanita itu dan berkata, “Pikirkan baik-baik, Lyra. Menikah denganku adalah satu-satunya cara supaya kau bisa terlepas dari seorang pria yang tidak mencintaimu sama sekali.” Pelipis Lyra berkedut. "Lalu, apa bedanya denganmu, John Foster?" Kali ini, John terdiam. Dia mengangkat dagu Lyra, agar bisa menyejajarkan pandangan dengannya. “Paling tidak, aku tidak akan menelantarkan maupun menduakanmu, Nona Bell. Kalau memang setelah beberapa waktu kau ingin pergi, aku bahkan bersedia untuk melepaskanmu dan memberikanmu kebebasan,” ujar pria itu dengan wajah serius, membuat Lyra mengerutkan kening. Hal itu membuat John tersenyum miring. “Lagi pula, selain diriku yang memiliki darah keturunan Foster, kau tidak bisa menikah dengan pria lain, bukankah demikian?” Ucapan John membuat jantung Lyra berdebar kencang. Patut dia akui, semua hal yang pria itu katakan ada benarnya. Meski tak pernah bicara dengan John sebelumnya, Lyra tahu, John bukanlah pria biasa. Namun, kenapa John tiba-tiba berniat membantunya seperti ini? Apa tujuannya? “Kenapa?” tanya Lyra, mengulangi pertanyaannya yang belum terjawab tadi. “Kenapa kau berniat membantuku?” Dia memasang wajah serius dan menatap John lurus. “Tidak mungkin seorang John Foster hanya merasa kasihan dan berbaik hati ketika melihat seorang wanita diselingkuhi, bukan?” John membalas senyuman itu dengan seringai. “Pertama-tama, Thomas Bell, ayahmu. Dia tidak akan pernah membiarkanmu berpisah dengan Max setelah menikah nanti. Semua demi kucuran dana dari keluarga Foster …,” ucapnya dengan nada serius. “Di sisi lain, bagi ayahku, Peter Foster, perjanjian pernikahan ini adalah cara baginya untuk berbakti kepada tetua dua keluarga.” Lyra menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan. Kata-kata John benar adanya. Perjanjian pernikahan dua keluarga mereka sudah ada sejak mendiang kakeknya masih hidup. Entah apa tepatnya perjanjian itu, Lyra tak diberi tahu. Yang pasti, Thomas dan Peter telah memutuskan agar kedua keturunan mereka harus menikah. “Temui aku di kafe depan kantor saat jam makan siang,” ucap John usai melihat perubahan wajah Lyra. Sebuah seringai percaya diri terlukis di bibirnya. “Aku akan memberitahukan padamu tujuanku dan juga cara jelas agar pertunanganmu dengan Max dibatalkan.” Lyra meneguk ludah. Apakah ... terlibat dengan John Foster adalah keputusan terbaik? Apa kiranya yang akan diminta oleh pria ini sebagai ganti membantunya lepas dari pernikahan yang tidak diinginkan ini? Di saat Lyra sibuk memikirkan itu, John tiba-tiba kian mengikis jarak mereka. Wajah mereka pun berhadapan sangat dekat hingga Lyra dapat merasakan deru napas mint milik pria tersebut. Panik karena John seperti akan menciumnya, Lyra berteriak dalam hati, ‘Apa yang ingin pria ini lakuk—’ TING! Bunyi pintu lift terbuka menyadarkan Lyra. Rupanya, John hanya berusaha membuka lift di belakang tubuhnya. “Tunggu di ruang meeting, akan kuminta sekretaris Max untuk menyampaikan kepadanya perihal kedatanganmu,” ucap John sebelum akhirnya menatap Lyra dengan senyuman terhibur. “Sampai bertemu nanti, Nona Bell.” ** Lyra duduk termenung di ruang meeting. Menunggu Max yang mungkin masih bermesraan dengan wanita lain. Dirinya masih memikirkan penawaran yang John Foster ajukan. Tawaran itu lebih menarik dibanding menikah dengan pria yang telah memiliki kekasih lain. Setidaknya, mereka sama-sama tahu bahwa pernikahan itu tak dilandasi oleh cinta. Lyra perlu berharap lebih pada pernikahan tersebut. John pun membiarkan Lyra pergi seandainya dirinya menemukan tambatan hati. Selagi memikirkan pria itu, suara deritan pintu membuyarkan lamunannya. Max Foster melangkah dengan percaya diri, menampilkan aura dingin dan sinis ketika menatap Lyra. “Kenapa kau mencariku?” Dari cara bicara Max, terdengar jelas bahwa pria itu tak suka kunjungan Lyra. Lyra pun sebenarnya enggan menemui Max jika bukan karena ingin membahas tentang kucuran dana keluarga Foster kepada perusahaan keluarga Bell. Apalagi, sang ayah setiap hari memaksa Lyra untuk membujuk Max dan bersikap manis agar dana tersebut segera mereka dapatkan. Max seharusnya sudah menyetujui perihal masalah itu. Namun, sampai sekarang, dana itu belum juga keluarga Bell dapatkan. “Max ... Aku ingin membicarakan soal—” Kening Max berkerut dengan tatapan sinis. “Dana investasi lanjutan untuk perusahaan Bell? Bukankah sudah kubilang berapa kali untuk menunggu? Ada banyak proses yang harus dilalui dan aku sibuk! Apa menunggu saja tidak bisa kalian lakukan!?” Max sebenarnya sengaja mempersulit agar bisa melihat Lyra memohon kepadanya. Karena sebenarnya, Max kesal dengan pernikahannya dengan Lyra yang sebenarnya tidak dia inginkan dan mengganggu hubungannya dengan Sasha. Lyra memang lebih cantik dibanding Sasha. Akan tetapi, Max tak menyukai sikapnya yang terlalu serius dan kaku. Apalagi, setelah mendengar kata-kata yang diucapkan dan ekspresi Lyra masih datar. Seakan tak peduli apa pun. Tak pula berusaha merayu Max untuk membujuknya. Kendati demikian, Lyra sesungguhnya merasakan amarah yang membuncah dalam dada. ‘Sibuk katamu? Kau hanya sibuk bercinta dengan kekasihmu itu!’ “Aku sudah bertanya dengan tim keuangan di perusahaamu. Mereka mengatakan hanya butuh tanda tangan darimu, Max.” Lyra masih bisa menjaga ketenangannya. Max sungguh kesal dengan cara bicara Lyra yang tak ada manis-manisnya. “Bagus, ya. Rupanya sekarang kau berkolusi dengan orang dalam untuk menyelidikiku!” “Max, kau tahu bukan begitu maksudku-” Lyra tampak kesulitan mencari alasan karena memang dirinya menyelidiki secara diam-diam. Max memicingkan mata dengan seringai di wajahnya. “Sebenarnya, bisa saja aku mencairkan dana itu sesegera mungkin, tapi ... ada syaratnya.” Lyra mengerutkan dahi. Kenapa semua pria Foster yang ditemuinya hari ini selalu mengajukan sesuatu yang menyulitkan? Tetapi, Lyra perlu tahu lebih dulu syarat tersebut. Mungkin lebih baik dari tawaran John Foster sebelumnya. “A-apa ... Syaratnya?” Max tiba-tiba maju mendekati Lyra dan menyentuh wajahnya. “Layani aku malam ini, dan akan kupertimbangkan untuk mencairkan dana itu untukmu.” Tubuh Lyra bergetar. Lyra menangis di hadapan Max. Lyra tidak menyangka, bahwa Max sungguh melontarkan kata-kata penghinaan kepada dirinya, pria lugu yang selalu dicintainya kini menjelma menjadi iblis. Max tertawa sinis melihat ekspresi keterkejutan Lyra. “Seharusnya, tidak ada masalah, bukan? Lagi pula, dari awal kau setuju dibeli oleh keluargaku demi kucuran dana perusahaan?” Max menepuk pundak Lyra, lalu berjalan ke arah pintu. Sebelum keluar dari ruangan itu, Max berkata tanpa melihat ke arah Lyra. “Aku akan tunggu jawabanmu sore ini, Lyra Bell. Jangan terlalu lama, atau mungkin saja dana itu akan cair ketika perusahaanmu sudah terlanjur bangkrut.” Lyra menatap nanar punggung Max yang menjauh. Dia tak bisa menikah dengan pria menjijikkan seperti itu! Sekarang, Lyra tahu apa yang perlu dia lakukan. Usai Max tak terlihat di hadapannya, Lyra mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang. “Mari kita bertemu sekarang.”Lyra menatap jam di pergelangan tangannya berulang-ulang. John terlambat lima menit dari janji pertemuan mereka di kafe depan gedung kantor Foster Corp.Gendang telinganya tiba-tiba terganggu oleh suara pengunjung lain yang menjadi semakin gaduh. Beberapa wanita tampak terpesona ketika melihat pria yang baru saja memasuki pintu.Lyra mengalihkan pandangan ke arah pria itu. Rupanya, John adalah pria yang diperbincangkan para pengunjung kafe.Pikiran Lyra teralihkan oleh penampilan John. Alis hitam tebal, hidung tinggi mancung, bibir tipis menggoda, dan rahang tegas mempesona. Keseluruhan wajah pria itu tidak kalah menawan dibandingkan artis-artis internasional yang memiliki fans jutaan.Sayang, reputasinya yang buruk membuat banyak wanita cenderung menghindarinya.“Halo, Nona Bell,” panggil John seiring dirinya duduk di hadapan Lyra.Sosok John yang kini duduk di hadapannya, tak seperti John Foster yang banyak dibicarakan orang-orang. Mereka mengatakan bahwa John hanyalah putra pecunda
Lyra tahu bahwa tidak ada seorang pun yang boleh mengetahui tentang perjanjian yang baru saja mereka buat. Dengan suara rendah, ia berkata, "John, pastikan tidak ada yang mengetahui tentang perjanjian ini. Ini rahasia kita." John duduk dan menyilangkan kedua tangannya di dada, kemudian mengangguk pelan, tatapan matanya tidak berpaling dari wajah Lyra. "Aku mengerti, Lyra." jawabnya dengan suara yang dalam dan tenang. Ada kejujuran dalam suaranya yang membuat Lyra merasa lebih tenang. Saat Lyra menatap John, hatinya berdebar kencang. Memang benar apa yang orang katakan, anak kedua dari keluarga Foster ini sangat tampan. Bahkan ketampanan Max, kakaknya, belum sebanding dengan ketampanan yang dimiliki oleh John. Mata birunya yang tajam dan rahangnya yang tegas membuat Lyra hampir lupa siapa sebenarnya John Foster. Namun, Lyra segera mengusir pikiran itu. Keluarga Foster memang terkenal licik dan manipulatif. Max adalah buktinya, dan Lyra yakin John tidak jauh berbeda. Ia menegaskan dal
Seperti yang diperintahkan sang ayah, Max Foster segera mengunjungi kediaman Bell setelah mengurus dana yang telah dia persiapkan. Kedatangan Max disambut baik oleh kedua orang tua Lyra. Terlebih lagi, di saat Max tanpa basa-basi mengulurkan cek dengan nominal fantastis untuk Thomas Bell. Ayah Lyra itu tersenyum lebar sambil menepuk pundak calon menantunya. “Kau bahkan belum duduk, Max. Kenapa kau sudah membicarakan masalah uang?” Max tersenyum sinis sekilas. Baginya, Thomas Bell hanya seperti pria tua penjilat yang tak pantas menjadi ayah mertua. “Aku ingin segera menemui Lyra dan mengajaknya kencan. Karena kesibukanku, aku belum mengenalnya lebih dekat.” “Aku akan menyuruh Lyra untuk bersiap-siap sekarang.” Beth, ibu Lyra segera berlari masuk ke dalam menuju kamar putrinya. Lyra yang baru saja selesai membaca kontrak pernikahan dengan John untuk yang ketiga kalinya, terkejut oleh Beth yang tanpa mengetuk pintu langsung membuka pintu kamar. Dia bergegas menyembunyikan map kontra
Keesokan paginya di kediaman Keluarga Bell … Lyra mendapat kejutan kecil dari pria yang masih berstatus menjadi calon suaminya. Sebuah ketukan samar di pintu kamar menyadarkan Lyra. Dia gegas membuka pintu dan kemudian disambut oleh para pelayan yang masing-masing membawa satu kotak hadiah merah muda di tangan mereka. “Nona, Tuan Max Foster baru saja mengirim semua hadiah ini untuk Anda,” tutur salah satu pelayan dengan sopan. Lyra mengangkat satu alis keheranan. Kendati demikian, dia tak menolak ketika para pelayan memasukkan banyak hadiah dari pria yang sebentar lagi mungkin saja akan berstatus sebagai mantan tunangan. Benar. Meski Lyra ingin menghindari perdebatan dengan keluarga karena keputusan egoisnya, dia tetap akan menerima perjanjian dengan John Foster untuk menikah dengannya. Oleh karena itu, Lyra akan segera mengatakan rencana pembatalan pernikahan dengan Max Foster kepada orang tuanya. Setelah para pelayan keluar dari kamar, Lyra segera bersiap menemui Thomas, Ayahnya
Satu minggu telah berlalu. Pernikahan Lyra dan Max akan dilangsungkan hari ini. Sementara itu, John tak menghubungi Lyra lagi sejak hari itu. Bagai ditelan bumi, John tak tampak di mana pun juga. Bahkan, ketika makan malam bersama dengan kedua keluarga, pria itu tak tampak batang hidungnya. Keluarga Foster tak begitu memedulikan keberadaan anak bungsunya. Lyra juga tak mungkin tiba-tiba menanyakan John Foster dan merusak suasana. Lyra sempat menghubungi John beberapa kali. Akan tetapi, nomor John tak bisa dihubungi dan di luar jangkauan. Awalnya, Lyra berpikir bahwa John sedang mempersiapkan rencana untuk membatalkan pernikahan dirinya dan Max. Sekarang, Lyra justru berpikir sebaliknya. ‘Apakah John membatalkan kerjasama sepihak tanpa memberi tahu aku lebih dulu?’ “Silakan berputar, Nona.” Suara pelayan menyadarkan Lyra. Degupan dalam dada Lyra menggema begitu kencang tatkala dua orang pelayan membantu dirinya mengenakan gaun pengantin. Tinggal beberapa menit lagi, dirinya akan
Lyra tak bisa menyembunyikan ekspresi kecewa dan dikhianati ketika matanya dan John saling bertemu untuk sesaat. Dia telah resmi menikah dengan Max. Percuma John baru muncul ketika semua sudah terlambat. ‘Apakah sebenarnya semua ini rencana Max? Dia hanya menggunakan John untuk mempermainkanku? Lalu kenapa Max harus repot-repot menyetujui pernikahan kami jika dia memang tidak pernah menyukaiku sejak awal, dan bahkan telah memiliki kekasih?’ Lyra mau tak mau berprasangka buruk kepada John. Akan tetapi, manik kecokelatan itu menangkap sesuatu yang tak biasa dari wajah adik iparnya. Dia mengerutkan kening sambil memicingkan mata untuk mempertajam pengelihatan. Dan benar yang dilihat Lyra … setitik darah tampak mengering di sudut mulut John. Meski tak begitu kentara, Lyra juga melihat lebam di pipi pria itu. “Kau tidak mendengarku bicara!?” Bentakan Max membuat Lyra tersadar. Lyra spontan menoleh ke samping. Mendapati sang suami terlihat sangat kesal dan tak menyenangkan untuk dipa
Terdengar bunyi ketukan pintu. Dengan jarak kamar mandi dan pintu kamar yang berdekatan, Lyra mendengar samar Max berbincang dengan seseorang. Sesaat kemudian, Lyra ditemani oleh kesunyian. Max pergi bersama pria yang berbicara dengannya. Lyra pun bisa bernapas lega. Badan Lyra merosot ke bawah sambil memeluk diri sendiri. Kedua tangannya masih gemetaran membayangkan akan memberikan kesuciannya kepada sang suami. Menolak pun Lyra tak akan kuasa apabila Max memaksa. “Lyra Bell!” Lyra terkesiap mendengar suara pria memanggil dirinya dari luar. Namun, setelah mengenali suara itu, Lyra langsung berdiri dan membuka pintu. Tubuh jangkung berdiri di depan pintu. Sekali lagi, jantung Lyra harus merasakan tekanan oleh keterkejutan karena dirinya hampir menabrak pria itu. “John … Foster … apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana kau bisa masuk?” Tak menjawab pertanyaan Lyra, John justru balik bertanya, “Bukankah aku yang seharusnya ada di sini bersamamu?” Lyra menggeleng pelan. “Lalu
“Kau selalu berdiri menghalangi pintu, Lyra Bell.” Lyra Bell tersentak begitu mendengar suara datar John Foster. Dia baru sadar bahwa dirinya berdiri di sela pintu, menghalangi John yang akan keluar. Pipi Lyra bersemu merah oleh pikirannya sendiri. Baru saja, Lyra berpikir bahwa John akan melakukan sesuatu padanya. Setiap kali John menatapnya secara intens, Lyra merasa John akan menciumnya. Nyatanya, Lyra lagi-lagi keliru. Lyra sangat malu dan ingin menyembunyikan diri di dasar bumi. Namun, Lyra enggan mengakui. “K-kau bisa mengatakan padaku. Tidak perlu menarik-narikku!” Lagi pula, kenapa John memutar tubuhnya hingga berpindah di dekat pintu? ‘Apa dia sengaja ingin membuatku malu?’ batin Lyra kesal. Lyra mengikuti John yang dengan cepat keluar dari kamar mandi, kemudian duduk di tepi ranjang pengantin. John mengambil segenggam kelopak bunga mawar merah yang ditata membentuk hati di tengah ranjang. Lalu membuka tangan dan merenggangkan jari-jarinya hingga segenggam ke
“Kak, aku ingin menyusul mama. Tapi, aku nanti akan menunggu sendirian di kantor.” Justin Foster merengek pada Jolie dengan mata berkaca-kaca akan menangis. Dia tiba-tiba merindukan ibunya dan ingin pergi ke alun-alun bersama orang tuanya dan Jolie. Seperti yang sudah-sudah, Jolie selalu memilih untuk menuruti keinginan sepupunya. Dia tak lagi bimbang dengan banyaknya pilihan yang menggiurkan. Justin akan selalu menjadi prioritas utama. “Aku akan menemanimu ke tempat kerja Bibi Selene, tapi kita harus minta izin dulu kepada mama dan papaku.” Jolie lantas memperhatikan ketiga lelaki yang lebih tua darinya. “Kalian bermain bertiga dulu, ya … aku akan pergi dengan adikku.” Setiap kali menemani Justin, Jolie tak mau mengajak mereka. Pernah satu kali, ketiga lelaki yang ingin lebih dekat dengan Jolie itu ikut mengantar Justin, namun mereka berakhir dimarahi Max Foster tanpa sebab yang jelas. Max tampaknya masih tak suka pada semua yang berhubungan dengan Asher dan Billy. Dia pun sel
Suara anak perempuan berusia lima tahun terdengar di halaman belakang kediaman John Foster. Mata Jolie tertutup kain hitam, kedua tangannya bergerak tak tentu arah seperti sedang mencari pegangan, mulutnya tak bisa menutup saat memamerkan tawa yang tak kunjung menghilang. “Di mana kalian?!” seru Jolie. Saat ini, Jolie yang telah berusia lima tahun itu sedang berusaha menangkap teman-temannya. Dua anak kembar lelaki Asher Smith, putra angkat Billy Volker, serta bocah lelaki yang berumur satu tahun lebih muda darinya dan tak lain adalah sepupunya, putra pertama Max Foster. Jolie terlihat sangat bahagia. Sejak satu minggu yang lalu, keempat temannya menginap di kediaman. Dia jadi tidak kesepian dengan hadirnya bocah-bocah lelaki itu. Namun, kesenangan Jolie tak sejalan dari gerutuan ibunya. Lyra pusing melihat anak-anak itu tak mau berhenti bermain, bahkan Jolie pernah membantahnya hanya agar bisa terus bermain. “Rumah kita jadi seperti penampungan anak, Sayang. Maksudku, aku tidak
John telah berada di kota lain untuk melakukan operasi. Lyra tak bisa ikut menemani John karena tak bisa meninggalkan Jolie, serta ikut membantu persiapan pernikahan kakak iparnya.Penggabungan perusahaan Bell dan Foster pun sudah terlaksana atas bantuan Peter dan Thomas. Mereka akan menggantikan tugas John selama John masih memulihkan diri. Max masih ikut membantu di perusahaan, tetapi lebih sering meliburkan diri untuk menemani calon istrinya membeli perlengkapan hidup baru mereka. Perusahaan di gedung tingkat empat milik Max pun telah resmi dibuka, sehingga waktu berkumpul keluarga sangat sulit dilakukan dengan semua anggota keluarga yang lengkap.“Mama, John akan pulang hari ini. Di mana Dom? Dia harus menjemput suamiku.”Tanpa terasa, satu setengah bulan berlalu. John telah mengabari jika proses pemulihan luka bakarnya hampir berakhir, meski belum kembali sempurna seperti sediakala. Namun, John harus pulang hari ini, karena akan ada hari spesial keesokan paginya.“Dom sedang mem
“Kau tidak perlu melihat istriku waktu mengatakan rencanamu itu. Lyra tidak akan sedih mendengar kau akan menikah.” John menangkap gelagat aneh kakaknya, namun sebenarnya hanya pikirannya sendiri.“Aku melihat semua orang dan kau menatapku waktu bola mataku berhenti searah dengan Lyra!” sanggah Max, tak mau dituduh karena memang itulah kenyataannya. Dia bukan sengaja ingin memandangi Lyra.Lyra menegur John dengan tepukan halus di lengan suaminya itu. Namun, tampaknya John masih teringat kejadian di taman yang membuatnya cemburu buta.“Apa kau mengharapkan pelukan istriku untuk memberimu selamat?”Max berdiri dengan mulut sedikit terbuka. Amarahnya terpancing karena John membahas masalah yang sama berulang kali.Benar, tak hanya sekali John mengungkit masalah itu. Max hanya diam mendengar kata-kata sinis adiknya, namun tidak untuk sekarang, di saat dia ingin membahas rencana pernikahannya.“Kau masih membicarakan itu, hah? Lalu kenapa kalau aku memeluk istrimu? Dia adik iparku! Pikira
Jasad Ivanna baru berhasil diidentifikasi seluruhnya tiga hari lalu. Namun, karena masih perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, Alaric Parker tak bisa menguburkan jasad putrinya begitu saja.Satu minggu berlalu setelah kebakaran yang diakibatkan oleh Ivanna Parker. Saat ini, kediaman Parker sangat ramai oleh orang-orang yang hadir untuk berkabung.Selain para pengusaha, rekan-rekan bisnis Alaric maupun Ivanna, banyak pula wartawan yang meliput proses pemakaman Ivanna Parker. Namun, hanya sedikit awak media yang datang untuk berduka, sebab telah ditemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa Ivanna adalah pelaku kebakaran tersebut.Dari layar televisi berukuran besar, Lyra dan keluarganya sedang menyaksikan proses pemakaman Ivanna. Kamera lebih sering menyorot Sasha Parker yang saat ini sedang naik daun di dunia bisnis.“Wanita sialan itu pasti sedang berakting, aku sangat yakin itu!” geram Max saat melihat Sasha Parker sedang bicara di depan para wartawan sambil berlinang air mata, m
Lyra merasakan hangat di punggungnya. Udara dingin dari penyejuk ruangan mendadak tertutup oleh sesuatu. Namun, dia tetap terlelap dan tak menyadari keberadaan orang di belakangnya yang menghangatkan tubuhnya dengan dekapan penuh kerinduan.Pada dini hari, John baru sampai di kediaman. Dia langsung masuk ke kamar tanpa menimbulkan suara agar Lyra tak terbangun. Setelah membersihkan diri dengan cepat, dia ikut berbaring di dekat Lyra yang tidur meringkuk, tanpa melepaskan masker yang menutup sebagian wajahnya. Dari informasi para pengawal di kediaman, John akhirnya tahu jika Lyra tak pergi ke mana pun. Dia lega karena pikiran buruknya tak pernah terjadi. Awalnya John ingin langsung kembali ke rumah sakit, tetapi dia begitu merindukan pelukan hangat istrinya dan berniat mampir sebentar selagi Lyra tidur.“Aku sangat merindukanmu, Sayang,” bisik John.John terlalu nyaman mendekap Lyra hingga jatuh ketiduran dan lupa harus segera pergi sebelum Lyra bangun ….“Ugh …,” erang Lyra, merasak
John mondar-mandir di ruang pemeriksaan. Bukan gelisah menunggu dokter, tetapi resah membayangkan Lyra masih berduaan bersama Max.‘Apa saja yang mereka lakukan setelah aku meninggalkan mereka?’Sebelumnya saat masih di taman, John masih ingin mengikuti Lyra sampai kediaman. Namun, Peter menyeret John untuk segera ke rumah sakit.“John Foster! Berhentilah mondar-mandir!” sergah Peter, lelah melihat tingkah kekanakan anaknya. “Aku perlu mendapatkan riasan penuh seperti kekasih Max itu, dan segera bertemu Lyra. Max bisa saja menculik dan menyekap Lyra seperti dulu.”Saat mengamati Lyra, John melihat sosok mencurigakan Selene. Setelah menyuruh Dom mencari informasi sosok mencurigakan itu, dia akhirnya tahu identitas Selene yang menyamar sebagai perempuan tua.“Tsk! Hentikan, John! Kau sudah mendengar sendiri kalau mereka sudah berbaikan dan melupakan masa lalu! Lagi pula, lukamu masih baru dan tidak bisa ditutupi dengan riasan!”Peter yang menunggu John di mobil saat di taman tadi juga
Lyra mengangguk setuju. Hanya pelukan biasa bukan suatu hal yang besar. Orang-orang juga terbiasa menyapa dengan pelukan. Lagi pula, mereka masih keluarga.“Terima kasih, Lyra.” Max Foster tanpa ragu memeluk Lyra dengan erat, memejamkan mata selagi merasakan debaran dalam dadanya.Dengan pelukan itu, Max ingin mengembalikan perasaan yang telah berlalu. Kemudian, pelan-pelan melupakan Lyra sebagai wanita pertama yang pernah mengisi hatinya. Tidak, Max tidak mungkin bisa melupakan Lyra. Dia akan menyimpan perasaan itu, mengunci rapat-rapat cintanya, dan melihat Lyra dengan cara yang berbeda, yaitu sebagai keluarga, istri dari adiknya.“Maaf kalau aku banyak berbuat salah padamu, Max. Banyak hal buruk yang sudah kulakukan untuk membalasmu, termasuk kejadian malam di pesta waktu itu. Aku yakin kau juga sudah mengetahuinya.”Lyra pun ingin membuang dendam yang dulu pernah bersarang di hatinya kepada kakak iparnya itu. Berharap setelah waktu berlalu, mereka bisa bicara dan tertawa seperti k
“Maafkan aku, Max. Waktu itu aku tidak bisa menahan diri untuk terus bersamamu atau membuka hati untukmu, sehingga mengambil pilihan lain.”Max mengusap air matanya. Meski bisa menahan tangisan kesedihan, hatinya menangis dan terluka mendengar ucapan Lyra yang sudah pasti.“Aku tahu, aku tidak menyalahkanmu, Lyra. Semua memang salahku dan aku sangat menyesali perbuatanku sendiri,” ujar Max dengan suara serak.Max memutar badan ke arah Lyra. Melihat adik iparnya ikut merasa buruk karena pengakuannya.“Aku hanya ingin mengungkap perasaanku dengan benar, di mana dulu aku hanya menipumu. Aku tidak berniat merebutmu dari adikku … sungguh ….”“Terima kasih telah mencintaiku, Max. Mulai hari ini, aku berharap kau bisa melupakan cinta itu sepenuhnya ….”“Aku sedang mencobanya, tapi kalau malah mengajakku bertemu dan memaksaku menyatakan cintaku.”Mereka diam sejenak saling menatap secara intens. Mendadak, tawa lebar dan lepas menghiasi wajah keduanya.“John akan menghajarku kalau dia sampai t