"Kamu dari mana aja sih mas? Kaki aku sampai pegel gini nungguin kamu nggak nongol-nongol juga" sudah satu jam lamanya Celine menunggui Dimas yang berpamitan ke kamar mandi tadi. Celine kemudian mengerucutkan bibirnya, kecewa dengan tingkah Dimas kali ini yang kebangetan.Ditangan Dimas masih memegang amplop berisi hasil tes DNA dia dna putri kandungnya Rindu. Diana lupa menyembunyikannya dari Celine karena buru-buru mau menemui Celine yang sudah menungguinya lama di bangsal rumah sakit."Maaf sayang. Buat kamu nunggu lama. Tadi di kamar mandi antri soalnya. Ayo kita pulang sekarang. Aku juga harus buru-buru ke kantor. Karena aku cuma izin selama dua jam kepada pak Wagiman tadi." Dimas lalu buru-buru pergi dari rumah sakit untuk segera mengantar Celine terlebih dahulu kepertigaan lampu merah."Kamu turun disini Celine. Saya sudah telat pergi ke kantor. Rumah kita udh nggak jauh dari sini." Dimas kemudian membukakan pintu untuk Celine supaya mau turun di pertigaan."Maas. Kamu gimana s
"Gery. Stop! Apa kamu sadar dengan apa yang kamu ucakpan barusan? Saya sedang mencari seorang suami untuk Lusi adikknya Seina. Stop kamu ngeolok-ngolok saya dengan guyonan kamu itu!" William sama sekali tidak mempercayai dengan ucapan serius dari Gery barusan. Mana ada laki-laki di dunia yang mau menikahi Lusi dalam keadaan hamil seperti sekarang. Apalagi laki-laki sekeren Gery. Gery punya masa depan yang cerah berkat usahanya menjadi kaki tangan William saat ini. Bagaimana mungkin Gery mau menikahi Lusi yang sudah hamil duluan seperti itu. Atau justru Gery malah mengasihi nasib bosnya itu yang seakan digantung oleh Seina berkat permintaan anehnya kepada William saat ini yang membuat William semakin putus asa untuk menikahinya."Pak William yang terhormat. Saya sangat serius dengan ucapan saya pak. Jangan pikir karena saya mengasihani nasib bapak yang malang itu. No. Tidak sama sekali. Saya sudah memikirkannya dengan sangat matang. Saya telah menyukai gadis itu pada pertemuan pertama
"Apa saya tidak salah dengar ini? Seina dan William akan segera menikah? Kalau benar itu akan terjadi maka saya tidak akan merelakan begitu saja putri saya akan memanggil laki-laki brengsek itu sebagai papanya. Tidak ada yang lebih berhak selain saya" Dimas tanpa sengaja telah mendengarkan pembicaraan antara William dan juga Gery tadi. Kepala HRD meminta Dimas supaya menghadap William sesuai dengan titah William sebelumnya. Dimas kemudian mengetuk pintu ruangan William yang sedikit renggang itu."Permisi pak William. Apa bapak memanggil saya tadi?" Ujarnya berpura-pura tunduk dan patuh kepada William. William emnyrotnya dengan tatapan masam dan juga hambar."Dimas Aditya. Staf Ob kantor ini yang baru. Mau jadi apa kau Dimas, jam masuk kantor seenak jidatnya ambil izin. OB rasa bos kamu sekarang?" Wiliam benar-benar telah berhasil menginjak-injak harga diri Dimas yang penuh martabat itu. Dimas seperti butiran debu yang mudah ditiup angin sekarang. "Maafkan saya pak William. Saya meng
"Seina. Maukah kamu menjadi ibu dari anak-anak kita nanti? Menjadi belahan jiwaku yang akan menemaniku di saat sedih dan juga gembiraku. Terimalah cintaku yang tulus ini Seina. Sungguh cinta ini telah membara bahkan sudah berlangsung lama. Lima tahun lalu tepatnya. Saat kau datang menemuiku ke kantor pengacara itu. Benih itu mulai bersemayam dalam relung hatiku. Sudah tidak bisa dicabut ataupun tergoyahkan lagi walau angin iuiing beliung yang datang menghadang. Di hati ini masih tertulis indah nama kamu Seina. Tidak akan ada cinta lain setulus cintaku ini pada kamu Seina" Mas Danu kemudian mengeluarkan cincin permata yang berkilauan itu dari sarangnya. Ia hendak melingkarkannya di jemari manisku. Baru sampai ujung kuku putihku, aku buru-buru untuk menyentakkan tangannya yang membuat cincin itu terjatuh ke lantai."Mas Danu. Hentikan mas. Maaf mas. Mas tidak bisa begitu saja memasang cincin itu di jariku mas. Aku tidak bisa menerima cinta sepihak kamu mas. Sekali lagi maafkan aku. Aku
'Maafkan mama Rindu. Mama tidak bisa menjemput kau hari ini sayang. Sekali lagi mama minta maaf' aku sama sekali tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun berkat lakban yang berhasil diikatkan oleh laki-laki kekar ini kepada mulutku. Hanya air mataku yang berbicara tentang keperihan yang aku rasakan saat ini. **"Mamanya Rindu kemana sih? Kok belum dateng-dateng juga buat jemput Rindu?" Rindu terus celingukan mencari sosok perempuan berhijab yang dia panggil mama itu datang menjemputnya siang ini. Lama menunggu Seina tak kunjung menampakkan batang hidungnya. "Rindu. Mamanya belum datang juga buat jemput ya?" Tanya Bu Melati wali kelasnya Rindu."Belum Bu" diiringi dengan gelengan kepalanya Rindu. Matanya mulai berkaca-kaca memperlihatkan kekecewaannya yang mendalam. Bu Melati pun segera jongkok dihadapannya Rindu."Lho. Anak pinter kok gampang nangis sih? Nanti ilang Lo pinternya." Bu Melati berusaha untuk menghibur salah satu murid pintar di kelasnya itu. Bu Melati pun kemudian men
"Bagaimana Ibu? Apa kata mas William tadi? Apa mas William sedang bersama mbak Seina sekarang?" Tanya Lusi yang tampak khawatir tentang keberadaan kakak kandungnya sekarang."Nggak Lusi. Mbak mu tidak bersama dengan William sekarang. Entah apa yang telah menimpa kakakmu sekarang nak. Ibu sangat khawatir." Air mata Bu Ningsih seketika meluruh. Wajahnha pucat tatkala memikirkan putri sulungnya itu kini berada.Lusi kemudian memeluk Ibunya. Kedua wanita itu menangis tersedu memikirkan nasib Seina yang tak ada ujungnya saat ini. Rindu yang telah berganti pakaian melihat kepada dua wanita yang tengah menangis itu."Tante Lusi. Nenek. Kenapa kalian menangis? Jawab Rindu Tante. Oma." Rindu kemudian menarik-narik lengan baju tantenya yang masih bergumul air mata di pipinya."Ibu. Rindu Bu. Apa yang harus aku katakan kepada Rindu sekarang Bu?" Lusi menatap nanar kepada Ibunya. Mencoba mencari pembenaran didalamnya."Oma. Tante. Kenapa mamanya Rindu belum pulang juga? Tadi juga mama nggak jempu
"Seina. Putri saya ingin bertemu dengan kamu. Mama tirinya yang baru"Kiara Andini. Putri kecil mas Danu yang tiga tahun lebih tua dari Rindu putriku. Sekarang dia berusia delapan tahun. Gadis itu kemudian lari untuk memelukku."Kiara sayang. Panggil dia mama Ki. Dia sudah resmi menjadi istri papa sayang." kata laki-laki dengan stelan jas berwarna biru tua itu."Mama Seina. Terima kasih sudah mau menjadi mamanya Kiara ma. Kiara janji bakal jadi anak yang penurut dan patuh kepada mama." Gadis kecil itu tak hentinya memelukku dengan sangat erat. Aku mengusap rambutnya yang terurai panjang.'Bagaimana bisa aku menyayangi anak ini. Sedangkan Rindu putri kandungku aku tinggal di Jakarta. Aku sangat terpaksa mengikuti setiap keinginan orang bar-bar yang berkedok sebagai pengacara naif ini.'"Sayangi putriku sebagai putri kandung kamu sendiri Seina. Jika tidak kamu akan saya siksa" Mas Danu memberi tatapan nyalang. Sorot matanya mengisyatkan betapa kejamnya dia memperlakukan orang. Aku tingga
"Mamah..jangan tinggalin Rindu mah" sayup-sayup sampai aku dengarkan suara putriku tengah memanggil keras namaku. Aku terpejam dan mungkin saja aku sudah berada di dunia yang sudah berbeda dengannya saat ini. "Mama. Rindu sangat sayang sama mama. Bangun ma." Gadis kecil itu terus memanggilku, aku pun berusaha untuk membuka mulutku dan menyebutkan namanya. Seperti yang ia lakukan. Memanggil namanya kembali. "Rindu. Rindu." Tanpa sadar aku terbangun dan melihat kekiri dan juga kananku. Mulutku masih di perban lekat oleh Danu. Mimpi yang aneh itu sukses membuat hatiku terasa perih.'Syukutlah itu semua hanya mimpi. Namun, jika aku benar-benar menikah dengan mas Danu, mungkinkah aku akan benar-benar berpisah dengan Rindu?'Arrrghhh. Danu laki-laki brengsek itu sukses membuatku terbelenggu di disini. Dikamar yang ia dekor bak kamar pengantin ini. Tak lama kemudian kudengar suara sepatu dari layar, gagang pintu pun ia buka. Seorang perempuan dengan tas make up yang besar dan laki-laki ber
"Zain. Sayang. Maaf Ibu mengganggu waktumu sebentar nak. Ibu mau bicara sama kamu" Ibunya Zein memanggil putra satu-satunya itu dalam sambungan telepon. Setidaknya Ibunya juga sedikit berpanas sekarang seiring pembebasannya Zein."Ya Buk. Maaf Buk. Zein lagi sibuk. Lagi bicara sama klien tentang proposal bisnisnya Zein. Nanti saja ibuk televonnya"Tuuut.Tuuut. Tuuut. Lansung saja panggilan itu diputus paksa oleh anaknya sendiri.'Zein. Padahal Ibu pengen ngomong kalau Ibu butuh sedikit uang untuk makan sehari-hari dari hasil penjualan sawah kemaren' gumam Bu Siti dalam tangis direlungnya."Oke. Kalau gitu gue setuju. Ini sepuluh juta buat depenya. Tapi Lo harus ingat. Jangan pernah bawa-bawa gue jika kalian gagal dalam tugas ini." Amplop besar dilempar begitu saja oleh Zein. Seperti tidak ada harganya ketimbang misinya saat ini."Lakukan sesuai perintah gue. Buat Lusi menderita dengan kehilangan bayinya. Dan juga pastikan pernikahannya gagal dengan laki-laki brengsek itu. Buang dia se
"Aku bahagia mas karena ada kamu disamping aku. Kamu datang disaat aku butuh sandaran mas. Kamu seperti air di gurun oase yang begitu terik. Kamu memberiku kesejukan akan dahagaku yang terhempas oleh bayang masa laluku. Dan aku juga sangat terharu akhirnya Lusi akan segera melepas masa lajangnya. Dan itu semua juga berkat dirimu mas" aku menenggelamkan wajahku dalam pelukan laki-laki yang saat ini menjadi junjunganku.Tiada niat sedikitpun aku untuk berpaling darinya. Hati ini sepertinya juga sudah dipenjara dan diborgol erat oleh mas William."Seina. Sayang. Sudah. Kamu jangan mellow lagi. Hari ini adalah hari bahagia di keluarga kamu dan keluarga kita. Hari ini adalah pesta pernikahan adik kamu satu-satunya. Dan juga sekaligus perayaan tujih bulanan kamu bukan?. Hari ini tidak boleh air mata yang terbit dari sudut mata indah kamu ini. Jika pun masih terbit. Itu haruslah air mata kebahagiaan. Bukan duka sayang. Saya mencintai kamu. Mencintai ketulusan dan keikhlasan hatimu. Saya berj
"Nak Gery. Kenapa malam-malam datang ke sini? Apa Lusi yang menyuruhmu untuk buru-buru datang kesini?" Bu Ningsih tampak begitu khawatir mengetahui laki-laki yang sebentar lagi resmi mempersunting putrinya itu sedari tadi memencet bel tanpa ada seorang pun yang mendengar kecuali dirinya."I-Ibu. Maafkan saya Bu. Sudah datang selarut ini. I-Ini Bu." Gery menyodorkan kresek hitam ke hadapan Bu Ningsih yang membuat Bu Ningsih semakin bingung."Apa ini Gery?" Bu Ningsih mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak tahu apa sebenarnya yang ada didalam kantong kresek itu.Perlahan tanganny mulai membuka buhul itu. Betapa kagetnya Bu Ningsih dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini. Emosinya pun memuncak seolah tidak tertahankan lagi."Mangga muda? Gery! Apa maksud semua ini? Kenapa kamu malam-malam mengantar mangga muda kesini? Apa ini untuk Lusi? Apa kamu juga sudah melakukan itu kepada Lusi. Kurang aj*r kamu!'Plaaaakk' Bu Ningsih menamoar punya Gery yang membuat laki-laki kekar itu
"Aku saja yang menyetir Mas. Aku takutnya dengan kondisi kamu yang seperti sekarang kita akan nabrak dan bisa berabe nantinya""Uuuweekk..uuweeekkk ." Mas William terus saja mual dan hendak muntah namun kembali sama kali tidak mengeluarkan apapun. Hanya beberapa air yang ia muntahkan." Iya Seina. Mas setuju kamu aja yang nyetir. Lagian mas sepertinya ingin muntah terus tidak tertahankan seperti ini. Mas takut tidak konsentrasi nanti kalau menyetir." Mau bagaimana lagi kalau melihat kondisi mas William saat ini memang sangat tidak memungkinkan kalau dia yang menyetir. Jadi terpaksa aku yang ambil alih kemudinya.**" Mas ingin sekali makan mangga muda, tolong belikan Mas sayang" " Yang benar saja kamu Mas, masa tengah malam kayak gini kamu minta mangga muda. Kemana aku harus carikan Mas?" lagi-lagi aku mengerutkan dahiku melihat tingkah aneh mas William saat ini.Masa jam 02.00 pagi kayak gini Mas William meminta aku untuk mencarikannya mangga muda. Bukannya mangga muda yang nanti ak
"Iya Bu Seina, ada dua embrio yang berhasil dibuahi. Itunya artinya Ibu Seina sekarang tengah hamil bayi kembar. Sekali lagi saya ucapkan selamat ya Bu Pak"Mendengar ucapan dokter barusan mendadak mataku berkaca-kaca. Sungguh indah rupanya rencana Tuhan untukku atas semua duka yang selama ini aku alami. Tuhan bahkan menitipkan dua calon bayi kembar di dalam rahimku sebagai teman dari anakku Rindu nantinya.'Alhamdulillahirobbilalamin" tiada henti-hentinya lidah ini mengucapkan syukur itu kepada Ilahi yang begitu adil terhadap hambanya.Aku masih ingat saat itu betapa putus asanya aku dalam berjuang untuk mendapatkan seorang anak dari pernikahanku sebelumnya. Namun kali ini setelah aku menikah dengan mas William tak butuh waktu lama untuk aku mendapatkan karunia itu.'Sungguh nikmat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?'2 bulan setelah menikah aku langsung dikaruniai buah cinta kami yang tiada bandingannya di dunia. Harta yang paling mahal telah engkau berikan kepadaku Tuhan. Mud
"Kamu tidak marah kan mas?" Ujarku kemudian yang dibalas oleh kekehan mas Wiliam."Ya. Saya marah. Dan akan lebih marah lagi jika sesuatu yang buruk menimpa calon anak kita" ujarnya kemudian yang membuatku sangat kaget mendengar jawabannya. Aku takut jika Mas William tidak setuju dan marah atas keinginanku itu.Rupanya mas William berpikir positif dan menghargai keputusanku. Iya kemudian memmemelukku dan memberikan kecupan di dahiku. Rasanya sangat nyaman dan tenang sekali mempunyai suami pengertian dan baik seperti Mas William." Terima kasih Mas kamu sudah mau mengerti sama keputusanku""Iya sayang tidak apa-apa. Besok kita ke dokter kandungan Ya. Kita akan cek kondisi janin kamu dan juga Mas mau lihat apakah janinnya sudah kelihatan apa belum" mendengar ucapannya yang sangat perhatian membuat hatiku nyaman. Rasanya hati ini banyak ditumbuhi bunga-bunga indah bermekaran.Aku masih ingat ketika aku hamil Rindu dulu. Aku bahkan memohon dan mengiba kepada mas Dimas supaya mau menemanik
Cepat kamu Jelaskan kepada saya Kenapa bocah tengil ini memanggil papa kepada Dimas?" Bu Siska kembali mendekati aku. Masih dengan tatapan penuh kebencian. Sampai bola matanya hendak keluar dari sarangnya.Aku memang tak pernah benar dihadapannya. Ia begitu membenciku mengingat status keluarga kami yang jauh berbeda dulu."Maaf Bu Siska. Kalau ibu bertanya pada orang, bisa nggak sih kalau bicara yang sopan. Nggak ngegas kayak gini!" Sejak tadi aku mendiami wanita ini. Namun rupanya Bu Siska malah semakin melunjak saja melihatku. Memang benar kata orang dulu. Musuh tidak dicari. Jika bertemu pantang dielakkan."Baik. Saya akan jawab pertanyaannya Siska. Jika ibu penasaran silahkan nanti bertanya kepada Dimas anak Ibu. Itupun jika Dimas maish diberi waktu oleh Tuhan untuk bertaubat dan memperbaiki dirinya. Rindu. Mas. Ayo kita segera pulang. Hawa disini mulai nggak enak." Aku sengaja tidak memberitahu Bu Siska yang sebenarnya. Biar saja wanita bermulut besar itu mati penasaran. Lagi p
"Anda sama sekali tidak mempunyai hak untuk melukai calon ibu dari anak saya. Dia adlah istri sekaligus belahan jiwa saya" mendengar ucapan William membuat Siska tertegun. Matanya masih melotot tajam. Aku masih memegangi pipiku yang memanas oleh gamparannya. Sedangkan tanganku yang lain memegangi perutku.Aku juga takut ini akan berefek pada calon anakku yang masih berbentuk gumpalan darah itu. Aku positif hamil dan usianya masih lima Minggu. Usia yang masih rentan akan segala sesuatunya."Mama. Mama. Mama nggak apa-apa kan ma?" Tanya Rindu yang lansung menempeliku."Kamu siapa mau jadi pahlawan kesiangan mantan menantu sial*n saya ini?bisanya cuma memeras dan meloroti uang suaminya." Bu Siska bertambah melunjak melihat aku diam. Ia pun hendak menarik jilbabku dan mungkin akan menghempas tubuhku ke lantai.Namun tidak. Kamu telah salah dalam bertingkah Bu Siska. Laki-laki dihadapan kamu ini adalah suamiku. Dia akan melindungiku dari makhluk astral yang brutal seperti kamu."Saya ucapk
Iya selamat siang saya dengan berbicara dengan siapa ini tanya wanita di dalam gawai itu dengan nada yang cukup Ketus membuat jantungku kembali deg-degan mendengar kosa kata yang baru keluar sedikit dari rongga mulutnya." Maaf mengganggu Bu saya Sena Saya ingin mengabarkan kalau...." ucapanku lalu ia potong dengan rancauan yang cukup menyakitkan dadaku." Hah? Apa saya tidak salah dengar? Seina? apa saya tidak salah dengar?. Kamu Seina si pencuri dan perampok itu? mau apa kamu sekarang? kamu mau merampok apalagi dari saya setelah kamu menguras habis semua harta anak saya!" kicauannya cukup membuat telingaku sakit namun aku harus bisa bertahan mendengar ocehannya yang menyakitiku sampai ke relung hati yang paling dalam ia menuduhku pencuri dan perampok Padahal aku hanya mengambil hakku dan juga hak anakku.Lagi pula Mas Dimas itu memang menceraikanku karena perselingkuhannya bukan karena kesalahanku. Ya sudahlah. Untuk apa membicarakan hal yang telah berlalu. Aku harus menyampaikan be