“Sudah kami lakukan, kita tinggal menunggu hasilnya dari tim IT,” ujar Raka yang membuat Olivia semakin panik.Di saat yang bersamaan pintu ruangan diketuk dari luar ruangan dan tak lama seorang pria muncul dari balik pintu dan membawa sebuah flashdisk di tangannya.Mata Olivia membulat begitu menatap benda kecil itu. Dengan cepat ia berisaha memikirkan sesuatu dan....Tiba-tiba saja tubuh Olivia terhuyung ke arah pria yang membawa flashdisk. Si pria itu tentu saja dengan spontan langsung berusaha menangkap tubuh Olivia yang hampir beradu dengan lantai ruangan dan membuat pria itu menjatuhkan flashdisk yang digenggamnya.Karena pria itu sedikit terlambat bereaksi karena tidak menduganya alhasil mereka tetap terjatuh.“Apa Anda baik saja?” tanya pria itu dengan raut wajah yang masih terkejut. William dan Raka juga tidak kalah heboh mereka segera memekik menyerukan nama wanita itu dan bergegas mendekati Olivia.Beruntung flashdisk itu tergeletak di dekatnya dan tanpa banyak berpikir la
“Kau mengatakan tentang tersangka wanita saat di kantor polisi tadi. Apa ada wanita yang bersamamu malam itu?” tanya Olivia.William mengela napas berat, “Aku juga tidak yakin, tapi... entahlah itu benar terjadi atau tidak,” jawab William seraya memutar kemudi. Matanya fokus menatap jalanan di depannya yang terbilang cukup padat.“Kenapa kamu tidak mengatakannya padaku?” selidik Olivia.Sebenarnya Olivia tidak begitu peduli William tidur dengan siapa, yang ingin ia ketahui adalah apakah pria itu mengingat wanita malam itu atau tidak. Tapi sepertinya William tidak mengingatnya.“Apa kamu melihat wajahnya?” tanya Olivia lagi.“Sepertinya tidak karena aku tidak mengingat apa pun. Aku tidak yakin Olivia.” Kali ini William mengalihkan pandangannya dan menatap Olivia seraya tersenyum jahil, “Apa kamu cemburu?” celetuknya.Olivia mendengus dalam hatinya, mengapa juga ia harus cemburu? Bagi Olivia perasaan semacam itu sudah tidak ada lagi untuk William. Hanya ada amarah dan kebencian yang mem
BAB 21Setelah beradu pandang dengan William, Elia segera memutar tubuhnya dan hendak melarikan diri tanpa mempedulikan lagi barang-barang miliknya. Namun begitu ia melangkah William langsung mencekal lengannya. “Sepertinya kita pernah bertemu,” ucap William seraya menyelidik Elia dari rambut hingga ujung kaki. Elia berusaha menepiskan genggaman tangan William, “Ga mungkin, kayanya kamu salah orang,” Elia berusaha berkelit. “Tidak mungkin, lagi pula sepertinya kau mengenalku saat barusan melihat wajahku....” “Ga usah ngaco deh lagian kamu ini siapa?” tukas Elia dengan cepat sambil berusaha melepaskan genggaman tangan William, tapi itu sulit William menggenggamnya dengan erat. “Pesta pembukaan hotel Saphire. Apa kau....” “Will hentikan kamu membuatnya takut,” sela Olivia memotong perkataan William dan buru-buru melepaskan genggaman tangan William pada wanita itu. Saat genggaman tangan William berhasil terlepas Elia pun segera melarikan diri dan membuat William termangu menatap w
Suasana di kediaman William tampak hening, William juga terlihat sudah tertidur pulas. Namun lain halnya dengan Olivia yang masih terjaga. Sejak awal Ia hanya pura-pura memejamkan matanya. Setelah yakin bahwa William sudah tertidur Olivia pun bangkit. Ia diam-diam mengganti pakaian lalu pergi meninggalkan ruangan.‘Mari bertemu di tempat kerjamu agar tidak ada yang mencurigaimu, kita tidak tahu bisa jadi Daniel mengirim orang untuk membuntutimu sepanjang hari,’ pinta Olivia dalam pesannya yang ia kirim pada Elia.Setelah itu Olivia berjalan menuju pintu utama. Saat Olivia menyentuh gagang pintu tiba-tiba William memeluk tubuhnya dari arah belakang.Olivia sontak membeku dan menurunkan lagi tangannya. ‘Sejak kapan dia mengikutiku? Bukankah dia sudah tidur?’ rutuk Olivia dalam hatinya.“Sudah hampir tengah malam, kamu mau ke mana Olie?” tanya William dengan suaranya yang serak.“Ah... aku... tidak bisa tidur, jadi ingin berjalan-jalam sebentar,” balas Olivia terbata-bata.“Kalau begitu
“Kalau kamu tidak mengizinkanku, aku akan melakukannya sendiri.” Olivia berkata tegas.Tentu saja hal itu semakin membuat William serba salah. Mau bagaimana pun ia tidak ingin melibatkan Olivia dalam persoalan ini.“Olie tidak bisa....”“Aku tidak peduli, aku akan tetap melakukannya. Jadi pilihlah aku melakukannya sendiri atau kita lakukan ini bersama?” ancam Olivia, “Aku tidak bisa diam saja Will, aku takut sesuatu yang buruk terjadi padamu. Bukankah akan lebih baik kalau kita bisa melakukannya bersama?”Walaupun mulutnya bertutur manis tetapi dalam hatinya Olivia tidak ingin mengatakannya. Jika bukan karena melindungi posisinya sendiri dan memastikan kesalamatan Elia, Olivia tidak sudi mengeluarkan ucapan seperti itu pada sosok yang telah merenggut nyawa Selena.William mengembuskan napas berat, wajahnya tampak kalut beberapa kali ia usap wajah mulusnya.“Baiklah,” ucap William dengan berat hati. “Tapi kamu harus berjanji jika semuanya semakin rumit dan berbahaya kamu akan berhenti
Di dalam mobil William dan Raka menunggu Olivia seraya mendengarkan baik percakapan antara Olivia dan Elia.Namun wajah Raka tampak berkerut, berkali-kali ia memiringkan kepalanya.“Sepertinya ada yang aneh,” ujar Raka.“Aneh bagaimana maksudmu?”Raka melepaskan headset yang tertaut di telinganya, kemudian pria itu memakai topinya dan keluar dari mobil.“Aku akan memeriksanya.” Tanpa menunggu respon dari William, Raka berlalu begitu saja meninggalkan William yang masih kebingungan dengan situasi yang sedang terjadi saat ini.William berdecak kesal, ia juga melepas headset yang terpasang di sebalah telinganya kemudian menggunakan hodie miliknya dan berlari menyusul Raka.***“Jadi bagaimana? Bukankah kamu tidak punya banyak waktu untuk berbincang denganju seperti ini. Polisi yang datang bersama suamimu akan segera menyadari kalau suara yang ia dengar bukan percakapan sungguhan kita melainkan hanya sebuah rekaman.” Elia mengankat kedua alisnya.“Baiklah, tapi kau harus benar-benar menep
Olivia baru saja keluar dari kamar mandi. Ia mengusap-ngusap rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. William yang sudah berpakaian rapi menghampirinya dan memeluk Olivia dari belakang seraya mengecup tengkuk istrinya.“Padahal kamu tidak perlu bekerja,” ujar William.“Aku gampang bosan kalau hanya berdiam diri di rumah, aku juga sudah mendapat izin darimu sejak awal.”William hanya tersenyum lalu melepaskan pelukannya dan meraih ponsel di atas nakas. Begitu pun dengan Olivia, ia juga menyalakan ponselnya karena sejak malam belum memeriksa benda tersebut.Kening Olivia sontak berkerut begitu melihat notifikasi di layar. Ada lima panggilan tidak terjawab dari Elia malam tadi dan sebuah pesan.‘Apa ini? Apa yang Eli katakan?’ batin Olivia saat membaca kata-kata di layar gawainya yang berpendar.“Ternyata Eli menghubungiku semalam,” celetuk William.Olivia sontak menoleh ke arah William. Matanya membulat karena cukup terkejut saat mendengarnya.Sedangkan raut wajah William seketika
“Dilihat dari catatan medisnya suami Anda memiliki trauma karena kematian Ibunya 9 tahun lalu dan itu yang membuatnya terguncang saat menemukan seseorang dengan kondisi seperti itu.”Olivia mengangguk lemah, “Saya tidak pernah melihatnya seperti itu,” gumam Olivia.“Itu akan muncul saat ada pemicu yang jelas.”Setelah berbicara dengan dokter Olivia kembali ke ruang kamar tempat William masih terbaring. Ia terlihat murung tidak seperti biasanya yang selalu hangat. Tetapi Olivia sontak termenung ia baru menyadari sesuatu.‘Bukankah William tidak mengingat apa pun? Lalu bagaimana traumanya bisa kumat?’ batin Olivia dan sialnya ia lupa bertanya pada dokter tentang hal itu.“Will apa kamu teringat sesuatu saat melihat kondisi Elia tadi?” tanya Olivia dengan hati-hati.William menggeleng, “Aku tidak teringat apa pun hanya saja hatiku rasanya sesak sekali. Apa aku mengidap sesuatu hal yang aneh? Apa yang dokter katakan?” tanya William penasaran.Olivia terdiam untuk sesaat ia masih merasa cu
“Lalu bagaimana dengan Olivia?” pertanyaan lain yang Jimmy tidak siap untuk mendengar jawabannya. “Dia sedang merencanakan sesuatu untukku.” William tahu apa yang Olivia sedang rencanakan untuknya. Saat mengetahui hal itu William sempat berkali-kali menolak percaya pada kenyataan yang menimpanya. Namun akhirnya William bisa menerimanya. William mengalihkan pandangannya pada Jimmy, pria itu tampak tertekan dengan semua kenyataan yang baru saja ia terima saat ini. Terutama kenyataan tentang Olivia yang itu paasti paling mengusiknya. “Maaf aku memecatmu waktu itu, tapi rasanya itu keputusan yang tepat yang bisa aku lakukan,” ucap William, “Sepertinya kamu jadi sasaran empuk untuk menjebakku atau bisa jadi mereka tidak mau kamu berada di dekatku.” Jimmy memandangin William, “Dengan sendiri Anda bisa menjadi lemah,” imbuh Jimmy yang langsung di balas anggukan oleh William.“Jim, aku butuh bantuamu, karena itu aku menceritakan semua ini. Aku tidak tahu a
Jimmy terdiam dengan kening berkerut. Kalau dipikir-pikir surat elektronik yang Jimmy terima sebelumnya juga dari perusahaan teman dekat William. “Bagaimana kalau kamu tukar pertanyaannya?” celetuk William masih denagn ekspresinya yang datar. “Maksud Anda?” “Seperti.... Apa William benar-benar kehilangan ingatannya?” Jimmy sontak tertegun ia tidak bisa berkata-kata. William tidak perlu menyatakan lebih banyak fakta lebih lanjut tentang ingatannya karena rasanya Jimmy sudah dengan jelas mengetahui jawabannya saat ini. “Aku hanya pura-pura Jimmy,” imbuh William seraya melangkah lebih jauh ke dalam ruko kosong itu. Hening, Jimmy tidak menjawab apa-apa, wajahnya tampak bingung. Namun tentu saja William pasti memiliki alasan mengapa dia melakukan hal itu. “Mengapa Anda melakukannya?” akhirnya Jimmy bisa meluapkan rasa penasarannya. Namun di satu sisi entah mengapa Jimmy merasa takut untuk mendengar jawaban dari William. Seolah William sedan
“Kamera recorder itu bisakah kau menemukannya?” tanya Daniel pada Aldo. “Aku tidak tahu apapun tentang kamera recorder itu, memangnya apa yang penting dengan benda itu mengapa Anda mendadak sangat terusik dengan hal itu?” Daniel tidak menggubris rasa penasaran Aldo, hening untuk sesaat dan jelas sekali ia tengah gusar saat ini. “Cari saja sampai dapat, kau orang yang dekat dengan Selena pikirkanlah di mana wanita itu menyembunyikannya.” Tanpa menunggu jawaban dari Aldo, Daniel langsung memutus panggilannya. Tidak, sebenarnya Daniel tidak butuh jawaban apapun karena seperti sebuah kewajiban Aldo memang di paksa untuk menuruti semua perintahnya. Aldo terdiam di banding dengan penasaran pada kemungkinan lokasi Selena menyembunyikan kamera itu, Aldo lebih ingin tahu mengapa Daniel menginginkannya dan mengapa pria itu harus bertanya padanya? Mengapa Daniel tidak bertanya pada Olivia? Atau entahlah. Yang jelas sepertinya rekaman yang ada dalam video itu bisa mengancam pria kurang ajar it
“Pertanggung jawaban apa di sini yang kamu maksud?” tanya William dengan gugup.Olivia mendengus, “Kenapa kamu pura-pura tidak mengerti? Bukankah sebelumnya kamu menjawab dengan penuh percaya diri?” cibir Olivia, “Mata di bayar mata, nyawa dibayar nyawa, William,” tegas Olivia kemudian. William terdiam, tatapan matanya sulit di artikan setidaknya itu yang dipikirkan Olivia. Namun di satu sisi Olivia merasa bahwa ia juga sangat bodoh karena mengulangi pertanyaan yang bahkan sudah ia tahu jawabannya. Bukankah karena William mengingkari tanggung jawabnya sebagai pelaku yang membuat Olivia jadi harus merencanakan hal gila semacam ini? Di tengah lamunan Olivia tiba-tiba saja William mendekat dan menempatkan sebuah pisau ke dalam genggaman Olivia. Bola mata Olivia membulat menatap wajah William yang kini tampak pilu bahkan senyum getir tersemat di bibir William.“Apa yang—.”“Kalau menghukumku dengan cara seperti itu akan membuatmu hidup lebih damai maka l
Bagai petir di siang bolong begitulah celetukan Olivia menyerang William. Langkah William terhenti, ia berbalik menatap Olivia yang terbaring di atas tempat tidur dengan mata berkaca-kaca.“Kenapa kau melakukannya?!” pekik Olivia tiba-tiba.William tersentak hingga air mata yang tertahan di pelupuknya mengalir jatuh.“Apa yang Selena lakukan? Apa benar kau melakukannya?!!!” Olivia kembali menjerit. Lalu ia tarik kembali lengan William hingga mengikis jarak antara mereka.Olivia yang sudah bangkit dengan kasar mulai memukuli William tanpa terkendali diiringi jerit hatinya mengutarakan pertanyaan-pertanyaan yang menyesakkan hati dan pikirannya.Namun William hanya tergugu membiarkan Olivia memukulinya sampai puas untuk melepas bebas di hatinya. Alih-alih mencegahnya William malah terus berusaha memeluk Olivia dengan raut penyesalan yang tergambar di jelas di wajahnya. Hati William teriris pilu melih
Di tepi danau yang sepi dan hanya bercahayakan lampu temaram pinggir jalan Olivia berdiri sendirian di sana. Menatap kosong ke arah Danau dengan riak air yang tenang. Sudah 15 menit Olivia berada di sana menunggu seseorang yang belum kunjung datang.Olivia melempar sebuah batu ke dalam danau nerusaha mengusir rasa bosannya. Tak lama berselang seorang dengan hodie hitam serta topi dan masker berwarna senada mendekati Olivia.“Kau lama sekali,” celetuk Olivia seolah yakin seseorang yang menghampirinya adalah seseorang yang sedang ia tunggu.“Tidak mudah untuk lepas dari pengawasan Daniel, dia mengasai dari mana pun....”“Kau yang melakukannya, Aldo bukan pria keparat itu.”Aldo terdiam, “Aku tidak bisa mematikan atau melepas senua peretas itu walaupun aku pergi. Daniel akan curiga.”Olivia tidak menggubris ia tidak tertarik, kepalanya sudah penuh sesak dengan semua kejadian yang terjadi sejak kem
“Laba-laba!” jerit Olivia tiba-tiba seraya mengibas angin dengan heboh di sisi wajah William hingga menyenggol tangan William dan menjatuhkan sendok berisi es krim strawberry dari tangannya.Tidak berhenti sampai di situ Olivia juga menyenggol manguk es krim di meja hingga mangkuk itu jatuh ke lantai dan menumpahkan seluruh isinya.Kegaduhan pun tercipta hingga menarik perhatian semua pengunjung restoran juga para pegawai di sana.Tidak bisa, Olivia tidak bisa melakukannya. Perasaan tidak tega masih menjadi pemenang atas perdebatan dengan rasa dendamnya yang ada dalam hatinya.“Maaf aku mengacaukan semuanya.” Olivia menahan air matanya agar tidak tumpah buntut dari ketakutan yang menyelimuti hatinya.Para pelayan pun datang dan membersihkan semua kekacauan, baik William maupun Olivia meminta maaf atas keributan yang terjadi dan William mengganti rugi atas barang-barang yang pecah.Namun set
‘Kau yang mempersulit dirimu sendiri karena tidak mau mengakui perasaanmu....’ begitulah seingat Olivia ucapan William di beranda rumah sakit ini dua tahun lalu. Serupa dengan apa yang dikatakannya hari ini.“Apa yang kamu bicarakan?” tanya Olivia penuh selidik.“Maaf sepertinya aku berlebihan, aku tidak seharusnya berkata begitu padamu,” balas William, raut wajahnya kembali berubah senyumnya pun terukir semula, “Ayo kita makan siang, kamu belum makan dari semalam.”Apa mungkin ia menanggapinya terlalu berlebihan? Ya bisa jadi William hanya asal ucap saja karena kesal dan lelah, tapi tetap saja ucapannya terdengar janggal. Olivia buru-buru membuang pikirannya dan berjalan mengikuti William menuju restoran dekat rumah sakit.Baru saja Olivia tiba di sana tiba-tiba ada panggilan masuk dari Daniel di ponselnya.“Misi pertama. Kau tau kan kalau William alergi strawberry. Aku ingin kau memesan makana
“Sudahlah aku tidak mau membahasnya malah membuatku sakit kepala.”Olivia hendak beranjak namun Adela langsung mencekalnya, wanita itu terlihat kesal karena bagaimana mungkin Olivia bisa begitu bodoh dan menolak William.“Ok mungkin ini terlihat mustahil buatmu bisa bersatu dengan Pak Will, tapi hey!!” Adela menjentik-jentikkan jarinya tepat di depan wajah Olivia agar wanita itu segera sadar dari kebodohannya. “Kamu lupa kalo Pak Will tidak pernah memandang sesroang dari status sosial mereka? Tidak perlu jauh-jauh deh, lihat saja mantan pacarmu si Jimmy itu. Kalau Pak Will mempedulikan soal status sosial dalam pergaulannya, dia tidak akan mau berteman dekat dengan Jimmy sampai akhirnya membantu Jimmy yang hanya sekedar pelayan kafe kecil menjadi asisten pribadinya, bahkan kamu yang menceritakan itu semua Olivia!!!”“Kamu lupa juga saat Pak Will membantu membayar biaya perawatan ayahnya Jimmy saat mereka baru saling menge