Matteo berharap para polisi menangkap Lucas. Dengan kejahatan yang terang benderang, rasanya tidak mungkin untuk lolos dari jerat hukum.Kepala Deputi Polisi, Ryan Porter, hadir lebih dahulu di tempat kejadian perkara. Dia terkejut ketika melihat kehancuran yang ada.Api membumbung tinggi dan puing-puing berserakan. Gedung sasana Dragon's Den yang baru saja direnovasi, rata dengan tanah.“I-ini gila!”Ryan sebelumnya telah dihubungi oleh Gigio yang memintanya untuk menutup jalan karena adanya sebuah acara penting. Namun dia tidak menyangka jika acara itu ternyata adalah penghancuran atas sasana Dragon's Den.“Bagaimana Komandan?” tanya seorang polisi.“Tahan, jangan ada tindakan apapun! Ini menjadi rumit karena sepertinya ini adalah masalah antara dua petinggi Serikat Dagang. Kita tidak boleh tergesa-gesa dalam memutuskan,” jawab Ryan.“Baik Komandan!” ucap polisi berpangkat sersan.Kemudian dia meminta polisi yang lain, sekitar 10 polisi untuk tenang dan menahan diri.Ryan berjalan m
Matteo begitu heran kenapa Ryan kembali, padahal Lucas dan kawan-kawannya belum ditangkap. Bahkan api masih berkobar di sasana Dragon's Den.“Jawab aku! Kenapa kalian pergi? Ayo tangkap mereka!” tanya Matteo sambil menarik seragam Ryan.Sambil menarik tanagg Matteo dengan kasar, Ryan berkata, “Kau tangkap saja sendiri! Aku tidak ingin karirku hancur dan keluargaku mati!”Matteo terbelalak. Dia begitu syok dengan apa yang dikatakan oleh Ryan.“K-kenapa? Kamu tidak berani kepada Lucas?” tanya Matteo dengan mulut dan mata yang terbuka lebar.“Jika kamu berani, pergi saja sendiri!” hardik Ryan dengan mata yang melotot.Kemudian Ryan menunjuk ke arah anak buahnya yang berlawanan arah, yang beriringan dengan Matteo untuk pergi ke sasana Dragon's Den.“Kalian semua kembali ke markas!” seru Ryan dengan keras.Setelah itu, Ryan menutup jendela mobilnya dan memerintahkan anak buahnya untuk melajukan mobil.Polisi yang lain pun melakukan hal yang sama. Mereka kembali ke kantor kepolisian dan men
Angeline terdiam beberapa saat. Dia terkejut kenapa bisa Lucas dicari oleh seorang bintang pop terkenal. Ini rasanya seperti mimpi dan dia harus meyakinkan dirinya lagi."Lucas?" Angeline bertanya datar, tatapannya tajam mengarah pada wanita di depannya.Wanita itu tersenyum, meskipun sedikit gugup di bawah sorot mata Angeline. "Ya, Lucas. Saya dengar dia mungkin di sini. Saya Stella."Angeline tetap diam, menilai perempuan itu dari ujung kepala hingga kaki. Stella, dengan pakaian kasual yang terlihat mahal, rambut panjangnya tergerai sempurna, tampak seperti seseorang yang biasa mendapatkan perhatian di mana pun dia berada.Rasa was-was tiba-tiba saja mendera dadanya."Ada urusan apa kamu mencarinya?" Angeline akhirnya bertanya, nadanya tajam namun tetap terkendali.Stella melirik sekilas ke arah Sabrina, yang berdiri di sisi lain ruangan dengan ekspresi penasaran. "Saya dengar kabar tentang sasana Brotherhood. Begitu tahu apa yang terjadi, saya langsung membatalkan acara saya di lua
Angeline benar-benar tidak menyukai situasi ini."Angeline, apa ini yang kamu sebut menenangkan suasana?" tanya Sabrina menyindir. Suaranya menyelinap masuk ke telinga Angeline.Angeline dengar, namun tidak dihiraukannya. Wanita itu berdiri tegak di depan jendela yang menghadap luar, kedua tangannya menyilang di dada. Hatinya terasa seperti akan meledak Raut wajahnya dingin, tapi jemarinya mengetuk-ngetuk lengan seolah ingin melampiaskan sesuatu. "Aku tahu kamu ....""Kamu lebih cantik kalau diam." Sabrina menutup mulutnya dengan tangan, dia meringis di sela-sela kerlingan matanya. "Kalau cemburu bilang aja sih."Angeline menarik napas kasar, lalu mengembuskannya.Kenapa hatinya seperti ini? Sama sekali tidak biasanya. Sabrina tidak lagi berbicara, dia memilih diam daripada terkena omelan Angeline. Tak lama kemudian, terlihat dua orang yang sangat familiar berjalan ke arah mereka."Dia akhirnya datang," gumam Angeline lebih kepada dirinya sendiri. Segera dia berbalik dan menghamp
Belum sempat Lucas menjawab Angeline. Dia memutar otak untuk mencari maksudnya dari kalimat Angeline agar nantinya tidak salah menjawab.Dari kejauhan, Stella kembali datang lagi. Kali ini wajahnya lebih muram daripada sebelumnya. Dia melihat Lucas dan Angeline yang tampak beradu mulut."Jadi aku harus bagaimana?" Lucas bertanya dengan bingung.Angeline membalikkan badan, kemudian masuk kembali ke lorong rumah sakit. Lucas mengikuti di belakang dengan masih tidak mengerti apa yang terjadi pada Angeline."Terserah. Yang penting jangan terlalu ramah." Angeline menatap Lucas dengan wajah cemberut, suaranya rendah, namun cukup tajam untuk memotong keheningan di lorong rumah sakit.Lucas mengerutkan kening, langkahnya melambat. "Angeline, tunggu. Aku hanya ....""Jangan," potong Angeline cepat. Dia menghela napas panjang, pandangannya tak menatap Lucas langsung. "Aku tidak mau bicara denganmu sekarang."Tanpa menunggu jawaban, Angeline mempercepat jalannya dan pergi, meninggalkan Lucas yan
"Dia tidak mengatakan apa-apa padaku," gumam Lucas lebih kepada dirinya sendiri."Tentu saja dia tidak mengatakan apa-apa," jawab Sabrina dingin. "Angeline tidak suka konfrontasi, apalagi soal perasaan. Dia lebih memilih pergi daripada harus berdebat denganmu atau, lebih buruk lagi, dengan Stella."Lucas mengangkat pandangannya, menatap Sabrina dengan mata yang penuh kebingungan. "Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?"Sabrina mendekat, menatap Lucas dengan serius. "Cari dia, Lucas. Sebelum semuanya terlambat."Lucas menghela napas panjang, rasa bersalah perlahan menyelinap di hatinya. "Aku harus menjelaskan bagaimana?""Terserah, tapi jika kamu benar-benar peduli pada Angeline, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan."Lucas terdiam, tenggelam dalam pikirannya. Di saat yang sama, suara langkah seseorang bergema di lorong, menghentikan percakapan mereka. Stella muncul dari tikungan, matanya langsung tertuju pada Lucas."Aku mencarimu," kata Stella dengan nada lembut, bibirnya terse
Amarah dan juga dendam yang ada di dalam diri Matteo tidak terbendung lagi. Dia sangat ingin melihat Lucas merangkak dan bersujud di kakinya untuk meminta maaf.Amarah dan dendam yang dimiliki oleh Matteo, jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Lucas.Jika Lucas marah dan dendam saat dia melihat anak buahnya menjadi korban, Matteo berbeda. Dia marah dan dendam kepada Lucas karena harga dirinya telah diinjak-injak. Selain itu, bisnisnya pun dirusak oleh Lucas.Matteo mementingkan dirinya sendiri.John mematung setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Matteo. Dia tidak bisa berkomentar apapun karena dia pun bingung.“Aku akan menemui Raja Verdansk secepatnya. Jika sudah mendapatkan jadwal bertemu, aku akan langsung pergi menemuinya,” kata Matteo.John mengangguk sambil berkata, “Jika masalah itu, aku serahkan semuanya padamu. Aku tidak bisa berpendapat apalagi sampai ikut memutuskan. Hanya saja, aku mau memberikanmu satu saran.”Matteo biasanya selalu memutuskan semuanya sendiri dan
Lucas mencoba untuk mendengarkan penjelasan dari Mike dulu. Dia tidak mau langsung berspekulasi dengan apa yang terjadi.‘Maaf The Obsidian Blade, aku sudah berusaha untuk membendung media agar tidak memberitakan apa yang terjadi di sasana Dragon's Den, namun sepertinya masih ada banyak kebocoran di sana-sini apalagi dari video amatir warga. Jadi, sekarang banyak berkeliaran video di mana Dragon's Den saat sedang dihancurkan,’ ungkap Mike.Lucas terdiam beberapa saat. Dia memutar otak bagaimana caranya agar semuanya menjadi baik-baik saja.Mike tentu saja bertambah cemas saat ini karena Lucas tidak memberikan reaksi apapun. Mike tidak tenang.‘Mohon maaf, The Obsidian Blade! Aku salah karena tidak maksimal dalam tugas kali ini. Tapi aku berjanji akan menyelesaikannya dengan cepat. Aku akan menambah tim untuk memutus penyebaran video-video itu,’ kata Mike dengan suara yang terdengar bersungguh-sungguh.‘Aku mengerti, Mike. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Terima kasih karen
Raja Verdansk menatap Lucas dengan ekspresi sulit dibaca. Darah mengalir dari sudut bibirnya, jubahnya robek di beberapa bagian, dan tubuhnya jelas menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Namun, yang terdengar dari mulutnya justru tawa. "Hahaha..." Lucas menyipitkan mata, masih dalam posisi bertahan. "Kamu masih bisa tertawa?" Raja Verdansk mengangkat kepalanya, menatap Lucas dengan mata yang masih menyala dengan api. "Aku akui, kamu cukup hebat. Seranganmu tadi ... luar biasa,” kata Raja Verdansk. Dia meludah ke lantai, darahnya bercampur dengan debu dan serpihan reruntuhan. "Tapi ..." Lucas mengangkat satu jarinya. "jangan senang dulu." Lucas tidak bereaksi, hanya mengamati setiap gerakan Raja Verdansk. "Aku sudah melihat banyak orang sepertimu, Lucas." Suara Raja Verdansk merendah, namun penuh tekanan. "orang-orang yang berpikir bahwa mereka sudah menang ... padahal mereka hanya diberi ilusi kemenangan." Lucas tetap diam, tapi telinganya menangkap suara-suara di sekitarnya. Cr
Di luar gedung tua yang nyaris runtuh, Troy membanting pintu mobil dan berlari. Matanya membelalak saat melihat kilatan api yang menyembur dari jendela lantai dua.Sial! Apa yang terjadi di dalam? Bagaimana dengan nasib The Obsidian Blade?Asap hitam mengepul ke udara, bercampur dengan hawa panas yang menekan dari kejauhan. Troy merogoh saku jaketnya, menarik ponselnya, dan langsung menelepon Julian.‘Halo?’ Suara Julian terdengar waspada.‘Kami dalam masalah besar,’ Troy berkata cepat. ‘The Obsidian Blade sedang bertarung dengan Raja Verdansk. Kamu harus datang ke sini sekarang, Ketua. Bawa pasukan!"Julian terdiam beberapa detik sebelum menjawab. ‘Apa? Bertarung dengan Raja Verdansk?’‘Ketua, dengar aku! Gedung ini bisa runtuh kapan saja. Dan jika The Obsidian Blade kalah, kita semua tamat!’Julian menghela napas tajam. ‘Aku akan ke sana. Bertahanlah.’Troy menutup telepon dan memasukkannya kembali ke dalam jaket.Dia tidak bisa menunggu.Namun, saat baru melangkah mendekati pintu m
Lucas tidak membuang waktu. Begitu Raja Verdansk mengerahkan cakra apinya, udara di sekitar mereka berubah drastis. Panas yang membakar menyelimuti ruangan, membuat lantai di bawah kaki mereka mulai merekah, dinding bergetar, dan udara terasa semakin berat. Api itu tidak hanya sekadar menyala, tetapi hidup, berputar-putar di sekeliling tubuh Raja Verdansk seolah dia adalah pusat badai yang siap menghancurkan segalanya.Namun Lucas tetap berdiri tegak.Dia mengatur napasnya, lalu membalas dengan energinya sendiri, cakra bhumi.Begitu energinya terlepas, tanah yang retak di bawahnya mulai menegang kembali, seolah bumi merespons panggilannya. Getaran di udara berubah. Jika sebelumnya panas membakar mengancam untuk menghanguskan segalanya, kini gravitasi mulai menarik semua energi itu ke bawah, menyeimbangkan kekuatan.Raja Verdansk menyipitkan matanya.“Menarik,” katanya dengan suara rendah, nyaris seperti geraman. “kamu bukan hanya pria yang mengandalkan otot.”Lucas menyeringai. “Dan a
Lucas tahu, ini bukan pertarungan biasa. Ini bukan sekadar perkelahian antara dua pria. Ini adalah pertarungan dua raja yang hanya bisa dimenangkan oleh satu orang.Dia melihat Raja Verdansk dengan seksama. Pria itu berdiri tegak, bahunya rileks, tetapi auranya memancar kuat, mendominasi ruangan seperti raksasa yang baru saja dibangunkan dari tidurnya.“Sekarang giliranku!” ucap Lucas.Lucas tidak punya waktu untuk berpikir lebih lama.Dia bergerak.Gerakannya sangat cepat.Langkahnya ringan, nyaris tanpa suara, sebelum akhirnya dia melepaskan pukulan pertama, sebuah ayunan cepat yang mengincar rahang Raja Verdansk.Namun, Raja Verdansk tidak terkejut.Raja Verdansk menghindar dengan gesit, tubuhnya miring hanya beberapa inci, cukup untuk membuat kepalan tangan Lucas meleset di udara.Postur tubuh Raja Verdansk yang tinggi besar, ternyata memiliki kecepatan yang bisa menyamai kecepatan Lucas. Luar biasa!Lucas menyipitkan matanya.Dia bukan orang sembarangan.Raja Verdansk melangkah m
Lucas menatap pria itu dengan tajam. Raja Verdansk. Sosok yang hanya terdengar dalam bisikan dan cerita bawah tanah, kini berdiri di hadapannya, menjulang dalam jas hitam panjang yang membuatnya tampak lebih mengancam. Matanya gelap, tak terbaca, namun penuh ketegasan yang tak perlu diragukan.Lucas tidak pernah bertemu langsung dengannya sebelumnya, tapi dia tahu namanya. Namun, Lucas bukan tipe orang yang tunduk pada siapa pun.Mereka saling menatap, dua sosok yang sama-sama memiliki kekuatan dan reputasi. Namun, hanya satu yang akan keluar sebagai pemenang malam ini.Raja Verdansk akhirnya berbicara, suaranya dalam, tenang, tapi penuh tekanan yang terasa bagai belati."Apa yang kau lakukan pada Matteo... itu telah menyinggungku, Lucas."Lucas tersenyum kecil, seolah tak peduli. "Menarik. Aku tidak tahu kalau seseorang seperti Matteo pantas mendapatkan perlindungan darimu."Raja Verdansk melangkah perlahan, mendekati Lucas. "Aku tidak membela orang seperti dia. Aku membela mereka y
Lucas melangkah ke dalam gudang tua itu dengan penuh percaya diri. Cahaya remang dari lampu gantung yang berkedip-kedip menciptakan bayangan panjang di lantai beton yang berdebu. Udara di dalamnya berbau karat dan minyak, menciptakan suasana yang menekan.Di belakangnya, Troy tetap tinggal di mobil, ditahan oleh anak buah Matteo.Begitu Lucas masuk, seorang pria berjas kusut menghampirinya dengan ekspresi penuh curiga. Tatapannya langsung tertuju pada koper hitam yang dibawa Lucas."Aku harus memeriksa itu," katanya dengan suara kasar.Lucas hanya diam, membiarkannya mendekat. Tapi begitu tangan pria itu hampir menyentuh koper, Lucas bergerak. Dalam satu gerakan cepat, dia mencengkeram kerah pria itu dan membantingnya ke lantai beton dengan mudah. Benturan keras menggema, membuat beberapa anak buah Matteo lainnya refleks bergerak."Brengsek!" salah satu dari mereka menggeram, sebelum dua pria lainnya maju untuk menyerang Lucas.Lucas tidak menunggu mereka mendekat. Dia berputar ke sam
Lucas berdiri diam di tempatnya, matanya tajam menatap layar ponsel yang baru saja memutuskan panggilan. Matteo benar-benar ingin bermain dengannya.Troy berdiri di sampingnya, wajahnya penuh kecemasan. “The Obsidian Blade, apa yang akan kita lakukan? Kita harus cepat.”Lucas menarik napas panjang. Waktu terus berjalan. Dua jam. Itu bukan waktu yang banyak.Matteo menginginkan lima miliar dalam bentuk tunai, itu bukan masalah bagi Lucas. Tapi posisi ketua Serikat Dagang? Itu sesuatu yang tidak bisa diberikan begitu saja.Gigio telah bertaruh seluruh hidupnya untuk posisi itu. Lucas tahu betapa pentingnya kehormatan bagi pria itu. Menyerahkan posisi itu berarti menghancurkan harga diri Gigio dan itu tidak akan pernah terjadi.Namun, Angeline dalam bahaya.Lucas mengepalkan rahangnya. Dia tidak akan membiarkan Matteo menang. Jika Matteo berpikir bisa mengendalikannya dengan ancaman murahan, dia salah besar.“Aku akan pergi ke bank,” kata Lucas akhirnya. “aku akan ambil lima miliar itu.”
Lucas mengabaikan kilatan kamera di sekitarnya. Wartawan bayaran Matteo pasti sudah siap menulis berita miring tentangnya. Itu bukan prioritasnya sekarang. Yang paling penting adalah menemukan Angeline sebelum semuanya terlambat.Darahnya masih mendidih. Dia mengangkat wajahnya dan melihat ke pintu utama gedung perusahaan Matteo Bellucci. Dia tahu mereka akan berusaha menghentikannya.Dan benar saja. Tiga satpam berbadan besar keluar dari dalam gedung, langsung berdiri menghadang jalannya.“Aku hanya akan mengatakan ini sekali,” suara Lucas tajam, penuh ancaman. “jangan halangi aku!”Salah satu satpam itu, yang tampaknya pemimpin di antara mereka, mendekat dengan sikap kaku. “Maaf, Pak. Kami tidak bisa membiarkan Anda masuk.”Lucas mengepalkan tangannya. Napasnya berat. Waktu terus berjalan, dan Angeline bisa saja sudah dalam bahaya.“Apa kamu mau bernasib sama seperti teman-temanmu?” tanya Lucas sambil menunjuk 5 orang satpam yang sudah tergeletak.Langkah kaki terdengar dari dalam g
Di sebuah gudang tua yang berbau karat dan oli, dengan atap besinya yang berlubang-lubang membiarkan cahaya matahari masuk dalam pola yang kacau.Di tengah ruangan, Matteo Bellucci duduk di kursi kulit usang, kakinya terangkat ke atas meja. Sebatang cerutu mengepul di tangannya, asapnya melayang-layang di udara seperti bayangan kematian.Di seberangnya, seorang pria bertubuh besar dengan mata tajam dan penuh kebencian berdiri dengan tangan bersedekap. Raja Verdansk, sosok yang namanya cukup untuk membuat orang-orang ketakutan, mengamati Matteo dengan tatapan penuh ekspektasi.Matteo tertawa pelan, lalu mengakhiri panggilan suara di ponselnya. Matanya berbinar penuh kemenangan."Semuanya berjalan lancar," kata Matteo dengan nada puas. "anak buah Lucas yang ditugaskan menjaga Angeline? Mereka sudah disingkirkan."Raja Verdansk menyeringai. "Kerja bagus!"Raaj Verdansk melangkah pelan ke depan sambil berkata dengan suaranya yang berat dan berwibawa. "Hari ini adalah hari terakhir bagi Lu