Angeline membuka pintu kamar dan melangkah keluar dengan perasaan yang tidak nyaman. Sejak tadi malam, pikirannya dipenuhi oleh banyak hal.Ketika dia menuruni tangga, dia berpapasan dengan Sabrina yang baru saja pulang.Sabrina melepas jaketnya dan menatap Angeline dengan alis sedikit terangkat. "Kamu belum tidur?"Angeline menghela napas pendek. "Aku tidur, tapi pikiranku masih kacau."Sabrina berjalan ke sofa dan menaruh tasnya. "Lucas ada di mana?" tanyanya santai.Angeline mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Mungkin ada di halaman belakang."Sabrina mengernyit. "Kalian bertengkar lagi?"Angeline menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Bukan bertengkar, hanya saja aku kesal."Sabrina duduk di sofa dan menatapnya dengan lebih serius. "Kesal kenapa?"Angeline berdiri di dekat jendela, menatap ke luar dengan ekspresi berpikir."Lucas selalu menyembunyikan sesuatu dariku,” kata Angeline dengan suara lelah.Sabrina menegang seketika. Dia tahu Lucas adalah salah satu pemimpin mafia Velen
Lisa meremas ponselnya erat, matanya membelalak tak percaya. Di sampingnya, Jeremy tampak sama terguncangnya. Berita yang baru saja mereka dengar begitu absurd hingga otak mereka menolak untuk mencerna. Ruang kerja yang biasanya terasa nyaman kini seolah menyempit, mencekik mereka dengan kenyataan yang tak terduga.Angeline. Presiden Direktur PT BQuality."Ini ... tidak mungkin," bisik Jeremy, suaranya bergetar. Tangannya yang gemetar mengacak rambutnya yang sudah berantakan. "Angeline tidak mungkin ...."Lisa menggeleng cepat, bangkit dari kursinya dengan gerakan kasar hingga kursi itu berderit keras. "Pasti ada kesalahan. Tidak mungkin Jack Will menyerahkan perusahaan kepada Angeline sedangkan perusahaan itu baru diakuisisi olehnya. Ini pasti lelucon!"Bella, yang sejak tadi berdiri di hadapan mereka mengendikkan bahu. Blazer merah marunnya yang elegan kontras dengan suasana tegang di ruangan itu. Tanpa berkata apa-apa, ia menggeser layar ponselnya, menampilkan sebuah video konfere
Lisa tetap berdiri tegak, meskipun tatapan tajam Lucas menekannya. Dia tidak berniat mundur..Lucas mengerutkan kening sebelum akhirnya menghela napas pendek. "Kalian boleh menemuinya. Pergilah ke resepsionis dan tanyakan apakah dia bersedia bertemu."Jeremy menyipitkan mata. "Kamu pikir kami ini siapa? Kami keluarganya!"Lucas menoleh, menatapnya dengan senyum dingin."Keluarga?" tanya Lucas sambil tertawa kecil. "kamu masih punya keberanian menggunakan kata itu?"Jeremy mengepalkan tangan, tetapi Lucas tidak peduli. Dia berbalik, berjalan santai keluar gedung perusahaan BQuality."Silakan datang ke resepsionis," lanjut Lucas dengan nada santai, tetapi penuh sindiran. "kalau Angeline mau menemui kalian, berarti kalian cukup beruntung. Kalau tidak, maka lebih baik kalian pulang sebelum mempermalukan diri sendiri."Dengan ucapan itu, Lucas meninggalkan kedua orang itu.Lisa mengerutkan kening, sedangkan Jeremy menggeram penuh amarah."Brengsek!” desis Jeremy. “dia sudah bersikap sepert
Julian melangkah masuk ke dalam rumah Lucas di perumahan Montclair Manor, tanpa suara. Matanya tajam menyapu area sekitar.Julian sudah terbiasa dengan panggilan mendadak dari Lucas, dan biasanya, panggilan itu berarti sesuatu yang penting atau berbahaya.Saat Julian mencapai halaman belakang, Lucas sudah menunggunya.Lucas duduk di sebuah kursi kayu, mengenakan kemeja hitam dengan lengan tergulung hingga siku. Sebatang rokok menyala di antara jarinya, asapnya melayang pelan di udara malam yang sejuk.Julian segera menghampiri. Lalu dia berdiri tegap di depannya, memberi hormat dengan sedikit anggukan."Apa yang bisa saya bantu, The Obsidian Blade?" tanya Julian.Lucas memberikan isyarat tangan agar Julian duduk. Julian langsung menuruti perintah Lucas.Lucas mengisap rokoknya sekali lagi sebelum berbicara. "Sebenarnya, aku ingin mengetahui tentang Dario. Apakah dia sudah ditemukan?""Belum ada jejaknya. Kami sudah menyebar orang di seluruh kota, memeriksa beberapa tempat yang mungkin
Lucas menyipitkan mata. Dia sudah menduganya. Oleh karena itu, dia menugaskan Julian untuk mengikuti Albin.Namun yang belum diketahui adalah apa maksud dari kedatangan Albin. Apakah dia akan membawa Dario pulang seperti sebelumnya, atau malah menyembunyikannya.‘Apa yang mereka lakukan?’ tanya Lucas, suaranya rendah dan tajam.Julian mengamati rumah dari kejauhan, memastikan tidak ada pergerakan yang mencurigakan sebelum menjawab, ‘Mereka berbicara di dalam. Albin terlihat serius. Dario juga tampak gelisah. Sepertinya dia tidak senang dengan kedatangan Albin.’Lucas mendiamkan diri sejenak, berpikir cepat.‘Jangan bertindak dulu,’ katanya akhirnya. ‘aku ingin melihat sendiri situasinya. Kirimkan alamatnya.’Julian mengangguk meskipun Lucas tidak bisa melihatnya. ‘Dimengerti. Aku akan mengirimkan lokasinya sekarang.’Lucas menekan panggilan berakhir, lalu mengenakan jaket kulit hitamnya. Sebuah pesan masuk di ponsel Lucas. Julian mengirimkan posisinya saat ini dengan navigasi agar me
Albin mengamati keadaan di luar rumah dari balik tirai jendela. Malam semakin larut, tetapi rasa cemas di dadanya justru semakin besar.Instingnya memberitahu bahwa mereka tidak memiliki banyak waktu.Albin menoleh ke arah Dario. "Kamu harus segera pergi," katanya tegas. "jangan tunggu sampai besok."Dario memandangnya dengan ekspresi keras kepala. "Aku tahu."Marco yang sejak tadi duduk di kursi, menyeringai kecil. Lalu dia berkata, "Kita akan bergerak malam ini. Aku punya mobil yang bisa kita gunakan tanpa meninggalkan jejak."Albin mengerutkan keningnya. Dia ingin membantu Dario, tetapi dia tahu jika Lucas menemukannya di sini, kepercayaan Lucas padanya akan hancur.Dan jika Lucas sampai berpikir Albin berkhianat, nyawanya juga bisa ikut terancam.Namun, sebelum dia bisa mengatakan sesuatu, suara langkah kaki terdengar dari luar.Julian berdiri di dekat mobil, berbicara singkat dengan seseorang.Albin membelalakkan mata.Lucas.Sial.Mereka sudah terlambat.Albin berdiri kaku ketik
Marco mempererat cengkeramannya pada pistol, moncongnya tetap mengarah langsung ke pelipis Lucas."Aku tidak main-main," desisnya. "turunkan tanganmu dan lepaskan Dario."Lucas hanya tersenyum dingin, tatapannya tetap menusuk Marco tanpa rasa takut sedikit pun.Di belakang Lucas, Julian, Troy, dan Leo sudah bersiaga, tetapi mereka tidak bergerak.Lucas mengangkat satu tangan, memberi isyarat halus kepada mereka untuk tetap diam.Julian mengertakkan gigi, dia sudah sangat geram kepada Marco. Ingin sekali dia melenyapkannya, tetapi dia harus menuruti perintah Lucas.Dario menelan ludah, napasnya mulai berat. Dia tahu Marco bukan orang yang pandai berpikir panjang, dan jika dia dalam tekanan, bukan tidak mungkin dia benar-benar akan menarik pelatuknya."Marco," kata Albin dengan nada tegang. "kamu tidak perlu melakukan ini. Taruh senjatamu, dan biarkan aku menyelesaikannya."Marco mendengus. "Selesaikan? Dengan cara apa? Menyerahkan Dario ke Lucas dan membiarkannya mati?"Albin mengerutk
Dario membeku.Tubuh Marco tergeletak tak bernyawa di lantai, matanya terbuka lebar, tetapi tidak lagi melihat apa pun.Darah masih mengalir dari sudut bibirnya, meresap ke dalam kayu tua rumah itu.Dario mengeras, tubuhnya bergetar sebelum akhirnya…"Tidak!"Dario berteriak sekuat tenaga, suaranya menggema di seluruh ruangan.Dia merosot ke lantai, mencengkram tubuh Marco yang sudah dingin, memeluknya erat. Air matanya jatuh tanpa bisa dibendung."Ini salahku ... ini salahku … maafkan aku Marco!” gumamnya berulang kali, tangannya menggenggam bahu Marco yang sudah tak bernyawa.Namun, Lucas hanya berdiri diam, tanpa rasa bersalah.Lucas menatap tubuh Marco tanpa emosi, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Dario yang masih terisak penuh kemarahan dan kesedihan."Konsekuensi," ucap Lucas pelan, tetapi tajam. "inilah yang terjadi jika ada yang berani melawanku."Dario mengerang, tangannya mengepal keras, tubuhnya gemetar hebat. Namun dia tidak berani melakukan apapun kepada Lucas.Lucas
Angeline melipat lengannya, bersandar di kepala ranjang sambil menatap langit-langit kamar yang temaram. Lucas masih memegang ponsel yang tadi bergetar.Kini nama Jeremy sudah tidak lagi terlihat di layar, tapi bayangannya masih menggantung di kepala mereka.“Dia makin lama makin mengganggu,” ucap Angeline dengan nada tidak suka.Lucas menoleh ke arahnya. “Dia melakukan apa lagi?”“Dua hari ini dia datang menemuiku,” jawab Angeline, suaranya tenang namun mengandung penekanan emosi. “dia bilang ingin membantuku menyelesaikan masalah dengan Carlos dan teman-temannya.”Lucas mengernyit. “Membantu? Dengan cara apa?”Angeline menghela napas, menatap Lucas sebentar lalu menunduk. “Katanya, dia bisa menghentikan Carlos agar tidak memviralkan kasus itu. Tapi dengan satu syarat.”Lucas menyandarkan punggung, tangannya terlipat di dada. “Syarat?”“Dia minta aku membantu menyelamatkan perusahaan Liquid,” jawab Angeline pelan. “dia bilang perusahaan di ambang kebangkrutan dan membutuhkan proyek b
Ponsel Jeremy bergetar di tengah hingar bingar musik klub malam. Lampu disko menyinari wajahnya dengan warna-warni menyilaukan, tapi ia tetap bisa membaca nama yang muncul di layar.Carlos.Dengan senyum kecil, Jeremy menerima panggilan itu dan menempelkan ponsel ke telinganya. Dia sudah menduga jika Carlos menghubungi karena dia setuju untuk menyerahkan masalah mereka kepadanya.‘Akhirnya kamu menghubungiku juga,’ kata Jeremy dengan ringan.‘Aku ingin bertemu denganmu. Kalau bisa sih, sekarang,’ jawab Carlos tegas.Jeremy melirik sekeliling. Musik EDM masih menggelegar.‘Hmmm … aku sedang di Imperial Room, klub malam di pusat kota. Kalau kamu mau bicara, datang saja ke sini,’ kata Jeremy.‘Baiklah, kalau begitu aku akan segera ke sana,’ kata Carlos.Setelah itu dia pun mengakhiri panggilan suara.Jeremy menaruh ponselnya ke atas meja dengan tawa lepas. “Aku tidak pernah gagal. Aku adalah seorang pemenang!” ucap Jeremy, berbangga diri. Dia pun memeluk seorang teman wanitanya, tapi bu
Langkah kaki Lucas menyusuri jalan yang sepi, meninggalkan jejak di rumput. Panggilan dari Angeline beberapa menit lalu masih membekas di benaknya. Nada suaranya terdengar tenang, tapi Lucas tahu, terlalu tenang justru menyembunyikan sesuatu.Rajendra m kembali ke rumah ibunya dan langsung menuju ke ruang keluarga. Di sana, ibunya sedang duduk santai di sofa sambil menonton tayangan ulang sinetron klasik. Volume televisi tak terlalu keras, namun cukup untuk mengisi kesunyian rumah mewah itu.Rose menoleh begitu melihat Lucas masuk. “Dari mana saja kamu, Nak?”Lucas menyandarkan tubuh di sandaran sofa. “Dari danau. Sekadar jalan-jalan.”Rose memiringkan kepala. “Ah, kamu benar. Udara di dekat danau, memang sangat bagus.”Lucas menoleh. “Ibu ingin ikut jalan-jalan?”Wajah Rose langsung berubah berseri. “Kalau boleh, aku ingin. Badanku rasanya kaku sekali. Dulu waktu kita masih tinggal di gang kecil, aku bolak-balik ke pasar. Masak buat dijual. Bergerak terus. Tapi sejak tinggal di sini,
“Apakah musuhmu itu bernamaLucas?” bisik Emilio lagi, kali ini lebih pelan, nyaris seperti gumaman yang tercampur rasa tidak percaya.Xena hanya menjawab dengan anggukan kecil.Tatapan Emilio mengeras. Dia bersandar ke sofa, memandangi Xena dalam diam. Beberapa detik kemudian, dia berkata, “Kalau benar kita punya musuh yang sama, artinya pria itu memang tidak biasa.”Hector melirik Emilio. “Don Emilio, apa kau yakin?”Emilio mengangguk pelan, meski sorot matanya tidak menunjukkan keyakinan yang sepenuhnya bulat. “Dia membunuh dua ketua cabang organisasi kami di kota Verdansk. Dalam waktu yang berdekatan.”Xena menatap Emilio tajam. Lalu dia berkata, “Dia juga telah membunuh keponakanku. Dan itulah kenapa aku menganggap dia sebagai musuhku.”Ruangan itu kembali sunyi. Emilio mencoba mengingat siapa saja keponakan Xena yang diketahui dalam lingkaran dunia bela diri. Tak banyak. Dan jika salah satunya tewas di tangan Lucas…“Apa? Dia membunuh keponakanmu?” tanya Emilio.Xena menatapnya.
Langkah kaki ringan namun tegas terdengar mendekati aula utama markas organisasi Dominus Noctis. Aroma wewangian bunga magnolia mengalir lebih dulu, seolah menandakan kehadiran sosok luar biasa.Pintu dibuka oleh pengawal, dan masuklah seorang wanita.Tubuhnya tegap namun elegan. Rambut hitam berkilau digulung anggun di atas kepala. Wajahnya tidak muda, namun tiap lekuk dan guratannya memancarkan ketegasan serta keanggunan yang menakjubkan. Sepasang mata tajam menyorot sekeliling dengan rasa percaya diri yang luar biasa.“Xena,” ucap Don Emilio dengan nada hampir tak percaya.Ia langsung berdiri. Tatapannya berubah dari dingin menjadi hangat seketika, seolah beban puluhan tahun menguap begitu melihat wanita itu.Xena tersenyum saat melihat Emilio. “Masih mengenaliku?” tanya Xena.“Mana mungkin tidak mengenalimu?” Emilio melangkah cepat mendekati, lalu memeluk Xena dengan erat. “Tuhan. Ini benar-benar kamu. Sudah berapa lama sejak kita terakhir bertemu?”“Hmmm … dua puluh tahun, mungki
Carlos mengernyit. “Perjanjian kecil macam apa?”Jeremy menepuk lututnya pelan dan tersenyum seolah tengah menawarkan harta karun dengan nominal tak terhingga.“Aku ingin kalian berlima bergabung ke perusahaan Liquid. Perusahaan keluargaku,” ucap Jeremy dengan nada meyakinkan. “kalian akan langsung bekerja, punya jabatan, dan tentu saja, kalian akan mendapatkan uang besar.”Fabian langsung mendecak. “Perusahaan Liquid? Perusahaan kecil itu? Serius?”Jeremy tak tersinggung. Malah tertawa pelan. “Aku tahu kalian akan berkata begitu.”“Kami dipecat dari perusahaan raksasa,” sahut Fabian lagi. “sekarang kamu suruh kami balik ke perusahaan gurem yang bahkan belum pernah kami dengar di berita lokal? Aku tidak mau mengakhiri karirku di lubang sumur.”Jeremy mengangkat tangan sambil berkata, “Tenang dulu. Ini baru awal. Aku belum selesai bicara.”Lucca menyipitkan mata. “Jadi maksudmu bagaimana?”Jeremy menatap ke sekeliling, melihat wajah-wajah yang penasaran. Lalu dia berkata dengan pelan,
Jeremy menelan ludah, pandangannya terombang-ambing antara Lucas dan Gigio. Aura tekanan di sekeliling terasa seperti dinding tak terlihat yang siap menekuk tubuh siapa pun yang berkata salah.“Aku, tentu saja aku tidak memanfaatkan situasi,” kata Jeremy akhirnya dengan suaranya yang bergetar tipis. “aku datang ke sini karena ingin membantu. Tapi aku tidak punya kekuatan apa pun untuk bertindak tanpa persetujuan Angeline. Karena itu, aku datang ke kamu. Kupikir, kalau kamu bicara, dia akan mendengarkan.”Lucas tetap berdiri, menatap Jeremy seolah menilai setiap gerak napasnya.“Lalu apa yang akan kamu lakukan untuk menghentikan Carlos? Apa rencanamu?” tanya Lucas.Jeremy menarik napas panjang. Kali ini dia merasa punya pijakan.“Aku akan bicara dengan Carlos secara langsung. Aku akan memberinya beberapa opsi penawaran damai,” terang Jeremy. “aku akan berusaha membujuknya untuk membatalkan rencananya dan menerima keputusan Angeline yang memecat mereka.”Lucas menyipitkan mata. “Dan kam
“Darimana kamu dapat info kalau Dario ada di sana?” tanya Lucas. Suaranya terdengar tenang. Tapi bagi mereka yang mengenalnya, itu bukan suara biasa. Itu adalah suara yang mengandung ancaman tersembunyi, dingin, tajam, dan siap menebas jika perlu.Gigio tahu itu.Dia menarik napas pendek, lalu menjawab hati-hati. “Aku menyewa detektif pribadi.”Lucas mengangguk sekali. Sorot matanya tidak bergeser dari wajah Gigio.“Detektif itu bilang mereka menemukan jejak Dario di sebuah rumah di selatan ibukota provinsi Everdale. Katanya dia tinggal di sana, diam-diam.”Lucas menyilangkan tangan di dadanya. “Apakah kamu sudah memeriksa rumah itu?”Gigio menatap Albin sekilas, lalu kembali menatap Lucas. “Sudah. Tapi rumah itu kosong. Tidak ada jejak Dario. Sepertinya mereka sudah pergi sebelum kami tiba.”Lucas tertawa pelan, lalu mengangguk dua kali. “Kamu menyewa detektif bodoh, Gigio.”Gigio mengerutkan kening. Tapi dia menahan diri untuk tidak tersinggung.Lucas melanjutkan, “Orang seperti Dar
“Aku tidak mau memikirkan hal ini sekarang,” ucap Angeline pelan namun tegas, sambil berdiri dari kursinya. “masih banyak pekerjaan yang lebih penting dan mendesak.”Jeremy menatapnya dengan ekspresi kecewa.“Angeline, kamu tidak bisa menganggap remeh masalah ini. Carlos dan keempat temannya tidak main-main,” tekan Jeremy, berjalan dua langkah mendekat.Angeline memutar tubuhnya, menatap langsung ke arah Jeremy. “Pak Jack Will tidak akan memecatku hanya karena lima orang pecundang yang sakit hati. Aku sudah menyelamatkan banyak proyek dan menjadikan BQuality tumbuh. Fakta itu tidak bisa dibantah hanya dengan satu video viral.”Jeremy tersenyum sinis. Lalu dia berkata, “Kamu benar-benar mulai sombong, ya. Sudah merasa tak tersentuh hanya karena jabatan?”“Bukan soal jabatan, tapi soal kebenaran,” potong Angeline.“Kalau begitu, jangan salahkan aku saat kamu jatuh tersungkur. Karena kesalahanmu akan segera mengejarmu!” seru Jeremy dengan emosi yang mulai memuncak.“Silakan keluar,” ujar