Mendengar neneknya marah, membuat Angeline kembali bertanya-tanya tentang masalah apa yang baru saja dia lakukan.Panggilan suara langsung diakhiri oleh Lisa. Angeline pun meletakkan ponselnya di atas kabur.Angeline mencoba mengingat-ingat tentang apa yang terjadi kemarin namun dia tidak bisa menemukan kesalahan yang sudah dia buat. Satu-satunya kejadian yang bisa membuat sang nenek marah hanyalah pernikahannya dengan Lucas yang telah didaftarkan secara resmi. “Ah, mungkinkah tentang itu? Emangnya siapa yang memberitahu nenek aku dan Lucas yang sudah menikah secara resmi?” tanya Angeline pada dirinya sendiri.Setelah beberapa saat memikirkan tentang masalah yang telah dia perbuat yang membuat Losa marah, akhirnya Angeline memilih untuk mandi dan bersiap-siap ke kantor.Dia tidak banyak menghabiskan waktu di kamar mandi, pagi ini. Tidak seperti biasanya. Sebab, dia sudah sangat penasaran dengan apa yang akan dibahas oleh sang nenek.Jika memang nenek benar-benar marah kepadanya, seti
Sabrina memang seperti Bella. Dia selalu iri dengan Angeline karena selama ini Angeline selalu menjadi pusat perhatian, baik dari keluarga maupun dari luar, terutama dari pada pria.Di dalam keluarga, Angeline selalu diandalkan oleh sang nenek untuk menyelesaikan masalah-masalah perusahaan. Dan bahkan dia mendapatkan kedudukan yang tinggi sebagai seorang direktur, yang mana hanya Angeline saja seorang wanita di dalam keluarga yang diberikan jabatan sebagai Direktur. Namun kini dia merasa lebih berguna dibandingkan dengan Angeline, hanya karena dia diberi kepercayaan oleh sang nenek untuk bertemu dengan Ashton.Bukannya marah ataupun tersinggung, justru Angeline merasa senang. Sebab dia terhindar dari pria-pria yang menginginkannya untuk menjadi istri.“Wah, itu bagus sekali Sabrina. Mungkin saja kali ini kamu bisa benar-benar menyelamatkan keluarga. Jadi, kamu bisa membayar hutang budi kepada nenek karena bisa hidup enak selama ini,” ucap Angeline dengan ekspresi wajah yang bahagia.
Lucas sangat percaya diri karena memang perusahaan Golden Star adalah milik Organisasi Veleno yang dia bangun. Jadi, meskipun dia sudah tidak berada di ibukota dan menjadi pemimpin Organisasi Veleno, dia yakin pemimpin perusahaan pasti akan menerima dan mengabulkan keinginannya. Namun apa yang dikatakan oleh Lucas tersebut, dianggap omong kosong oleh Jeremy dan Lisa. Mereka menilai jika Lucas terlalu banyak berkhayal.Sebenarnya bukan hanya kedua orang itu saja yang tidak percaya dengan Lucas. Namun, Angeline juga merasa sangat ragu.“Apa? Kamu akan membawa investasi dari perusahaan Golden Star? Bagaimana caranya?” tanya Jeremy sambil tertawa.Jeremy menilai jika Lucas sedang melawak.“Aku sudah sangat lelah sekali dengan kalian. Sekarang, terserah kalian saja mau bagaimana. Tapi, jika kalian gagal membawa investasi dari perusahaan Golden Star atau jika keluarga Benedict datang dan menyeret keluarga Jordan, maka aku akan langsung mencoret Angeline dari daftar keluarga!” ucap Lisa de
Angeline merasa sangat bersyukur mendengar kabar jika dia berhasil mendapatkan kredit dari Bank Vittese. Dengan begitu, perusahaan dapat bernapas lebih panjang.“Jadi, benar kami mendapatkan kredit dari Bank Vittese?” tanya Angeline kembali untuk memastikan. Lucas menggenggam tangan Angeline dengan erat seraya berkata, “Bu Christy sudah menyatakannya tadi. Jadi tidak perlu dia mengatakannya lagi. Kamu sudah berhasil, Angeline.”Angeline mengangguk-anggukkan kepalanya dan kemudian dia mengulurkan tangan untuk mengajak Christy berjabat tangan sebagai ungkapan terima kasih. “Terima kasih banyak karena sudah membantu kami dalam mendapatkan kredit,” ucap Angeline saat Christy menerima jabatan tangan Angeline.Sambil tersenyum, Christy menjawab, “Sama-sama, Bu. Saya hanya menjalankan tugas saja sebagaimana mestinya dan dengan profesional. Jadi jika memang Ibu layak, kenapa lami menolaknya?”Angeline langsung teringat kepada Arnold. Dia pernah berjanji kepada Arnold untuk memberikan komisi
Sabrina merapikan pakaian dan juga rambutnya sebelum masuk ke dalam ruangan Ashton. Dia ingin tampil secantik mungkin di hadapan pewaris Keluarga Carter.“Sudah siap belum? Jangan lama-lama, pak Ashton paling tidak suka orang yang bertele-tele!”Sabrina mengangguk sambil berkata, “Iya, aku sudah siap.”Sekpri Ashton itu pun membuka pintu ruangan. Dia masuk ke dalam dan berkata, “Pak Direktur, dia sudah di depan.”Ashton berkata dengan bersemangat, “Suruh dia masuk.”Tidak lama kemudian Sabrina masuk ke dalam ruangan dengan senyum lebar uang tersungging di wajahnya. Tatapan matanya kepada Ashton pun dibuat menggoda.Ketika melihat wanita yang masuk bukanlah Angeline, tentu saja Ashton sangat kecewa.Di dalam bayangannya, dia akan bertemu dengan Angeline sekarang. Melihat wajahnya, berbincang dengan suara lembut tapi terasa dingin, dan badannya yang menggoda. Namun yang hadir sekarang, tidak sesuai dengan ekspektasinya.“Selamat pagi, Pak Ashton. Terima kasih karena sudah menerimaku,” u
Di kantor perusahaan Liquid Angeline bergegas menuju ke ruangan Lisa. Dia ingin memberitahu kabar baik dari Bank Vittese kepada neneknya.Sedangkan Lucas, dia meminta izin kepada Angeline untuk pulang ke rumah. Karena sebentar lagi jam istirahat, dia pun diizinkan untuk pulang.Karena menggunakan mobil, Lucas bisa lebih cepat sampai di rumah mamanya karena lewat jalan tol. Jadi, dia hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai. Berbeda jika naik motor yang bisa mencapai 30-40 menit.Angeline mengetuk pintu dan Lisa mengizinkan Angeline untuk masuk.“Ada apa?”Lisa sedang sangat teliti membaca berkas-berkas laporan sehingga dia tidak melihat wajah Angeline.“Nek, aku punya kabar baik!” ucap Angeline, bersemangat.Lisa mengangkat kepalanya dan menatap sang cucu. “Kabar baik apa? Dari Sabrina?”Saat ini yang sedang menjalankan tugas untuk menyelamatkan perusahaan adalah Sabrina. Jadi sangat wajar jika Lisa langsung ingat dengan Sabrina ketika mendengar laporan kabar baik.“Bukan, Nek. Ini ka
Sabrina pun menghubungi seseorang melalui sambungan telepon untuk menuntaskan amarahnya. ‘Halo! Kamu di mana! Aku ingin bertemu denganmu! Ada seseorang yang ingin aku singkirkan!’ ucap Sabrina dengan seorang bergetar penuh amarah. Setelah itu, Sabrina mengakhiri panggilan suaranya. Dia menatap ke depan di mana punggung Angeline dan Lisa masih bisa terlihat. ‘Sebenarnya aku tidak mau melakukan ini mengingat kamu adalah sepupuku. Tapi aku harus melakukannya karena kamu sudah menginjak-injak harga diriku!’ ucap Sabrina dalam hati. “Hey, Sabrina! Kamu kenapa bengong di sini?” Tiba-tiba saja Bella menyapanya. Bella celingukan untuk mencari penyebab kenapa Sabrina diam di sana. Sabrina menoleh ke arah Bella dan menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Oh, tidak apa-apa. Aku hanya memikirkan sesuatu yang tertinggal di ruanganku.” “Oh … aku kira ada apa. Ya sudah aku kembali ke ruanganku, ya,” kata Bella. Kemudian Bella membalikkan badannya dan bersiap untuk melangkah pergi. Namun
John berjalan menghampiri Lucas sambil menghisap rokok.Dari cara jalan dan juga mimik wajahnya, John terlihat sedikit arogan. Dia juga menunjukkan ketidaksukaannya kepada Lucas.“Wah, aku tidak menyangka kita bisa bertemu lagi di tempat seperti ini. Aku kira kita akan bertemu di tempat yang lebih private,” ucap John.Pria itu kemudian mendekatkan kepalanya ke Lucas dan berkata dengan suara yang lebih pelan, “Di penjara contohnya.”John masih merasa kesal kepada Lucas karena kejadian di toko barang antik. Dia masih ingat betul bagaimana dia dipermalukan oleh seseorang yang dianggap sebagai bocah ingusan. Lucas tidak memedulikan John. Dia hanya diam saja tanpa merespon apapun.“Bagaimana, sudah sampai mana pelajaran sejarahmu? Apakah kamu belajar dengan sungguh-sungguh?” tanya John kembali.Pria itu sama sekali tidak mempermasalahkan sikap Lucas yang acuh tak acuh kepadanya. Saat ini dia hanya ingin menghina Lucas saja.“Apakah kamu sudah selesai bicaranya? Kalau sudah selesai, aku i
Ashton tersenyum tipis, ekspresinya berubah dingin. "Kamu tidak perlu tahu detailnya. Percayalah padaku, Lucas akan mendapatkan balasannya. Tapi tidak dengan cara murahan.""Kakak hanya menyuruhku menunggu? Lagi? Sampai kapan?" Luki hampir berteriak, suaranya bergetar karena frustasi."Ya," jawab Ashton singkat. "Menunggu adalah bagian dari strategi.""Strategi apa? Katakan kepadaku apa strategi yang kamu susun!" Luki mendekat lagi, menantang. "Sudah aku bilang, kamu tidak perlu tahu!” ucap Ashton, kesal."Kak, kamu harus segera bertindak. Waktu kita tidak banyak!" Luki berkata dengan nada tegas, matanya menatap Ashton dengan tajam. Dia semakin tak sabar lagi menunggu dan terus menunggu entah sampai kapan.Ashton menghela napas panjang, menekan rasa frustrasinya yang semakin memuncak. "Luki, aku yang akan melakukan semuanya, bukan kamu. Jadi, aku yang akan menentukan kapan dan bagaimana semuanya berjalan.""Tapi kamu terlalu lambat, Kak. Kalau tidak gerak cepat, nanti Lucas bisa memb
Semalaman, Lucas sama sekali tidak berbicara dengan Angeline. Sebab ketika dia pulang, Angeline sudah naik ke kasur dan dalam proses tidur. Angeline bahkan menolak berbicara meski Lucas hanya bertanya tentang kemana dia pergi.Namun Lucas mengerti. Dia pun memilih untuk mandi dan kemudian tidur. Dia tidak memaksa Angeline untuk bercerita karena masih merasa tidak enak hati akibat masalah Stella.Saat pergi ke kantor pun, tidak ada pembicaraan apapun. Mereka saling diam seperti tidak saling kenal.“Aku akan membantumu menyelesaikan laporan ini jika kamu berkenan,” kata Lucas saat tiba di ruang kerja direktur pemasaran, untuk membuka pembicaraan.“Ya, kamu bisa selesaikan itu. Aku akan mengerjakan yang lain,” kata Angeline.Ponsel yang tergeletak di meja berdering. Angeline meraihnya tanpa melihat siapa yang menelepon."Angeline." Suara Ashton terdengar di ponsel.Angeline, yang tengah menyelesaikan laporan keuangan di mejanya, melirik sekilas ke arah Lucas. Pria itu duduk di kursi di s
Pintu sebuah ruangan dibuka oleh pria tua itu. Dia pun kemudian mengulurkan tangannya ke dalam. “Silakan masuk!”Matteo pun melangkahkan kakinya masuk.Ruangan itu tampak seperti potongan waktu dari abad pertengahan, dengan sentuhan keanggunan yang menggambarkan kemewahan kaum aristokrat.Dinding-dindingnya dilapisi panel kayu ek yang berukir rumit, menampilkan pola daun akantus dan bunga lili khas kerajaan. Di atasnya, tergantung permadani besar yang menggambarkan perburuan abad pertengahan, warna-warnanya mulai pudar namun masih memancarkan keindahan.Matteo yang memiliki rumah modern dan futuristik, cukup berbanding terbalik pandangannya terhadap ruangan itu. Dia malah merasa heran kenapa ada orang yang memiliki selera seperti ini.Seorang pria paruh baya, berdiri dari kursinya dan melangkah maju. Langkah kakinya lambat namun begitu elegan, bagaikan seorang raja kerajaan besar.“Matteo Bellucci, senang bisa bertemu denganmu. Sebuah kehormatan dapat dikunjungi olehmu,” ucap Laurence
Gigio merasa jauh lebih tenang jika ada Lucas di belakangnya, meskipun yang akan dilawannya adalah Matteo.“Baik. Aku akan mengikuti semua perintahmu, Lucas. Aku percayakan semuanya padamu!” ucap Gigio.Albin juga mengangguk. Dia juga merasa percaya dengan Lucas.“Oh iya, maaf jika pembicaraanku menyimpang, tapi menurutku ini sangat penting juga,” ucap Albin.Lucas dan Gigio langsung menoleh ke arah Albin dan menatapnya.“Ada apa, Albin. Katakan saja!” ucap Lucas.“Aku baru saja mendapat laporan dari atasan. Dia mengatakan kalau masalah di sasana Dragon's Den menjadi perhatian lebih bagi institusi kepolisian. Sebab, banyak warga yang melihat kejadian dan banyak yang mempertanyakan tentang hal itu,” ungkap Albin.“Hasilnya, kepolisian mendapat banyak tekanan publik untuk mengungkap kejadian sebenarnya,” lanjutnya.Gigio terkejut mendengarnya. Dia pun menjadi cemas dan langsung menatap Lucas. Gigio tahu, jika ada beberapa oknum polisi yang bisa disogok, namun ada banyak pula yang tidak
Lucas baru saja akan keluar rumah, panggilan suara di ponselnya masuk. Dari Angeline. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengangkatnya. "Lucas, kamu di mana?" Suara Angeline di telepon terdengar tenang, namun tersirat keingintahuan yang kuat. Padahal Lucas belum sempat bertanya kepada Angeline. Napasnya terdengar berat, tetapi dia berusaha menjaga nada suaranya tetap datar. "Kamu dari mana saja? Kenapa tidak dijawab panggilanku?""Ah, aku hanya keluar sebentar. Sekarang aku sudah di rumah."Lucas menghela napas lega, jantungnya berdebar tanpa alasan yang jelas."Aku di rumah Ibu sekarang." Lucas memutuskan untuk menyelipkan informasi itu, seolah ingin menegaskan bahwa dia tidak berbuat sesuatu yang mencurigakan."Rumah Ibu?" Suara Angeline terdengar sedikit cemas. "Kenapa tiba-tiba ke sana? Apa Ibu sakit?"Lucas menarik napas dalam-dalam. "Aku hanya mengunjungi Ibu saja sebentar. Dia dalam kondisi sehat. Kamu jangan khawatir.”Ada keheningan di ujung sana sebelum Angeline akhirnya m
Ashton tersenyum kecil, seperti seseorang yang tahu lebih dari seharusnya."Hanya firasat, Angeline. Kamu kelihatan seperti orang yang sedang berusaha mengabaikan perasaanmu,” ucap Ashton.Dia tidak menjawab. Matanya kembali menatap cangkir kopi yang kini tinggal setengah."Kamu tahu, aku bisa membantumu," lanjut Ashton."Bantuan apa?" tanya Angeline, kali ini lebih tajam."Apa pun yang kamu butuhkan. Aku tahu kamu sedang menghadapi sesuatu yang besar. Jangan ragu meminta bantuanku. Kita tidak harus selalu berseberangan." Ashton menatap lekat Angeline, mencoba meyakinkan wanita di depannya.Angeline terkekeh pelan, tapi tanpa jejak humor. "Kamu berpikir bisa membantu tanpa tahu apa yang aku hadapi, itu sudah sangat memaksakan diri.""Ya kali aja. Aku tahu banyak tentang kamu, tentang keluargamu dan juga ... Lucas."Angeline mendadak diam, ekspresinya yang dingin mulai retak. "Apa yang kamu tahu tentang Lucas?""Lebih dari yang kamu kira." Ashton menjawab sambil melipat tangan di atas
Hani menoleh ke belakang. Wajahnya kembali menjadi sedih saat ini.“Yang meninggal adalah Kakakku,” terang Hani.Lucas menarik napasnya dalam-dalam setelah mendengar itu. “Jadi dia Kakakmu?”Hani mengangguk kecil. “Dia bahkan lebih dari seorang kakak bagi kami. Dia sudah seperti ayah. Semenjak ayah meninggal, dia menjadi tulang punggung keluarga. Baru beberapa bulan ini saja aku bisa membantu.”Hani kemarin menatap Lucas dengan air mata yang menggenang. “Dia pria yang baik dan bertanggung jawab. Tapi api kenapa nasibnya begitu mengenaskan? Bahkan dia harus dibunuh dengan keji.”Lucas mengusap pundak Hani, berusaha untuk menenangkannya.“Ya, benar. Kakakmu adalah orang yang baik. Aku sangat kehilangannya,” ucap Lucas.Hani mengangguk sambil menyeka air mata yang terus keluar.“Kalau boleh tahu, sejak kapan Bapak kenal dengan kakakku? Sepertinya dia tidak pernah cerita jika punya teman seperti Bapak,” tanya Hani.“Sebenarnya aku baru bertemu dengannya. Aku adalah pemilik baru sasana Bro
Lucas mencoba untuk mendengarkan penjelasan dari Mike dulu. Dia tidak mau langsung berspekulasi dengan apa yang terjadi.‘Maaf The Obsidian Blade, aku sudah berusaha untuk membendung media agar tidak memberitakan apa yang terjadi di sasana Dragon's Den, namun sepertinya masih ada banyak kebocoran di sana-sini apalagi dari video amatir warga. Jadi, sekarang banyak berkeliaran video di mana Dragon's Den saat sedang dihancurkan,’ ungkap Mike.Lucas terdiam beberapa saat. Dia memutar otak bagaimana caranya agar semuanya menjadi baik-baik saja.Mike tentu saja bertambah cemas saat ini karena Lucas tidak memberikan reaksi apapun. Mike tidak tenang.‘Mohon maaf, The Obsidian Blade! Aku salah karena tidak maksimal dalam tugas kali ini. Tapi aku berjanji akan menyelesaikannya dengan cepat. Aku akan menambah tim untuk memutus penyebaran video-video itu,’ kata Mike dengan suara yang terdengar bersungguh-sungguh.‘Aku mengerti, Mike. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Terima kasih karen
Amarah dan juga dendam yang ada di dalam diri Matteo tidak terbendung lagi. Dia sangat ingin melihat Lucas merangkak dan bersujud di kakinya untuk meminta maaf.Amarah dan dendam yang dimiliki oleh Matteo, jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Lucas.Jika Lucas marah dan dendam saat dia melihat anak buahnya menjadi korban, Matteo berbeda. Dia marah dan dendam kepada Lucas karena harga dirinya telah diinjak-injak. Selain itu, bisnisnya pun dirusak oleh Lucas.Matteo mementingkan dirinya sendiri.John mematung setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Matteo. Dia tidak bisa berkomentar apapun karena dia pun bingung.“Aku akan menemui Raja Verdansk secepatnya. Jika sudah mendapatkan jadwal bertemu, aku akan langsung pergi menemuinya,” kata Matteo.John mengangguk sambil berkata, “Jika masalah itu, aku serahkan semuanya padamu. Aku tidak bisa berpendapat apalagi sampai ikut memutuskan. Hanya saja, aku mau memberikanmu satu saran.”Matteo biasanya selalu memutuskan semuanya sendiri dan