"Nona Naya jangan pergi dari sini!" Merry menghampiri Naya setelah mendengar permintaan Chelsea.Chelsea menatap kesal pada pelayan tersebut. Ia mendorong bahu Merry kasar, membuat wanita berusia 45 tahunan itu mundur selangkah."Tidak usah ikut campur! Kamu hanya pelayan di sini. Asal kamu tahu, keluarga Argio sangat berharap dengan pernikahan kami berdua. Bila pernikahan ini sampai gagal maka orang yang akan disalahkan dalam masalah ini adalah Naya!" ucap Chelsea begitu ketus.Naya terdiam mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Chelsea."Tapi Nona Chelsea tidak sepatutnya meminta Nona Naya pergi dari mansion ini karna Nona Naya sedang hami_" Merry langsung membekap mulutnya ketika ia hampir keceplosan.Mata Naya langsung melotot dengan ucapan Merry yang hampir membongkar kehamilannya. Kening Chelsea mengernyit dengan kalimat terpotong Merry."Maksudmu apa? Memangnya Naya kenapa?" Chelsea mulai mendesak dengan mata menyipit."Tidak ada apa-apa." Kali ini Naya yang menyahut.
Naya membuang cup es krim yang sudah habis ke bak sampah di samping kasur, namun mata wanita itu tak sengaja menatap ponsel milik Argio yang tergeletak di atas kasur miliknya. Naya mengambil benda pipih itu."Sepertinya dia lupa membawanya," gumam Naya menatap ponsel berwarna hitam pekat itu.Tiba-tiba terlintas dalam kepalanya untuk mengembalikan ponsel itu pada Argio langsung. Bagaimana pun pria itu sudah baik padanya bahkan perasaannya yang memburuk kini berangsur membaik setelah memakan es krim dan coklat yang pria itu berikan.Naya bangkit dari kasur lalu melangkah keluar dari kamar. Suasana di luar kamar tampak sepi hanya ada beberapa pelayan yang berlalu lalang mengerjakan tugasnya. Kedua kaki Naya melangkah menuju kamar Argio yang bersebelahan dengan kamarnya. Ia hendak mengetuk pintu kamar bercat coklat itu, namun suara Argio yang tengah bicara dengan seseorang membuat pergerakan tangan Naya terhenti. Entah sengaja atau tidak pintu kamar Argio tidak tak tertutup rapat membu
Seorang wanita melangkah cepat dengan tubuh yang mengigil kedinginan. Di bawah guyuran hujan yang cukup deras Naya menyusuri jalanan aspal. Ia tidak tahu harus pergi ke mana tapi yang jelas ia harus lari sejauhnya dari mansion sampai Argio tidak menemukannya.Setelah semalaman berpikir, ia memilih pergi dari mansion itu, toh percuma ia bertahan di sana, yang ada ia semakin menderita dengan sikap Argio. Pria itu baik tapi nyatanya memiliki maksud terselubung. Naya memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa kram. Ia menyandarkan tubuhnya pada truk yang terparkir di pinggir jalan. Sesekali ia mengusap wajahnya yang berlumuran air hujan hingga menutupi pandangan mata.Naya menatap ke arah kanan, matanya menyipit ketika melihat mobil sedan hitam yang ia kenal melaju ke arahnya."Seperti mobil Argio." Naya kembali melanjutkan langkahnya semakin cepat. Sementara mobil yang Argio kendarai langsung berhenti tepat di mana ia melihat sosok mirip seperti Naya. Ia keluar dari mobil lalu di sambut ol
Pakaian yang basah dengan raut wajah tak karuan, Argio kembali pulang ke mansion dengan kekecewaan kentara yang membalut hatinya. Berjam-jam ia mencari Naya, namun ia tidak menemukan wanita itu. Saat memasuki mansion Argio sudah di sambut oleh tatapan khawatir Caesa yang melihat penampilan sang putra."Argio, kamu kenapa, Nak? Kenapa pakaianmu sampai basah seperti ini?" Rentetan pertanyaan langsung terlontar dari mulut Caesa yang menangkup wajah Argio.Tatapan kosong dan raut wajah yang datar. Pria itu terlihat seperti kehilangan barang sangat berharga dalam hidupnya. Tidak ada jawaban dari Argio yang bungkam. Isi kepala pria itu hanya dipenuhi Naya. Otaknya berpikir keras agar cepat menemukan wanita itu. Melihat keterdiaman Argio, Caesa memilih menggiring putranya menuju kamar."Kenapa pakaianmu basah seperti ini? Bukannya pakai mobil?" Hening. Tidak ada jawaban dari Argio yang menatap lurus. Kerutan halus muncul di kening Caesa. Ia merasa putranya terlihat sangat berbeda, setiap ia
"Maafkan Bibi. Ayo duduk sini, Naya," pinta Monic yang tiba-tiba tak enak hati setelah mengatakan sesuatu yang membuat wanita itu diam mematung.Naya masih berdiri di tempatnya. Ia mengigit bibir bawahnya kelu. Ia takut kehamilannya akan diketahui Monic. Ketakutan terbesar Naya ketika Monic mempertanyakan pria yang sudah menghamilinya, ia bingung harus menjawab apa. "Naya! Ayo duduk." Monic sedikit mengeraskan suaranya membuat lamunan Naya langsung buyar. Dengan langkah ragu Naya mendudukkan dirinya di kursi. Di meja sudah tersedia dua piring nasi goreng dengan satu telur mata sapi setiap piringnya.Keduanya mulai menikmati makan malam tersebut. Naya tampak sangat lahap menghabiskan nasi goreng itu. Monic yang memperhatikan Naya tampak iba melihatnya. Sudah pasti wanita itu kelaparan sampai selahap itu bahkan dalam hitungan menit Naya sudah menghabiskan nasi goreng itu tanpa sisa. "Ingin tambah lagi, Naya?" tawar Monic seraya melirik piring kosong milik Naya. Dengan raut wajah mal
Cantik. Satu kata untuk seorang wanita yang tengah sibuk dengan bertangkai-tangkai bunga yang sedang ia buat menjadi buket. Bibir tipis dan pipi yang berisi membuat wanita itu terlihat mengemaskan. Berjam-jam sibuk dengan pekerjaannya tidak membuat Naya bosan, bahkan ia semakin semangat untuk menyelesaikan buket bunga pesanan para pembeli.Beberapa hari ini penjualan di toko bunga sederhana itu cukup meningkat bahkan banyak pesanan. Mungkin ini yang disebut rezeki yang datang dari sang bayi dalam kandungan."Istirahat dulu, Nay. Bibi bawa bekal dari rumah, ayo kita makan bersama," ajak Monic menghampiri Naya.Wanita muda itu mendongak menatap Monic di sampingnya."Iya, Bi. Tapi aku ingin menyelesaikan pekerjaanku dulu. Sedikit lagi selesai," balas Naya yang kembali fokus dengan pekerjaannya.Monic mengambil buket bunga yang belum selesai itu dari tangan Naya, membuat wanita muda itu tertegun."Makan dulu. Jangan sibuk dengan pekerjaan. Itu bisa dilanjutkan nanti, dari pagi kamu sibuk
Suara pecahan kaca mengisi ruangan dalam mansion itu. Lantai marmer itu tampak sangat berantakan dengan serpihan pecahan beling kaca karna bantingan yang sangat kuat oleh seorang wanita. Chelsea mengamuk tak terkendali dengan tangisan meraung-raung ketika Argio memilih memutuskan hubungan mereka berdua dan impiannya untuk menikah dengan Argio pupus sudah."Aku tidak mau pernikahan kita dibatalkan, Argio! Aku tidak mau!" Chelsea berteriak histeris dengan air mata berderai-derai.Sementara Argio menatap datar wanita di hadapannya. Tidak ada rasa kasihan sedikit pun di hatinya untuk Chelsea. Ini memang sudah keputusan yang ia inginkan. Setelah kondisinya membaik ia mengatakan keputusannya tersebut pada Chelsea dengan baik-baik tapi reaksi wanita itu di luar dugaan. Entah sudah berapa barang dalam mansion yang Chelsea hancurkan."Tenangkan dirimu, Chelsea." Caesa memeluk wanita itu yang menangis sesegukan. Caesa tak tega melihat kondisi Chelsea. Wanita mana pun akan hancur dan sakit hati
Nayflower adalah toko bunga yang berdiri kokoh di pusat kota. Tiga tahun lalu dibangun dan sekarang berkembang cukup pesat. Nama Nayflower sendiri dicetuskan oleh Naya sendiri sebagai pemilik toko. Bahkan modal usaha untuk membangun toko bunga tersebut sebagian dari Hendrik. Pria paruh baya itu ikut andil dalam membangun bisnis usaha yang Naya geluti sekarang. Bagaimana pun Hendrik ingin kehidupan Naya tercukupi dari hasil usaha toko bunga yang sekarang cukup melambung saat ini.Setelah melahirkan putranya di Jakarta, Naya memilih kembali ke kota Surabaya dan sudah pasrah bahkan siap dengan rentetan pertanyaan dari sang ibu apalagi ia pulang membawa seorang bayi. Kecewa? Tentu saja, ibu mana yang tidak kecewa ketika putrinya pulang membawa bayi dari hasil hubungan terlarang dari seorang pria tanpa ada ikatan pernikahan. Bahkan ibu Ani hampir tumbang mendengar pernyataan pahit dari Naya. Bukan hanya semburan kemarahan yang Naya dapatkan tapi tamparan keras."Lebih baik ibu mati daripa
Empat tahun kemudian …Suara tawa dan teriakan anak kecil mengisi sebuah kamar yang memiliki tiga kasur di dalamnya. Dua bocah berusia empat tahunan tampak berlari-larian dalam sana, mereka saling mengejar membuat sang kakak yang tengah fokus mengerjakan PR terlihat sangat terganggu."Jeva, Javier! Jangan teriak-teriak, kakak sedang mengerjakan tugas," tegur Levin lembut.Meskipun begitu, dua bocah kembar itu tak menggubris bahkan semakin menjadi-jadi membuat Levin frustasi dibuatnya. Levin yang kini berusia sepuluh tahun, tampak menggelengkan kepalanya. Dua adik kembarnya bukan hanya lucu tapi juga nakal.Levin membawa buku-buku pelajarannya keluar dari kamar. Ia akan mengerjakan tugasnya di perpustakaan pribadi milik ayahnya. "Kamu mau ke mana, Sayang?" Suara sang mama membuat Levin berbalik badan. Tinggi badan Levin hampir menyamai Naya, dulu terlihat kecil kini dengan cepat tumbuh besar. Levin semakin menyerupai Argio."Levin mau ke perpustakaan, mau ngerjain tugas," balasnya."
Saat semua tengah tertidur nyenyak, Naya terlihat gelisah dan tidak karuan berbaring di kasur. Beberapa kali ia berpindah-pindah posisi dari telentang, miring ke kanan dan ke kiri, namun tidak membuat rasa sakit di perutnya mereda.Argio yang berbaring di samping Naya, tampak terusik tidurnya. Perlahan ia membuka matanya dan mendapati Naya meringis kesakitan sambil memegangi perutnya."Kamu kenapa, Sayang?" "Perutku sakit, Mas. Perih."Argio segera bangun dari kasur lalu menyentuh perut Naya."Sebelumnya kamu makan apa? Tidak mungkin kamu akan melahirkan, usia kandunganmu belum sembilan bulan."Naya yang merintih kesakitan langsung terdiam. Ia mengingat-ingat sebelumnya makanan yang dikonsumsi dari pagi sampai malam."Sepertinya gara-gara makan mangga mentah. Soalnya sebelum tidur aku minta Merry mengupasnya mangga lagi."Argio geleng-geleng kepala mendengar jawaban Naya."Kan aku sudah bilang, jangan makan mangga kebanyakan, Sayang. Sekarang lihatlah sakit perut' kan.""Mas, marah?" M
"Adek jangan nakal diperut Mama, kasihan Mama." Omelan lucu keluar dari bibir mungil Levin. Tangan mungilnya menepuk-nepuk perut Naya lembut. Meskipun kondisi Naya saat ini lemah, namun ia tidak bisa menahan tawanya mendengar omelan putranya. Dan tidak lama Argio masuk ke dalam kamar dengan membawa teh jahe hangat. "Minum dulu, Sayang. Kata Bunda ini bagus untuk perempuan hamil yang mual-mual."Dengan penuh perhatian Argio membantu Naya meminum teh jahe tersebut. Pria itu benar-benar menaruh seluruh perhatiannya pada Naya. Dengan dibantu oleh Argio, Naya meminum teh jahe yang diberikan. "Terima kasih.""Sama-sama, Sayang.""Itu apa, Yah?" Levin menatap penasaran pada air yang baru saja diminum oleh sang bunda."Ini teh jahe supaya Mama tidak mual-mual lagi, Nak. Levin mau coba?" tawar Argio.Dengan cepat Levin menggeleng. Melihat warna minuman itu saja sudah membuat bocah itu tidak berminat. "Hari ini aku ada urusan mendadak, Sayang. Mungkin sore baru pulang. Tidak apa-apa' kan j
Pada akhirnya, Argio mengalah dan memutuskan untuk menuruti apa yang diinginkan oleh istrinya. Meskipun ia merasa kebingungan sendiri karena tidak pernah menyentuh peralatan dapur, apalagi memasak nasi goreng sebelumnya.Argio membuka aplikasi YouTube di ponselnya dan mencari konten yang menunjukkan cara memasak nasi goreng. Sementara Naya duduk dengan tenang di kursi dapur, sambil memakan biskuit kesukaannya, menunggu nasi goreng yang akan dibuat oleh Argio.Awalnya Argio tampak bingung, namun dengan pelan-pelan ia membuat nasi goreng itu dan sekitar 30 menitan nasi goreng yang Argio buat sudah jadi. Aroma wangi dari masakan Argio, membuat Naya bangkit dari tempat duduknya."Sudah jadi?" Naya menatap nasi goreng yang tak karuan tampilannya, tetapi sangat menggoda baginya.Argio mengangguk ragu. Ia memindahkan nasi goreng itu ke dalam piring."Kalau nasi gorengnya tidak enak, tidak usah di makan ya?"Naya mengangguk mengiakan ucapan suaminya. Mata Naya berbinar-binar menatap nasi gore
Setelah mengetahui bahwa Naya tengah mengandung. Tanpa berpikir panjang, Argio segera pergi dengan mobilnya entah ke mana. Beberapa jam kemudian, Argio kembali ke mansion dengan membawa begitu banyak belanjaan, termasuk rujak yang ia beli di pinggir jalan.Argio tahu betul bahwa wanita hamil seringkali memiliki selera makan yang berbeda, dan banyak yang menyukai makanan yang asam-asam. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk memanjakan Naya dengan makanan yang ia sukai, seperti rujak. Argio berharap dengan memberikan perhatian seperti ini, bisa membuat kehamilan kedua Naya menjadi lebih istimewa dan berbeda dari yang pertama.Anggap saja hal yang ia lakukan sekarang sebagai penebus atas kesalahan yang ia lakukan saat Naya hamil pertama dulu."Sayang, aku bawakan sesuatu untukmu!" seru Argio masuk ke dalam kamar dengan membawa piring berisi rujak.Naya duduk bersandar di bahu ranjang dengan wajah yang tampak pucat. Wanita itu merasa tubuhnya masih terasa lemah."Masih pusing?" Argio melet
Argio keluar dari mobil dengan terburu-buru, saat mendapatkan kabar Naya pingsan. Ia segera pulang ke mansion tanpa memperdulikan pekerjaannya yang belum selesai. Wajah pria itu terlihat sangat panik bercampur khawatir."Bagaimana bisa dia pingsan?" bentak Argio yang tampak marah pada para pelayan."Saya tidak tahu Tuan, tiba-tiba Nona Naya sudah tergeletak di lantai. Awalnya Nona Naya mengeluh tidak enak badan," jawab Merry, sedangkan pelayan lain tertunduk ketakutan.Argio mendengus dengan perasaan campur aduk antara khawatir dan panik, ia melanjutkan langkahnya dengan tergesa-gesa menuju kamar, dan dengan kasar membuka pintu kamar. Langsung ia menghampiri Naya yang belum sadarkan diri di atas kasur.Saat melihat Naya yang lemah dan tidak sadarkan diri, Argio merasa hatinya teriris melihat wajah pucat Naya. Argio duduk di samping Naya dan memegang tangannya dengan lembut."Sayang, bangun," ucap Argio lembut. Ia mencium tangan Naya berkali-kali.Takut, itulah yang Argio rasakan saat
"Silahkan di makan, Nona," ucap pelayan yang mengantarkan makanan untuk Naya.Pelayan berusia 30 tahunan itu tampak tersenyum-senyum melihat banyak bercak merah dibagian leher sang nona muda, membuat pelayan itu tidak bisa untuk tidak berpikiran kotor dengan apa yang ia lihat.Naya terlihat malu saat melihat arah tatapan pelayan. Ia menutupi seluruh tubuhnya sampai leher dengan selimut. "Terima kasih."Pelayan itu mengangguk lalu pamit undur diri dari kamar tersebut. Seharian Naya mengurung dirinya dalam kamar, ia benar-benar malu untuk sekadar menunjukkan wajahnya. Berbeda dengan Argio, pria itu seperti bunga mekar yang baru disiram air di pagi hari, dan saat ini Argio tengah pergi ke perusahaan karna ada sedikit masalah di sana.Dengan gerakkan lemas Naya mengambil makanan yang tersaji di meja. Dan saat ini ia tengah duduk bersandar di bahu ranjang. Dengan lahap ia menyantap makanan itu, bukan hanya kelaparan, namun tenaganya juga terkuras. Argio seperti singa yang sudah beberapa h
Naya melangkah keluar dari kamar mandi setelah melihat keadaan sekitar kamar yang tampak sepi, sepertinya Argio kembali keluar dari kamar. Ia melangkah sambil memeluk dirinya, kini ia mengenakan lingerie yang mertuanya berikan. Naya melihat pantulan dirinya di dalam cermin dan mengulum bibirnya. Lingerie yang ia kenakan sangat transparan, sehingga membuat celana dalam dan bra yang ia kenakan terlihat jelas. Rasa malu menyelimuti wajahnya."Lebih baik aku tidak mengenakan ini, aku malu," gumam Naya dengan wajah yang memerah.Ia berencana untuk kembali ke kamar mandi, tetapi suara pintu yang terbuka membuat bola matanya membulat sempurna. Tanpa pikir panjang, Naya langsung melompat ke kasur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, sehingga hanya kepala yang terlihat. Naya merasa sangat malu dan berharap Argio tidak melihatnya dalam keadaan seperti ini.Argio masuk ke dalam kamar sambil membawa laptop miliknya. Pria itu tersenyum pada Naya yang bersandar di bahu ranjang, wajah Naya
Mobil yang Argio kendarai berhenti disebuah pantai yang tampak sepi, membuat kening Naya mengernyit. Levin langsung menatap keluar jendela mobil melihat hamparan pantai yang begitu indah di tambah pemandangan matahari yang mulai tenggelam. "Kenapa kita ke sini?" tanya Naya menoleh ke arah suaminya."Kita istirahat dulu, kamu pernah ke pantai?" Argio balik bertanya. Naya menganggukkan kepalanya."Dulu pernah, tapi sekarang tidak pernah ke pantai lagi.""Ayah, kita ke pantai mau apa? Menangkap ikan?" Celotehan lucu Levin membuat Argio tertawa. Ia mencubit gemas pipi bulat putranya."Tidak, hanya beristirahat saja. Memangnya Levin mau menangkap ikan?"Dengan cepat Levin mengangguk. Bocah itu langsung membuka tas ransel miliknya lalu mengeluarkan pancingan mainan yang ia bawa. Argio yang melihat itu kembali tertawa, bisa-bisanya Levin membawa itu."Ayo sekarang kita turun." Argio lebih dulu turun lalu membukakan pintu mobil untuk istri dan anaknya.Hembusan angin pantai yang segar menerp