Cordelia duduk di sofa hotel dengan wajah tegang, sementara Tristan berdiri di dekat jendela, mengamati kota Beijing untuk terakhir kalinya sebelum mereka kembali ke New York. Setelah sekian lama berpikir, Cordelia menarik napas panjang dan akhirnya berbicara.“Jika kita memang akan menikah, aku ingin kau mengadakan konferensi pers.” Suara Cordelia tegas, tapi ada keraguan yang samar di balik kata-katanya.Tristan menoleh, menatap Cordelia dengan ekspresi datar. “Konferensi pers?” tanyanya memastikan. Cordelia mengangguk. “Kita harus meluruskan semuanya, terutama berita tentang aku. Aku tidak ingin publik terus menilaiku sebagai wanita penggoda.”Tristan menyandarkan tubuhnya ke dinding, memandang Cordelia tanpa ekspresi. “Baik. Kita lakukan itu setelah kembali ke New York.”Cordelia mengangguk kecil, tapi ada satu hal lagi yang mengganggunya. “Bagaimana ketentuan pernikahan kita nanti?” tanyanya hati-hati.Tristan mengangkat bahu seolah hal itu tidak penting. “Tidak ada ketentuan. K
Cordelia baru saja mengucapkan terima kasih kepada Jovian yang mengantarnya pulang, lalu dia menutup pintu rumah dengan perasaan lelah. Tristan masih berada di luar untuk bertemu dengan adiknya, Alstair, dan Cordelia akhirnya sendirian di rumah besar itu. Wanita itu baru saja ingin duduk dan menenangkan diri, tetapi bel pintu berbunyi.Cordelia berjalan ke pintu dan membukanya dengan ragu. Tampak dua orang paruh baya berdiri di depannya dengan senyum ramah—Rosalia dan Bernard Devraux, orang tua Tristan ternyata datang. “Cordelia Redford?” Rosalia bertanya dengan nada lembut, seolah memastikan dia tidak salah alamat.“Ya, benar,” jawab Cordelia dengan gugup. “Tuan dan Nyonya Devraux?”Rosalia tersenyum hangat, dan penuh kelembutan. “Jangan terlalu formal, Cordelia. Sebentar lagi kau akan menikah dengan Tristan, kan?” Cordelia berusaha menenangkan debar jantungnya mendengar ucapan dari ibu Tristan itu. Dia yakin pasti ibu Tristan itu sudah tahu dari media tentang rencana pernikahannya
Cordelia duduk di sofa ruang tamu dengan sikap tenang, meski jantungnya berdegup kencang. Leony, yang tiba-tiba muncul dengan ekspresi marah dan panik, tak henti-hentinya memprotes kabar bahwa Tristan akan menikah dengannya. Rosalia dan Bernard ikut mencoba menenangkan Leony, tapi setiap kata hanya membuat Leony semakin tersulut emosi.“Leony lebih baik kau pergi,” ucap Rosalia meminta Leony untuk pergi. Leony menggelengkan kepalanya. “Tidak! Aku tidak akan pergi! Aku ingin bertemu dengan Tristan!” jawabnya tegas, dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. Rosalia menghela napas kasar. “Kau dan Tristan sudah berpisah. Kenapa kau masih mengganggu hidup Tristan?” “Tristan hanya mencintaiku. Perpisahanku dengannya hanya salah paham! Aku akan memperbaiki semuanya,” seru Leony dengan tegas. Bernard menimpali dengan nada menenangkan. “Tristan telah memutuskan Cordelia akan menjadi istrinya. Itu artinya kau dan Tristan tidak ditakdirkan bersama. Aku mohon lebih baik kau pulan
Beberapa hari telah berlalu sejak insiden dengan Leony, dan suasana mulai terasa lebih tenang. Pemberitaan menyebutkan bahwa Leony sudah kembali ke Madrid tanpa memberikan pernyataan apa pun. Cordelia merasa lega, meski ada sisa kekhawatiran yang masih menghantuinya.Malam itu, di ruang makan sebuah restoran mewah New York, Cordelia duduk bersama Tristan, Alstair, Tony, dan orang tua Tristan, Rosalia dan Bernard. Mereka sedang menyusun rencana pertunangan dan pernikahan yang disepakati akan dilangsungkan secepat mungkin.“Aku setuju dengan tanggal itu,” Rosalia tersenyum hangat, dan lembut “Semakin cepat, semakin baik.”Bernard menganggukkan kepalanya tampak setuju. “Lagi pula, setelah konferensi pers itu, tidak ada alasan untuk menunda-nunda lagi.”Tony dengan wajah serius tapi puas, menambahkan, “Kita tidak hanya bicara soal cinta di sini, tapi juga reputasi keluarga. Semakin cepat semuanya resmi, semakin cepat kita bisa mengendalikan opini publik.”Cordelia tersenyum kecil, meski h
Cordelia berdiri di depan cermin, mengenakan gaun elegan yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Gaun itu dipenuhi detail manik-manik yang berkilauan halus, jatuh lembut mengikuti gerakan tubuhnya. Dia tak hanya berdiri sendirian. Di sebelahnya ada Rosalia yang sejak tadi menatapnya dengan penuh kehangatan. “Kau terlihat luar biasa, Cordelia,” puji Rosalia begitu tulus. “Tristan akan terpesona melihatmu besok.”Cordelia mencoba tersenyum, meski hatinya penuh kekhawatiran. Berita tentang Veronica sudah menyebar luas, dan dia tahu pertunangan besok terancam oleh skandal yang sengaja diciptakan oleh saudara tirinya itu. Namun, dia tetap berusaha bersikap seolah tidak ada yang salah.Setelah memastikan semua detail persiapan selesai, Cordelia dengan ibu Tristan berdua keluar dari butik dengan elegan. Sesaat setelah mereka melangkah ke trotoar, segerombolan wartawan langsung menyerbu dari segala arah. Kilatan kamera dan suara mikrofon memenuhi udara, membuat Cordelia dan Rosalia terhenti
Rowen menyeringai dingin mendengar pertanyaan Cordelia. Pria itu melangkah semakin dekat dengannya, dan sontak membuat Cordelia mundur menjauh dari Rowen. Tampak jelas raut wajah Cordelia tak suka berada di dekat Rowen. “Jika kau membutuhkan bantuan, aku siap membantumu,” bisik Rowen dengan tatapan penuh arti pada Cordelia. “Tidak perlu. Aku tidak membutuhkan bantuan apa pun. Sekarang lebih baik kau pergi. Jangan ikut campur urusanku,” tegas Cordelia penuh penekanan. Dia sama sekali tidak menyangka Rowen mengikutinya, hanya karena ingin menawarkan bantuan. Benar-benar sangat tidak masuk akal. Rowen melipat tangan di depan dada. “Kau tahu? Sekalipun kau dan Tristan akan menikah, Leony tidak akan pernah tergantikan di hati Tristan. Kau hanya membuang-buang waktumu untuk pria yang tidak pernah menginginkanmu. Ck! Come on, jangan bodoh, Cordelia.” Raut wajah Cordelia berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Rowen. Wanita cantik itu sama sekali tidak mengira akan apa yang dikatakan ol
Lampu-lampu kristal di ballroom sudah dinyalakan, tamu-tamu mulai berdatangan, dan musik klasik lembut terdengar mengiringi kemewahan pesta pertunangan itu. Namun di dalam ruang rias, suasana terasa begitu berbeda—tegang dan sarat dengan pertanyaan yang tak bisa lagi ditahan.Cordelia duduk di depan cermin rias, matanya menerawang, jemarinya menyentuh gaun satin putih gading yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Make-up dan tatanan rambutnya begitu elegan, memancarkan kecantikan yang sulit diabaikan. Akan tetapi, tak peduli betapa sempurnanya penampilannya, pikirannya terus dihantui ucapan Rowen.Cordelia menghela napas panjang, berusaha mengusir keraguan yang terus menghantam seperti ombak di dalam dirinya. Rasa penasaran itu sudah merayap terlalu dalam, tak bisa diabaikan begitu saja.Pintu ruang rias tiba-tiba terbuka. Tristan masuk dengan jas hitam yang sempurna, dasinya rapi, dan wajahnya seperti biasa—penuh karisma, namun misterius. Pria tampan itu berhenti sejenak, matanya me
Cordelia duduk melamun di sofa, dengan sorot mata lurus ke depan sulit terbaca. Pikirannya kosong memikirkan banyak hal di dalam pikirannya. Masalah datang bertubi-tubi membuat Cordelia benar-benar merasa lelah. Tiba-tiba dering ponsel Cordelia berbunyi. Detik itu juga yang dilakukannya adalah mengambil ponsel, dan menatap ke layar tertera nomor asing mengirimkan pesan padanya. Rasa ragu muncul, tetapi rasa penasaran mendominasi. Dia langsung membuka pesan masuk itu. {Aku melampirkan bukti-bukti bahwa yang dicintai Tristan hanya Leony. Perlu kau ingat, kau itu tidak akan bisa menggantikan Leony di hati Tristan. Tristan mau menikah denganmu, semua karena kau mirip dengan sosok Leony—Rowen.}Raut wajah Cordelia berubah membaca pesan dari Rowen. Pun pesan itu bukan hanya sekadar pesan biasa saja. Melainkan ada penggalan foto dan video Tristan dan Leony. Entah kenapa dada Cordelia begitu sesak melihat jelas video Tristan pada Leony—yang di mana pria itu mengungkapkan cinta amat besar pa
Kehadiran Theo dan Candena bagaikan kebahagiaan yang tak terkira di keluarga Tristan dan Cordelia. Rosalia, Bernard, dan Alstair selalu sering mengajak Theo dan Candena bermain. Tidak jarang Rosalia, Bernard, dan Alstair mengajak si kembar untuk menginap. Pun bahkan Tony yang tinggal di London kerap mengunjungi kembar. Biasanya setiap kali Tony datang pasti si kembar akan bersama dengan Tony untuk waktu yang cukup lama. Well, Tristan dan Cordelia sudah terbiasa di kala anak-anak mereka diculik oleh keluarga mereka sendiri. Tidak hanya keluarga saja, tapi Rowen dan Alan juga sangat dekat dengan si kembar. Ah, Jovian juga masuk hitungan. Bisa dikatakan si kembar sangat ramah pada orang-orang di sekeliling Tristan dan Cordelia. Menikah sering menjadi hal yang ditakutkan oleh banyak orang. Namun, Cordelia berhasil mematahkan semua itu. Ketakutan dalam pernikahan adalah ketika orang tersebut tak menemukan sosok yang sesungguhnya. Sementara Cordelia telah berhasil menemukan sosok yang men
Sore itu, Cordelia menyambut Tristan dan si kembar yang pulang lebih cepat dari biasanya. Begitu melihat suami dan anak-anaknya melangkah masuk, Cordelia tersenyum lebar, sudah memprediksi bahwa hari mereka di kantor tidak akan bertahan lama.“Jadi, bagaimana rasanya mengasuh dua anak di kantor?” Cordelia bertanya sambil menyembunyikan tawa.Tristan hanya menggeleng kecil, wajahnya sedikit letih tapi penuh kasih. Pria tampan itu menarik Cordelia ke dalam pelukannya dan berbisik serak, “Aku butuh asupan energi merawat dua anak kita yang sangat aktif.” Cordelia tertawa mendengar keluhan kecil itu dan melingkarkan tangannya di punggung Tristan. “Nah, Daddy bilang senang karena ada Theo dan Cadena, jadi kalian boleh ikut ke kantor Daddy kapan pun kalian mau!” katanya seraya melirik si kembar dengan penuh cinta.Theo dan Cadena bersorak girang mendengar pernyataan itu, tangan kecil mereka langsung terangkat tinggi-tinggi sambil melompat-lompat di sebelah Cordelia. Sementara Tristan menata
Tiga tahun kemudian … Pagi itu, aroma sarapan yang menggoda memenuhi ruang makan, berpadu dengan suara riuh tawa dan celoteh Theo dan Cadena yang sedang menggambar di lantai bersama pengasuh mereka. Dulu, ruangan ini selalu terjaga kaku dan elegan, tapi kini berubah penuh warna ceria dengan gambar-gambar tempel dan mainan anak-anak di setiap sudut. Di tengah suasana yang hangat ini, Jovian masuk dan segera disambut teriakan penuh semangat.“Paman Jovian, ayo Main kuda-kudaan lagi!” teriak Theo sambil berlari menghampirinya, diikuti Cadena yang tak kalah antusias.Jovian yang sudah hafal dengan ritual pagi ini, hanya bisa tersenyum kecil, menghela napas sejenak sebelum merendahkan tubuhnya. “Baiklah, tapi jangan pukul Paman Jovian seperti kemarin, ya?” ujarnya sambil bercanda, berusaha menahan geli.Theo memekik kegirangan, “Iya! Iya! Ayo, Paman Jovian, jalan cepat!” Cadena, yang lebih manis, memeluk Jovian dengan erat dan ikut berteriak, “Ayo, Paman Jovian, cepat! Kami di punggung k
Cordelia duduk di kursi ruang tamu, jarum rajutannya bergerak perlahan, membentuk sepasang sepatu bayi mungil. Senyum hangat tersungging di bibirnya, membayangkan bayi kembarnya yang sebentar lagi akan lahir. “Sayang,” panggil Tristan tiba-tiba. Cordelia terlonjak terkejut dan refleks menarik kakinya, hingga tak sengaja membuat tubuhnya tergelincir ke belakang. Dia jatuh duduk di lantai, dan seketika itu juga, perasaan aneh menghantam dirinya. Air ketubannya pecah, mengalir ke lantai di bawahnya.“Ah,” rintih Cordelia. Tristan langsung panik, kedua matanya membesar melihat cairan di lantai. “Cordelia! Kau kenapa? Ada apa ini?” Tangannya gemetar saat dia membantu Cordelia berdiri.Cordelia yang masih berusaha menahan rasa sakit, berusaha tersenyum. “A-aku tidak ap-apa. Sekarang lebih baik kita segera ke rumah sakit.” Tanpa pikir panjang, Tristan langsung menggendong Cordelia ke mobil dan melaju secepat mungkin ke rumah sakit. Tepat sesampainya di sana, beberapa dokter dan perawat l
Cordelia tersenyum hangat saat mobil berhenti di depan hotel. Namun, senyuman itu seketika berubah gugup ketika dia menyadari semua orang sudah menunggu mereka di dalam, terlihat dari beberapa wajah akrab yang melirik keluar jendela. Mereka memang terlambat—lebih terlambat dari yang dikira.Saat Cordelia dan Tristan melangkah masuk, tatapan mata dari orang-orang terdekat langsung menyapa mereka. Bernard tersenyum bijaksana, sedangkan Tony dan Alstair menyeringai penuh arti. Alstair yang sejak sibuk mengelola Pharton Inc. nyaris tak pernah muncul, langsung mengejek mereka.“Aku rasa kalian sedang berusaha keras memberiku keponakan, ya? Setiap pertemuan pagi, pasti kalian yang paling akhir,” sindir Alstair dengan nada menggoda. Cordelia memerah, merasa malu dengan sindiran itu, sedangkan Tristan tak mengindakan ucapan adiknya itu. Hal yang dilakukan Tristan adalah menggenggam erat tangan Cordelia seolah tidak peduli dengan olokan itu.Semua orang tertawa lepas mendengar ledekan yang te
Pagi yang tenang menyelimuti kamar Cordelia dan Tristan. Matahari baru saja muncul, menyorotkan cahaya lembut ke wajah mereka. Cordelia terbangun melihat Tristan yang masih tertidur di sampingnya. Dia tersenyum, hatinya terasa penuh. Beberapa bulan pernikahan berjalan dengan begitu indah. Tristan benar-benar menepati janji padanya. Suaminya itu pergi ke psikiater dan perlahan sindrom tidur berjalannya mulai terkendali. Cordelia memperhatikan wajah suaminya yang damai, menyadari betapa beruntungnya dia memiliki seseorang yang berusaha untuk terus menjadi lebih baik. Tristan adalah sosok yang mencintainya dengan luar biasa. Pun dia selalu merasa beruntung, karena diperilakukan dengan begitu istimewa oleh suaminya itu. “Kau benar-benar tampan,” bisik Cordelia lembut seraya membelai pipi Tristan. “Dan kau benar-benar cantik.” Tristan yang tadi memejamkan mata, tiba-tiba membuka mata, dan menarik tubuh Cordelia masuk ke dalam pelukannya. Cordelia terkejut mendapatkan pelukan dari Trist
Mansion megah Tristan terasa sangat sunyi saat Cordelia menatap Tristan dari ujung ruangan. Keduanya bertemu di aula besar, dan selama beberapa detik yang terasa seperti selamanya, mereka hanya berdiri diam. Tristan akhirnya bicara, suaranya rendah dan pelan tapi terdengar tegas.“Aku ingin bicara denganmu, Cordelia,” ujar Tristan sambil memberi isyarat agar dia mengikutinya ke taman belakang mansion. Cordelia mengangguk menuruti permintaan Tristan, dan melangkah bersama pria itu melihat sekeliling taman yang sunyi—di mana angin membawa aroma mawar dan daun berguguran.Saat Cordelia dan Tristan berhenti di bawah pohon tua, Tristan menatap Cordelia dengan tatapan penuh tekad. “Aku tahu kau mungkin masih meragukanku,” kata Tristan perlahan, dan tenang. “Tapi aku sudah menutup bab masa laluku. Aku tidak ingin kau terluka lebih jauh karena bayang-bayang Leony atau hal lain yang kulakukan selama ini.”Cordelia menatap Tristan memastikan kebenaran di balik ucapannya. “Jadi, kau yakin semua
Cordelia berdiri di lorong, memperhatikan persiapan konferensi pers yang akan segera dilakukan Tristan. Wanita itu tidak terlibat kali ini karena tahu ini adalah masalah Tristan dan Leony, dan mungkin, momen bagi Tristan untuk benar-benar menyelesaikan masa lalunya. Namun tak menampik di dalam hatinya, perasaan yang selama ini dia simpan justru datang menyerbu. Cordelia tidak yakin apa itu benar-benar cinta atau sekadar perasaan nyaman bercampur kasihan saat melihat Tristan terjebak dalam kesulitan. Kadang jantungnya berdebar saat di dekat Tristan, tapi kadang juga hatinya berkata bahwa mereka berdua mungkin memang tidak bisa bersama, dan mungkin itu memang jalan yang tepat.Saat Cordelia tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba Rowen muncul di sisinya tanpa suara, seperti biasa.“Kau bimbang, ya?” Rowen bertanya dengan nada lembut tapi menusuk, tatapannya seolah bisa menembus jauh ke dalam perasaannya.Cordelia menoleh, terkejut tapi tidak menjawab. “Jangan bimbang, Cordelia.” Rowen m
Cordelia terbangun dengan terkejut di kala mendengar keributan dari lantai bawah. Suara langkah kaki dan teriakan samar memecah kesunyian malam. Dengan napas tertahan, dia segera turun dari kamar, mengikuti sumber suara yang datang dari ruang tamu utama di lantai satu.Saat Cordelia muncul di tangga, mata Leony langsung menyala-nyala penuh amarah. Tanpa peringatan tiba-tiba, Leony berlari menghampirinya.“Dasar jalang murahan!” Leony berteriak, menarik rambut Cordelia dengan kasar, membuat tubuh Cordelia terhuyung. “Kau pikir bisa merebut suami orang?!”Semua pelayan yang berada di ruangan itu terkejut. Bahkan Tristan terperangah, tak menyangka Leony akan bertindak segila ini. Cordelia mencoba melepaskan diri, tapi cengkeraman Leony terlalu kuat.Leony menambah kekuatan tarikannya. “Kau bukan siapa-siapa di sini! Aku sempat menyerah, tapi kali ini tidak! Tristan hanya milikku!” Cordelia meringis kesakitan, dan saat itu Tristan bergerak cepat. Dalam satu gerakan brutal, Tristan memuku