POV Author.Setelah kepergian kedua orang tua Ismaya, Yusro meminta Nuria untuk duduk kembali. Namun, wanita itu tetap berdiri dan menatap Ismaya lebih lekat lagi. Setelah Ismaya berjalan melewatinya, ia pun memanggilnya.“Namamu Ismaya, kan?” katanya.Ismaya menoleh, ia melihat ke arah Nuria dengan tatapan yang tidak suka, karena sedikit banyak ia sudah mendengar ucapan ibunya bahwa, wanita itu memiliki permasalahan dengan kedua orang tuanya.Walaupun, Ismaya belum tahu persis seperti apa masalahnya, tetapi setidak-tidaknya ia tahu bahwa, Nuria pernah menyakiti ibunya. Kalau tidak, kenapa Vina begitu marah ketika melihat wanita itu dan tidak peduli pada semua orang.Ismaya tidak bergerak dan Landu memegang tangannya dengan erat. Mina dan Ragil serta kedua orang tuanya, berada di sekitarnya. Mereka semua menjadi saksi ketiga tiba-tiba Nuria mendekati gadis itu dan memeluknya.“Kamu mirip sekali dengan Ismawati!” katanya.Ucapan Nuria membuat Ismaya tergerak untuk melepaskan pe
POV Author“Kalau soal yang saya ingat, hanya waktu Ismawati sebelum meninggal dunia—“ kata Mina“Mina! Diam kamu!” tiba-tiba Sanita berdiri dan menarik Mina, agar duduk di sampingnya. Ia mencoba membungkam anaknya bicara sebab apabila wanita yang baru saja menikah itu, mengatakan semuanya. Maka suasana akan menjadi runyam, sekarang bukanlah waktu yang tepat.Jikalau sudah waktunya semua terkuak, tapi tidak di sana. Tidak ada orang yang ingin masa lalu dan aibnya terbongkar di depan semua orang. Apalagi, di acara penting di mana seharusnya semua orang bahagia.“Kenapa, sih, Ibu ini?” tanya Mina, ia berpikir berbeda karena keinginannya kuat untuk bicara dan mengatakan sebenarnya kalau ia mengingat semuanya.“Mina, bukannya apa-apa ... sekarang adalah hari pernikahanmu, tidak seharusnya kamu membuat ibunya Ismawati bersedih dengan mengenang kembali kematian anaknya dan juga termasuk membuka kenangan kembali teman lamamu, mungkin tidak enak untuk didengar ... kalaupun mau membicarak
POV Author“Yang sopan kamu, Abid!” kata Ragil, sikapnya menunjukkan kalau hubungan mereka sangat dekat. Padahal dari sejak lamaran dan hari ini, dua pria itu hanya bertemu sebentar saja, bahkan, bersalaman juga tidak.“Apa Mas Ragil dan Mas Abid sudah saling kenal?” tanya Landu heran.Namun, pertanyaan itu tidak ada yang menjawab karena Nuria langsung berdiri.“Siapa kamu, kenapa kamu ikut campur masalah anakku?” tanyanya heran.Seketika suasana mendadak hening, mereka saling pandang satu sama lain karena keheranan dengan apa yang baru saja terjadi.Abid dan Nuria saling bertatapan dengan pandangan yang tajam. Nuria begitu menyelidik, tetapi pandangan Abid menunjukkan bahwa, dia sangat merasa bersalah pada wanita di depannya itu ia juga melemparkan pandangan ke semua orang yang duduk di hadapannya.Ragil sudah duduk kembali di samping istrinya, sementara Nuria masih berdiri dengan perasaan heran. Dilihatnya laki-laki itu baru saja muncul, dan tidak mendengar semua pembicaraan m
Suasana yang tiba-tiba hening terasa begitu riskan bagiku, sebab Abid menatapku dengan tajam, seolah aku adalah tersangkanya. Aku tidak tahu apa yang terjadi antara dirinya dan Ismawati waktu itu, tapi tatapannya seakan menuduh akulah penyebab semuanya. “Kenapa kamu liatin aku begitu, Bid?” tanyaku, tapi dia diam saja seolah-olah menganggap aku tidak ada. Enak saja dia bersikap seperti itu memangnya dia berada di rumah siapa dan, ini adalah pesta pernikahanku seharusnya dia tahu diri, dia cuma adik iparku, nggak sopan sekali dia.Tiba-tiba Mas Ragil merangkul bahuku, dan aku menatap wajahnya. Dia terlihat lebih tampan dari biasanya apakah karena ia sekarang sudah resmi menjadi imamku atau karena sentuhan yang kurasakan begitu hangat hingga bahuku menempel di dadanya.Sementara itu Abid mengalihkan tatapannya pada Mas Ragil. Dia terlihat kesal dan waspada.“Mbak Mina jangan salah sangka, siapa yang melotot sama, Mbak, sih?” katanya.“Kamu pikir aku nggak tahu mana melotot mana ya
Aku maklum dengan sikap ibu yang membela menantu anak kesayangannya itu, tapi aku juga heran kalau ibu terus saja mencoba menyembunyikan kebenaran. Memang sebagai ibu yang membela keluarga, hal itu wajar, tapi kalau kaitannya dengan nyawa manusia, aku pikir ibu tidak seharusnya bersikap begitu.“Bu, biar Mina selesaikan ngomongnya, biar dia lega! Lagian, masalah ini sudah cukup lama kita simpan kebenarannya, sudah sepatutnya Bu Nuria tahu kejadiannya!” kata Mas Ragil lagi-lagi dia membelaku.“Tapi, Ragil! Cerita Mina ini menyangkut Abid! Dia kan menantu Ibu juga!” sahut ibu padaku.“Ibu tidak usah kuatir, kan, ini cuma cerita, belum tentu Abid terlibat dan bersalah karena kematian Ismawati,” kata bapak menenangkan wanita yang terlihat gelisah dan menatapku.Sementara Abid terlihat beberapa kali mengusap rambutnya dengan kasar. Kulihat dia berpikir keras dan mencoba menenangkan diri. Aku ingat semua yang pernah dia katakan padaku soal Ismawati. Seandainya dulu aku sudah mengingat
“Termasuk keinginan kamu menodai anakku?” tanya Bu Nuria sambil menunjuk lurus ke arahnya.Abid seketika tercengang karena dia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan langsung seperti itu. Aku melihat perubahan raut wajahnya dan aku juga penasaran apa yang akan dia katakan sebagai jawaban dari pertanyaan Bu Nuria itu. Kuperhatikan dia mulai membuka mulutnya tapi sebelumnya dia menenangkan istrinya dulu. Lalu, dia mendudukkan Linda di kursi yang ada di dekatnya. Setelah itu Abid pun duduk juga. Dia terkesan serius dan semua orang juga memperhatikannya termasuk Bu Nuria, perempuan itu duduk kembali di tempatnya semula. Adik iparku itu terlihat menarik nafas dalam sebelum akhirnya bicara.“Bapak Ibu semuanya, sebenarnya saya sudah lelah bertahun-tahun menahan hal ini, saya sudah sekian lama tersiksa dengan perasaan bersalah Saya, mungkin sekarang waktunya saya untuk berterus terang ... Saya mengakui kesalahan saya! Dahulu saya begitu ketakutan serta bodoh hingga membuat saya memb
“Diam kamu Mina! Ibu nggak mau bicara sama kamu!” kata ibuku sambil melangkah masuk ke dalam meninggalkan aku yang terheran-heran dan beliau terlihat sangat kesal padaku.“Anak kok dari kecil bikin masalah terus sampai nikah gak juga bisa nyenengin Ibuk!” suara ibu menggerutu masih terdengar di telingaku, meski wanita itu sudah berjalan menjauhiku.Aku malu dikatai seperti itu di depan suamiku padahal, kami baru saja menikah. Seolah-olah aib dari masa kecilku sengaja dibuka oleh ibu di depan Mas Ragil, hanya karena kesal dan marah.Siapa yang tidak sedih kalau mendapatkan hal seperti itu di hari pernikahannya? Bukankah semua sudah jelas dan aku tidak terlihat dalam hal buruk yang dilakukan Abid, Ismawati, atau siapa pun? Masa laluku adalah milikku dan hidupku, semuanya ada dalam genggaman Allah. Apa hak manusia menghakimi masa lalunya? Tidak ada. Manusia hanya perlu bersyukur dan meminta ampun atas apa pun kesalahan di masa lalunya.Masa yang sudah terjadi, berhubungan erat dengan
Keesokan harinya hal yang lain lagi terjadi, aku bertemu Linda di dapur saat dia merebus air hangat untuk mandi. Kulihat wajahnya cemberut dan juga matanya sembab, karena terlalu banyak menangis.“Lin, kenapa kamu kok matamu begitu, kamu habis nangis?”“Nggak, Mbak! Gak apa-apa,” jawabnya seraya menunduk.Aku minta maaf padanya dan memeluknya, aku tahu mungkin dia menangis karena perbuatanku juga yang, mengakui kejadian masa laluku. Pengakuanku itu secara tidak langsung melibatkan suaminya.Linda mengangguk dan mengerti, dia juga sudah mengakui kalau mendengar apa yang dibicarakan ibu tentang aku. Jad, dia mau memaafkan aku dan aku pun terharu, karena pengertiannya itu. oleh karena itu aku tidak begitu merasa bersalah padanya. Namun tetap saja aku sedih melihatnya begitu, aku tahu bagaimana perasaannya yang berpikiran buruk. Selebihnya, ia mungkin waspada dan antisipasi jika suaminya benar-benar harus masuk penjara. Bukankah kebanyakan orang seperti itu, mereka terlalu khawat