Home / All / Pelangi di Langit Malam / Awal Segala Impian

Share

Awal Segala Impian

Author: Candra Kirana
last update Last Updated: 2021-09-10 23:55:39

Jam digital di atas meja nakas menunjukkan pukul 5 sore. Daya masih terduduk di atas ranjangnya, benar-benar merasa tidak baik. Cermin di lemari pakaian yang berjarak 5 meter darinya memantulkan bayangan Daya. Wajahnya terlihat kuyu, matanya pun masih sembab. Daya mencoba untuk tidak menangis lagi.

Daya berpikir lebih baik dia mandi saja. Mungkin dengan mandi Daya akan merasa lebih segar. Dia berusaha bangkit dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Raya melepas seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya, kemudian masuk ke ruangan shower. Raya membuka keran shower, air hangat mengucur membasahi rambutnya lalu turun dan menelusuri jengkal demi jengkal tubuh Daya.

Daya menengadahkan wajahnya ke atas, menantang arah jatuhnya air. Matanya pelan-pelan memejam, menikmati setiap tetesan air yang membasahinya. Semuanya kenangan dan apapun yang pernah dialami dari masa kecilnya kembali membayang, mewujud bagaikan kaleidoskop yang diputar berulang-ulang dalam kepalanya.

Terbayang bagaimana kedua orangtuanya dulu pernah sangat membanggakannya. Daya kecil selalu diajak apabila kedua orangtuanya harus mendatangi berbagai konferensi di luar kota maupun di luar negeri. Namun memang, papa dan mama selalu menolak apabila Daya meminta pakaian-pakaian berwarna muda. Papa selalu mengatakan anak laki-laki harus berpakaian yang warna tegas dan lebih baik lagi kalau warna gelap.

Daya juga teringat saat kedua orangtuanya menolak membelikannya rumah boneka bernuansa warna merah muda yang dipajang pada salah satu toko mainan langganannya. Akhirnya, papa mencari seorang pengrajin untuk membuatkan rumah boneka yang cukup megah, dilengkapi berbagai jenis diecast mobil-mobilan di garasi kecilnya.

Di masa kecilnya, Daya juga meminta orantuanya untuk mendaftarkan pada salah satu tempat kursus vokal. Papa dan Mama juga menolaknya. Padahal, Daya sangat tertarik karena Renata teman akrabnya di sekolah dasar bercerita betapa menyenangkan kegiatan di tempat kursus tersebut. Setelah tak henti-hentinya membujuk mama, Daya akhirnya diijinkan untuk mengikuti kursus musik, namun dibatasi pada kursus gitar. Papa bahkan sempat meminta Daya untuk mempelajari perkusi saja, membujuknya akan membelikan drum jenis apapun yang ditunjuk Daya, namun Daya menolak.

Dua tahun setelahnya, Daya mengikuti dan menjuarai beberapa lomba gitar solo, mengalahkan peserta lainnya yang bahkan mulai menginjak usia remaja. Kedua orangtuanya merasa sangat bangga terhadap seluruh prestasi Daya. Papa, mama, dan Zora yang biasanya duduk di kursi barisan paling depan selalu menyambutnya dengan buket coklat dan snack. Papa Daya memang selalu menghindarkan hal-hal berbau feminim utuk Daya sejak masa kecilnya. Papa dan mama sudah melihat kecenderungan feminim pada diri Daya.

Pada suatu liburan keluarga ke Australia saat Daya sudah menempuh pendidikan di sekolah menengah, Papa dan Mama mengajak Daya menonton resital cello di Sydney Opera House. Penampilan cellis wanita yang begitu menghayati musiknya, sinar panggung, pencahayaan, riuh rendahnya tepuk tangan penonton telah membius Daya. Alunan suara dari alat musik dawai yang menjadi fondasi dalam orkestra modern tersebut telah membuatnya jatuh cinta. Keindahan irama cello yang merdu mendayu membawa perasaan Daya jauh menerawang membayangkan dirinya yang suatu saat bisa berada di tengah panggung besar tersebut.

Mimpi Daya telah dimulai pada hari itu. Pada awalnya Papa juga tidak menyetujui Daya mengganti jenis alat musik yang dipelajarinya. Namun diperbolehkan setelah Tante Azmi ikut memberikan argumen membela Daya bahwa cello sama sekali tidak terlihat feminim. Tak ada kaitannya antara jenis alat musik dengan gender seseorang. Musik adalah musik, yang bisa dinikmati oleh semua kalangan, tanpa terpaut gender.

Keinginan Daya dikabulkan, dia senang bukan kepalang. Daya diberikan seorang guru private cello yang mengajarinya dirumah. Daya berlatih dengan giat. Dalam beberapa bulan, Daya sudah mengikuti beberapa berlombaan di Jakarta.

Memasuki sekolah menengah atas, Daya meraih penghargaan pada salah satu ajang lomba musik bergengsi yang diadakan di negara tetangga. Alunan musik klasik ‘Albinoni's Adagio in G Minor’ yang dimainkan Daya telah memukau juri yang datang dari berbagai negara. Papa dan mama Daya menceritakan pada banyak orang dengan bangga hingga pada suatu hari ungku memanggil mereka sekeluarga untuk makan malam bersama.

Daya mengira dia bisa berkumpul dengan sepupu-sepupunya yang lain saat itu. Ternyata ungku hanya memanggil keluarga kecil mereka.

“Kau membiarkan dia terlalu jauh Ir, kau turuti kemauannya”, suara ungku terdengar lantang dari ruangan perpustakaan rumahnya. Daya bersama Zora yang masih duduk di depan televisi saling berpandangan. Mama dan anduang, panggilan Daya pada neneknya, masih mengobrol santai di meja makan. Mungkin ungku dan papa mengira Daya dan Zora juga masih berada di ruang makan sehingga berbicara dengan lantangnya.

“Daya itu cucu laki-lakiku satu-satunya sampai saat ini Ir. Dia yang paling besar pula diantara cucuku yang lain. Dengan beban main musik-musik itu saja, dia masih juga juara di sekolahnya. Suruh dia lebih serius, Irwan. Ikutkan olympiade matematika, fisika, kimia, apalah, yang lainnya, yang menggunakan otaknya”, kalau saja yang berkata bukan ungku, Daya tentunya sudah mencoba menyela. Zora menatapnya kakak laki-lakinya itu. Sinar matanya terlihat bersimpati pada perasaan Daya.

Belum lagi selesai pikiran Daya mencerna maksud dari untaian kata-kata ungku, bagian yang lebih menyakitkan pun menyusul dilantunkan ungku. “Belum lagi gayanya Ir, kau kira aku tak lihat, lemah gemulai seperti anak gadis. Kau ikutkan dia karate, taekwondo, silat, atau apalah Ir, yang melatihnya jadi laki-laki. Malu kita dibicarakan orang satu kota ini nanti”, ungku masih dengan suara lantang.

Zora menarik pergelangan tangan kakaknya. “Kak, baiknya kita duduk di taman saja”, Zora memilih mengajak Daya keluar. Sebagai adik, sebenarnya Zora banyak sekali berusaha melindungi perasaan Daya. Zora melihat kakaknya diejek dan diolok di sekolah, dia tak ingin Daya menghadapi hal yang sama di rumah, di dalam keluarga.

Kaleidoskop berbagai kenangan masa kecilnya masih membayang di benak Daya. Tubuhnya sudah terasa cukup segar. Sekali lagi dia menarik nafas panjang. Daya memilih melapangkan hatinya, menerima segala perkataan dari orang-orang terdekatnya, menghadapi segalanya, namun di sisi yang berbeda juga tak rela melepaskan segala mimpinya.

Related chapters

  • Pelangi di Langit Malam   Persahabatan

    Berjalan keluar dari ruangan shower, Daya menyambar bathrob berwarna hijau lumut yang tersampir di gantungan handuk kemudian memakainya, kemudian mengambil satu handuk lagi untuk mengeringkan rambutnya.Langkahnya terhenti di depan kaca besar meja wastafel. Daya biasanya mengeringkan rambut dengan hairdryer di bagian tersebut dan menata rambutnya. Hari ini Daya merasa malas untuk melakukan itu semua.Daya menatap kaca di depannya yang masih dipenuhi embun dari uap air hangat ketika dia berlama-lama di bawah pancuran. Bayangan dirinya tampak samar. Daya menarik nafas panjang sembari mengangkat tangannya, mencoba menghalau embun yang menutupi cermin. Dirinya di dalam cermin tampak mewujud semakin jelas.Daya memperhatikan bagian demi bagian dirinya yang dipantulkan cermin. Terlahir sebagai lelaki, Daya memiliki wajah yang rupawan. Bola matanya yang berwarna coklat tua tampak sempurnya berbingkai kelopak berbentuk almond eyes. Kedua mata

    Last Updated : 2021-09-12
  • Pelangi di Langit Malam   Pembicaraan Tante Azmi

    “Zora, kakak boleh masuk?” Daya berkata seraya mengetuk pintu kamar Zora. Zora menghambur dari kursi meja belajarnya. Separuh berlari membukakan pintu untuk Daya.“Kak, sini kak”, Zora menarik Daya masuk ke dalam kamarnya, kemudian segera menutup pintu kamar itu. Daya menjatuhkan badannya di karpet duduk dalam kamar Zora. Zora mengikuti kakaknya, duduk tepat di depannya.“Kakak baik-baik saja kan?” Zora bertanya sambil menatap wajah kakaknya. Dia bisa melihat bahwa mata Daya masih sembab setelah menangis sesiangan. Gadis itu sangat sayang pada kakaknya. Wajahnya serupa dengan Daya, hanya saja, Zora adalah versi perempuannya.“Nggak tahu ya Ra, kakak bener-bener merasa putus asa. Papa dan mama memang tidak pernah mau paham apa yang kakak rasakan”, Daya duduk membungkuk dengan memeluk kedua lututnya yang bersilang vertikal di hadapannya. Kepalanya bersandar pada lutut kirinya.Zora mendekat pada Daya, salah sa

    Last Updated : 2021-09-12
  • Pelangi di Langit Malam   Mencari Akar Permasalahan

    Zora memandang Daya yang menggelengkan kepalanya dan memberikan ekspresi serta gerak bibir mengisyaratkan bahwa dia tidak ingin pergi. Matanya membesar, bingung dengan kemauan kakaknya itu. Daya memilih membiarkan Tante Azmi mengetahui mereka berdua di tangga. Zora yang sudah berdiri tidak menyetujui dan menarik lengan Daya supaya berdiri. Namun terlambat, Tante Azmi sudah menginjakkan kakinya di anak tangga setelah belokan. Menyadari mereka berdua sedang beradu argumen dalam bahasa isyarat, Tante Azmi tersenyum namun tetap naik dengan tenang dan tidak mengeluarkan sepatah katapun hingga anak tangga terakhir. Daya dan Zora yang bersiap menyapa mengurungkan niatnya melihat tante Azmi memberikan isyarat untuk diam dengan menaruh jari telunjuknya melintang vertikal pada bibirnya. Melewati Daya dan Zora, Tante Azmi menarik pelan tangan kedua keponakannya tersebut, mengajak mereka untuk mengikuti Tante Azmi. Tante Azmi memandang mereka berdua dan menunjuk ruang baca. Daya

    Last Updated : 2021-09-13
  • Pelangi di Langit Malam   Bulan Purnama

    Daya menarik nafas panjang, mencoba merasa-rasa, apakah dia bisa mengatakan keseluruhan isi hati kepada Tante Azmi. Akankah Tante Azmi mengerti atau juga akan menolak segala pikirannya. Dalam kepalanya, Daya sungguh menerawang jauh, berpikir, menganalisa.Tante Azmi yang memiliki latar belakang profesi sebagai psikiater tentu lebih memahami seluruh gejolak yang dirasakan Daya. Pendidikan yang dilewatinya jauh di luar negeri mungkin juga sudah banyak merubah persepsinya mengenai dunia.Di sisi lain, Tante Azmi juga merupakan anggota keluarga besar yang kemungkinan juga akan menolak keinginan Daya demi kehormatan keluarga besarnya tersebut. Raya mencoba memahami posisi orang-orang lain di sekitarnya, di dalam keluarganya. Siapakah yang menginginkan cibiran dan ejekan dari masyarakat sekitar karena ada anggota keluarga yang tak jelas lelaki atau perempuan? Siapa pula yang mampu menerima anggota keluarga yang sudah diketahui termasuk ke dalam salah satu jenis gender lalu k

    Last Updated : 2021-09-14
  • Pelangi di Langit Malam   Jean atau Joana?

    Lebih dari 15 tahun yang lalu. Saat itu adalah malam hari terakhir di bulan Agustus, sekaligus menjadi malam hari terakhir libur musim panas. Ini adalah tahun pertamanya di Perancis. Azmi membayangkan kembali ke perkualiahan membuatnya tegang. Sungguh kebebasan itu sebenarnya adalah tanggung jawab yang lebih besar, dan tanggung jawab itu sendiri berarti beban yang sangat berat.Dalam hati Azmi mengutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia berani mengambil keputusan untuk melanjutnya pendidikan kedokteran di Perancis. Nilai pas-pasannya saat lulus sekolah menengah atas di Indonesia pun sungguh diragukan akan mampu berhasil dengan mulus memasuki jurusan kedokteran pada perguruan tinggi negeri di negara sendiri. Namun berkat kelimpahan materi yang dimiliki keluarganya, papa Azmi yang juga seorang dokter berhasil menemukan agensi yang mampu mengurus segalanya hingga Azmi akhirnya berhasil duduk manis di Sorbonne University.Azmi sebenarnya sangat pintar, nilai IQ-nya bahkan

    Last Updated : 2021-09-17
  • Pelangi di Langit Malam   Rewrite The Star

    Dalam hati Azmi memang sudah memastikan bahwa yang memencet bel pintu apartemen adalah Jean, atau Azmi lebih suka memanggilnya Joana. Namun untuk memastikan Azmi tetap mengintip melalui lubang pengintip. Tidak ada siapapun disana, Azmi terdiam, menduga memang ada orang usil yang memencet bel pintunya.Azmi bersiap untuk berbalik, teringat bahwa kalau saja itu Joana, tentu dia sudah membuka pintu menggunakan kunci miliknya. Bel kembali berbunyi, Azmi kembali mengintip dari lubang pintu. Kejadian kembali berulang, tidak tampak siapapun dan apapun di depan pintu. Azmi menjadi sedikit kesal, menduga bahwa jelas-jelas ada yang sedang mempermainkannya.Sekarang dia tidak beranjak, melainkan menununggu diam-diam di depan pintu. Beberapa waktu, bel tidak berbunyi. Azmi sungguh bukan perempuan yang penakut. Rasa-rasanya dia ingin keluar dan memeriksa.Kali ketiga bel berbunyi, kali ini Azmi tersenyum. Dia tetap diam senyap di tempat, berencana akan membuka pintu secepatn

    Last Updated : 2021-09-17
  • Pelangi di Langit Malam   Lelah

    Azmi dan Joana memesan pizza untuk makan malam. Menyadari bahwa besok harus memulai kembali kegiatan di kampus sudah membuat Azmi merasa malas melakukan apapun. Dia juga masih memiliki beberapa tugas yang harus diselesaikan, beberapa materi yang harus dipelajari kembali sebagai persiapan, bila tidak ingin mempermalukan negaranya. Membayangkan itu semua, mempelajari segala sesuatu yang tidak membuatnya tertarik sungguh mengumpan rasa kantuknya. Azmi merasa ingin segera tidur saja.“Hey, perempuan Indonesia yang cantik, kamu kelihatan mengantuk. Sudah pasti aku tidak salah menduga, pasti sepanjang liburan kamu hanya mengajak tidur buku-buku pelajaranmu dan melukis di balkon ini. Sekarang katakan kalau aku benar”, Joana tertawa geli memandang wajah sahabatnya itu.Azmi mengibaskan rambut pendeknya yang sebahu, lalu mengikatnya secara asal. Tidak perlu mengatakan tidak, dia jelas tak bisa mengelak. Lukisan-lukisan barunya bergelantungan di dinding. Bekas-bekas

    Last Updated : 2021-09-19
  • Pelangi di Langit Malam   Introgasi

    Seluruh tubuh Azmi bergetar melihat pemandangan di dalam kamar mandi. Lututnya terasa goyah, dan kepalanya berkunang-kunang.Azmi hampir saja pingsan. Sahabatnya terduduk di bawah shower. Ada dua luka sayatan yang terbuka melintang di pergelangan tangannya sementara tubuhnya yang mengenakan baju t shirt putih penuh bercak darah tampak pucat pasi. Kepalanya tersandar ke sudut kamar mandi.Air yang mengucur dari keran shower memang telah mengalirkan darahnya, namun bercak darah di dinding dan bajunya masih melekat. Azmi merasa limbung, berdiri untuk kembali ke kamar dan menelpon bantuan.Beberapa menit setelahnya, bantuan datang. Petugas kesehatan membawa jenazah Joana dengan mobil ambulan sementara, sementara Azmi harus ikut ke kantor kepolisian setempat untuk memberikan keterangan.Azmi pasrah, tidak mengapa dia disibukkan seharian. Namun kehilangan sahabat yang biasanya selalu bersamanya membuat Azmi tak mampu berpikir dengan lurus. Entah apa yang harus

    Last Updated : 2021-10-10

Latest chapter

  • Pelangi di Langit Malam   Mencari Solusi

    Makam Joana berada di atas perbukitan di kota kelahirannya itu. Satu per satu orang yaang mengikuti acara pemakaman sudah pulang. Sekarang hanya tinggal Azmi dan Rene yang masih berada di makam tersebut. Rene tidak mau mengusik Azmi yang masih tampak menatap makam tersebut.“Aku akan menunggumu disana Az”, kata Rene pada Azmi. Azmi mengangguk pada Rene.“Aku akan menyusul sebentar lagi”, kata Azmi sebelum Rene beranjak.Azmi menatap nisan bertuliskan nama Joana. Beberapa pelayat dan keluarga Joana menaruh bunga di makam tersebut, termasuk Azmi.“Joana, maafkan aku. Maafkan aku tidak menemanimu sampai pagi malam itu. Maafkan aku membuatmu merasa sendiri. Aku berharap kau menemukan kedamaian disana. Aku berjanji padamu, aku akan menyelesaikan pendidikanku kedokteran dan melanjutkan di jurusan kejiwaan. Setidaknya, aku akan memiliki kesempatan seperti kesempatan yang tidak aku ambil sehingga berakibat kepergianmu. Selamat jalan

  • Pelangi di Langit Malam   Upacara Pemakaman

    Beranjak minggu ketiga setelah meninggalnya Joana, Azmi merasa tidak ingin melanjutkan untuk tinggal di apartemen yang ditinggalinya bersama Joana dulu. Bukan karena takut, bukan pula karena merasa apa-apa. Hanya saja Azmi tdak mampu melepaskan bayangan sahabatnya itu dari ingatannya setiap kali dia melihat ruangan tempat dia dan Joana dulu bersama.Orangtua Azmi yang mengetahui tetang meninggalnya Joana kemudian juga meminta Azmi pindah ke apartemen lainnya. Azmi tentunya hanya mengatakan bahwa kematian Joana disebabkan oleh kecelakaan agar tidak menimbulkan keributan pada orangtuanya. Rene membantu Azmi untuk pindah ke apartemen yang sama dengannya. Namun berbeda dengan sebelumnya, Azmi sekarang memilih studio apartemen dengan satu kamar saja.Hari itu sudah memasuki minggu ketiga sejak kepergian Joana. Orangtuanya sungguh kesulitan menemukan rumah duka yang meau menerima pelayanan jenazah untuk Joana. Kebanyakan rumah pelayanan pemakaman menolak karena penyebab kema

  • Pelangi di Langit Malam   Waktu dan Kesempatan

    Interogasi terhadap Azmi sudah selesai. Di pintu keluar dari kantor kepolisian, Azmi berpapasan dengan Madeleine dan Raphael Dubois, orangtua dari Joana. Sebenarnya mereka semua baik kepada Azmi. Azmi sudah beberapa kali datang kerumah mereka. Pada awalnya, kedua orangtu aitu sangat senang,, mengira bahwa pada akhirnya Jean mereka datang membawa kekasih. Namun, itu tentu disangkal oleh Jean yang mengatakan bahwa mereka berdua adalah sahabat. Azmi juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan kedua orangtua Joana. Mereka mungin saja tidak benar-benar mengerti dengan apa yang dihadapi Joana setiap harinya. Mereka tidak mampu memahami apa yang ada dalam pikirannya, apa yang menjadi kehendak dari anak mereka itu. “Maafkan aku, aku sangat berduka atas kepergian Jo..maksudku Jean”, kata Azmi pada kedua orang itu. Madeleine memeluk Azmi, “Aku tahu bahwa kau juga sangat terpukul atas kejadian ini Azmi. Kami minta maaf padamu, kau harus menghadapi semua itu sendirian”. Wanit

  • Pelangi di Langit Malam   Introgasi

    Seluruh tubuh Azmi bergetar melihat pemandangan di dalam kamar mandi. Lututnya terasa goyah, dan kepalanya berkunang-kunang.Azmi hampir saja pingsan. Sahabatnya terduduk di bawah shower. Ada dua luka sayatan yang terbuka melintang di pergelangan tangannya sementara tubuhnya yang mengenakan baju t shirt putih penuh bercak darah tampak pucat pasi. Kepalanya tersandar ke sudut kamar mandi.Air yang mengucur dari keran shower memang telah mengalirkan darahnya, namun bercak darah di dinding dan bajunya masih melekat. Azmi merasa limbung, berdiri untuk kembali ke kamar dan menelpon bantuan.Beberapa menit setelahnya, bantuan datang. Petugas kesehatan membawa jenazah Joana dengan mobil ambulan sementara, sementara Azmi harus ikut ke kantor kepolisian setempat untuk memberikan keterangan.Azmi pasrah, tidak mengapa dia disibukkan seharian. Namun kehilangan sahabat yang biasanya selalu bersamanya membuat Azmi tak mampu berpikir dengan lurus. Entah apa yang harus

  • Pelangi di Langit Malam   Lelah

    Azmi dan Joana memesan pizza untuk makan malam. Menyadari bahwa besok harus memulai kembali kegiatan di kampus sudah membuat Azmi merasa malas melakukan apapun. Dia juga masih memiliki beberapa tugas yang harus diselesaikan, beberapa materi yang harus dipelajari kembali sebagai persiapan, bila tidak ingin mempermalukan negaranya. Membayangkan itu semua, mempelajari segala sesuatu yang tidak membuatnya tertarik sungguh mengumpan rasa kantuknya. Azmi merasa ingin segera tidur saja.“Hey, perempuan Indonesia yang cantik, kamu kelihatan mengantuk. Sudah pasti aku tidak salah menduga, pasti sepanjang liburan kamu hanya mengajak tidur buku-buku pelajaranmu dan melukis di balkon ini. Sekarang katakan kalau aku benar”, Joana tertawa geli memandang wajah sahabatnya itu.Azmi mengibaskan rambut pendeknya yang sebahu, lalu mengikatnya secara asal. Tidak perlu mengatakan tidak, dia jelas tak bisa mengelak. Lukisan-lukisan barunya bergelantungan di dinding. Bekas-bekas

  • Pelangi di Langit Malam   Rewrite The Star

    Dalam hati Azmi memang sudah memastikan bahwa yang memencet bel pintu apartemen adalah Jean, atau Azmi lebih suka memanggilnya Joana. Namun untuk memastikan Azmi tetap mengintip melalui lubang pengintip. Tidak ada siapapun disana, Azmi terdiam, menduga memang ada orang usil yang memencet bel pintunya.Azmi bersiap untuk berbalik, teringat bahwa kalau saja itu Joana, tentu dia sudah membuka pintu menggunakan kunci miliknya. Bel kembali berbunyi, Azmi kembali mengintip dari lubang pintu. Kejadian kembali berulang, tidak tampak siapapun dan apapun di depan pintu. Azmi menjadi sedikit kesal, menduga bahwa jelas-jelas ada yang sedang mempermainkannya.Sekarang dia tidak beranjak, melainkan menununggu diam-diam di depan pintu. Beberapa waktu, bel tidak berbunyi. Azmi sungguh bukan perempuan yang penakut. Rasa-rasanya dia ingin keluar dan memeriksa.Kali ketiga bel berbunyi, kali ini Azmi tersenyum. Dia tetap diam senyap di tempat, berencana akan membuka pintu secepatn

  • Pelangi di Langit Malam   Jean atau Joana?

    Lebih dari 15 tahun yang lalu. Saat itu adalah malam hari terakhir di bulan Agustus, sekaligus menjadi malam hari terakhir libur musim panas. Ini adalah tahun pertamanya di Perancis. Azmi membayangkan kembali ke perkualiahan membuatnya tegang. Sungguh kebebasan itu sebenarnya adalah tanggung jawab yang lebih besar, dan tanggung jawab itu sendiri berarti beban yang sangat berat.Dalam hati Azmi mengutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia berani mengambil keputusan untuk melanjutnya pendidikan kedokteran di Perancis. Nilai pas-pasannya saat lulus sekolah menengah atas di Indonesia pun sungguh diragukan akan mampu berhasil dengan mulus memasuki jurusan kedokteran pada perguruan tinggi negeri di negara sendiri. Namun berkat kelimpahan materi yang dimiliki keluarganya, papa Azmi yang juga seorang dokter berhasil menemukan agensi yang mampu mengurus segalanya hingga Azmi akhirnya berhasil duduk manis di Sorbonne University.Azmi sebenarnya sangat pintar, nilai IQ-nya bahkan

  • Pelangi di Langit Malam   Bulan Purnama

    Daya menarik nafas panjang, mencoba merasa-rasa, apakah dia bisa mengatakan keseluruhan isi hati kepada Tante Azmi. Akankah Tante Azmi mengerti atau juga akan menolak segala pikirannya. Dalam kepalanya, Daya sungguh menerawang jauh, berpikir, menganalisa.Tante Azmi yang memiliki latar belakang profesi sebagai psikiater tentu lebih memahami seluruh gejolak yang dirasakan Daya. Pendidikan yang dilewatinya jauh di luar negeri mungkin juga sudah banyak merubah persepsinya mengenai dunia.Di sisi lain, Tante Azmi juga merupakan anggota keluarga besar yang kemungkinan juga akan menolak keinginan Daya demi kehormatan keluarga besarnya tersebut. Raya mencoba memahami posisi orang-orang lain di sekitarnya, di dalam keluarganya. Siapakah yang menginginkan cibiran dan ejekan dari masyarakat sekitar karena ada anggota keluarga yang tak jelas lelaki atau perempuan? Siapa pula yang mampu menerima anggota keluarga yang sudah diketahui termasuk ke dalam salah satu jenis gender lalu k

  • Pelangi di Langit Malam   Mencari Akar Permasalahan

    Zora memandang Daya yang menggelengkan kepalanya dan memberikan ekspresi serta gerak bibir mengisyaratkan bahwa dia tidak ingin pergi. Matanya membesar, bingung dengan kemauan kakaknya itu. Daya memilih membiarkan Tante Azmi mengetahui mereka berdua di tangga. Zora yang sudah berdiri tidak menyetujui dan menarik lengan Daya supaya berdiri. Namun terlambat, Tante Azmi sudah menginjakkan kakinya di anak tangga setelah belokan. Menyadari mereka berdua sedang beradu argumen dalam bahasa isyarat, Tante Azmi tersenyum namun tetap naik dengan tenang dan tidak mengeluarkan sepatah katapun hingga anak tangga terakhir. Daya dan Zora yang bersiap menyapa mengurungkan niatnya melihat tante Azmi memberikan isyarat untuk diam dengan menaruh jari telunjuknya melintang vertikal pada bibirnya. Melewati Daya dan Zora, Tante Azmi menarik pelan tangan kedua keponakannya tersebut, mengajak mereka untuk mengikuti Tante Azmi. Tante Azmi memandang mereka berdua dan menunjuk ruang baca. Daya

DMCA.com Protection Status