Di salah satu kamar rawat di rumah sakit terbesar di Kalimantan Selatan. Seorang pria berusia sekitar 40 tahunan sudah lima bulan terbaring lemah di atas brankar dengan peralatan medis terpasang di bagian tubuhnya."Kapan aku pulang? Aku sudah lelah berada di sini. Penyakitku ini tidak mungkin akan sembuh. Hanya kematian yang akan menghentikan penderitaanku," rintih pria bernama Rendy mengusap perutnya yang semakin hari semakin membuncit.Sementara di samping brankar, dua orang wanita terisak mendengar keluhan yang Rendy keluhkan hampir setiap hari."Papa nggak boleh berkata seperti itu, pamali. Umur Papa masih panjang, masih ada jalan untuk kita hidup bersama. Percayalah dengan takdir! Papa pasti sembuh," bujuk Anna mengusap punggung tangan ayahnya.Anna menyambar tissue basah di atas meja. Hendak membersihkan tubuh ayahnya yang sudah berdebu seharian belum dibersihkan. Hanya bantuan istri dan anaknya Rendy dapat membersihkan diri."Bagaimana Papa bisa sembuh, biaya berobatnya mahal
"Kami telah memenuhi keinginanmu. Sekarang tepatilah janjimu!" ucap Rendy mengingatkan Levin akan janjinya yang diucapkan beberapa menit lalu.Sentak Levin menepuk kening. Hampir saja ia melupakan janjinya. "Beruntung Ayah mertuaku mengingatkan. Aku nyaris lupa."Levin mengambil ponsel di saku celana. "Silakan tulis sendiri nomor rekeningmu!" perintah Levin menyerahkan ponselnya kepada Rendy.Rendy terkekeh masam. "Aku tidak punya kartu kredit lagi. Semua milikku telah disita bank. Ya kamu taukan masalah perusahaanku yang bangkrut karena ulah dari asistenku sendiri," jelas Rendy raut wajah muram."Uang kas saja!" perintah Fatiya."Aku sedang tidak pegang uang kas. Setiap kali belanja aku selalu menggunakan kartu kredit," ujar Levin berlagak sombong.Terdengar hembusan nafas kasar yang Levin hembuskan. Levin kembali mengambil dompetnya yang begitu tebal dilihat dari luar. Satu kartu kredit dari barisan puluhan kartu kredit lain ditarik keluar dari tempat sesak itu."Ini, ambillah! Isin
Mobil mewah berwarna silver yang Levin kemudikan berjalan masuk melewati pekarangan luas gedung kantor AJ Crop.Rafael yang mengetahui bos besarnya telah sampai, memberitahukan kepada semua pegawai untuk menyambut kedatangannya.Dengan mengangkat kepala dan menegakkan dada kekarnya, Levin berjalan santai melewati para pegawai yang saling bersahutan menyapanya. Namun sapaan mereka tidak ada balasan. Levin hanya lewat tanpa perkataan.Rafael mendekat. Saat berada di depan Levin, ia membungkuk tubuh berikan penghormatan. "Selamat siang Pak Pak Levin," sapa Rafael lembut."Em … Pak Hasby ada di ruang pribadi Almarhum Pak Ryder. Dia bilang ingin bicara sebentar denganmu," ujar Rafael."Kalau begitu ikutlah bersamaku ke ruangan pribadi almarhum Ayahku!" sahut Levin ke tempat dimana mantan asisten ayahnya menunggu.Mereka masuk ke dalam lift khusus direktur. Rafael menekan tombol ke lantai 56, tempat dimana ruang pribadi ayah Levin. Tidak ada percakapan walau hanya sepatah kata di dalam lift
Tidak terasa satu bulan telah terlewati. Keadaan Rendy telah membaik bahkan diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Dan bertepatan di hari pernikahan putrinya dengan Levin, seorang CEO muda putra dari mantan sahabat Rendy sendiri.Selama itu juga Anna tidak lagi berangkat ke sekolah. Ia fokus menyiapkan diri sebagai pembelian wanita. Levin mengirim anak buah mengatur acara. Dan menyewa jasa desainer ternama untuk membuatkan gaun pengantin mewah buat Anna. Biarpun pernikahannya dengan Anna hanya sebatas pemanfaatan semata, Levin tetap mengadakan acara meriah. Walau tidak mengundang orang-orang terdekatnya.Di dalam kamar, Anna sedang didandani oleh seorang perias terkenal di Kalimantan. Wajah pucatnya berhasil disulap bagaikan sosok bidadari. Gaun pengantin yang ia kenakan sangat menawan dan mewah. Harganya pun tidak ramah di dompet."Kamu sangat cantik sekali," puji perias menatap wajah Anna di pantulan kaca.Bahkan Anna sendiri tidak menyangka, wajahnya bisa secantik itu. "Terima kasih!
"Silakan!" sahut keduanya merentangkan tangan mengisyaratkan Levin beranjak dari sana.Berlalu Levin, Hasby dan Agung meninggalkan acara pernikahan super duper mewah itu. Memang sudah saatnya mereka pergi, acaranya telah selesai.Levin kembali mendatangi Anna yang menunggu suaminya selesai berbicara dengan dua orang asing. Anna tidak ingin beranjak sendirian dari pelaminan."Sudah selesai, Mas?" tanya Anna bangkit dari duduknya. "Kalau gitu tolong bawa aku masuk ke dalam rumah! Kepalaku sakit sekali. Aku tidak sanggup terus mengenakan pakaian ini," pinta Anna nafasnya ngos-ngosan."Ayo kita masuk," sahut Levin menggerakkan tangan menggendong tubuh mungil Anna dan membawanya beranjak dari pelaminan."Ganti pakaianmu!" perintah Levin mendudukkan tubuh Anna di kursi depan meja hias.Sambil menunggu Anna mengganti pakaian, Levin melepaskan jasnya, menyalakan kipas angin dan membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ponsel yang seharian tidak disentuhnya, kini menjadi objek perhatian.Meski sta
Sungguh Anna tidak nyaman berduaan begini dengan Levin yang tidak bersuara. Seolah di dalam mobil hanya ada dia seorang, sedangkan Anna dianggap gaib."Mas Levin diam dari tadi," batin Sella gelisah tidak karuan."Dia bukan pria pendiam. Tapi kok bisa-bisanya dia menciptakan suasana hening gini," lanjut Anna menghela nafas panjang.Pada akhirnya Anna membuka mulutnya memulai percakapan. Di sini tidak akan tercipta kehangatan jika satu sama lain diam tidak berani memulai.."Mas, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Anna menyentuh pundak sebelah kiri Levin.Menoleh sebentar, Lebin menganggukkan pelan kepalanya. Lalu wajahnya kembali fokus dengan jalanan yang perlahan gelap karena malam tiba.Selepas itu tidak ada percakapan lagi. Anna tidak ingin mengganggu konsentrasi Levin yang tengah menyelipkan mobil di sela kemacetan hari minggu.Mungkin juga karena kelelahan, Levin malas membuka mulut. Seharian penuh menjadi pengantin. Kadang duduk berdiri menjabat tangan ribuan tamu undangan. Anna y
Di kamar! Malam pertama! Oh astaga! Jantung Anna mulai berdetak kencang. Gadis polos macam Anna belum pernah sebelumnya menjalin cinta. Jangankan menjalin cinta, punya teman pria saja Anna tidak."Rapikan barang yang kamu bawa!" perintah Levin meletakkan tas bawaan Anna di samping ranjang. "Aku mau mandi. Tubuhku sangat lelah dan berbau keringat. Aku tidak bisa tidur dengan keadaan seperti ini," ujarnya.Levin membuka lemari, mengambil handuk miliknya. Lalu melenggang pergi masuk ke kamar mandi, meninggalkan Anna yang sibuk mengeluarkan pakaian di dalam tas.Memang Anna masih polos, tetapi pikirannya terngiang-ngiang bagaimana menjalankan malam pertama ini dengan Levin. Pria yang baru saja ia kenal.Sesaat kemudian, Levin keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk di pinggang, sementara bagian atasnya telanjang memperlihatkan bentuk dada putih bidang, seksi nan kekar. Tubuh Levin begitu sempurna.Anna menggigit bibir hingga berbekas barisan gigi di bibirnya. Pria itu sanga
"Akh …." Levin mendorong masuk lebih jauh ke dalam inti Anna, hingga gadis itu ternganga tidak kuasa menahan rasa sakitLevin merasakan ujung kenikmatan pada malam ini. Biarpun kaya, Levin tidak pernah menggunakan kekayaan untuk menyewa jasa wanita jalang. Wajar jika Levin begitu menikmati tubuh Anna di malam pertama mereka sebagai suami istri.Semakin pria itu memperkencang hentakan, yang membuat Anna terkulai lemah tidak berdaya."Pelan-pelan, Mas!" ucap Anna meremas selimut. Hingga keadaan kasur yang tadi rapi, kini berantakan akibat permainan mereka.Meskipun Anna telah lelah, Levin mengindahkan permintaannya. Ia malah sebaliknya memperkencang hentakkan pinggang. Semakin membuat Anna lemas.Tes! Keringat Levin berjatuhan membasahi wajah Anna. Hingga tiga jam berlalu, Levin masih saja bermain. Sampai Anna tertidur pulas di bawah tubuhnya."Kamu begitu memuaskanku," pujinya meremas kedua belah dada Anna. Mengisapnya, menggigit daun telinga wanita itu hingga membekaskan luka kecil be
Tangan Anna terlihat begitu gemetaran. Dan itu dilihat oleh Levin. Senyuman miring tersungging di bibirnya. Anna benar-benar ketakutan terhadap dirinya."Aku tidak menerima alasanmu!" gertak Levin melipat tangan di dada. "Kamu pikir aku tidak tau siapa dirimu. Maklum habis jadi anak orang kaya. Mendadak miskin ya hidupnya jadi melarat gini," sindirnya memutar bola mata, perkataannya sangat menusuk hati Anna.Sementara Anna hanya diam dan bungkam. Memang kenyataannya seperti yang Levin katakan. Selama hidup di rumah mewah, Anna tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah. Semua diurus pembantu rumah tangga.Tangan kekar pria itu menarik kerah bajunya, mengangkat tubuhnya sampai kaki tidak dapat lagi menyentuh lantai. Hingga lehernya tercekik."Ah, Mas leherku!" jeritnya menepuk-nepuk tangan Levin berharap pria itu memelankan pegangan.Tiba-tiba Levin melepaskannya begitu saja, menjatuhkan tubuh mungil Anna ke lantai. Tidak berselang lama, Levin menarik rambut Anna, memaksanya kembali berd
Permainan tadi malam, berhasil membuat Levin terlena. Sepanjang mengerjakan pekerjaan kantor, pikiran Levin tidak berada di tempatnya."Sialan! Kenapa aku malah terjebak nafsuku sendiri?" gumam Levin saat berada sendirian di dalam ruangannya. "Ingatlah tujuan awalmu! Jangan sampai kenikmatan melarutkanmu dalam delima."Gara-gara itu, Levin tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya. Dia memilih untuk pulang lebih awal dengan alasan tidak enak badan. Akan tetapi beda tanggapan pegawai di kantornya. Mereka malahan melihat Levin sangat sehat, tampak wajahnya ceria lebih dari kemarin.Langkah kaki Levin begitu cepat menyusuri koridor kantor AJ Crop. Para pegawai yang menyapa, diabaikan segitu saja. Mereka tidak tersinggung, sebab tingkah laku Levin memang angkuh.Tiba-tiba … bruk! Seorang gadis mengenakan dress ketat dengan setelan jas hitam terjatuh di lantai setelah tertabrak tubuh kekar Levin."Arghhh," jeritnya saat merasakan sakit di tulang punggungnya terhentak di lantai keramik."Ups …
"Sudah tau aku miskin, kenapa kamu mau menikahiku? Bukankah ada banyak wanita cantik dan sederajat denganmu?" tanya Anna menyeka air mata yang tidak mau berhenti menetes.Tidak ada sahutan langsung, senyum miring terlukis di bibir Levin tarkala melihat wajah tegang Anna. "Anna, Anna, jangan kepedean jadi orang. Aku mau menikah denganmu, bukan karena aku menyukai wajah jelekmu. Ya aku hanya ingin berbaik hati membantu Ayahmu yang bau tanah itu. Kebetulan aku juga butuh wanita penghangat ranjang. Sekalian saja aku beri tawaran bantuan dengan imbalan dirimu," tutur Levin tanpa perasaan.Jedarrr! Seketika hati Anna tersambar.Kemarin adalah hari bahagia bagi Anna, menjadi seorang istri sah dari seorang pria tampan, CEO muda, dan putra dari sahabat ayahnya. Ia berharap hidupnya akan terus menerus bahagia hidup sebagai istri Levin. Namun pada hari pertama rumah tangga mereka ini, kebahagiaan kemarin datang hanya sesaat."Kamu jahat, Mas!" teriak Anna histeris."Aku nggak jahat kok. Aku ini b
Setengah jam berlalu, sarapan yang Anna siapkan telah selesai diolah. Siap diantar ke meja makan. Namun kedatangan Anna terlambat, Levin sudah duduk dengan gelisah di kursi meja makan di ruang makan."Cepatlah!" teriak Levin nyaring. Sesekali melirik jam tangan, sebentar lagi waktunya berangkat ke kantor. Gara-gara Anna, ia agak sedikit terlambat."Sebentar!" sahut Anna seraya membawa piring berisi nasi goreng dengan telur oseng dan sayuran ke ruang makan.Begitu tiba di sana, Anna meletakkan piring tadi di atas meja, tepat di depan Levin. "Ini, Mas. Silakan dimakan!" ujar Anna meletakkan piring berisi nasi goreng dengan sayuran dan telur oseng sebagai menyedap rasa."Astaga! Lama aku menunggu, cuman dihidangkan masakan kayak begini." Levin mendesis kesal."Maaf Mas! Lagian masak nasi goreng simple. Tidak memakan waktu yang lama," sahut Anna membujuk Levin agar tidak mempermalahkan masakannya.Dikarenakan waktu semakin berjalan dan Levin harus segera pergi ke kantor, memaksanya memaka
Ingat habis melakukan apa, segera Anna menarik selimut dan menutupi tubuh polosnya dari pandangan mata Levin, meskipun Levin adalah suaminya sendiri."Buat apa malu begitu, bukankah tadi malam aku sudah melihat tubuhmu seutuhnya. Bahkan kita juga telah menyatu," tutur Levin menatap datar wajah Anna yang timbul semburat merah jambu."Aku masih belum terbiasa," ucap Anna terbata-bata.Levin mendengus kesal sembari mengambil pakaian Anna yang berserakan di lantai. Dilemparkan ke tubuh Anna. "Cepat pakai pakaianmu!" titahnya.Anna hanya mengangguk seraya mengambil pakaian dan mengenakannya secara cepat sebab Levin sedari tadi memaksanya cepat."Segera siapkan aku sarapan! Hari ini aku harus ke kantor," perintah menarik tangan Anna bangkit dari tempat tidur.Belum sempat beranjak dari kamar, Anna memberatkan kaki beranjak dari sana. "Ke kantor, Mas? Kenapa harus pergi? Kita nikmati saja hari pertama usia pernikahan kita," tanya Anna melarang Levin pergi ke luar rumah.Mendengar Anna melaran
"Akh …." Levin mendorong masuk lebih jauh ke dalam inti Anna, hingga gadis itu ternganga tidak kuasa menahan rasa sakitLevin merasakan ujung kenikmatan pada malam ini. Biarpun kaya, Levin tidak pernah menggunakan kekayaan untuk menyewa jasa wanita jalang. Wajar jika Levin begitu menikmati tubuh Anna di malam pertama mereka sebagai suami istri.Semakin pria itu memperkencang hentakan, yang membuat Anna terkulai lemah tidak berdaya."Pelan-pelan, Mas!" ucap Anna meremas selimut. Hingga keadaan kasur yang tadi rapi, kini berantakan akibat permainan mereka.Meskipun Anna telah lelah, Levin mengindahkan permintaannya. Ia malah sebaliknya memperkencang hentakkan pinggang. Semakin membuat Anna lemas.Tes! Keringat Levin berjatuhan membasahi wajah Anna. Hingga tiga jam berlalu, Levin masih saja bermain. Sampai Anna tertidur pulas di bawah tubuhnya."Kamu begitu memuaskanku," pujinya meremas kedua belah dada Anna. Mengisapnya, menggigit daun telinga wanita itu hingga membekaskan luka kecil be
Di kamar! Malam pertama! Oh astaga! Jantung Anna mulai berdetak kencang. Gadis polos macam Anna belum pernah sebelumnya menjalin cinta. Jangankan menjalin cinta, punya teman pria saja Anna tidak."Rapikan barang yang kamu bawa!" perintah Levin meletakkan tas bawaan Anna di samping ranjang. "Aku mau mandi. Tubuhku sangat lelah dan berbau keringat. Aku tidak bisa tidur dengan keadaan seperti ini," ujarnya.Levin membuka lemari, mengambil handuk miliknya. Lalu melenggang pergi masuk ke kamar mandi, meninggalkan Anna yang sibuk mengeluarkan pakaian di dalam tas.Memang Anna masih polos, tetapi pikirannya terngiang-ngiang bagaimana menjalankan malam pertama ini dengan Levin. Pria yang baru saja ia kenal.Sesaat kemudian, Levin keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk di pinggang, sementara bagian atasnya telanjang memperlihatkan bentuk dada putih bidang, seksi nan kekar. Tubuh Levin begitu sempurna.Anna menggigit bibir hingga berbekas barisan gigi di bibirnya. Pria itu sanga
Sungguh Anna tidak nyaman berduaan begini dengan Levin yang tidak bersuara. Seolah di dalam mobil hanya ada dia seorang, sedangkan Anna dianggap gaib."Mas Levin diam dari tadi," batin Sella gelisah tidak karuan."Dia bukan pria pendiam. Tapi kok bisa-bisanya dia menciptakan suasana hening gini," lanjut Anna menghela nafas panjang.Pada akhirnya Anna membuka mulutnya memulai percakapan. Di sini tidak akan tercipta kehangatan jika satu sama lain diam tidak berani memulai.."Mas, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Anna menyentuh pundak sebelah kiri Levin.Menoleh sebentar, Lebin menganggukkan pelan kepalanya. Lalu wajahnya kembali fokus dengan jalanan yang perlahan gelap karena malam tiba.Selepas itu tidak ada percakapan lagi. Anna tidak ingin mengganggu konsentrasi Levin yang tengah menyelipkan mobil di sela kemacetan hari minggu.Mungkin juga karena kelelahan, Levin malas membuka mulut. Seharian penuh menjadi pengantin. Kadang duduk berdiri menjabat tangan ribuan tamu undangan. Anna y
"Silakan!" sahut keduanya merentangkan tangan mengisyaratkan Levin beranjak dari sana.Berlalu Levin, Hasby dan Agung meninggalkan acara pernikahan super duper mewah itu. Memang sudah saatnya mereka pergi, acaranya telah selesai.Levin kembali mendatangi Anna yang menunggu suaminya selesai berbicara dengan dua orang asing. Anna tidak ingin beranjak sendirian dari pelaminan."Sudah selesai, Mas?" tanya Anna bangkit dari duduknya. "Kalau gitu tolong bawa aku masuk ke dalam rumah! Kepalaku sakit sekali. Aku tidak sanggup terus mengenakan pakaian ini," pinta Anna nafasnya ngos-ngosan."Ayo kita masuk," sahut Levin menggerakkan tangan menggendong tubuh mungil Anna dan membawanya beranjak dari pelaminan."Ganti pakaianmu!" perintah Levin mendudukkan tubuh Anna di kursi depan meja hias.Sambil menunggu Anna mengganti pakaian, Levin melepaskan jasnya, menyalakan kipas angin dan membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ponsel yang seharian tidak disentuhnya, kini menjadi objek perhatian.Meski sta