Lili duduk dengan galau di depan teras rumahnya. Sebenarnya ingin menghampiri rumah Reya untuk sekadar memberikan dukungan. Hanya saja dia masih merasa bersalah atas apa yang dilakukan oleh sang ibu. Dan saat ini memilih untuk menjauhkan diri. Memang sih, itu bukan pilihan yang tepat. Akan tetapi, setidaknya bisa membuat perasaannya sedikit lebih baik karena tak harus merasakan rasa bersalah itu. Sewaktu berada di rumah Reya, setiap kali melihat Reya perasaannya merasa terluka, rasa bersalahnya membuncah, Lili Bahkan tak berani untuk mendekati, hanya memandang dari jauh saja. Ponselnya berdering di sebuah pesan dari sepupunya.Kuki:Masih belum jenguk Reya, Lo?Lili:Gue nggak ada keberanian sama sekali.Kuki:Kan itu takdir. Nggak ada satu orang pun yang bisa melawan takdir Li.Lili:Bokap sama nyokap Lo gimana?Kuki:Habis balik dari jakarta bokap gue cuman diam aja. Sementara nyokap gue katanya mau nunggu bulan depan sampai benar-benar stop sama kegiatannya. Gue nggak tahu, apa me
Seorang gadis bertubuh gemuk terbangun seraya menutupi tubuhnya dengan selimut. Itu adalah Reya Yasmitha, 22 tahun pemilik tubuh gempal dan tinggi seberapa. Bukan tipe ideal untu seorang pelakor. Jika kalian membaca pelakor, itu benar. Dua tahun belakangan ia sibuk menjadi simpanan Juniar Adi Pranaja, pria berusia 42 tahun yang mungkin lebih pantas dikatakan ayahnya sendiri. Juniar seorang pengusaha sukses, Adidaya Raja Tekstil adalah perusahaan turun menurun milik keluarganya yang kini menjadi tanggung jawabnya. Jangan tanya tentang kekayaan, ia juga memiliki banyak usaha lainnya termasuk kerjasama dibidang resor juga dunia hiburan. Reya membuka matanya menatap pria di sampingnya yang kini terpejam. Om Jun, begitu Reya memanggil kekasihnya, ungkapan sayang dari gadis itu. Katakan saja Reya gila, tapi Jun punya sejuta pesona yang ia punya selain uang yang memang jangan ditanya jumlahnya berapa. Tatapannya mengintimidasi, rahang tegas, tubuh yang paripurna, terlebih perhatiannya. Bol
Sebuah rumah mewah di kawasan crazy rich Surabaya. Bangunan megah bertingkat tiga megah di bangun dengan nuansa modern minimalis Di depan rumah sebuah taman dan juga air mancur berdiri megah; Lantai tiga ada teras luas dan kolam renang. Kemegahannya berbanding terbalik dengan para penghuni yang individualis dan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Di ruang tengah, Indi tengah sibuk menatap layar ponsel. Ia sibuk dengan kegiatan berkirim pesan singkat dengan para sahabatnya, satu perkumpulan sosialita. Mereka banyak membahas masalah-masalah berita terkini dan juga sibuk mengulas aneka barang branded keluaran terbaru. Sementara Indi sibuk dengan ponsel ia birkan televisi menyala dan menyaksikan kegiatannya berkirim pesan. Indi Denadra, wanita yang kini berusia 41 tahun itu memiliki paras cantik. Bahkan disaat usianya kini telah beranjak empat puluh tahun lebih, masih terlihat begitu cantik. Dengan mata bulat, kulit putih dan juga bibir peach. Tubuh khas standar Indonesia tingg
Reya di dalam mobil menuju Jakarta bersama juniar. Sejak tadi pria itu terus menggenggam tangan ke kasihnya, di kursi belakang. Pria itu sesekali menatap gadis yang ia cintai itu terlihat begitu cemas sambil terus berkomunikasi dengan sang adik. Ibu Reya, Ratna terjatuh di kamar mandi. Tentu saja itu sangat membuat gadis itu cemas.Apalagi adiknya mengatakan kalau sang ibu pingsan.Pertemuan Reya dan Juniar terjadi empat tahun lalu. Saat Lili sahabat Reya yang tak lain keponakan Jun memperkenalkan mereka berdua. Reya dikenalkan dengan Juniar karena ia ingin menjual rumah petak sederhana milik mendiang ayahnya yang meninggalkan hutang ratusan juta rupiah setelah usahanya hancur. Sejak itu kehidupan Reya sebagai ana pertama semakin keras. Ratna menderita penyakit komplikasi sirosis hati, diabetes dan juga darah tinggi di usianya yang kini beranjak 43 tahun. Manis dan pekerja kera itu yang ada di pikiran Juniar saat itu. Ia sering menghabiskan waktu dengan melihat status W******p rekan di
Reya berjalan cepat ke luar seolah takut dibuntuti. Ia takut jika Arka mengikutinya dari belakang karena gadis itu berencana untuk menemu kekasihnya. Akan berbahaya jika Arka memergokinya.Ratna menatap cemas putri sulungnya, apalagi ini sudah cukup malam. "Ka, susul Mbak-mu sana. Udah malam ini."Arka anggukan kepala, ia segera berjalan cepat ke luar dari kamar. Namun, di lorong ia kini tak melihat siapapun. Arka berjalan menuju lorong ke luar dan ia tak juga menemukan Reya."Yaelah, mana nih kakak gue yang gemoy?" gumamnya pada diri sendiri.Reya berjalan ke luar ke parkiran belakang tempat Jun tadi mengantar dan mengatakan akan menunggu untuk memastikan keadaannya. Reya segera masuk ke dalam mobi Jun.Jun sedikit merasa lega saat melihat raut wajah kekasihnya yang terlihat baik-baik saja. Hanya ada Jun dan Reya sementara sopir Jun, meminta ijin untuk ke toilet."Gimana ibu?" tanya Jun."Syukur udah sadar Om dan cuma perlu istirahat karena tulang panggulnya retak," jawab Reya."Kalau
Sore tadi Jun telah tiba di rumah setelah melalui perjalanan darat yang panjang. Entah mengapa ia begitu menyukai perjalanan dengan mobil pribadi. Meski Reya mengatakan agar si om lebih baik naik pesawat saja karena tak ingin pria itu kelelahan, Tetap Saja, Jun nekat naik mobil, menyenangkan untuknya. Saat tiba ia telah disuguhi makan malam spesial ala nyonya rumah. Steak daging, sayuran yang dikukus dan juga dengan bumbu yang ia pelajari selama kursus memasak tahun lalu. Spesial memang dan Juniar tak pernah menolak dan senang juga sebagai pemuas perutnya yang lapar. Kini pria itu rebah di tempat tidur, ada Indi yang kini masih sibuk dengan ponsel miliknya. Asik melihat tiktok yang dibiarkan saja oleh Jun. Jun pernah menegur, Indi bilang kalau ia butuh hiburan, menjadi istri sulit. Meski di rumah ada empat pelayan, dua sopir dan delapan penjaga pikirannya tetap bercabang, katanya.Jun memijat pelipisnya, kepalanya sedikit sakit. Ia merasa cemas dengan Reya. Apalagi mereka punya atura
Pagi ini Jun sudah berada di ruangannya di kantor Adidaya Raja Tekstil. Seperti biasa yang ia lakukan adalah membaca berkas-berkas laporan yang sudah disiapkan oleh sekretarisnya, Siska. Pria itu terlihat begitu gagah dengan setelan jas berwarna navy yang kini dikenakan. Dengan teliti dan tegak, duduk di kursi besar miliknya membaca laporan-laporan itu. Jun memang terkenal begitu perfeksionis dalam pekerjaan mungkin itulah alasannya mengapa ia menjadi salah satu pemilik perusahaan yang disebut memiliki tangan dingin. Bukan hanya perihal mengatur perusahaan, tetapi juga keputusannya untuk memilih siapa saja rekan perusahaan dan juga bagaimana ia bermain di pasar saham. Semua penuh perhitungan, dan itu jelas mengesankan Pria itu terhenti sebentar, kemudian membaca ulang laporan. Ada sedikit yang janggal dari laporan yang ia baca kemudian Jun mengangkat gagang telepon dan menghubungi sekretarisnya untuk masuk ke dalam."Sis Tolong kamu masuk ke dalam ada yang harus saya tanyakan," tita
Kemajuan dalam segala bidang di masa sekarang ini sudah banyak memberikan kemudahan bagi para masyarakat saat ini. Mereka tak harus mendapatkan pekerjaan kantoran agar bisa mendapatkan uang. Bahkan remaja yang masih berada di bangku sekolah saat ini, sudah mampu mendapat uang jajan dengan banyak cara seperti berjualan online atau menulis di platform berbayar. Seperti yang dilakukan Reya dan Lili keduanya sama-sama mencari uang dari menulis dan juga berjualan online. Hingga kebersamaan mereka bukan hanya obrolan yang sia-sia. Suka berbagi pikiran mengenai kepenulisan dan juga bisnis kecil-kecilan mereka berjualan merchandise k-pop."Makin susah cari uang kita. Ini lihat, masa gue ngajuin cerita dari bulan maret belum signed juga cerita gue? Gimana ini?" Lili mengeluh seraya memeluk sahabatnya itu.Sama juga dengan Reya. Hanya saja gadis itu memiliki sugar daddy yang bisa memenuhi kebutuhannya. Rasanya tak akan terlalu menjadi masalah bahkan jika ceritanya tertolak. Hanya aja akan suli
Lili duduk dengan galau di depan teras rumahnya. Sebenarnya ingin menghampiri rumah Reya untuk sekadar memberikan dukungan. Hanya saja dia masih merasa bersalah atas apa yang dilakukan oleh sang ibu. Dan saat ini memilih untuk menjauhkan diri. Memang sih, itu bukan pilihan yang tepat. Akan tetapi, setidaknya bisa membuat perasaannya sedikit lebih baik karena tak harus merasakan rasa bersalah itu. Sewaktu berada di rumah Reya, setiap kali melihat Reya perasaannya merasa terluka, rasa bersalahnya membuncah, Lili Bahkan tak berani untuk mendekati, hanya memandang dari jauh saja. Ponselnya berdering di sebuah pesan dari sepupunya.Kuki:Masih belum jenguk Reya, Lo?Lili:Gue nggak ada keberanian sama sekali.Kuki:Kan itu takdir. Nggak ada satu orang pun yang bisa melawan takdir Li.Lili:Bokap sama nyokap Lo gimana?Kuki:Habis balik dari jakarta bokap gue cuman diam aja. Sementara nyokap gue katanya mau nunggu bulan depan sampai benar-benar stop sama kegiatannya. Gue nggak tahu, apa me
Reya pagi ini terbangun dengan sekujur tubuh yang terasa benar-benar sakit. Beberapa hari ini sama sekali tak makan, membuat tubuhnya sangat lemas. Pikiran dan hatinya kacau berantakan bahkan seharusnya hari ini memiliki jadwal untuk pemotretan. Namun, bagaimana dia bisa pergi untuk melakukan pekerjaannya, sementara tubuhnya sakit seperti ini?Setelah duduk di tepi tempat tidur dan terdiam Reya meminum teh manis yang sudah dibuatkan oleh Arka pagi ini. Pagi ini adiknya itu sudah berangkat ke kampus untuk mengurus keberangkatannya ke Singapura 3 minggu lagi. "Mas Yuji." Reya memanggil dia ingin meminta tolong kepada pria itu untuk mengambilkan obat maag. Karena saat ini benar-benar lemas dan tak bisa bangun sama sekali. Tak lama terdengar suara di depan pintu. "Aku masuk ya?""Iya," sahut Reya. Yuji masuk ke dalam kamar kemudian berjalan menghampiri dan duduk di samping Reya. Jelas aja ia sangat cemas, apalagi melihat keadaan Reya saat ini. Yuji lalu memegang kening Reya, demam. "
Reya terbangun, kemudian berjalan ke luar kamar dan ia masih melihat tenda biru itu berada di depan jalan tepat di depan rumahnya. Semalam berharap kalau dia akan terbangun kemudian menemukan sang ibu yang tengah duduk sambil meminum teh buat tanya. Sejak semalam belum juga makan, padahal kemarin siang sempat sakit perut karena maag-nya kambuh. Dia berjalan ke dapur dan menemukan Yuji yang tengah membuat teh manis. Pria itu memang berniat untuk memberikan pada Reya. Saat Gadis itu berjalan mendekat ia menoleh Dan tersenyum. "Aku lagi buatin kamu teh. Minum dulu ya? Nanti aku beli makanan di luar. Kamu mau apa bubur ayam atau nasi uduk?" Yuji mencoba menawarkan sambil mengaduk teh manis."Aku nggak mau makan Mas.""Harus makan dong. Nanti kamu sakit gimana? Bubur ayam aja ya? Kemarin kan kamu nggak enak perut, ya?" Yuji bertanya dan hanya mendapatkan jawaban sebuah gelengan kepala. Sejujurnya Yuji juga merasa cemas apalagi sejak kemarin Reya benar-benar tak meneteskan air matanya la
Jun terus berada di rumah itu menemani. Meskipun dia tak berinteraksi dengan Reya, pria itu tetap mengawasi dari jauh. siapa tahu Reya membutuhkan sesuatu. Sejak tadi gadis kesayangannya itu berusaha untuk tidak menangis. Bahkan saat pemakaman tadi, Reya benar-benar terlihat tegar mengikuti semua prosesi sampai selesai. Reya hanya ingin mengantarkan sang ibu dengan keadaan yang terlihat kuat. Meski begitu, hal itu sebenarnya yang ditakutkan oleh Jun. Semakin kuat Reya menekan perasaan, semakin akan bertumpuk dan terakumulasi. Akan menjadi semakin menyakitkan untuk Reya. "Mending kamu istirahat aja deh. Lagi Ini udah malam. Ada aku sama Arka." Yuji meminta Gadis yang duduk di sampingnya itu untuk beristirahat.Hari memang sudah cukup larut. Tapi pada tetangga masih berada di sana untuk menemani. Mereka jelas iba dengan keadaan Arka dan juga sang kakak. "Aku nggak apa-apa kok mas." Reya menundukkan kepala, sambil menggenggam tangan adik laki-lakinya. Jun sejujurnya juga merasa terl
Reya duduk di mobil dengan sedih, air matanya terus saja menetes. Yuji tak tega melihat itu, ia kemudian menepuk-nepuk tangan Reya. Hanya itu yang bisa ia lakukan tak bisa banyak bicara karena pasti akan menangis lebih keras nanti.Mobil itu kemudian berhenti tak jauh dari rumah. Banyak orang di sana, sebuah tenda biru terpasang di depan rumah dengan kursi-kursi yang kini diduduki oleh para tetangga. Satu persatu ditatap namun Reya seolah kehilangan memorinya, menatap nanar pada pagar yang terbuka lebar. Ia lupa siapa saja yang berjalan mendekat sampai Yuji kini berdiri di sampingnya.Bendera kuning itu terpasang kuat tempat di samping rumahnya. Reya mengira Kalau mungkin saja nama yang tertulis di sana bukan nama yang ia kenal. Gadis itu berjalan mendekat dengan cepat. Pikirannya masih kosong sementara kakinya terus melangkah mengikuti naluri. Orang-orang memerhatikan, melangkahkan kakinya masuk menuju pintu terlihat Arka yang duduk di samping sebuah jasad.Arka berdiri sambil menang
Kuki berada di ruang tengah, sejujurnya Ia terus memikirkan mengenai hubungan kedua orang tuanya. Meskipun terkesan cuek dan tak peduli, tapi semua hal itu berputar di pikirannya. Apalagi gadis yang menjadi selingkuhan sang ayah adalah seseorang yang sempat ia sukai. Masih ada rasa tak percaya. Jika Itu adalah sebuah kebenaran, jelas ia akan merasa sangat kecewa kepada Reya. Kuki juga tahu kalau lebih baik kedua orang tuanya berpisah daripada kehidupan mereka berdua tak berlangsung dengan baik. Selama beberapa tahun ini sang Ibu memang selalu saja sibuk. Tapi itu juga bukan sebuah kebenaran yang bisa dijadikan alasan bahwa Jun bisa berselingkuh kan? Namun, di sisi lain itu jelas jadi salah satu alasan mengapa Jun berselingkuh. Sebagian Laki-laki itu punya sisi egois dan harga diri yang tinggi. Si ego yang harus diberi apresiasi, laki-laki itu ingin wanitanya merasa membutuhkannya, laki-laki juga butuh tempat untuk bersandar dan juga menceritakan semua hal yang ia rasakan, laki-laki
Pagi ini Indi beristirahat di rumah dan memutuskan untuk tidak ikut kegiatan seperti biasanya. Wanita itu kini tengah duduk di ruang tengah menonton televisi bersama dengan putra semata wayangnya. Kuki sesekali melirik ke arah sang ibu. "Mami kemarin berantem lagi kenapa sih?" Kuki bertanya. Indi menatap ke arah Kuki. "Papi mau minta cerai. Dia milih perempuan selingkuhannya dibanding bertahan sama keluarganya sendiri." Kuki menatap dengan heran, sejujurnya tak terlalu terkejut mengenai perceraian kedua orang tuanya. Karena memang keduanya terlihat sudah sangat berjarak. Tapi, mengetahui kalau sang ayah berselingkuh tentu saja itu hal yang berbeda. "Papi selingkuh? Sama siapa?"Indi memalingkan wajahnya kemudian memilih menatap ke arah televisi. Tengah menimbang apakah harus memberitahu atau tidak. "Kamu kenal perempuannya."Mendengar itu tentu saja membuatnya semakin penasaran. Kuki menatap sang mami, mencoba mencari tahu siapa orang yang ia kenal itu. "Siapa Mi?""Reya," jawab In
Pagi ini Lis terlihat tak bersemangat, ia menyiapkan sarapan dengan lesu. Lili menatap sang ibu yang terlihat tak bertenaga. "Sakit Bu?" Lili bertanya karena merasa cemas dengan kondisi sang ibu. Sejak tadi hanya merebahkan diri."Enggak, kita makan dulu yuk."Selama sarapan pagi itu Lis tak fokus, ia salah menuangkan air teh dan memberikan kepada Lili, padahal seharusnya atau sang suami. Juga beberapa kali dipanggil dan tak segera menyahut. Lili sebenarnya penasaran sekali dengan apa yang terjadi dengan ibunya. Hanya saja pagi ini ia memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan, sehingga memutuskan untuk bertanya nanti setelah pulang bekerja. Setelah semua anggota keluarganya pergi, Lis kemudian memutuskan untuk merapikan diri dan berjalan keluar rumah. Dengan langkah ragu wanita itu berjalan menuju rumah Reya. "Bu Ratih," sapanya dari luar. Tak lama terlihat sosok hati yang berjalan keluar dari dalam. Segera saja membukakan pagar untuk Lis. "Eh, Mbak Lis? Masuk, masuk sini. Ada apa
"Demi perempuan kayak gitu kamu mau cariin aku?! Aku nggak mau cerai dari kamu. Kamu nggak mikirin gimana perasaan anak kita nanti?" Indi menyauti perkataan sang suami yang memintanya untuk bercerai."Perempuan yang mana? Kamu itu selalu nuduh tanpa bukti." Jun mengatakan itu dengan tenang sambil menatap kepada ponselnya. Indi membuka tas kemudian mengeluarkan sebuah amplop coklat. Ia melemparkan kepada Jun. Tentu saja dalam diamnya Indi melakukan sesuatu untuk mencari bukti mengenai perselingkuhan suaminya hal itu yang membuat Indi semakin yakin mengenai perselingkuhan Jun dan juga gadis yang adalah teman dari putranya itu.Jun membuka amplop terlihat foto dari CCTV saat ia masuk ke dalam hotel bersama Reya. Dalam hatinya merasa jengkel, bukankah seharusnya informasi seperti ini menjadi rahasia hotel? Dalam hal ini adalah kesalahan terbesar yang dibuat oleh Jun. Seharusnya pria itu tak membawa selingkuhannya ke hotel di tempat di mana ia menginap dan diketahui oleh keluarganya. "