Jun tengah bersiap kembali untuk rumah sakit. Semalaman juga tak bisa tidur di rumah Lis karena memikirkan tentang Reya. Khawatir sekali dengan kondisi Reya, apalagi semalam diberitahu kalau kekasihnya itu demam. Setelah selesai mandi dan berpakaian Dia segera berjalan keluar menuju ruang makan.Di sana ada Lis, Lili dan juga Kuki yang sudah siap di meja makan. Menu sarapan pagi ini adalah nasi goreng buatan Lis. Jun duduk di sana, Tak banyak bicara sama seperti yang lain. Sepertinya masalah ini sudah membuat lelah keempat orang tersebut."Reya gimana Li?" tanya Lis. "Kemarin waktu aku pulang sih ya oke oke aja Bu. Udah mau makan—" "Semalam dia demam tinggi lagi. Jadi pagi ini saya mau buru-buru ke rumah sakit." Jun memotong pembicaraan di antara Lili dan juga Lis.Kuki hela napas, tentu saja tak salah kalau sang ayah memberikan perhatian. Tapi kali ini jadi sedikit merasa jengah karena sepertinya yang ada dalam pikiran Jun hanyalah Reya. Saat itu seseorang mengetuk pintu. Lili ke
"Mami beneran mau ketemu sama Reya?" tanya Kuki. Jujur saja, ia merasa takut. Reya tengah mengandung dan sang ibu juga saat ini sedang kesal dan marah. Indi dan Kuki kini duduk di dalam kamar. Sejak pembicaraan tadi di ruang makan, ia beristirahat sejenak karena Lis yang akan mengantarkan Indi ke rumah sakit, untuk berbicara dengan Reya. "Ya harus, mami harus tau dia mau apa sampai ngotot mau sama papi kamu," sahut Indi yang kini tengah duduk di tempat tidur. Kuki hela napas, ia tau kalau dalam pikiran Indi saat ini adalah, Reya yang merayu sang ayah dan menginginkan Jun sepenuhnya. "Mami mungkin belum tau, kalau papi yang perkosa Reya supaya dia mau sama papi.""Itu kan kata dia, kamu enggak tau kan apa yang sebenarnya terjadi? Mana ada maling mau ngaku? Kalau semua maling ngaku, ya penjara penuh." Indi masih percaya, kalau sang suami tak mungkin melakukan hal semacam itu.Kuki sadar kalau akan sulit merubah kepercayaan Indi. Ia tau kesan yang dibuat sang ayah terlelu kuat. Bahka
Jun berjalan keluar dengan ragu kemudian menutup pintu. Hanya saja ia tetap berdiri di depan pintu kamar. Menjaga jika sesuatu terjadi di dalam. Takut jika Indi melakukan sesuatu pada Reya. Ia tak ingin terjadi sesuatu pada keduanya.Yuji dan Lis sama terkejutnya ketika ia melihat jun yang berada di luar bersama mereka. Bukankah seharusnya Jun berada dsi dalam kamar dan mengawasi krduanya? "Kok kamu malah ada di luar sih Jun?" tanya Lis."Indi yang minta aku keluar, mereka berdua mau ngomong berdua aja katanya." Jun menjawab terlihat tak fokus karena pikirannya bercabang saat ini. "Yakin kamu? mereka enggak akan ada apa-apa saat kamu ada di sini?' tanya Lis.Jun terdiam ia sendiri tak bisa memastikan itu. Ia hanya percaya kalau Indi tal akan melakukan sesuatu yang buruk pada Reya. Apalagi gadis itu kini tengah mengandung. Di dalam sejak kepergian Jun keduanya masih diam. Reya menunggu karena ia tau Indi mempunyai banyak hal yang harus dikatakan. Indi masih menatap Reya yang terliha
Indi berjalan ke luar dari ruang perawatan. Harga dirinya hancur setelah apa yang dikatakan oleh Reya. Cemburu ia rasakan menguar dari dalam diri. Mengetahui bagaimana Jun begitu menginginkan Reya, hingga melakukan hal seperti itu membuat ia merasa malu sendiri. Ia Indi sadar memang itu adalah kesalahan yang telah ia lakukan. Ketidakpeduliannya pada Jun dan juga putranya membawa ia semakin jauh.Wanita itu menatap pada sang suami yang terlihat cemas. Jelas kecemasan itu bukan ditujukan untuknya. Jun cemas pasti dengan keadaan Reya, dan itu membuatnya semakin kesal. Jun bergerak, berniat masuk ke dalam ruang rawat, tangan Indi menahan. "mau ngapain kamu Mas?" tanya Indi.Jun menatap sekilas, lalu memalingkan wajahnya. "Dia udah nolak kamu, kamu masih kayak gini? harga diri kamu di mana Mas?" tanya Indi yang merasa malu sendiri dengan kelakuan sang suami. Ia menahan amarah, tangannya mengepal hingga buat suaranya bergetar. "Dia lagi sakit Ndi." Jun melemah, suaranya mengiba berharap
Reya menyiapkan diri untuk kembali ke rumah, dokter mengatakan kalau dia boleh pulang hari ini. Yuji saat ini sedang melakukan pembayaran. Setelah merapikan tas miliknya, gadis itu kemudian duduk di tempat tidur dan menunggu. Reya menatap layar ponsel di tangan saat ini sedang berkirim pesan dengan Arka. Senang sekali karena sama adik sudah mendapatkan teman dan juga kini tengah mengikuti kelas penyesuaian. Reya akan memberitahu mengenai kehamilannya nanti ketika Arka kembali.Saat itu pintu terbuka, Reya menatap dengan antusias dia berpikir kalau itu adalah Yuji yang kembali dari ruang administrasi."Kita udah bisa pulang—" Tapi salah, itu adalah Jun. Ucapannya terhenti, dia menatap ke arah pria itu. Ia berpikir walaupun sudah pulang kemarin bersama dengan Indi setelah pertikaian mereka beberapa hari yang lalu. Reya salah, John memang takut rumah Sakit. Dia memberikan waktu untuk Reya lebih banyak lagi beristirahat. Dan karena tadi saat menghubungi Yuji mengatakan mereka akan pulan
'Saya minta maaf, tapi saya ingin mengundurkan diri dari pekerjaan ini.'Itu adalah kata-kata yang diucapkan oleh Yuji kepada Jun. Dan kini rahang Jun menjadi mengeras, tangannya mengepal berpangku pada sisi pintu mobil. Ada hal yang tak benar menurutnya, mengapa tiba-tiba saja Yuji ingin berhenti? Kemudian ia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang."Yudha kamu bisa bantu saya?"Sementara itu setelah berbicara dengan Jun, Yuji kembali masuk ke dalam kamar. Dia melihat kondisi Reya. Gadis itu menangis setelah kepergian Jun. Yuji berjalan mendekat dan segera duduk di samping Reya. Reya menatap Yuji, dia benar-benar bingung dengan apa yang akan terjadi. "Kayaknya aku nggak akan bisa lepas dari Om Jun ya Mas? Dia bisa ngelakuin apa aja."Itu memang benar, karena Jun memiliki segalanya, uang dan juga kekuasaan. Pria itu juga cukup dekat dengan beberapa politikus. Hal itu lantaran memang sebagian bisnis miliknya membutuhkan orang dalam untuk bisa dibangun dan dimulai. Itu memang sudah
Sekarang setiap kali sendirian di rumah, Indi memilih untuk merapikan taman belakang. Menanam aneka mawar dan anggrek hal itu cukup membuat punya kesibukan di rumah. Indi memang sudah tak lagi mengikuti kegiatan roadshow. Tetapi masih ikut sebagai penyumbang dana dan berhubungan di grup bersama dengan teman-teman yang lain. Saat tengah memupuki tanaman, tiba-tiba saja Rara masuk ke dalam menyusul atasannya."Saya sudah dari rumah Bu Yuni dan menyampaikan pesan dari ibu. Saya juga ke sana sambil bawa sembako yang Ibu pesan kemarin." Rara memberitahu. Indi memang lebih senang memberikan berupa barang daripada uang. Ikarena ia paham betul kalau memberikan uang lebih mudah untuk diselewengkan. Meski Indi sudah lama tergabung dalam yayasan tersebut, dia tetap saja tak terlalu percaya pada para pemegang pendanaan. Karena ia dan juga orang-orang bagian keuangan tak terlalu dekat."Terima kasih kalau begitu. Dan jatah untuk pengiriman sembako berarti dua minggu lagi ya Ra. Nanti kamu tolong
"Hamil?" tanya Tata. Wanita itu segera melirik ke arah Yuji. "Emang kalian enggak pakai pengaman kalau berhubungan? Yuji, Yuji, gimana sih?" tanya Tata mengira kalau apa yang terjadi pada Reya adalah kesalahan pria itu."Bukan Mas-" Reya terhenti saat Yuji memotong ucapannya. "Iya maaf Mbak, namanya juga musibah. Hehehe," sahut Yuji kemudian terkekeh kemudian mengusap tengkuknya yang tak gatal. Yuji tidak ingin nama Reya menjadi semakin buruk karena Gadis itu tak mau untuk mengakui apa yang dikatakan Tata. Lagi pula masalahnya akan semakin runyam jika mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Hal itu menyebabkan Yuji pasang badan untuk masalah yang tengah dihadapi oleh Reya. "Enggak usah stop Rey, setelah nanti kamu melahirkan bisa langsung kerja lagi. Kalau memang mau istirahat ya istirahat dulu." Tata merasa sampai saat ini hanya Reya yang paling pas untuk menjadi brand ambassador produk pakaian big size-nya. Dia juga merasa kalau masalah ini sebenarnya cukup sering terjadi di kal
Reya dan Kira tidur di tempat tidur, sementara saat ini Yuji tidur di sofa. Reya dan Yuji merebahkan diri dan saling berhadapan. Sejak tadi mereka mengobrol satu sama lain."Mas, besok Ibu Indi ngajak aku untuk ke panti asuhan." Reya memberitahu. "Ke panti asuhan? Mau ngapain ke sana?" Pria itu bertanya karena cukup heran juga. Kenapa mereka akan ke panti asuhan besok.Reya duduk, kemudian menatap kepada Yuji. Yuji juga ikut duduk dan mereka berdua saling berhadapan. "Ibu Indi ada niat buat ngangkat anak dari panti asuhan. Buat nemenin dia di rumah.""Ya udah, nggak apa-apa kalau kamu mau ikut.""Tapi besok katanya kamu mau ngajak aku ke panti asuhan tempat kamu gede dulu?""Kita masih punya waktu beberapa hari di sini kan? Bisa lusa atau habis pulang dari panti asuhan juga bisa kan?" Reya menganggukkan kepalanya mengerti. "Sebenarnya nggak apa-apa ya kalau kita di sini?"Yuji bangkit, mengambil tongkat yang berada di sampingnya, lalu berjalan mendekat. Ia kemudian duduk di samping
"Nginep sini aja Rey." Indi membujuk. Kini semua sedang duduk di ruang tamu. Membujuk Reya untuk menginap di rumah Jun saja. Sebenarnya hal itu membuat Reya jadi sedikit merasa tidak nyaman. Namun, bagaimana lagi dia tidak bisa menghindar."Iya, kalau kamu butuh apa-apa atau mau ke mana-mana di sini ada sopir yang siap nganterin ke mana kamu mau." Kuki kini menimpali. Sementara Jun duduk sedikit menjauh, dia tidak berbicara apa-apa dari tadi dan juga tidak berusaha membujuk. Pria itu ingin menghargai Indi takut jika sang istri cemburu atu berpikir aneh-aneh. Ia juga tau Reya tak nyaman berada dekat dengannya. "Iya, aku tidur di sini." Reya akhirnya mengalah dan ia memutuskan tinggal di sana selama di Surabaya.Kira turun dari pangkuan Lili lalu berlari menghampiri Reya. "Ibu nen." Kira seperti biasa setelah ia melihat sang Ibu sudah selesai dengan pembicaraannya meminta untuk disusui. "Enggak boleh di sini kan banyak orang sayang," kata reya. Kira membecik, menggembungkan pipi
Indi bersama dengan Lili dan Lis sedang duduk bersama di ruang makan. Kuki, Jun dan Kira sedang berjalan-jalan menggunakan mobil untuk berkeliling komplek pagi ini. Kira sudah berada di sana selama dua hari, anak itu senang sekali. Apalagi setiap pagi sang kakak tiri, dan juga sang papi mengajaknya berjalan-jalan.Jika di Jakarta, Kira lebih banyak menghabiskan waktu bersama Yuji jika pagi sampai sore hari dikarenakan sang ibu yang harus berkuliah. Di Surabaya, Kira juga sangat senang mendapatkan banyak perhatian."Reya benar-benar enggak mau datang ke sini ya?" Indi bertanya, agak kecewa juga karena kemarin saat ulang tahun Reya tak datang.Lili menggelengkan kepalanya kemudian menjawab pertanyaan sang tante. "Iya, dia bilang nggak enak kalau datang. Tante tahulah, dia anaknya emang gitu. Tapi nanti kan dia mau ke sini untuk jemput Kira sama Mas Yuji.""Padahal sebenarnya aku kemarin minta dia datang ke sini loh. Mas Jun juga udah nggak apa-apa kok. Kalau ditelepon atau video call d
Lili kini berada di rumah Reya. Dia sedang bermain dengan Kira. Sudah cukup lama tak bertemu dengan Kira membuat Lili begitu kangen dengan anak itu. Saat ini, Lili dengan Kira berada di ruang tengah. Sementara Reya memasak makan siang. Yuji ingin makan sayur lodeh, ikan asin dan telur dadar. "Masih Yuji ke mana?" Lili bertanya sambil sibuk bermain dengan Kira. "Kemarin, Mas Yuji itu ada rencana mau buka restoran. Jadi, dia lagi cari tempat buat restoran kita berdua. Sekarang, nggak bisa andelin uang dari endorse aja. Lo tau kan gue kuliah, ada cicilan mobil juga." Reya mengeluh. "Om Jun kan kirim uang? Lo pakai aja sedikit." Lili memberi saran."Nggak mau, itu kan emang uang untuk Kira. Semua uang dari Om Jun itu masuk ke tabungan pribadinya Kira. Gue nggak mau ngacak acak ataupun ganggu uang anak gue. Gue enggak tau gimana ke depan, uang itu buat biaya Kira sampai kuliah Li." Reya tidak mau memakai uang Kira Reya selama ini memang tak pernah mengganggu uang yang diberikan Jun u
Dua tahun kemudian...Indi berada di dapur sibuk memasak sayur lodeh, ayam goreng dan juga telur dadar. Menyiapkan makan siang sang suami. Makanan kesukaan Jun selalu tersaji hasil tangan sendiri. "Mbak tolong masukin ke kotak bekal, saya mandi dulu ya. Minta tolong juga Pak Boris buat panasin mobil." Indi berkata, kemudian berjalan menuju kamar untuk segera mandi dan bersiap menuju kantor Jun.Selesai mandi, segera dia berangkat bersama sang sopir untuk menuju kantor suaminya mengantar makan siang. Sudah jadi kebiasaan dua tahun terkahir. Perjalanan hari itu sedikit terburu-buru karena dia terlambat bangun tadi. Perjalanan menghabiskan waktu sekitar 10 menit Sampai akhirnya dia tiba di kantor. Indi segera turun dari mobil, dan berjalan masuk ke dalam. Seperti biasa mendapat banyak sapaan ketika ia masuk ke dalam. Banyak karyawan yang menyapanya dengan ramah dan juga ia menjawab dengan sangat ramah."Selamat siang Bu, "ucap salah seorang karyawan."Selamat siang, sudah jam maka
Jun terdiam cukup lama, menatap pada Reya yang hanya memejamkan mata. Menggenggam tangan Reya sambil entah memikirkan apa. Beberapa kali hela napas, tak berhenti berdoa agar Reya lekas sadar. "Li, Om pulang. Kalau ada apa apa hubungi saya."Lili menatap sekilas, lalu anggukan kepala. "Iya Om. Enggak apa-apa, aku juga enggak sendirian."Akhirnya, ia memutuskan pulang ke apartemen meski Reya belum sadarkan diri. Ia berjalan masuk dan melihat Indi yang masih terbangun, sedang membuat susu untuk Kira. "Kamu pulang Mas?"Pria itu anggukan kepala, lalu duduk di kursi makan. "Mau aku buatin minum?""Kopi boleh," jawab Jun."Aku nyelesain buat susu Kira dulu ya." Indi kembali melanjutkan kegiatannya. Lalu ia menyiapkan kopi untuk sang suami. Sambil menunggu kopi ia menuju kamar, mengantarkan susu untuk Kira. Jun bangkit kemudian berjalan menuju kamar kecil untuk membersihkan diri. Mungkin saja jika membersihkan diri akan membuat tubuhnya terasa lebih segar. Apa yang terjadi pada Reya bena
"Mbak kalau mau istirahat, istirahat aja. Lagian ada Kuki di depan. Nanti aku minta temenin dia." Indi berkata pada Lis yang terlihat mengantuk. "Lemes banget aku Ndi. Kejadian hari ini bener-bener nguras tenaga, pikiran, dan perasaan aku." Lis katakan itu sambil mengusap matanya karena rasa kantuk. "Iya Mbak tidur aja, biar Kira aku yang jagain. Kira mungkin ngerasa kangen sama ibunya." Indi berkata sambil mencium pipi gembil bayi cantik itu. "Iya, soalnya dia semua mau sama ibunya. Makasih ya Ndi," ucap Lis dijawab anggukan kepala oleh Indi.Indi dan Lis bertugas di rumah menjaga Kira. sementara itu, Lili dan Jun berada di rumah sakit untuk menjaga Reya. Kuki bahkan segera terbang ke Jakarta ketika dia mendengar kabar itu dari sang mami."Iya mbak, selama ini dia memang cuman sama ibunya aja. Ya udah, mbak tidur aja.""Makasih ya Ndi. kamu mau jagain Kira."Lis segera tertidur karena merasa sangat lelah. sementara Indi menjaga kirara yang masih terbangun. Siang tadi seharian bay
Lili dan Lis kini berada di kamar, Lili berlari masuk kembali setelah mengambil pakaian dan perlengkapan untuk Kira. Sementara itu Lis yang membersihkan bayi itu. Kira sudah tak menangis setelah Lili membuatkan susu formula untuk Kira."Ada apa sih Li?"Lili menghapus air mata yang terus saja menetes. Ia tak menyangka dengan apa yang terjadi. Saat itu Indi berjalan masuk ke dalam kamar Lis. "Ibu sama Tante ya, aku mau bantu Om Jun."Lis menganggukkan kepala. Setelah mendapat persetujuan dari sang Ibu segera berjalan keluar. Tentu saja harus ada yang menemani Jun saat ini. Sementara itu ini duduk di tempat tidur. Ini adalah pertama kalinya dia bisa melihat Kira dalam jarak yang sangat dekat. Bahkan wanita itu kini menyentuh pipi bayi mungil itu dengan lembut.Lis menatap ke arah Indi. "Itulah di. Kenapa kita harus hati-hati dalam bicara. Apalagi sama ibu yang baru melahirkan. Mbak enggak bermaksud menyalakan kamu. Tahu betul kalau kamu kecewa dan terluka karena ulah Jun. Tapi, Reya it
Jun, Lis, lili dan Indi kini dalam perjalan. Jun berada di depan menyetir mobil, di sampingnya ada Indi, lalu di belakang ada Lili dan juga sang ibu. Perjalanan kali ini cukup lancar karena hari juga sudah cukup siang saat mereka berangkat. "Mbak, kita jangan lama-lama di sana ya. Soalnya kasihan kalau Reya sendirian. " Jun memberitahu sang kakak. Karena sejujurnya Ia juga tak tega meninggalkan Reya sendirian di rumah.Indi melirik tak suka ke arah sang suami. Tentu saja dia jadi kesal, karena apa yang dikatakan oleh Jun yang terlalu memberikan perhatian kepada pelakor itu. "Ngapain sih kamu? Lagian kita kan udah lama juga nggak ketemu sama saudara-saudara. Di rumah kan juga ada Mbak, tenang aja lah." Helaan napas berat terdengar dari Jun. Ia kesal dengan apa yang dikatakan sang istri. "Iya, nanti kamu sama Indi bisa pulang duluan ke apartemen. biar Mbak sama Lili yang di sana agak lama." Lis mencoba melerai pertikaian di antara suami istri di hadapannya. "Indi kamu jangan dulu ng