“Enak sekali Tuan. Aku sampai keluar banyak,” seru wanita itu dengan nafas ngos-ngosan.
“Ayo keluarkan lagi.”
“Tidak, Tuan. Aku sudah lemas.”
“Sudahlah pasti bisa.”
“Ah,” pekikan tertahan Wanita itu saat Andrew kembali memainkan ketiga jarinya. Gerakannya begitu tepat ke titik rangsang dan cepat, sehingga lenguhan wanita itu kembali terdengar. Dan untuk kedua kalinya, lahar muncrat lebih kencang.
Andrew dengan rakusnya menampung semua cairan itu kemulutnya, seakan merasa kurang, dia mencari sisa-sisanya langsung dari sumbernya. Ketiga jarinya masih bergerak cepat. Wanita itu bersiap untuk menyambut gelombang berikutnya.
Kalau Alya menjadi wanita itu. Pasti tidak akan tahan dan meronta meminta supaya Andrew menghentikannya. Tapi bagaimana bisa kalau posisi tangan terikat.
“Cairanmu begitu memabukan. Rasanya melebihi sprite,” ucap Morgan yang mencecap cairan i
“Ayo nungging sedikit,” “Tapi, saya sedang masak, Tuan,”“Bodo amat! Cepat lakukan!” hardiknya. Mawar yang sedang memasak nasi goreng terpaksa menunggingkan bokongnya. Wanita itu mendadak tersendak saat Andrew sudah melakukan gerakan menghujam.“Ah!” Mawar langsung mematikan kompornya. Kemudian, memejamkan mata sambil terus menjaga keseimbangan.Hanya saja, hal itu tidak berlangsung lama. Andrew menarik kejantanan yang masih tegak menjulang dari lubang senggama Mawar sampai berbunyi ‘plup’. Mawar yang masih nungging menoleh ke belakang sambil tersenyum genit. Andrew langsung menarik tubuh sintal itu sampai berdiri, kemudian menyerang bibir Mawar. Lidah kasarnya menyusup ke mulut wanita itu, memaksa lidah Mawar, sehingga terjadi pertautan lidah yang cukup liar di sana.Mendadak Andrew melepas lidahnya. Mawar terlihat terengah-engah. Kemudian tersenyum genit.“Cepat masakny
Ternyata itu jempol Mawar yang masuk ke liangnya bukan jempol Andrew. Meskipun Alya menginginkan jempol yang besar dan kasar itu mengaduk-aduk liangnya, tetapi jempol Mawar juga tidak terlalu buruk. Alya seakan larut dalam permainan mereka bertiga.Tiba-tiba terdengar suara telefon rumah berdering. Andrew berdecak kesal. Sepertinya dia tidak suka ada yang menganggu momen bercintanya. Alya yang tanggap langsung bangkit untuk mengangkat telfon tersebut.“Halo!”“Mama! Tolong Leo Ma!” pekik suara anak-anak diseberang sana. Alya langsung menutup mulutnya yang mengangga. Itu suara Leo, anaknya.“Nak kamu di mana?” tanya Alya panik.Suara berganti menjadi suara dewasa, suara serak basah yang Alya benci setengah mati.“Hahaha… kamu dengar sendiri kan? Anakmu sekarang aku siksa, gara-gara kamu yang egois meninggalkannya dan malah menikah dengan Andrew,” tutur Manto brengsek itu.“Ma
Alya berjalan sambil menahan malu tiada terkira karena telanjang di tengah jalan. Ini adalah hal tergila yang pernah dia lakukan seumur hidup. Meskipun tidak ada orang sama sekali, tapi tetap saja ini adalah hal yang tak pantas. Dan dia melakukan hal serendah ini demi bisa menuruti nafsu kakek bejad itu.Hingga akhirnya dia tiba di depan gerbang yang sudah terbuka lebar, seakan mempersilakannya untuk masuk. Alya nyelonong masuk dengan setengah berlari sehingga dua bulatan indahnya bergerak ke kanan dan ke kiri.“Akhirnya kamu datang juga cantik,” ucap sosok yang muncul dari samping garasi. Terlihat pria tua yang tidak lain adalah Manto itu berjalan mendekatinya. Cahaya merah melayang-layang menandakan bahwa dia sedang merokok.Alya nyaris terjingkat. Kemunculan pria tua itu mengejutkannya. Siapa yang mengira kalau dari kegelapan itu muncul seseorang!“Setan! Genderuwo!”Pria tua itu terkekeh.“Iya, aku gen
Manto rakus sekali makan beef itu yang berujung dengan melahap bibir kecil dari Alya. Alya yang merasakan bau mulut dari Manto seperti terbius. Pasrah saja saat mulut manto Manto melumat bibirnya kemudian lidah kasarnya menyusup ke dalam. Bermain-main liar di dalam sana dengan ludah yang tertelan oleh Alya. Ini adalah sensasi makan beef paling enak yang pernah Alya rasakan.“M-manto.” Alya mendorong tubuh gempal bak beruang itu. Nafasnya tersengal-sengal. Manto tampak tersenyum melihat bibir Alya yang belepotan dengan beef dan ludahnya sendiri.Alya tidak menyangka jika kedatangannya di sini akan disambut dengan permainan buas dari pria tua. Pria bertubuh gempal dengan tonjolan yang sekal di seluruh tubuhnya. Masih terlihat bugar, serta pengalaman bercinta yang tidak perlu dipertanyakan. Alya dibuat terlena dan lupa tentang sosok kejam yang sedang menindih tubuhnya itu. Sosok yang telah menghancurkan keluarganya.Manto melepas tubuh tebalnya dari Aly
*“Bagaimana denganmu? Apakah kamu sudah ingin dimasukin?” tanya Manto. Alya diam saja. Tapi wajahnya memerah karena sesuatu di bawah sana yang terus digesekan naik turun mengenai perutnya. Manto sengaja melakukan itu untuk merangsang Alya.“Ah!” pekikan Alya tertahan di tenggorokan. Dia semakin kuat menggelayut di leher beton Manto. Betapa gesekan benda jumbo itu begitu menggairahkan. Meskipun tidak sebesar milik Andrew, tapi setidaknya cukuplah sebagai pelampiasan malam ini.Tiba-tiba bayang-bayang wajah bengis Andrew melintas di benaknya. Pria idaman yang justru sering membuatnya sakit hati dengan tingkah kasarnya. Yang juga sering mempermainkan nafsu Alya, padahal Alya sudah sangat berhasrat dengan pria yang mirip dengan aktor film laga itu.Tingkah yang berbeda ditunjukan oleh Manto. Manto juga bengis sebenernya. Namun entah kenapa malam ini, sikapnya itu sangat memanjakan dirinya. Alya seperti diperlakukan seperti ratu
Manto mengerahkan rudalnya dengan maksimal. Menggaruk dinding-dinding yang gatal. Ceracau Alya semakin tidak karuan. Tanpa dia sadari, Mengeluarkan kata-kata kotor yang justru membangkitkan libido.“Hmmmm… P-pak!”“Kenapa Sayang?”“J-jangan berhenti P-pak!” pinta Alya. Entah untuk ke berapa kalinya dia menjerit panjang karena klimaks yang begitu deras. Beradu dengan rudal yang semakin mudah keluar masuk. Cairan tumpah ruah. Membasahi kaki gempal Manto.“Tahan, Sayang. Mau keluar lagi hah? Liar sekali kamu,” ujarnya terkekeh. Dalam keadaan normal, Alya tentu marah dengan pertanyaan itu. Namun, tidak untuk saat meninggi seperti ini. Baginya, apapun perkataan yang keluar dari mulut Manto adalah semangatnya bercinta.Alya sempat kecewa karena Manto tidak melanjutkan bercinta sambil menggendong. Mungkin dia sudah kehabisan tenaga. Ah, seandainya, ada pria yang lebih muda dengan tenaga maksimal seper
“Leo!”“Alya bangun Alya, kamu kenapa?” tanya Mawar yang menggoyang-goyangkan tubuh Alya.Alya langsung membuka matanya. Keringat membanjiri keningnya. Pandangannya menyapu sekitar. Dia berada di kamar? Terlihat Andrew dan Mawar juga di ruangan itu.“Kamu mimpi buruk ya?” tanya Mawar lembut. Alya langsung menoleh ke Mawar. Astaga jadi apa yang dialami barusan hanyalah mimpi? Kenapa begitu nyata sekali!“Tolong, anakku! Anakku disiksa sama istri-istri Manto,” ujar Alya dengan mulut gemetar. Sekilas dia melihat sosok gagah Andrew yang memandanginya dengan tatapan tajam.Dia ingat terakhir kali berlari dari dapur, kemudian menangis di dalam kamar sampai tertidur. Jadi dia tidak pernah kabur dari Villa itu. Tidak telanjang sampai Villa Manto. Tidak bersenggama dengan Manto. Apa yang dia alami hanyalah mimpi.Namun, tentang Leo. Entah kenapa, dia merasa itu adalah firasat bahwa anaknya memang
Alya keheranan dengan sikap Andrew. Kenapa pria itu mencegah dirinya untuk memeluk anaknya sendiri."Bawa anak ini ke rumah, biar pelayan yang merawat anak ini!" titah Andrew kepada Bernando.Alya terbelalak. Pandangannya mengarah ke Leo yang merengek meminta untuk dilepaskan. Begitu juga Alya yang begitu ingin memeluk anak itu. Namun, Andrew dengan keras kepalanya tidak mengizinkan mereka bersatu."Mama!""Leo!""Bernando! bawa anak ini pergi sekarang!" pekik Andrew yang membuyarkan lamunan Bernando. Pria yang sama gagahnya dengan Andrew itu sepertinya agak kasihan melihat Alya yang dipisahkan dengan Leo. Bukankah tujuannya menyelamatkan Leo untuk dipertemukan kembali Dengan Alya. Tetapi, Bosnya yang super galak itu malah memisahkan mereka."LEO!" pekik Alya tertahan. Dia membungkukkan badan sambil tangannya meraih ke depan. Anak keci
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot."Kok bengong?"Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini."Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri."Silakan duduk." Pintanya.Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku."Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Hari ini aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk menjahit. Saking banyaknya permintaan, sehingga bahan-bahan itu ludes dengan sendirinya.Aku membelinya dengan terburu-buru. Tidak mau meninggalkan Naili lama-lama. Intinya setelah membeli bahan-bahan itu, aku akan segera pulang dan tidak mampir-mampir lagi.Setelah membeli bahan-bahannya, aku segera ke halte untuk menunggu angkutan. Saat sedang asik menunggu, pandanganku tertuju kepada sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Dari kacanya yang terbuka, terlihat Pria tampan yang kutemui dirumah sakit itu sedang memandangiku di balik kacamatanya yang hitam.Aku memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihatnya. Pria di seberang sana malah tersenyum melihatku yang salah tingkah. jangan Maya, kamu jangan sampai kepincut dengannya. Tahan hasratmu Ara tahan. Bisikku di dalam hati.Tidak berselang lama, angkutan berwarna orange pun datang. aku melambaikan tangan sebagai
Kesibukan baruku membuka jalan rezeki bagiku. Terlihat dari beberapa tetangga yang mulai berdatangan untuk meminta di jahitkan. Ada yang sekedar memperbaiki pakaian yang sobek, mengecilkan baju, bahkan ada yang meminta untuk mendesain pakaian baru. Semua kulakukan dengan senang hati tanpa menargetkan penghasilan, karena memang aku suka melakukannya.Lebih dari itu, aku merasa hidupku benar-benar berubah. Tidak lagi memikirkan kehidupan masa lalu yang pahit. Sekarang aku merasa lebih bahagia bersama Naili dengan kesibukanku menjahit. Semua itu lebih dari cukup. Meski tanpa kehadiran lelaki dewasa atau kemewahan yang sering aku dapatkan. Ternyata di perumahan yang kumuh ini aku mendapatkan kebahagiaan.Kondisi Naili juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Bahkan dia sekarang sudah mau untuk berbicara dan mulai tersenyum. Mungkin dia melihat keseharianku yang bersemangat, sehingga semangat itu tertular kepadanya. Menunjukan bahwa aku yang sekarang berbeda jauh dengan
"Kok kita berhenti di sini?" tanyaku keheranan ketika mobil itu berhenti tepat di depan gang rumah kumuh. Selain kumuh tempat itu juga terlihat sempit sekali. jadi tidak ada ruang gerak yang leluasa. Terlebih cuacanya yang di dekat pelabuhan yang terasa panas sekali."Sudah jangan banyak bicara. Sekarang ayo turun." titahnya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Setelah menurunkan koper, aku mengekorinya menuju perumahan kumuh itu."Mulai sekarang kamu tinggal disini." ujarnya sambil menunjuk rumah dengan lebarnya kurang lebih dua setengah meter saja. Enggak kebayang betapa sempitnya di dalam."Enggak ada tempat lain apa? ini sempit sekali." Protesku."Jangan banyak membantah!" ujarnya dengan nada penuh penekanan. Aku hanya tertunduk, aku tahu konsekuensi kalau aku sampai menolak perintahnya."Lagipula, kamu akan sangat betah disini, karena ada seseorang yang special sedang menunggumu di dalam." Orang special? Siapa itu? batinku penasaran. Ace pun segera
Beberapa hari aku dinyatakan sembuh.Aku menyelesaikan tugas-tugas akhirku sebagai guru sebelum pengajuan resign. Iya, semenjak aku pulang dari rumah sakit, aku langsung mengajuan Resign kepada kepala sekolah. Permintaanku di kabulkan asalkan aku harus mengerjakan tugas-tugasku terakhir dulu. Jadi aku harus betah mendengar bisikan pedas dari pada rekan guru dan murid berhari-hari.Imej-ku sebagai guru sudah kacau balau. Kejadian tragis kemarin yang seharusnya salah Pak Gelmar dan Rendy justru menjadi salahku. Menurut pandangan mereka, aku adalah wanita kecentilan sehingga mengundang hasrat para lelaki. Jadi akar permasalahannya ada di aku!Jadi untuk apa aku bertahan di lingkungan yang membenciku? Lebih baik aku pergi dari sini dan memulai kehidupan baru."Ini Pak, semua berkas-berkas yang bapak minta, saya sudah membereskan kewajiban saya sebagai guru." ujarku sambil memberikan berkas-berkas itu kepada kepala sekolah."Akhirnya Madam mengundurkan
"Madam!" seorang Suster mengoyang-goyangkan tubuhku hingga aku tergeragap."Madam mengigau ya." tanyanya sambil tersenyum. Penuh perhatian. Perlakuannya sangat ramah membuatku merasa di 'manusia"kan saat aku menganggap semua orang seperti jijik denganku dan menjauhiku. Atau mungkin ruang yang aku tempati adalah kelas yang elit, sehingga Pelayan Prima di tunjukan oleh suster itu. Untung saja, aku masih punya cukup uang sehingga kupilih ruang yang terbaik di rumah sakit ini."Iya, Maaf." Jawabku kepada suster muda yang mungkin usianya sekitar dua puluhan. sambil mengelus-elus kepalaku yang terasa pusing. Jadi kedatangannya Antonio tadi itu cuma khayalanku Cuma mimpi. Ya Ampun, segitunya aku rindu dengan Antonio sampai dia merasuk dalam mimpiku."Bagaimana kondisi Madam? Apa sudah mendingan?" tanyanya. Ingin sekali ku jawab kalau luka yang ada di liangku itu memang berangsur sembuh, tapi luka batin ini masih mengangga lebar."Sudah agak mendingan. Sudah tidak terasa
Pak Gelmar langsung mencabut sumpalan kain di mulutku. Suaraku yang habis karena teriakan yang ketahan pun sekarang berubah menjadi serak."Rendy, hentikan rendy kumohon." Lirihku dengan suara parau. Sementara dildo makin mengganas memutar di dalam liangku, hingga tubuhku tersentak-sentak."Madam Ara, saya pentokin sampai rahim Madam, Boleh?" kata Rendy yang seolah tidak puas menyiksaku. Pak Gelmar hanya tertawa terbahak-bahak."Hahaha, Bagus rendy. Siksa dia tanpa ampun.""Rendy, kumohon." Entah airmata ke berapa puluh kali yang jatuh, mengiba belas kasihannya. Tapi itu sama sekali tidak membangunkan rasa kemanusiannya."Kok enggak mau? bukannya Madam senang dimasukan seperti ini." ujarnya sambil memaju-mundurkan dildonya hingga membuatku kepayahan. Kurasakan cairanku mengalir di pahaku dengan derasnya. Tidak terhitung lagi berapa kali aku squirt."Banyak banget Madam Ara." Seru Rendy kegirangan. Aku hanya tertunduk lemas. Tenagaku sudah te