Selama beberapa hari ini Rosalyn melakukan terapi demi memulihkan mentalnya. Belakangan ia juga baru tahu bahwa sang suami tengah menjalani hal serupa. Kini keduanya baru saja pulang menjalani pengobatan di klinik khusus.“Jadi kemarin kamu sempat menghilang karena ini?” tanya Rosalyn sambil memandangi wajah Dewa.“Ya, aku kehabisan cara meluluhkan kamu. Mungkin sikapku tidak baik, makanya memperbaiki diri.” Dewa tersenyum lalu mengusap lembut pipi mulus Rosalyn.Setelah dua kali pertemuan, Rosalyn menunjukkan perubahan signifikan ditambah dukungan orang-orang sekeliling yang tidak pernah meninggalkannya. Baik itu Feli atau mertua, semua hadir memberi semangat.Rosalyn mengangguk lalu membuka percakapan lagi, “Ngomong-ngomong siapa pendonor itu? Aku ingin tahu identitasnya.”Dewa berdeham kecil. “Begini, dia …. Tidak mau identitannya diketahui. Sudahlah biarkan saja.”Akan tetapi Rosalyn menangkap sebuah kejanggalan pada tingkah Dewa. Tidak biasanya pria itu bertingkah kaku seperti ini
“Tentu saja! Aku tidak mungkin membiarkan istriku diambil orang.” Dewa tergelak, lalu Fabian memukul punggung pria itu.“Apa kamu tidak akan hadir di persidangan Vinsensia? Jadwalnya minggu depan.” Fabian menunjukkan layar ponsel berisi jadwal persidangan.“Aku pasti hadir memastikan perempuan itu menerima hukuman setimpal. Bagaimana kandungannya?”Fabian menghela napas lantas merapatkan badan dengan Dewa. Sebenarnya Dewa merasa terganggu, tetapi ia tahu rivalnya ini memiliki informasi penting. Untuk itu ia tidak menjauh.Fabian mendekatkan kepala lalu berbisik, “Anak buahku bilang belakangan ini Vinsensia sering mencari masalah dengan tahanan lain. Beberapa hari lalu, dia mengalami pendarahan dan sekarang kandungannya mengalami malnutrisi. Aku sudah menitipkan pesan pada penjaga agar mengutamakan kehamilannya.”Embusan napas kasar keluar dari sela bibir sensual. Dewa mengeratkan rahang sebab dalam sel tahanan saja mantan kekasihnya masih membuat tingkah. Entah mengapa gadis itu tidak
“Kapan terakhir kali kita melakukannya?” Dewa tersenyum manis.Jujur saja jantung Rosalyn berdetak lebih cepat lantaran memandangi wajah sang suami. Ya ini sama seperti sembilan tahun lalu, di mana ia sangat menyukai Dewa. Hanya saja dahulu senyum yang terukir pada pria itu palsu lantaran Dewa sekadar mengambil gambar kemesraan mereka sebagai bukti kepada orang tua.Sekarang … pria itu mengunggahnya ke akun sosial media pribadinya. Tanpa kata-kata dan hanya symbol hati. Selain itu, Rosalyn dapat melihat ketulusan serta pancaran cinta dari kedua netra abu-abu. Andai saja tidak malu, ingin sekali wanita itu menjerit pada langit bahwa cintanya berbalas.“Kamu melamun apa? Tidak suka?” tanya Dewa melihat Rosalyn diam saja.Sejak duduk dalam helikopter, Rosalyn lebih banyak diam. Dewa tidak tahu apa yang sedang dirasakan Rosalyn saat ini.“Rosalyn?” panggil pria itu.“Y-ya?”“Aku mencintaimu,” kata Dewa dengan suara sedikit serak yang menambah kesan romantis.Mendengar ucapan penuh perasaan
“Ya tentu.” Dewa mengangguk sambil menatap lekat sepasang netra hazel yang sangat indah.“Terima kasih.” Rosalyn mentikkan air mata sambil tersenyum bahagia sebab kehidupannya terasa lengkap dan sempurna.Keduanya menyantap beragam menu makan malam. Nafsu makan Rosalyn yang sebelumnya hilang kini kembali seperti semula.Kegiatan kencan berlanjut, Dewa membawa Rosalyn mengunjungi studio foto. Anehnya tempat itu masih beroperasi padahal hari telah larut malam. Keduanya menggunakan pakaian tradisional lalu seorang photographer mengambil gambar mereka.Selain itu Dewa membeli dua pasang sneakers, ia langgung menggunakannya. Tidak lupa membantu Rosalyn mengganti sepatunya juga.“Tingkahmu seperti remaja.” Rosalyn terkekeh kala Dewa berjongkok di depannya sembari melekatkan alas kaki. “Terima kasih sepatunya.”“Kita masih muda, tidak salah melakukan seperti pasangan lain.”Dewa memangkas jarak dengan Rosalyn. Pria itu mengecup bibir ranum yang selalu menjadi candunya.“Ini tempat umum!” kat
“Pak Fabian … maaf, aku harus pulang.” Anna berlari meninggalkan gedung seusai pagutan liar bersama Fabian.“Berhenti Anna!” titah Fabian. Gadis itu merapikan pakaiannya yang kusut akibat kenakalan tangan Fabian. Hampir saja ia terbuai oleh sentuhan menggelora sang bos dan menyerahkan kesuciannya. Kini Anna berjalan kaki, meskipun pegal menggunakan sepatu hak tinggi, ia tidak peduli.Namun perasaan gadis itu menjadi kecewa kala Fabian tidak mengejarnya. Anna menghela napas di halte bus, memikirkan sikap apa yang harus diambil kelak bila bertemu bos mesumnya itu.Dikarenakan hari telah larut, akhirnya Anna menggunakan jasa taksi online. Lagi pula pakaian pesta yang dibelikan Feli terlalu mencolok. Ia tidak mau mengundang atensi banyak orang.**Hari ini bunga-bunga mulai bermekaran menunjukkan keindahan, suhu udara menghangat dan matahari terbit lebih cepat dibanding sebelumnya.Sejak pagi tadi Rosalyn bersama Feli menunggui Arimbi di ruang persiapan operasi. Sedangkan Brahma dilarang
Rosalyn mendengar dari anak buahnya tentang kondisi Vinsensia. Ia juga yakin Dewa sedang menepati janji pada Kevin untuk menjaga anak dalam kandungan perempuan itu.“Dia tidak pernah menemui Vinsensia lagi!” ujar Fabian sangat yakin.Seketika sepasang netra hazel memindai gerak serta ekspresi mencurigakan Fabian. Sehingga pria itu salah tingkah dan menghindar.“Fabian? Apa yang kamu ketahui tapi aku tidak? Kalian membuat kesepakatan apa?”“Tidak ada apa-apa, sudahlah Rosalyn sebaiknya kita kembali ke rumah sakit. Kasihan Arimbi.” Gegas Fabian memutar tubuh dan berjalan menuju mobilnya.Ucapan Fabian dibenarkan oleh Rosalyn. Ia mengekor tepat di belakang teman kecilnya.Beberapa saat kemudian keduanya menginjakkan kaki di pusat medis Kota Zurich. Operasi Arimbi belum selesai dan anggota keluarga masih duduk di ruang tunggu. Saat ini bertambah satu personil; Anna.Namun gadis itu langsung memundurkan badan ke sudut ruangan. Anna juga me
“Kasihan sekali orang itu,” lirih Rosalyn. Saat ini ia menutup mulut menggunakan satu tangan. Paska mendengar penuturan dokter mengenai kondisi ‘pendonor’ perasaan wanita itu menjadi gelisah. Sekarang ia berjalan di tengah koridor—hendak kembali ke kamar Arimbi.Lubuk hati terdalam mengatakan bahwa ia harus menjenguk orang itu. Hanya saja dokter tidak memberitahu di ruangan mana penolongnya itu menginap, bahkan Rosalyn masih belum tahu identitas orang itu.Sebelum masuk ke kamar rawat sang putri, ia menghubungi anak buahnya untuk membantu mencari keberadaan Dewa.Pintu terbuka, tatapan Arimbi langsung tertuju pada Rosalyn.“Di mana Papa, Ma? Kenapa belum datang? Papa ke luar negeri ya?”Setiap celotehan Arimbi tidak dapat dijawab. Rosalyn pun bingung di mana sang suami, bahkan ayah dan ibu mertua saja belum melihat kondisi cucu mereka. Entah ke mana perginya pasangan paruh baya itu.Rosalyn bertanya pada Feli, “Ibu dan ayah belum ke sini?”
Satu hari sebelumnya.“Kenapa belum bangun? Apa kamu bermimpi indah? Heh buka matamu, Dewa!” sentak Fabian dari balik partisi kaca.Selesai proses operasi, Fabian bergegas menghampiri rival sekaligus teman barunya itu di ruang pemulihan khusus. Jauh hari sebelum operasi, Dewa meminta Fabian menghubungi rumah sakit agar memberikan fasilitas ruang tertutup hanya untuknya.Sekarang seharusnya Dewa telah siuman tetapi pria itu masih betah terbuai bersama larutan obat bius.“Dewa … bangun, Nak. Arimbi dan Brahma membutuhkanmu, Rosalyn juga mencarimu,” lirih seorang wanita paruh baya.“Bibi Claudya ….” Fabian mendekat dan berdiri tepat di samping ibu mertua Rosalyn.Sementara Arjuna sedang menemui tim dokter.“Dia ayah yang luar biasa.” Claudya menyeka air mata.“Ya, dia ayah yang bertanggung jawab,” timpal Fabian, lalu dalam hati bicara, ‘Pantas saja Ros