Alih-alih menjawab dan memberi ketenangan pada Rosalyn, justru Dewa menyesap kembali bibir ranum yang membengkak. Tangan pria itu bergerak nakal dan menggelitik manja masuk ke dalam gaun. “Dewa,” lenguh Rosalyn sambil menatap waspada sekeliling. Meskipun berhubungan intim bukanlah pertama kali, tapi berada di tempat seperti ini hal baru baginya. Ia menikmati sentuhan tetapi menahannya sebab terlalu khawatir.“Tidak akan ada yang ke sini. Tenanglah.” Dewa membenamkan kepalanya pada titik sensitif, menyapukan lidah sehingga menimbulkan sensasi geli yang membuat Rosalyn bergerak gelisah.Mengetahui istrinya kurang nyaman dengan posisi berdiri seperti ini. Dewa membaringkan wanita itu di atas meja yang dialasi tuksedo hitam.Ketika Rosalyn hendak bangkit, ia tersentak karena Dewa menarik lembut betisnya hingga kedua kakinya menjuntai dari atas meja.“Aku selalu menginginkanmu Rosalyn,” bisik pria itu. “Pelan-pelan Dewa. J-jangan menyakiti anak kita,” ucap Rosalyn sambil menatap perut
“Anna … kamu harus makan.” Rosalyn duduk tepat di samping temannya.“Rasanya lebih baik aku menemani ibu saja. Rosalyn … aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.” Anna menundukkan wajah dengan dalam.Tadi Fabian memberitahu Rosalyn tentang kondisi yang menimpa Anna. Paska mengetahui kabar duka, wanita itu bergegas menemui temannya. Pernah kehilangan dua orang tersayang dalam hidupnya membuat Rosalyn mengerti perasaan Anna. Ia pun merangkul bahu ringkih itu sambil menempelkan kepala Anna pada pundaknya.“Kamu masih punya aku. Anggaplah aku keluargamu juga,” lirih bibir merah Rosalyn.“Tapi … untuk apa aku hidup? Penyemangatku sudah tidak ada.” Bahu Anna berguncang semakin kencang.“Kamu ingat tidak? Di saat satu perusahaan menggunjing dan memusuhiku, hanya kamu yang mau mengajariku cara bekerja, sejak saat itu aku menyayangimu Anna.”Anna hanya diam saja memandangi foto ibunya pada dinding. Perempuan itu teringat bagaimana sang ibu mengembuskan napas terakhir tepat di depannya.
Sambil memandangi layar ponsel berisi pesan singkat dari Rosalyn, Fabian seakan terlempar pada percakpannya bersama mendiang Elsa.Hari itu tepat satu hari sebelum Elsa meninggal menyampaikan pesan pada Fabian.“Tuan Arnold tolong jaga putriku. Dia terlalu sibuk merawatku sampai cuti panjang, kumohon biarkan dia tetap bekerja di perusahan Anda. Bekerja di Maeur adalah impiannya sejak remaja.”Fabian terdiam mendengar ucapan Elsa. Jika merujuk pada ketentuan perusahaan, seharusnya Anna dipecat karena terlalu banyak mengajukan cuti hingga melalaikan pekerjaan.Kala tenggelam dalam lamunan, Fabian mendengar ketukan keras pada kaca di sampingnya.Orang itu berseru, “Buka pintunya!”Fabian membuka pintu dan mengeluh, “Kamu menguntit?”“Enak saja menguntit, aku ke sini mau menjemput istriku!” ucap pria angkuh itu.“Ya jemput saja.”“Heh, mana bisa! Rosalyn ingin menjaga Anna dan menghiburnya. Dia itu pegawaimu bukan tanggung jawab istriku!”“Kamu terlalu berisik Dewa!” Fabian menutup kembali
“Rosalyn …,” lenguh Dewa sambil meraba di samping tubuhnya. Seketika pria itu membuka mata lantaran tidak ada siapa pun.Dewa mengedarkan pandangan dalam kamar, lalu memanggil, “Rosalyn?”Kemudian ia melirik ke atas nakas dan mengernyit mendapati secarik kertas. Dewa membaca kata-kata yang tertulis di atasnya.[Titip anak-anak satu hari saja. Aku pergi Jenewa dulu. Nanti malam aku pulang]“Sial!” Dewa meremas kertas itu menjadi bola kecil. Suasana hati pria itu menjadi berantakan, sebab dengan tega Rosalyn meninggalkannya seusai percintaan panas semalam.Dewa bergegas membersihkan tubuh dan menemui kedua anaknya dalam kamar. Betapa terkejutnya ia melihat Arimbi sedang merintih kesakitan.“Kenapa Sayang?”“Kepalaku sakit Pa. Kaya ditusuk-tusuk. Mama di mana ya? Tumben belum ke kamar.” Mata sayu Arimbi menatap pintu kamar.“Mama ada urusan dulu sebentar, nanti Mama ke sini.” Dewa memeluk erat putrinya lalu menghubungi Fabian melalui interkom yang terpasang di kamar.Pria itu memerintah
Beberapa jam sebelumnya, Rosalyn sedang membaca berkas kerja sama di kamar hotel. Ia merasa perutnya sedikit sakit, tetapi segera meminum obat.Rosalyn bicara dengan janin dalam perut, “Iya nanti malam kita bertemu Papa.”Tiba-tiba rasa mulasnya menghilang sehingga ia dapat menghadiri rapat dengan tenang. Tidak lupa menggunakan topeng ciri khas Talicia Schmid.Rosalyn melangkah menuju restoran di hotel ini. Penampilan wanita itu amatlah anggun mengenakan setelan kerja berwarna abu-abu. Ditambah rambut panjang tergerai elok dan tersampir pada mantel bulu domba.“Selamat siang Tuan Miller.” Suara merdu Rosalyn menyapa pria tampan yang berusia sekitar empat puluh tahunan.“Hai Nona Schmid, kamu semakin memesona. Silakan duduk, sebaiknya kita bicarakan dengan santai.” Tuan Miller mengulurkan tangan lalu mengecup punggung tangan Rosalyn.Meskipun sambutan ini tampak biasa, tetapi Rosalyn merasa tidak tenang. Entah apa penyebabnya, sulit dijabarkan menggunakan kata-kata sebab hanya bisa dir
Melihat Rosalyn mendesah dan bergerak gelisah, Dewa menyimpulkan bahwa istrinya mengkonsumsi obat perangsang. Selama menikah, ia belum pernah mendapati sang istri dalam kondisi sekacau ini.“Kamu mencari masalah denganku!” teriak Dewa. Ia menatap nyalang pada Tuan Miller.Pria itu meluapkan amarah yang menggelegak dalam dada. Dewa memukul secara brutal Tuan Miller. Membuat hidung serta mulut sosok itu mengeluarkan cairan merah.“Istrimu? Sejak kapan Talicia menikah? Lagi pula itu balasan bagi perempuan angkuh yang menolak pria.” Tuan Miller tertawa mengejek.“Berengsek!” Satu tinju Dewa mendarat tepat pada rahang Tuan Miller hingga tidak sadarkan diri.Sadar bahwa istrinya membutuhkan pertolongan, Dewa langsung menggendong Rosalyn dan membawanya masuk dalam helikopter. Pria itu memerintah Pandu mengemudi sebab pikirannya tengah kalut, malah menambah bahaya nantinya.Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Dewa selalu memeluk erat tubuh gelisah Rosalyn.“Sayang … bertahanlah, kamu kuat
“Apa kamu mengetahui sesuatu? Sebenarnya ada apa?” Rosalyn menatap lekat wajah pias Anna.Seusai melakukan panggilan video bersama Arimbi, ia merasa terdapat kejanggalan. Semua orang seolah menutupi hal penting darinya.Melihat ketediaman Anna membuat Rosalyn yakin telah terjadi sesuatu. Ia mengulang pertanyaannya lagi, “Anna, aku harus tahu karena ini menyangkut Arimbi.” Sepasang netra hazel menangkap gelagat mencurigakan dari Anna. Tadi, gadis itu tidak panik. Kenapa setelah Rosalyn bertanya menjadi diam seperti ini?“I-tu … a-ku.” Anna menghela napas panjang.Rosalyn masih setia menanti, ia tidak mendesak Anna menggunakan kata-kata melainkan melayangkan tatapan tajam.“Sebenarnya … Pak Dewa telah mendapat pendonor yang sesuai dengan Arimbi. Katanya, operasi dilakukan minggu depan.” Rosalyn tercengang. “Apa?!” “Pak Dewa mau bilang tapi kamu menolak bertemu dengannya.” Anna menundukkan wajah.Rasa gundah seketika menyelimuti diri, Rosalyn tidak suka dengan tindakan Dewa tanpa meli
Selama beberapa hari ini Rosalyn melakukan terapi demi memulihkan mentalnya. Belakangan ia juga baru tahu bahwa sang suami tengah menjalani hal serupa. Kini keduanya baru saja pulang menjalani pengobatan di klinik khusus.“Jadi kemarin kamu sempat menghilang karena ini?” tanya Rosalyn sambil memandangi wajah Dewa.“Ya, aku kehabisan cara meluluhkan kamu. Mungkin sikapku tidak baik, makanya memperbaiki diri.” Dewa tersenyum lalu mengusap lembut pipi mulus Rosalyn.Setelah dua kali pertemuan, Rosalyn menunjukkan perubahan signifikan ditambah dukungan orang-orang sekeliling yang tidak pernah meninggalkannya. Baik itu Feli atau mertua, semua hadir memberi semangat.Rosalyn mengangguk lalu membuka percakapan lagi, “Ngomong-ngomong siapa pendonor itu? Aku ingin tahu identitasnya.”Dewa berdeham kecil. “Begini, dia …. Tidak mau identitannya diketahui. Sudahlah biarkan saja.”Akan tetapi Rosalyn menangkap sebuah kejanggalan pada tingkah Dewa. Tidak biasanya pria itu bertingkah kaku seperti ini