Ini bukan kali pertama. Dia dibenci hanya karena sayap-nya terlalu indah. Dibenci atas kelahiran dari benih yang berbeda. Tak pernah sedikitpun, sikap istimewa ditunjukkan. Bahkan guci yang telah menjadi keping – keping tidak secara utuh menjadi salahnya. Sebuah permainan diperankan bersama. Berdua terlibat atas tanggung jawab yang harus dialami sendiri. Namun, anak laki – laki yang lain hanya bisa menyaksikan setiap detil tubuh saudara lelakinya sedang menghadapi masa sulit.Tak seorang anak pun meminta untuk dilahirkan. Akan tetapi, jika suatu kepuasan segera didapatkan dari cara keji seperti ini. Tidak apa – apa merasakan betapa sakitnya menghadapi tingkat kasih sayang yang dibeda – bedakan.Hanya ada satu kasih sayang yang terasa cukup. Pemimpin kerajaan bawah tanah, Raja Vanderox, menarik tubuh anak lelaki dalam setiap hukuman untuk diberi perlindungan. Geraman tertahan dari sang wanita tampaknya habis tak tersisa oleh sisi muak yang akhirnya berujung.“Kau terus sa
Sesuatu yang terasa bergerak sangat lambat di wajah Avanthe meningalkan sepucuk perasaan bingung ketika dia mencoba memikirkan hal apa saja yang terjadi dalam semalam sehingga ranjang yang seharusnya terasa empuk menjadi samar – samar keras dan liat. Avanthe masih berusaha mengumpulkan seluruh informasi di benaknya. Bahkan semerbak wangi menenangkan seolah begitu ingin melarutkan sisa – sisa dari kelopak mata yang sedikit lagi akan kembali memejam. Aroma maskulin ....Suara – suara berbisik di kepala Avanthe. Dalam bayangan kewarasannya, tiba – tiba desakan serius membuat wajah Avanthe menjauh. Dia sudah benar dengan mengangkat separuh tubuhnya diliputi kedua telapak tangan menekan di dada Hores.Apa yang terjadi?Avanthe bertanya – tanya dalam hati. Mengapa dia bisa tidur sambil mendekap tubuh, bahkan menindih Hores sebegitu lekat. Apakah semalam pria itu menyelinap ke kamar secara diam – diam, lalu mengambil kesempatan untuk menikmati kehangatan tubuhnya?Isi kepala Avanthe mendada
Avanthe mengerjakan sisa kebutuhannya secepat yang bisa dia lakukan. Sesuatu di benaknya selalu merambah secara serius saat membiarkan Hope bersama Hores. Avanthe seharusnya tidak setuju, tetapi saat dia sudah mendandani Hope dengan harum mewangi khas seorang bayi, Hores tiba – tiba muncul ke kamar dan menculik gadis kecilnya tanpa izin, atau paling tidak mengatakan sesuatu. Yang paling Avanthe tidak suka adalah Hores yang pergi sesuka hati tanpa pernah mau berdiskusi. Dia tidak tahu ke mana pria itu membawa Hope sehingga merasa perlu mencari putri kecilnya. Ketakutan Avanthe semakin menjadi saat dia tidak mendengar suara Hope di sekitar kamar.Setelah mengikat rambutnya menjadi kuncir satu ke belakang. Avanthe sudah bersiap pergi melangkahkan kaki. Hanya saja, keinginannya mendadak urung ketika suara getar dan layar ponsel menyala segera memberi tahu siapa yang menghubunginya.Kai ....Sudut bibir Avanthe tanpa sadar melekuk tipis. Kai mengirimkan pesan. Kata – kata manis yang terung
Sudah ditemukan satu, tetapi saat Avanthe akan menekan tombol kirim, tiba – tiba sebentuk tubuh jangkung muncul di sekitarnya. Perubahan udara secara signifikan membuat Avanthe gusar. Dia bingung bagaimana Hores bisa beranjak masuk tanpa memberi peringatan, dan bahkan sekarang dengan tamaknya pria itu merenggut ponsel yang dia genggaman.Bibir Avanthe setengah terbuka ingin melayangkan protes. Dia hanya tak tahu bahwa tiba – tiba pula pria itu akan merangkul bahunya, mengajukan kamera depan persis menangkap tubuh mereka—bertiga—bersama Hope yang begitu polos menatap ke arah layar, sementara Avanthe ... masih butuh waktu lebih banyak untuk memahami kalau – kalau Hores sengaja melakukan hal tersebut. Pria itu terang – terangan mengirim foto dengan wajah mereka di sana kepada Kai. Avanthe nyaris tak percaya mengamati setiap kegiatan Hores, yang semakin menjadi dengan tujuan tertentu memperbesar wajah Avanthe yang linglung, dan sungguh dia tampak terlalu menyedihkan dibandingkan Hop
Tadinya Avanthe tidak setuju terhadap keputusan Hores membawa Hope menaiki yacht sampai ke tengah laut. Dia sudah membayangkan angin yang berderai tidaklah bagus untuk bayi berusia awal enam bulan. Hope setidaknya masih terlalu kecil, tetapi apa yang bisa Avanthe lakukan kalau pada akhirnya Hope memiliki ayah yang bodoh, yang tak mau kalah sepanjang perdebatan mereka dengan mengatakan bahwa Hope sudah cukup umur untuk berada di sini—dibiarkan menghinggap di bagian setir.Betapa persis Hores mengatur kaki Hope menembus pada dua lubangan yang dibatasi tiga batang besi, jari – jari tangan mungil dan gemuk milik Hope menggenggam sangat pintar di bagian tertentu. Tubuh gadis kecil itu merekat seperti anak koala, sementara tangan Hores sibuk mengatur kemudi. Avanthe meringis memperhatikan keduanya—semakin tidak tahan saat sayup – sayup suara tawa Hope menembus di udara. Jika Hope terus membuka mulut, dia tidak yakin putrinya akan tetap baik – baik saja setelah sampai di daratan.A
Avanthe tersentak bangun ketika tiba – tiba satu desakan serius mengingatkannya pada perkataan Hores untuk menemui pria itu di luar. Dia tidak tahu seberapa lama membiarkan Hores menunggu. Tetapi sungguh, terlalu ngantuk membuatnya jatuh tertidur. Sesuatu yang secara naluri tidak Avanthe rencanakan. Dia mengerjap. Setelah mengamati Hope yang sedang terlelap puas, tubuh Avanthe segera beringsut, pelan sekali supaya tidak meninggalkan sekecil apa pun suara sekadar membangunkan Hope. Sedikit terburu dia menarik turun kain yang tersibak di sekitar dada, kemudian mengambil beberapa bantal demi mengganjal sisa jarak antara Hope dan pinggir ranjang. Masih dengan keputusan ‘hanya sebentar’, akhirnya Avanthe memutuskan untuk melangkahkan kaki. Sebelum benar – benar meninggalkan kamar, dia mengintip Hope sebentar, sekali lagi, dan akhirnya lewat satu tujuan ambigu, bingung, bertanya – tanya apa yang ingin Hores bicarakan, itu menuntut Avanthe supaya tidak memiliki pilihan selain did
Reaksi yang luar biasa sakit langsung menjalar di sekitar denyut nadi Avanthe. Dia memegangi sebelah wajahnya dan mendapati darah sudah melumuri di ujung jari.Ada keterkejutan hingga Avanthe menoleh ke arah Hores. Pria itu mengerjap cepat, dan seperti baru saja tersadar dari bentuk kejahatan—Avanthe akan menganggap demikian. Dia seharusnya meninggalkan Hores di sini. Iris mata Avanthe berpendar ke tengah lautan. Terlalu buruk bahwa dia harus menyaksikan permukaan air yang terombang – ambing semakin menambah pening di kepala. Buru – buru tangan Avanthe berpegangan pada apa pun, sekali lagi meringis saat memaksakan diri bangun. Berjalan tersaruk – saruk, mencoba dengan cepat melewati pinggir dek kapal—berniat berpijak di antara anak tangga tetapi keseimbangan yang kurang segera melempar tubuh Avanthe ke permukaan laut.Percikan besar secara tidak langsung mendorong air naik ke platform renang, cukup menarik perhatian Hores untuk memperhatikan situasi yang benar – benar t
Avanthe mengerjap untuk sesuatu yang dia tidak tahu alasannya—sesuatu yang terasa begitu jauh untuk digapai. Tak bisa merangkak ke permukaan demi satu informasi yang begitu sayup. Lambat, iris keunguan Avanthe menatap di sekitar dengan pandangan belum kembali secara utuh. Nyaris tak ingat kapan terakhir kali dia berada di sini, dan tiba – tiba terbaring dengan pakaian kering. Bahkan terlalu hening terhadap suatu bentuk perdamaian dalam diri Avanthe.Dia tersentak melawan naluri yang bergolak penuh desakan. Segera menyadari Hope tidak di mana pun di sekelilingnya. Itu membuat Avanthe berdebar keras. Lewat sikap defensif dia menyibak selimut berbulu kemudian terdiam mendapati dirinya, pun ... bukan hanya dibungkus kemeja putih. Avanthe menelan ludah kasar sekadar menambahkan narasi bahwa separuh tubuhnya dalam balutan celana kain panjang yang kedodoran, dengan satu – satu tali pinggang sebagai harapan dan bagian ujung celana dilipat menjadi gulungan tebal.Tanpa sadar Avanthe