Tiba di halaman depan. Avanthe seketika menahan napas—tercekat—lantaran Kai sudah terlempar jatuh kesakitan. Mungkin terluka parah. Mulut pria itu mengeluarkan darah dan betapa Avanthe takut melihat keadaannya. Dia segera bersimpuh sambil menggendong Hope di sebelah lengan. Pelan sekali menawarkan Kai bantuan; pria itu tertatih saat mencoba bangun, dan wajah yang meringis ... turut membuat Avanthe merasa ngilu. Dia mengernyit saat Kai memandangi wajahnya diliputi kerongkongan yang bergerak kesulitan.
“Kau tidak apa – apa, Kai?” Avanthe memperhatikan pria itu lebih teliti—beberapa lebam di pelipis—sudut pipi—hingga ujung bibir yang terlihat robek semakin menambah tuduhan buruk yang mungkin akan Avanthe berikan kepada Hores.Tidak tahu seperti apa bajingan itu sekarang. Sampai detik ini, tidak terbesit sedikitpun niat untuk mengetahui apa yang Hores alami. Apakah juga mengalami hal serupa atau yang lainnya—Avanthe memendam satu tekad penuh untuk tetap mengabaikan, walau samarHope baru saja didudukkan di atas ranjang. Hores menjulang tinggi, sementara mata besar bulat si bayi terus memandanginya dengan gemas. Hope bahkan sedang menengadah tetapi leher gadis kecil itu tidak ada—tidak terlihat—ingin sekali Hores memeriksa bagaimana jadinya jika satu tangannya menggenggam di sana—persis yang sering kali dia lakukan kepada Avanthe. Sialan. Hores mengumpat saat membayangkan kembali wajah Avanthe yang sengaja mengabaikannya. Kai jauh lebih penting—menarik seluruh perhatian Avanthe, seolah ... terlepas apa pun itu, Avanthe hanya peduli seperti apa luka yang pria itu alami, alih – alih sekali saja bertanya; Hores, bagaimana luka tusuk di pinggulmu?Hores menggeram diliputi rahang bergemelatuk kasar ketika mencoba meraba di sana. Ujung kaki Kai menendang—ntah apakah pria itu melihat bekas luka karena dia yang tidak berpakaian telah memberi pria itu petunjuk. Kenyataan, saat ini sedikit luka telah ditambahkan—lebih lebar hingga darah lambat laun menetes m
“Apa yang kau lihat?Begitulah yang pria itu tanyakan setelah memastikan pelbagai tindakannya hanya untuk mengurung Avanthe dan Hope di sini. Di satu kamar yang terasa panas jika melibatkan keberadaan Hores. Avanthe tidak tahu bagaimana dia bisa tenang tepat saat pria telah meletakkan bokong di pinggir ranjang. Membelakangi posisinya dengan wajah separuh berpaling, seakan – akan tak ingin melewatkan setiap gerakan yang sedang Avanthe ciptakan. Dia hanya—perlahan bergeser dan mengatur posisi Hope untuk berada di bagian luar, sementara Avanthe akan berada di tengah – tengah dengan tidur membelakangi Hores. Tidak ada harapan sekadar melarikan diri. Tidak ada gunanya. Semua yang mungkin Avanthe coba lakukan akan berakhir sia – sia berkelipatan. Lebih baik tidur sambil menyusui Hope.Satu bantal untuk Hores segera diambilnya ketika Avanthe merasa ini waktu yang tepat. Benda tersebut akan dijadikan penyangga demi meminimalisir risiko Hope yang ntah – ntah; semoga tidak jatuh
“Kau sudah basah, Ava. Kau juga menginginkannya.”Tidak ada yang bisa Avanthe lakukan. Dia menyerah saat Hores berusaha masuk ke dalam dirinya. Pria itu menggeram, menghadapi perubahan signifikan; dan dengan mudah menekan tubuh mereka menyatu, membiarkan Avanthe merasakan betapa kokoh dan menyesakkannya, hingga tanpa sadar kuku tangan Avanthe menancap di lengan Hores. Segera tangan pria itu bergeser, meremas payudara Avanthe sementara mulut yang terasa panas mendarat di ceruk lehernya—memberi Avanthe serangan kombo dengan meninggalkan bekas kemerahan—yang sebaiknya dipertontonkan kepada Kai—begitulah yang Avanthe temukan ketika dia dan Hores melakukan kontak mata. Pria itu setengah bangun ... menggerakkan pinggul dengan seksi untuk menumbuk tubuh Avanthe lebih keras.Ketegangan Hores luar biasa mantap. Ketika mendapati Hope telah melepaskan puting yang mengkilap basah. Pria itu langsung menarik Avanthe bangun, menderak meninggalkan ranjang dan menyingkir di sudut kamar
Pelan – pelan Avanthe terjaga merasakan sinar matahari membias serius di bagian wajah. Dia mengerjap, menyesuaikan keadaan di sekitar lalu menyadari kancing pakaian tidurnya telah terbuka, termasuk bagaimana bra yang seperti sengaja disingkirkan oleh seseorang. Tidak perlu bertanya siapa yang paling berpotensi melakukan hal tersebut. Avanthe bisa menebak—betapa dia benar – benar diliputi pertanyaan terhadap mimpi buruk Hores semalam, tetapi di waktu bersamaan Avanthe merasa lega, karena pada akhirnya Hores tidak sampai mencelakai Hope. Tangan Hores saat sedang menggeliat gelisah bisa saja tanpa sadar memukul atau apa pun saat itu. Avanthe tidak dapat membayangkan bahwa semalam mungkin Hope akan menambahkan kesan dramatis dengan menangis histeris. Untungnya tidak terlalu. Dia mengembuskan napas pelan. Melirik ke sekitar lalu terkejut saat tidak menemukan Hope ada di mana pun di ranjang. Ke mana gadis kecil itu pergi pagi – pagi begini? Apakah Hores?Desakan dalam diri Avanth
“Kau akan membuat Hope demam, nanti, dengan memberinya pakaian pantai.”Setelah satu tarikan napas yang panjang, Avanthe langsung bersuara—menghentikan tindakan – tindakan geram Hores kepada bayi mereka. Memang sedikit egois dengan tidak akan membiarkan kemesraan itu semakin terjadi. Dan biar Avanthe jelaskan bagaimana Hores mendadani Hope. Rambut yang dikuncir dua; menantang seperti tiang, dan mengenai pakaian—Hope diberikan semacam bra sementara di bagian bawah dihias dengan celana rok yang berumbai – rumbai. Lucu. Tetapi Avanthe akan membuat pendapatnya berseberangan bersama Hores. Kebetulan pria itu tidak terlalu menanggapi, melainkan hanya mengatur posisi Hope lebih normal untuk melihat keberadaannya di sini. Penampilan Hores tidak jauh berbeda. Hanya mengenakan celana kain pendek dan pria itu merasa sangat bebas bertelanjang dada. Tubuh jangkung—maskulin—yang sempurna. Avanthe tidak akan memiliki banyak waktu untuk mengagumi Hores.“Berikan Hope padaku,” ucapnya m
Dan yang paling mengerikan, Avanthe tidak mengerti mengapa Hores tiba – tiba menggali pasir. Tampaknya satu kebutuhan secara liar mendesak pria itu membuat sebuah lubang yang dilakukan dengan giat.Pekerjaan Hores mulai menunjukkan prospek. Galian demikian memang terlihat dangkal tetapi akan cukup menampung Hope ketika gadis kecil tersebut dimasukkan ke dalam. Memang terlalu cukup, memberi Avanthe suatu peringatan sekadar meringis. Hope diatur persis seperti sedang bersembunyi terhadap sesuatu, meski wajah dan sebatas dada gadis kecil itu mencuak tinggi diliputi ekspresi wajah polos saat sedang mencoba memahami situasi di sekitar.Avanthe pikir, Hores masih akan melakukan tindakan lainnya. Dia tidak setuju membiarkan itu terjadi. Sudah cukup—Hope barangkali harus berhenti menghadapi ayahnya yang gila. Avanthe akan melarang apa saja jika Hores membuat keputusan yang tidak – tidak. Dia kasihan melihat Hope yang terlalu hijau dan harus menanggung segala lelucon tolol Hores.
Suara berat dan dalam itu membuat Avanthe gelisah. Tidak ada yang akan dia serahkan kepada Hores, kalaupun pria tersebut menginginkannya. Mungkin satu pukulan khusus bisa sedikit dipertimbangkan. Avanthe tidak akan menyia – nyiakan kesempatan. Segera meremas tangannya menjadi kepalan mantap, lalu memukul bisep Hores yang terasa keras. Tindakan yang sebenarnya tidak sama sekali berpengaruh, tetapi itu cukup menarik kembali perhatian Hores.“Apa yang kau lakukan? Sudah bogel ini ... masih belagu memukulku?”Sialnya, Hores sedang menghina, alih – alih mengajukan pertanyaan dengan benar. Pernyataan Kai semalam ternyata tepat sasaran. Hores adalah makhluk nyaris dua meter—mungkin sebenarnya memang dua meter dan pria itu merasa punya kebebasan untuk mengomentari bentuk tubuh yang lainnya. Ntah harus berapa kali Avanthe mendeklarasikan kalau – kalau tinggi yang dia miliki sudah sesuai standar. Hores yang tidak mau mendengarkan. Barangkali Avanthe perlu menanyai keberadaan Kai setel
“Di mana Kue Buntal?”Tubuh Avanthe tersentak ketika dia sedang merapikan pakaian untuk disusun ke dalam koper, tetapi tiba – tiba Hores muncul tanpa peringatan—terlebih suara berat dan dalam pria itu nyaring di tengah – tengah hening dan Hope yang baru saja tertidur lelap.Langkah kaki yang mendekat sudah terduga. Kebutuhan Hores secara pasti menimbulkan satu golakan serius. Avanthe tidak akan membiarkan pria itu menyentuh Hope—langsung mengambil tindakan mencegah lengan yang terulur ingin menggendong tubuh gadis kecilnya.“Hope sedang tidur siang. Jangan mengganggunya.” Avanthe bicara sambil memukul lengan Hores. Biarkan pria itu menatapnya tajam dan segera mengerti bahwa Hope tidak bisa diganggu saat – saat seperti ini.“Aku tidak menyuruhmu menidurkannya.”Hores menanggapi dengan sinis, cukup membuat Avanthe menipiskan bibir tanpa sadar.“Aku tidak butuh pendapat atau perintahmu. Hope sudah mengantuk, jadi aku menidurkannya. Lebih baik kau pikirkan kembali perkataanku. Bawa kami pu