[Daddy David, can we meet, can't we?] Secepatnya Novita mengirim pesan pada seseorang yang bisa diandalkan. [of course, my darling. just come to my mansion whenever you want] Tak butuh waktu lama chat nya sudah mendapatkan balasan, Novita tersenyum sumringah, hanya Daddy David yang bisa dia andalkan. Keberadaan Niko sudah sangat mengganggu, dia harus secepatnya menyingkirkan lelaki itu. Dia kembali mencari nomor lain yang harus dia hubungi, bagaimanapun diusia muda ini, dia sudah memiliki ambisi besar untuk menguasai aset keluarganya. [aku akan ke Singapura. Secepatnya kau bereskan dia. Cari celah agar dia secepatnya pergi dari dunia ini] [Dia sudah tidak berdaya, tinggal menunggu ajal. Tidak perlu kita bertindak apapun] Balasan chat lawan itu benar-benar tidak membuat Novita puas, dia mendengus marah. [Aku belum puas kalau belum mendengar kabar kematiannya. Tidak akan ku transfer sisanya sebelum dia mati] [Baiklah, akan aku usahakan] [Bagus] Setelah itu, Novita
Apa yang dijanjikan Niko ditepati dengan cepat, tidak sampai dua hari setelah dia kembali ke jakarta bersama Arjuna dan Fikri, seorang ahli terapi saraf datang dari Jerman untuk menerapi Dhea. Sementara Adi tidak kembali ke jakarta, dia ijin untuk menyambangi anaknya di tanjung pinang bersama Naima, semntara baby Angga sementara diasuh oleh Bik Siti dan suaminya. Ahli terapi itu berkebangsaan China, tetapi sudah menetap di Jerman dan jadi warga kenegaraan Jerman, dari kakek neneknya sudah menetap di Jerman, tetapi dia tidak melupakan budaya leluhurnya sebagai bangsa Tiongkok, sehingga dia juga mengembangkan ilmu akupuntur dan herbal yang berasal dari budaya leluhurnya yang langsung diajarkan oleh kakeknya yang juga seorang dokter herbalis. Namanya adalah James Liu, dia sangat fasih berbahasa inggris, Jerman dan Mandarin. Sehingga seringnya berkomunikasi dengan Bram berbahasa inggris. James mengaku jika perusahaan ayahnya yang bergerak di bidang peralatan medis dulu pernah di r
Sesampainya di Batam, Adi langsung memberikan berkas untuk ditandatangi Bram, dia juga terburu-buru untuk pulang ke kediaman Lia karena sudah rindu dengan anak istrinya. keesokan harinya cuaca hujan lebat, ini sudah memasuki musim penghujan di bulan November, semalam baby Angga juga badannya sedikit demam. Bayi itu sudah berusia hampir dua bulan, jadi sangat rentan terhadap cuaca seperti ini. Seharian Naima hanya mengendong dan memeluknya, tidak memberikan bayi itu pada siapapun. Pagi ini Adi sungguh tidak tega, karena cuaca yang begitu buruk, putranya Azka juga tidak pergi ke sekolah. Adi langsung mengambil bayi di gendongan Naima agar istrinya itu mau beristirahat. "Memangnya Abang bisa?" "Abang tidak akan tahu bisa atau tidak kalau tidak mencoba. Kamu lekas sarapan, dari semalam kamu belum istirahat, sudah itu tidur. Biar Abang dan bik Siti yang mengasuh Angga. lagipula dia akan tertidur sebentar lagi." Akhirnya Naima menuruti perkataan suaminya. Ini pertama kalinya Angga
Pak Ibrahim dengan senang hati mau menjaga Dhea, tetapi Fathan di tengah berada di kota Medan untuk urusan bisnis. Bram sendiri menambahkan dua personil pengawal lagi untuk berjaga di kamar Dhea. "Kalian ingat, jangan ada yang boleh masuk ruang rawat istri saya, kecuali dokter James, dokter Aziz juga Suter Tari dan suster Elis." "Baik, Pak." "Untuk keluarga, hanya pak Ibrahim dan dan oak Fathan saja yang saya ijinkan menjenguk istri saya." "Baik, Pak." Setelah memberi wejangan kepada para pengawal, Bram bergegas bersiap-siap dan memasukkan berkas pekerjaannya yang akan dia lanjutkan di pesawat. Telepon dari Arjuna, Fikri dan pamannya berdatangan untuk mengabarkan kejadian ini. Adi masuk dengan memberi kabar jika perawat mereka akan terbang dua jam lagi, itu cukup untuk berpamitan ke rumah terlebih dahulu. Bram juga ingin berpamitan dengan putranya. "Abang baru datang kemarin ini sudah mau pergi lagi?" tanya Naima yang terpaksa Adi bangunkan. "Iya, kakak sepupunya Pak B
Setelah pemakaman Ajisaka, semua keluarga berkumpul di rumah keluarga rumah Sayuti. tampak wajah-wajah murung semua anggota keluarga, baik itu keluarga Sayuti, Hanafi maupun keluarga Bram dari pihak papa Anggara. Bram duduk berdekatan dengan Arjuna dan Sania, sementara Sayuti, istrinya dan putra yang tinggal satu Abimanyu duduk di hadapan mereka. Sementara Hanafi dan istrinya duduk berdekatan, sementara putri mereka Wulandari dan Anastasya duduk bersebelahan "Kita di sini keluarga yang tersisa, setalah kematian kekek Hanggono, kematian Anggra dan Nirmala, kini malah menyusul Ajisaka. Sepertinya keluarga Aditama memang ada yang mengancam entah itu dari dalam atau dari luar," ujar Sayuti dengan mata yang berkabut. Bagi Sayuti, kematian Ajisaka memang sangat menghantamnya, dari kedua putranya, hanya Ajisaka yang selama ini menjadi kebanggaannya, karena putra keduanya berada di kursi roda dan tidak bisa diandalkan. "Yah, sementara yang terancam itu adalah posisi sebagai komisaris u
Tak menunggu lama, rapat pemegang saham dengan cepat diadakan, agenda rapat yang paling penting adalah membahas kemerosotan harga saham dan laba perusahaan, semenjak Ajisaka meninggal dunia menurun dengan drastis. Kepercayaan publik dan para pemegang saham begitu kritis, mereka menduga jika perusahaan dalam kondisi tidak sehat dan tidak aman untuk berinvestasi karena para pimpinan mereka terindikasi terlibat dalam perang dingin yang berkepanjangan hingga memakan korban pembunuhan para komisaris. Polisi juga berkerja keras mengungkapkan siapa pelaku yang menyabotase kendaraan Ajisaka. Tetapi sampai saat ini masih belum mendapatkan hasil, sementara Bram sendiri bergerak dengan penyelidikannya sendiri. "Awasi semua akun rekening dari semua anggota keluarga Aditama, apakah ada transaksi mencurigakan," perintah Bram pada Niko. "Baik, Pak." "Awasi juga cctv di mana Ajisaka bergerak selama ini, apakah ada orang yang mencurigakan yang mengikutinya." "Baik, Pak." "Kerjakan dala
"Sania, apa kau baik-baik saja?" tanya Bram dengan kuatir. "Aku baik, Kak. Kenapa kak Bram tanya begitu?" "Aku dengar akhir-akhir ini kamu menemui psikiater lagi." "Oh, aku hanya ingat beberapa kejadian masa lalu, jadi aku ingin kembali mengingat kejadian seluruhnya." "Maafkan kakak yang tidak memperhatikan kamu selama ini," ucap Bram dengan penuh penyesalan "Ini bukan salah kakak, kak Bram juga punya masalah yang tidak kalah berat, masalahku uni hanya sepele. Kak Bram jangan kuatir, ada lingga yang selalu ada disampingku." "Tolong berikan teleponnya pada Lingga." "Halo, ada apa, Bram?" suara lelaki terdengar menggantikan Sania. "Lingga, terima kasih sudah menemani Sania selama ini," ujar Bram dengan tulus. "Nggak perlu terima kasih lah, aku melakukannya karena memang peduli dan cinta padanya. Kamu tidak perlu kuatir." "Kuserahkan penjagaan Sania kepadamu, terima kasih sekali lagi." Bram menutup teleponnya dengan menghela napas lega. Dulu Lingga ini sahabatnya y
Suasana rumah sakit pagi ini lenggang, semalam Ibrahim berjaga di rumah sakit menunggui putrinya. Tadi malam sewaktu dia menjenguk Dhea, dia cukup terkejut dan bahagia mendengar kabar dari dokter James jika putrinya sempat sadar walupun hanya beberapa detik. Saat itu juga dia mengabari Fathan dan Viyatan. kedua putra mereka sedang tidak berada di kota ini, jadi harus mendengar kabar bahagia ini. Namun ada yang berbeda dengan situasi rumah sakit saat ini, sebelum Bram pergi ke jakarta, lelaki itu sempat mengabari keluarga Muhtar di Palembang, sehingga Muhtar dan Maria sekarang berada di Batam, ditemani oleh putra ketiganya Candra. Candra sengaja mengambil cuti seminggu demi menemani kedua orang tuanya yang sudah sering sakit-sakitan itu. Pertama mendengar kabar dari Bram, tentu saja Muhtar dan seluruh keluarganya marah, keadaan Dhea yang sudah seperti ini kenapa baru mengabari mereka? mereka pikir Dhea ikut suaminya ke jakarta dan kehidupannya baik-baik saja, karena selema ini mer
Serangan ini membuat Sakti tidak siap, tetapi lelaki pemberani itu langsung turun dari mobil dan melakukan serangan jarak dekat, karena peluru di pistolnya sudah habis dia tembakkan. Dua lawan satu, Bram benar-benar kagum melihat pertempuran sengit itu. Memang tidak salah jika lelaki itu dijuluki Sakti, karena kepiawaiannya dalam bertarung, sungguh tangguh! dia dengan mudah bisa menumbangkan dua orang itu dengan jurus-jurus kungfu dengan kecepatan yang luar biasa. Tetapi dua orang itu juga petarung yang handal dan terlatih juga tidak gampang menyerah. Mereka juga memakai pakaian pelindung dan helm yang masih bertengger di kepala. Mereka bangkit lagi dan menyerang lagi, walaupun lagi-lagi mereka tumbang mendapat bogem mentah dari Sakti.DorTiba-tiba suara tembakan terdengar dan tubuh Sakti langsung limbung ke tanah."Kenapa buang-buang energi bertempur cara kuno seperti itu. Cepat kalian bereskan mereka, jangan ada yang terlihat sisa pertempuran di sini!" Seorang lelaki dengan mata
"Maaf pak Bram, anda tidak bisa menemui siapapun. Silahkan fokus bekerja agar istri anda cepat dibebaskan," ujar Sakti dengan tegas. "Mereka keluargaku, mereka juga pemegang saham dan juga orang tua Abimanyu!" Bram tidak bisa tidak mengajukan protes, dia sendiri tak habis pikir, apakah Abimanyu bekerja sendiri tidak melibatkan orang tuanya? secara saat Ajisaka masih hidup, ayah mereka begitu berambisi untuk menguasai perusahaan. "Mereka tidak ada hubungannya dengan pak Abi. jadi anda tidak perlu menggubrisnya." "Kau yakin?" Bram menatap Sakti dengan tatapan tidak percaya. "Hubungi Abimanyu. Jangan-jangan ini hanya akal-akalan kamu saja!" Sakti hanya bisa mengeluarkan ponsel dari sakunya dengan malas. Segera telepon tersambung dan laki-laki itu mengeraskan suaranya. "Halo, Pak Abi. Ini ada pak Sayuti dan pak Hanafi mencari pak Bram, apakah boleh mereka menemui pak Bram?" tanya Sakti to the point "Kau gila? apa kau ingin mereka bersekongkol melawanku?" ujar Abimanyu de
Menjelang waktu yang direncanakan, para anggota organisasi Gir sudah berdatangan ke Indonesia memakai paspor turis, dengan penerbangan berbeda. mereka sudah memesan hotel yang sama dengan rekomendasi Adi melalui online. Sampai pukul satu delapan malam, semua sudah berdatangan. Adi sendiri menyewa aula diskotik untuk party umum yang pesertanya hanya diundang tamu-tamu hotel yang memiliki tiket masuk, dan mereka yang masuk hanya anggota Gir. Sehingga party ini tidak dicurigai sebagai pertemuan rahasia yang berpotensi membahayakan keamanan, karena party diadakan secara natural untuk menyambut turis asing. Adi tersenyum lega melihat orang-orang yang dulu menjadi rekan kerjanya, mereka berpelukan seperti layaknya teman sudah lama tidak bertemu. "Kami datang semua untuk mendukungmu, Di," ujar Michael dengan bahasa Inggris. Michael kini menjadi ketua organisasi, mantan tentara Amerika itu masih aktif di organisasi tersebut. "Aku juga membawa semua anggota baru, perkenalkan ...." Mich
Bram menghela napas berat, dibelainya rambut istrinya yang kusut karena lama hanya melakukan aktifitas berbaring. "Sayang, Abang akan secepatnya datang menjemputmu. Sekarang masih belum bisa, Abang hanya menjengukmu, kuatir dengan keadaanmu. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Bram dengan hati-hati. Dhea hanya diam menatap wajah suaminya dengan kecewa, matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Apanya yang baik-baik saja? situasinya bahkan lebih kejam dari ketika dia dipenjara dulu. Rasa kangennya yang tidak tertahan pada putranya membuatnya sulit memejamkan matanya setiap malam. Perasaan ditinggalkan oleh suaminya mengikis rasa kepercayaannya sedikit demi sedikit, sudah seminggu lebih, tetapi apakah Bram tidak bisa mengatasi masalah di perusahan? apakah pria di depannya ini sengaja memilih kekuasaan dan hartanya daripada dia? Dhea menggeleng pelan untuk menghilangkan prasangkanya. "Percayalah pada Abang, doakan Abang agar cepat membawa Dhea dari tempat ini. Abang sangat merindukan Dhea, b
Dhea hanya bisa berbaring di tempat tidur yang cukup besar dan mewah, kasurnya empuk, kamarnya luas dengan kamar mandi yang juga cukup mewah. Tidak kalah dengan kondisi di rumah Bram dulu. Dia hanya bisa berbaring dan tidak banyak melakukan aktifitas sepanjang hari untuk menghemat tenaga. Dua butir telur rebus dan setengah liter air mineral yang dijatah kepadanya sekarang sungguh benar-benar tidak akan cukup untuk melakukan aktivitas yang lebih dari itu. Apalagi awal-awal dia hanya mengkonsumsi tiga butir telur, rasanya hampir tiga malam dia tidak bisa tidur karena kelaparan. Semakin ke sini, tubuhnya sudah terbiasa, tetapi dia juga harus menghemat energi. Sedang hari ini, dia hanya menerima jatah dua butir telur. Ini baru hari ke tujuh, tetapi rasanya sudah sangat menyiksa. Lebih tersiksa dari kondisinya di penjara dulu, padahal dulu dia sama sekali menempati kamar yang tidak layak sama sekali. Dulu dalam satu ruangan hanya ada satu buah kasur singel, yang dihuni oleh enam orang
Niko dengan serius memantau dua komputer sekaligus, rute pelacak yang ada pada Bram, serta navigasi robot kecilnya yang terus terbang di udara. Dalam dua puluh menit, robot itu sudah menyusul mobil yang membawa Bram ke arah barat daerah Banten."Cepat sekali dia menyusul," ujar Fikri i yang juga ikut memantau gerakan robot itu."Dia terbang, bukan jalan. dalam waktu satu menit sudah mencapai belasan kilometer," ujar Adi mengkomentari omongan Fikri, sementara Niko tetap serius menggerakkan kursor mouse untuk mengendalikan robot kecilnya."Kita keluarkan cengkeraman pada robot itu agar menempel di mobil itu, untuk menghemat baterai," ujar Niko."Emang cengkeramannya sekuat apa? tidak takut diterbangkan angin?" tanya Fikri yang antusias seperti mendapat mainan baru "Dia ditempatkan di belakang mobil agar bisa terlindungi angin. Cengkeramannya tidak kuat, hanya dilapisi lem seperti lem alteco.""Loh, kalau tidak bisa lepas bagaimana?" tanya Adi yang mengernyit heran, pasalnya lem itu ter
"Kau terlalu banyak mengeluh, harusnya kondisi istrimu bisa menjadi motivasi untukmu. Atau kuhadirkan juga anakmu yang masih bayi?" ancam Abimanyu. "Aku tidak akan tergerak kalau belum melihat secara langsung bagaimana kondisi istriku, juga tidak akan termotivasi kalau belum berbincang dengannya," ujar Bram dengan keras kepala. "aish! baiklah!" dengus Abimanyu akhirnya mengalah. "Sakti, Ijal ... Bawa dia bertemu istrinya, biar dia puas melihat keadaan istrinya. Ketika pergi ke sana pastikan tangan dan kakinya terikat biar tidak kabur, matanya juga ditutup biar tidak tahu kondisi jalan!" perintah Abimanyu yang tidak sabar mendengar rengekan Bram. Setelah mengatakan itu, Abimanyu kembali lagi ke ruang pribadinya, sementara Bram tersenyum. Ternyata hanya sebatas ini kemampuan Abimanyu dalam mendengarkan keluhannya, dia hanya mengikuti saja pengaturan lelaki itu ketika para pengawal itu langsung meraih tangannya untuk memasang borgol dan menutup matanya dengan kain hitam. Para pengawa
"Sakti?!" ujar Abimanyu yang melihat siapa yang mengetuk ruang pribadinya ini. "Selamat sore, Pak?" sapa Sakti yang melihat Abimanyu tengah bersantai duduk di sofa sambil bermain game di ponselnya. "Ada apa?" tanya lelaki itu masih fokus dengan ponselnya. "Pak Bram memaksa untuk bertemu dengan anda, Pak." Mendengar perkataan Sakti, Abimanyu berhenti menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel, spontan lelaki itu menatap Sakti dengan tatapan garang. "Bukankah sudah kukatakan? kalau dia tidak boleh menemui ku kalau tugasnya dalam menstabilkan harga saham sudah berhasil, ini apa? belum ada kemajuan apa-apa," ujar Abimanyu dengan marah. "Justru itu yang akan dikatakan dan didiskusikan oleh pak Bram kepada anda, Pak." "Tidak ada negosiasi apalagi diskusi. Usir dia dari sini. Kenapa kau bawa dia ke sini tanpa bilang padaku dulu, Ha? kamu ini terlalu lancang, Sakti!" Abimanyu bertambah marah mendengarnya. "Situasi di perusahaan terlalu rumit, Pak. Bapak tidak bisa membuat hal
Pulang kerja, seperti hari kemarin Bram dikawal oleh beberapa orang dan disupiri oleh supir baru yang juga tidak Bram kenal. Apalagi selama beberapa hari ini mereka juga tidak berinteraksi, Bram juga malas untuk bertegur sapa dengan mereka. "Antarkan saya ke tempat Abimanyu!" perintah Bram. "Bukankah Pak Abimanyu mengatakan dengan jelas, Pak Bram boleh menemuinya jika pekerjaan pak Bram selesai. Ini belum ada apa-apanya jadi pak Bram tidak berhak bertemu pak Abimanyu," ujar supir itu dengan tegas. "Kamu itu hanya sekedar supir, jadi tidak perlu mendikte saya. Saya tidak akan menyelesaikan tugas dari Abimanyu. Terserah dia sekarang, saya juga sudah buntu! saya mana bisa bekerja sendiri, saya akan bilang sama dia untuk memberi saya tim." "Ingat, Pak. Bapak harus keluarkan semua potensi dan usaha. Karena taruhannya nyawa istri dan anak bapak." "Keluarkan potensi dan usaha apa? sementara saya tidak boleh menghubungi siapapun. Memangnya saya bisa menyulap dengan sendiri nilai sah