Viona sudah tidak bisa melakukan apapun lagi, Javier sudah mengambil keputusan telak yang tak bisa diganggu gugat. Dan kini, Viona tak punya tujuan selain sebuah apartemen yang Javier berikan saat ulang tahun pernikahan mereka yang ke delapan tahun.Sesampainya di sana, Viona melampiaskan amarahnya. Teriakannya bergema memenuhi ruangan yang sunyi. Tanpa dia duga, sosok yang menjadi sumber masalahnya itu muncul dari salah satu kamar di apartemen tersebut.“Suaramu menggetarkan seluruh apartemen,” ujar Eben dengan santai.Viona menatapnya dengan kebencian. “Bagaimana bisa kau ada di sini?”Eben tak bergeming, malah berjalan tenang melewatinya dan duduk di sofa seperti pemilik apartemen itu. “Ada hal yang lupa kuberitahukan, Viona. Duduklah, ini akan menarik.”Meski merasa muak, Viona tetap duduk karena penasaran. Tatapan Eben berubah tajam. “Seberapa jauh kau mengenal Dylan?” tanyanya dengan nada yang seolah menyimpan rahasia besar.Viona mendengus, merasa pertanyaan itu tak masuk akal.
“Ayah, tunggu apa lagi? Ayo, kita pergi menemui Ibu!” seru Dylan, tampak tak sabar melihat Javier masih duduk di kursinya.Javier menahan senyum sambil melirik jam di dinding. “Dylan, kamu lihat jam berapa sekarang? Sudah hampir jam setengah sepuluh malam. Ibumu pasti sudah beristirahat.”Dylan mendesah kecewa, namun Javier mengusap kepalanya dengan lembut, menatapnya penuh kasih sayang. “Besok, Ayah janji kita akan menemui Ibu Freya. Tapi sekarang, sudah malam, dan kamu harus pastikan tugas sekolahmu selesai.”Dylan mengangguk patuh meski tampak sedikit kecewa. Dengan langkah perlahan, ia berjalan kembali ke kamarnya. Begitu pintu kamar tertutup, Javier mengeluarkan ponselnya, menekan nomor yang sudah diingatnya di luar kepala.“Halo?” suara lembut Freya terdengar di seberang.“Apa aku mengganggu?” tanya Javier.“Aku baru selesai membuat roti untuk Felix. Ada apa?” balas Freya, terdengar senang mendengar suaranya.Javier tersenyum kecil. “Besok siang aku akan mampir ke rumah. Ada ses
Rasanya masih belum bisa Freya percaya, dua anak laki-laki dengan usia yang sama dan wajah yang sama duduk di depannya. Terlihat akur dan saling menyayangi satu sama lain, setelah menatap Felix dan Dylan, kini tatapan Freya mengarah pada Javier.Selama hampir enam tahun ini Javier membesarkan Dylan, bersama Viona. Sekarang Freya mulai paham alasan kenapa Pamela tidak mengincarnya dan juga alasan hutang yang Freya emban mendadak lunas.Jadi, semua ini karena salah satu anak yang ia lahirkan telah dibawa oleh mereka. Dan selama ini, Freya tidak tau apapun."Ibu, masakanmu memang selalu yang terbaik," puji Dylan sambil mengacungkan ibu jarinya. Dan sialnya, Freya masih belum bisa membedakan mana Felix dan mana Dylan, karena keduanya benar-benar sangat mirip."Makanlah, ibu akan membuatkan makanan lagi untukmu jika masih kurang." ucap Freya.Dylan menatap Javier penuh harap. "Ayah, bolehkah aku tinggal di sini bersama Ibu dan Felix?"Javier terkekeh tipis, menyembunyikan keengganan dalam
Sepanjang sore hingga malam, apartemen Freya dipenuhi tawa riang Dylan dan Felix. Kedua anak laki-laki itu sibuk bermain dan bercanda, menciptakan pemandangan hangat yang seolah menghapus sejenak segala kebimbangan di benak Freya. Tanpa sadar, Freya tak henti-hentinya menatap mereka, seolah takut kehilangan momen-momen berharga ini."Sepertinya aku akan mendaftarkan Felix di sekolah yang sama dengan Dylan," suara Javier tiba-tiba membuyarkan lamunan Freya. Ia menyerahkan segelas jus jeruk yang diterima Freya dengan senyum, sebelum keduanya duduk bersama di sofa."Apa Dylan mendapatkan cukup kasih sayang darimu dan Viona?" tanya Freya dengan hati-hati.Javier menghela napas, lalu menjawab dengan nada lembut namun penuh makna. "Aku selalu berusaha memberikan kasih sayangku pada Dylan, tapi… Viona. Aku rasa Dylan tidak merasa cukup nyaman dengannya." Javier menahan diri untuk tidak menceritakan insiden saat Viona pernah mengurung Dylan di ruang bawah tanah, karena ia tak ingin membuat Fre
Menjadi wanita gelap Javier, apakah itu sebuah kehormatan? Tentu saja tidak, dan Freya tak bisa melarikan diri lagi sekarang. Penolakan yang ia ucapkan dengan tegas, tak pernah dianggap oleh Javier yang begitu keras kepala.Hembusan nafas panjang Freya hela melalui bibirnya, terlepas dari apa yang sudah pernah dilakukannya dulu, seharusnya Javier bisa belajar dari kesalahan. Tapi ternyata, pria itu malah menarik Freya saat Javier dalam masa proses sidang perceraian."Menjadi wanita rahasianya, sungguh aku tidak habis pikir Javier akan menawarkan kesepakatan yang begitu konyol." batin Freya sambil mengusap wajahnya.Tubuhnya berbaring di sofa, matanya terpejam namun tak sepenuhnya tidur. Sesekali Freya menghela nafas, padahal sudah sangat larut malam dan ia belum bisa tidur."Bagaimana caraku menghadapinya nanti?" gumam Freya, merasa frustasi menjalani hidupnya di sekitar Javier.Meskipun kelopak mata Freya terpejam, namun pikirannya terasa sangat ramai. Bisakah ia merasakan dicintai o
Javier mengajak Dylan dan Felix mengunjungi tempat wisata yang tidak terlalu jauh dari kota. Kedua anak itu berlarian, tertawa riang, dan bermain air dengan wajah yang penuh kebahagiaan.Sementara mereka bermain, Javier berjalan menjauh sejenak, meninggalkan Freya yang dengan saksama mengawasi anak-anak, untuk membeli es krim. Tak lama, ia kembali dengan es krim stroberi di tangan, menyerahkannya pada Freya."Kau tau, aku terkadang melarang Dylan makan makanan dengan rasa coklat, tapi dia seringkali memaksa untuk memakannya sehingga dia mudah sakit." ucap Javier membuka obrolan.Freya diam, teringat kembali saat ia mengira Dylan adalah Felix dan mengajak anak itu ke rumah sakit. Ternyata saat itu, yang ia rawat bukanlah Felix, melainkan Dylan. Dan Freya tidak menyadarinya sama sekali."Bagaimana dengan Felix, apa dia punya alergi terhadap suatu makanan?" tanya Javier.Freya menggeleng, "Felix tidak punya alergi, dia juga bukan pemilih makanan kecuali rasa stroberi. Dia sepertinya sanga
Matahari sudah hampir muncul menunjukkan sinarnya, tapi Freya masih tidur dalam dekapan tubuh besar Javier. Ketika suara alarm berbunyi, Freya membuka matanya sementara Javier masih mendekapnya."Masih ada waktu, tidurlah." bisik Javier lembut sambil menaikkan selimut menutupi tubuh Freya yang terbuka.Freya mengerjap, matanya terbuka dan jarak di antara dia dan Javier sangat dekat. Bahkan hidung Freya nyaris menyentuh sisi wajah Javier, posisi mereka yang begitu dekat seperti ini berhasil membuat debaran dada Freya kembali.Teringat lagi, semalam ia dan Javier melakukannya tanpa hambatan. Bermain dengan liar dan brutal, tak ada yang menghentikan sampai suara mereka bergema dalam satu ruangan persegi.Freya menunduk untuk menyembunyikan semburat merah yang menghiasi wajahnya, tapi itu justru menjadi pemandangan indah di mata Javier.“Mengapa kau sembunyikan wajahmu dariku?” tanyanya lembut.Freya menghela nafas, “Rasanya aneh, biasanya kau sudah pergi saat aku terbangun.”Javier terse
Hari ini, sidang perceraian Javier dan Viona berlangsung tertutup. Semua berlangsung cepat, tanpa ruang untuk keberatan atau kesempatan untuk memperbaiki. Hanya ada ketukan palu yang menggema di ruangan dan menghadirkan keputusan akhir yang tak bisa diganggu gugat.“Tuan Javier, keputusan Anda ini terlalu tiba-tiba. Keluarga kami benar-benar terkejut,” ujar Tuan Hamilton, ayah angkat Viona, suaranya terdengar dingin, seolah mencoba menghentikan jalannya perpisahan itu.Javier hanya melirik sekilas ke arah Viona yang berdiri pucat, tampak kecil dan terpojok, dia pasti ketakutan akan reaksi keluarganya. Namun, Javier tak lagi peduli. Ia berpaling ke arah ayah angkat Viona, suaranya tegas dan tak terpengaruh apapun."Ada hal yang terjadi dalam hubungan rumah tangga kami, Tuan. Setelah berpikir panjang, saya memilih untuk tidak lagi meneruskan pernikahan kami. Dua belas tahun kami bersama, saya pikir bisa memahami tindakan yang putri Anda lakukan." jawab Javier."Omong-omong, saya permisi
Suasana rumah tampak hening, sementara Felix dengan santai bersandar mengatur nafasnya setelah apa yang dia dan Katie lakukan. Sementara Katie, perempuan itu mengenakan kembali pakaian berwarna maroon miliknya sebelum menatap ke arah Felix."Apa yang membawamu kemari? Aku pikir kau tidak akan datang karena suatu hal, cukup mengejutkan karena kedatanganmu di luar prediksiku." ucap Katie sambil menatap Felix yang kini meliriknya.Tapi Felix tak langsung menjawab, pria itu menghembuskan nafas panjang dan menyentuh keningnya. Ia tak mengerti ada apa dengannya, ia tadi hanya melihat kalau Dylan melamar Eloise yang artinya mereka akan menikah.Sialnya hal itu membuat emosi aneh dalam dirinya bangkit, ia butuh sebuah kesenangan dan orang yang bisa membantunya mendapatkan hal itu adalah Katie. Toh, besok Felix dan keluarganya juga akan meninggalkan tempat tersebut."Anggap saja sebagai salam perpisahan," ujar Felix dengan nada acuh tak acuh.Katie menyeringai, ia berdiri dan berjalan menuju s
Liburan keluarga Bennett tinggal satu hari lagi, mereka kembali ke penginapan sebelumnya dan sebelum meninggalkan pulau, Avery sempat melihat ke arah Daniel yang berdiri cukup jauh dari dermaga.Pria itu berdiri tegap, tangan dimasukkan ke dalam saku celana, tatapannya sulit dibaca. Ada sesuatu tentang Daniel yang terus membuat Avery berpikir, seolah pria itu memancarkan aura yang tak terjangkau. Namun, perlu diakui, Daniel adalah tipe pria yang ia dambakan. Hanya saja, entah mengapa, ada jarak tak terlihat yang membuat Avery yakin bahwa pria itu tidak menyukainya.Avery memalingkan wajah, mengusir pikiran itu. Dengan langkah mantap, ia naik ke atas yacht bersama kedua saudaranya. Mesin kapal mulai bergetar halus, memecah permukaan air yang tenang saat mereka meninggalkan dermaga.“Nona Katie, apa kau setiap hari menyediakan jasa penyewaan antar-jemput menggunakan yacht?” tanya Dylan, memecah keheningan yang sempat terasa di kapal.Katie, yang duduk dibalik kemudi, menoleh sambil ters
Malam semakin larut, suara deburan ombak sesekali terdengar tak jauh dari posisi mereka. Di bawah pohon yang rindang dan nyaris gelap tanpa cahaya, Katie masih terikat dalam keadaan tergantung, namun kakinya masih menapak di pasir.Erangannya sesekali tak dapat ditahan, kehangatan lidah dari seorang pria yang menjelajahi tubuhnya membuat ia meremang. Setengah pakaiannya sudah terbuka, sementara bibir seorang pria menyesap dadanya bergantian. Gelenyar aneh menguasai tubuhnya, membuat pikirannya kacau hingga tak dapat berpikir secara rasional.Sesekali tubuhnya tersentak saat Felix memukulnya, alih-laih kesakitan, semua itu justru terasa menyenangkan. Di sisa kesadaran yang masih ada, Katie perlu menjaga suaranya untuk tidak memekik terlalu keras karena penghuni penginapan lain bisa saja mendengar hal itu."Felix, apa hanya itu yang bisa kau lakukan, ukh!" Katie langsung bungkam, satu tangan Felix mencengkramnya, kali ini lebih kuat.Tidak ada kalimat dari pria itu, hanya sentuhan-sentu
Suasana menjadi terasa ganjil bagi Eloise. Setelah menyadari pria di depannya adalah Dylan, bukan Felix seperti yang ia duga sebelumnya, pikirannya dipenuhi kebingungan dan kesal. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah kedua pria ini telah bersekongkol untuk mengujinya? Betapa menyebalkannya situasi seperti ini, seolah-olah ia sedang dipermainkan.“Tunggu,” Eloise menyipitkan matanya, menatap Dylan dengan curiga. “Bukankah kau tadi masih tidur saat aku keluar dari kamar? Bagaimana mungkin secepat ini kau sudah ada di luar?”Dylan tersenyum samar, sorot matanya lembut namun penuh arti. “Aku dan Felix sudah bertukar posisi sejak makan malam tadi,” ujarnya tenang. “Dan lihat, kau sama sekali tidak bisa membedakan aku dengan Felix. Tapi sekarang aku merasa jauh lebih lega. Kau tetap setia padaku meskipun kami memiliki wajah yang sama. Itu cukup membuktikan segalanya.”Eloise tercengang mendengar pengakuan itu. Rasa marah dan kesal sempat berkecamuk dalam dirinya, tapi sebelum ia sempa
Dua hari sebelumnya...Setelah mereka tiba di tempat liburan, Felix memilih lebih banyak diam untuk berperang dengan pikirannya sendiri. Ia adalah orang yang cukup keras pada pilihannya, tapi untuk keinginan yang selalu mengganggu pikirannya terhadap mendekati Eloise, itu selalu ia tahan.Terkadang, sisi egoisnya menyuruh Felix untuk melakukan tindakan yang jahat. Tapi tidak, sekali lagi tidak. Dylan tumbuh dan besar bersamanya, seorang wanita tak boleh merusak hubungan yang sudah mereka jalin sejak kecil. Kesalahan sepele saja bisa membuat benteng yang besar bisa rusak, dan Felix tak mau melakukan kesalahan itu. Sekitar pukul tiga sore, Felix mengirim pesan pada Dylan untuk menemuinya.“Hai, Dude. Ada apa?” Dylan bertanya santai, meski nada suaranya mengandung sedikit kekhawatiran.Felix menoleh perlahan, menatap saudara kembarnya dengan ekspresi serius. “Ada hal yang harus aku katakan padamu,” katanya, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya.Dylan mengerutkan kening, tapi men
Tatapan dingin Felix berubah menjadi sesuatu yang lebih mengancam, seolah dia tahu bagaimana caranya membuat Eloise merasa terkunci di tempat itu. Eloise merasa tubuhnya menegang, udara di sekitarnya terasa berat. Setiap langkah mundur yang ia ambil, Felix maju setengah langkah lebih dekat, membuatnya semakin sulit menjaga jarak.“Aku ingin memberitahumu sesuatu,” suara Felix rendah, namun ada nada licik di dalamnya. “Sejak malam itu, kau sudah mengubah caraku melihat dirimu.”Eloise menggeleng pelan, hatinya penuh penyesalan atas kesalahan fatal yang terjadi malam itu. Sebuah malam yang terjadi di bawah pengaruh alkohol, ketika pikirannya kabur dan ia keliru mengira Felix adalah Dylan, kekasihnya. Itu adalah malam yang tak ingin ia kenang, apalagi dibahas oleh pria yang berdiri di depannya sekarang.“Kau tahu aku kekasih Dylan. Mengapa kau terus bersikeras melakukan ini?” tanyanya dengan nada bergetar, sebuah perpaduan antara takut dan marah.Felix menyeringai lebar, tatapan matanya
Freya menunggu di depan penginapan dengan raut wajah setengah cemas. Begitu melihat Avery muncul di kejauhan, Freya segera melangkah mendekat."Kau dari mana?" tanyanya, nadanya terdengar tajam namun penuh perhatian.Avery hanya melirik sekilas, menghela nafas panjang seperti menahan beban yang tak ingin ia ceritakan. "Bu, pulau ini tidak terlalu luas. Memangnya aku bisa pergi kemana?" jawabnya, nada suaranya datar dan tak bersemangat. Tanpa menunggu tanggapan, Avery melanjutkan langkahnya menuju kamarnya, meninggalkan Freya yang berdiri terpaku.Freya menggeleng pelan, rasa penasaran tergambar jelas di wajahnya. Namun, ia memilih untuk tidak memaksa putrinya bercerita. Sebaliknya, matanya beralih ke meja sarapan di luar penginapan, di mana Eloise duduk dengan tenang menikmati pagi. Eloise tampak anggun, sementara Dylan terlihat baru datang dari olahraga paginya. Melihat pemandangan itu, senyum kecil menghiasi wajah Freya. Ia memutuskan untuk mendekat."Kau menikmati liburanmu, Eloise
Matahari mulai menyapa dengan sinar keemasannya, menembus tirai kamar yang setengah terbuka. Katie membuka matanya perlahan, tubuhnya masih terasa hangat dari malam yang penuh gairah. Namun, ketika ia melirik ke samping, yang ia temui hanyalah tempat tidur kosong dan pakaian yang berantakan di lantai.Sebuah senyum kecil terukir di wajah Katie. Ia duduk sambil menarik selimut, membayangkan kembali malam yang penuh intensitas."Pria itu semakin menarik," gumamnya pada dirinya sendiri, nada suaranya mengandung kepuasan atas ingatan menyenangkan bersama Felix tadi malam.Di sisi lain, Felix berjalan kembali ke penginapannya dengan langkah yang cepat. Udara pagi yang segar tidak mampu meredam pikirannya yang penuh dengan kejadian semalam. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah suara tiba-tiba menyapa dari belakang."Hei, Dude. Kau membuatku kaget. Kenapa sepagi ini kau buru-buru sekali?" tanya Dylan, muncul entah dari mana.Felix sedikit tersentak, tapi ia cepat menguasai diri. "Aku? Bu
Perlahan Felix membuka matanya, tapi ia kaget karena ia sudah berbaring di atas kasur dengan kedua tangan teringat di setiap sisi tempat tidur, kedua kakinya pun bernasib sama sementara tubuhnya sudah tak memakai baju lagi.Tangannya mencoba melepaskan borgol yang mengikatnya, tapi Katie sangat licik, dia tidak hanya menggunakan satu borgol pada tangan Felix, melainkan menggunakan dua sekaligus pada masing-masing tangan."Sial, kau lebih liar dari dugaanku." ucap Felix, ia tak mengira kalau dirinya malah terperangkap oleh wanita yang baru ia temui beberapa kali, dan sekarang ia tengah berbaring di tempat tidur dalam kondisi tak berdaya.Katie mendekat, perempuan itu melihat jam di ponselnya. "Kau tidur lama sekali, sudah dua jam sejak kau memejamkan mata. Padahal aku sudah menunggu dirimu sadar, untuk memulai permainan.""Ternyata ini rencanamu setelah berhasil mengalahkanku, harusnya kau katakan saja kalau dirimu ingin tidur denganku. Bukan hal sulit untuk aku lakukan, aku hanya perlu