Liburan telah berakhir, dan kehidupan kembali kerutinitas di kediaman pribadi keluarga Javier. Freya, seperti biasa, melanjutkan tugasnya sebagai pelayan, mengurus segala kebutuhan majikan yang mewah namun selalu sibuk.Saat mereka tiba di rumah, Viona merenggangkan tubuhnya dengan lelah. “Liburan menyenangkan, tapi entah kenapa tubuhku butuh pijatan,” keluhnya. Dia kemudian melirik Javier yang tampak sibuk dengan ponselnya. “Ayo pergi ke spa,” ajaknya ringan.Javier menoleh, lalu kembali melihat layar ponsel. Tampak sibuk berkirim pesan dengan seseorang. “Sebentar, asistenku baru saja mengirimkan pekerjaan yang harus aku selesaikan,” lalu tanpa menoleh, Javier pun menuju ruang kerjanya.Viona mendesah panjang, ia melihat ke arah Freya yang sedang berkemas merapikan barang bawaan mereka. "Padahal libur musim panas masih belum berakhir dan kita baru saja sampai rumah, tapi lihatlah dia, masih saja sibuk dengan pekerjaannya," ucapnya menggerutu.Freya menoleh dengan tenang. “Nyonya, b
Hari masih sangat pagi, bahkan langit pun masih belum terang. Suara lantang Viona langsung menghantam keheningan, membangunkan Freya yang terlelap."Freya!" serunya, nada penuh otoritas.Freya tersentak, langsung bangun dari tempat tidur. "Nyonya," jawabnya terbata, kaget dan cemas.Viona berdiri dengan tangan terlipat, alisnya berkerut tajam. "Kau bekerja di rumah ini sebagai pelayan, tapi lihat dirimu, masih tertidur seperti ini di jam segini. Kamu pikir ini rumahmu?"Dengan kepala tertunduk, Freya hanya bisa meminta maaf, "Maaf, Nyonya."“Jam dua nanti teman-temanku akan datang. Kau harus siapkan makanan untuk mereka di halaman belakang. Pergi ke supermarket sekarang dan beli bahan-bahan yang berkualitas. Jangan sampai pukul dua semuanya belum siap!" perintahnya dengan tajam.Freya mengangguk patuh, lalu Viona pergi meninggalkan ruangan dengan langkah cepat. Freya hanya bisa menarik napas panjang, matanya menatap jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Jarang sekali Viona ban
Pukul sembilan malam, Freya akhirnya menyelesaikan pekerjaannya. Tubuhnya terasa begitu lelah, seolah akan roboh kapan saja. Tapi keadaan memaksanya terus bertahan. Rumah besar itu hanya diurus olehnya, setiap sudut dan setiap perintah harus dijalankan dengan sempurna, tanpa istirahat.Pukul sepuluh, Freya merebahkan tubuhnya yang lelah di atas kasur. Sekujur tubuhnya seperti akan hancur, tapi begitu kepalanya menyentuh bantal, ia langsung terlelap dalam hitungan detik.Namun, bahkan dalam mimpi Freya tak bisa menemukan kedamaian. Sesuatu yang asing menyentuh tubuhnya, membuatnya gelisah. Sepasang kelopak matanya terbuka, dan betapa kagetnya ia melihat Javier berdiri sangat dekat di sampingnya."Jav—" Freya mencoba bersuara, tapi bibirnya langsung dibungkam oleh tangan besar Javier. Pria itu menggeleng, memberi isyarat agar Freya diam. Setelah itu, dia melepaskan tangan dari mulutnya."Apa yang kau lakukan di kamarku tengah malam seperti ini?" Freya berbisik, cemas.Javier menyeringa
Hari demi hari pun berlalu sampai Freya mulai muak dengan pekerjaan yang membuatnya seolah menjadi budak. Kalau bukan karena beban tanggung jawab terhadap kesehatan adiknya, mungkin Freya sudah meninggalkan rumah itu sejak lama.Setelah beberapa bulan tinggal di rumah itu, untuk pertama kalinya Freya memberanikan diri untuk mencoba alat tes kehamilan. Detak jantungnya berdegup kencang, berharap dengan cemas menunggu hasil yang akan terlihat.Namun, setelah beberapa menit berlalu, ia hanya bisa menelan kekecewaan karena alat tersebut masih menunjukkan garis satu."Apa mungkin yang tidak bisa memberikan keturunan adalah Javier?" gumamnya, karena Freya yakin kalau periode bulanan yang ia alami selalu lancar setiap bulan.Pasti ada yang tidak beres, dan Freya curiga kalau Javier lah yang bermasalah. Alat tes tadi Freya buang ke tempat sampah begitu saja, kemudian pergi. Tapi ia kaget karena Viona berdiri di depan pintu kamarnya seperti seseorang yang sedang mengawasinya."Ada yang bisa sa
Terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan, detak jantung Freya bergemuruh saat menjadi saksi kegiatan Javier dan istrinya. Tapi setelah itu, mereka akhirnya pergi dan mungkin melanjutkannya ke kamar pribadi.Setelah merasa cukup aman, Freya akhirnya keluar dari persembunyiannya. Ia bergegas menuju halaman belakang, berharap menemukan udara segar untuk mengisi paru-parunya yang terasa kosong setelah terlalu lama menahan napas.Malam itu terasa hangat, dan tanpa berpikir panjang, Freya merebahkan diri di atas rumput. Tangannya terangkat, seolah berusaha meraih salah satu bintang di langit malam yang terlihat tenang, berbeda jauh dengan kekacauan dalam hatinya."Beritahu aku, sampai kapan pekerjaan ini harus aku lakukan?" bisik Freya pada udara kosong di sekitarnya.Matanya sempat terpejam, tapi beberapa detik selanjutnya Freya beranjak duduk. Sekarang sekitar jam sembilan malam, tanpa pikir panjang ia pun masuk ke dalam rumah dan pergi dari rumah itu untuk menenangkan diri sejenak.
Freya bekerja keras sejak langit belum menunjukkan sinarnya, ia memastikan setiap sudut rumah bersih dan teratur, tak membiarkan celah sedikit pun bagi Viona untuk mengkritiknya seperti sebelumnya. Saat matahari belum sepenuhnya naik, dan Javier serta Viona masih terlelap, Freya sudah menyelesaikan pekerjaannya dan bergegas menyiapkan sarapan.Pukul delapan tepat, Javier turun lebih dulu, menatap Freya sekilas dengan tatapan dingin sebelum menyantap makanannya tanpa sepatah kata pun. Setelah itu, dia menghilang ke ruang gym untuk berolahraga, meninggalkan Freya dalam keheningan.Tidak berselang lama Viona datang, wanita itu kali ini tidak menyapa Freya dengan senyum yang biasanya terpajang di wajahnya. Aura dingin yang memancar dari Viona begitu terasa, dan Freya dapat merasakannya bahkan sebelum kata-kata pertama terucap."Aku ingin belanja hari ini, kau harus menemaniku," ucap Viona, suaranya tegas dan tanpa ruang untuk penolakan."Baik, Nyonya," jawab Freya sambil menundukkan kepal
Tidak terasa dua hari berlalu begitu saja, Freya selalu pergi menjenguk David lalu kembali lagi ke rumah Javier melaksanakan tugasnya yang seperti siksaan tanpa henti. Dalam hitungan hari saja, wajah Freya yang awalnya tampak segar dan sehat, kini mulai tampak tirus akibat pekerjaan berat yang ia lakukan nyaris tanpa henti.“Kau sakit?” tanya Pamela dengan suara yang tajam, tatapannya menusuk dari ujung rambut hingga kaki Freya. Sorot matanya penuh penilaian dan tak ada simpati di sana.“Saya hanya kurang istirahat, Nyonya,” jawab Freya lirih, dengan kepala menunduk dalam-dalam. Bagaimana mungkin ia menjelaskan beban yang ia tanggung? Siang dan malam seolah bersatu dalam satu lingkaran tanpa ujung.Pamela melipat tangan di depan perut, wajahnya penuh kekesalan yang terpendam. "Kalau kau terus seperti ini, bagaimana mungkin bisa melakukan tugasmu dengan benar? Aku yakin rumah putraku tidak kekurangan makanan. Kenapa kau tidak makan dengan benar?"Freya cuman bisa diam, perasaannya suda
Ketika kesadarannya sudah mulai pulih, Freya mengerjap beberapa kali. Tapi ketika ia ingat alasannya bisa pingsan, saat itu juga Freya turun dari tempat tidur sampai ia nyaris terjatuh."Freya! Hati-hati," tegur David yang menahan tubuhnya.Freya mendorong David, ia dengan cepat kembali menuju ruangan David dirawat. Tapi adiknya sudah tidak ada, Freya panik dengan wajah ketakutan, tapi saat melihat David masuk ke ruangan itu juga, tanpa aba-aba Freya menarik baju pria itu."Dimana adikku? Dia baik-baik saja, kan?!"David bingung harus mengatakan apa melihat kondisi Freya yang tampak sangat kacau, "Freya, tenangkan dirimu.""DIMANA ADIKKU!" Freya menjerit, nadanya memohon, hampir tak lagi terdengar sebagai suara manusia yang penuh harap."Di ruang jenazah," jawab David pada akhirnya.Dunia Freya runtuh seketika. Tubuhnya lemas, namun entah dari mana, kekuatan emosional memaksanya berlari lagi. Kakinya hampir tergelincir beberapa kali, tapi ia tidak peduli. Matanya berair, nafasnya pende
Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Udara pagi itu terasa segar, namun bagi Javier, udara seolah dipenuhi dengan ketegangan yang manis. Berdiri di ruang gantinya, ia merapikan tuksedo putih bersih yang melekat sempurna di tubuhnya. Setiap detail tampak serasi, memberikan kesan bahwa ia adalah pria yang siap memulai kembali kehidupan baru dalam hidupnya, sebagai suami dari wanita yang ia cintai.Javier menatap cermin di depannya, memperhatikan bayangan dirinya. Ada sedikit senyum puas di wajahnya, namun tatapannya segera berubah lembut ketika ia membayangkan sosok Freya."Aku ingin melihat seperti apa dia sekarang," gumamnya pelan.Namun, ketika ia berbalik untuk pergi, langkahnya di hadang oleh David yang tiba-tiba muncul di pintu."Hei, hei! Kau mau kemana, Dude?" David bertanya dengan nada menggoda, tangannya terangkat seolah ingin menghentikan langkah Javier."Bertemu istriku," jawab Javier tanpa ragu, alisnya sedikit terangkat.David tertawa kecil, melipat tangannya di dada. "D
Malam itu, suasana rumah Javier berubah menjadi hidup ketika suara deru mobil terdengar berhenti di halaman. Beberapa saat kemudian, riuh celotehan anak-anak mengisi udara. Dylan dan Felix melompat keluar dari mobil, berlari ke arah Freya dengan semangat yang nyaris meledak-ledak. Mereka berlomba-lomba untuk menceritakan petualangan mereka selama di luar rumah, wajah mereka berseri-seri seperti dua matahari kecil yang membawa keceriaan.Javier yang duduk di ruang tamu menoleh sejenak. Senyumnya tipis, cukup hangat untuk menandakan kebahagiaannya melihat anak-anak begitu bersemangat. Tapi pandangannya segera tertuju ke arah pintu mobil yang masih terbuka. Dari sana, Morgan muncul, langkahnya mantap namun terlihat lelah. Javier meletakkan ponselnya di meja, bangkit dan berjalan menghampirinya."Biasanya anak buahmu yang mengantar mereka pulang," ucap Javier, nada suaranya penuh rasa ingin tahu.Morgan hanya menatap Javier sekilas, tidak langsung merespons. Ia menyerahkan dua tas milik D
Langkah Javier terdengar ringan ketika memasuki rumah, senyuman tak henti-hentinya menghiasi wajahnya. Di tangannya ada sebuah kotak beludru hitam, kecil namun begitu berharga, isinya adalah cincin pernikahan yang telah ia pesan. Pandangannya menyapu ruangan sesaat, mencari sosok yang sudah memenuhi setiap sudut hidupnya dengan kehangatan.Ia menemukannya di halaman belakang, wanita cantik dengan perut yang mulai membesar itu sedang memetik buah plum dari pohon. Freya terlihat begitu damai dalam kesederhanaannya, meskipun tubuhnya tengah mengandung keajaiban kecil yang sebentar lagi akan hadir di dunia.Javier berjalan perlahan ke arahnya, menikmati setiap detik pemandangan ini. Ada kebahagiaan sederhana yang terpancar dari Freya, meskipun dia tampak sibuk dengan keranjang buah di tangannya.“Hai, kau sedang apa?” tanya Javier sambil menyandarkan tubuhnya pada pintu kaca yang menghubungkan ruang tamu dengan halaman belakang.Freya menoleh, senyuman lembut menghiasi wajahnya. “Memetik
Hari-hari berlalu dengan cepat, tapi satu hal selalu sama, setiap kali Dylan dan Felix pulang dari pertemuan mereka dengan Morgan, keduanya terlihat kelelahan. Javier sudah mulai terbiasa melihat wajah letih kedua putranya, meski rasa penasarannya terus mengganggu. Setiap kali ia bertanya apa yang mereka lakukan, jawaban mereka selalu singkat, "Bermain dengan Kakek."Namun sore itu berbeda. Wajah Dylan terlihat memerah seperti habis terbakar matahari, dan kulitnya tampak kasar. Freya yang cemas melihat kondisi anaknya, segera mengambil pelembap dan mengoleskannya ke wajah Dylan dengan lembut.Javier yang berdiri di sudut ruangan sambil memperhatikan, "Permainan apa yang kalian lakukan dengan Kakek sampai seperti ini?" tanyanya dengan nada tegas, tatapannya tajam mengarah pada Dylan.Dylan hanya menunduk, sementara Felix yang biasanya lebih blak-blakan, terlihat ragu-ragu. Tapi sebelum ia bisa berkata apa-apa, Dylan buru-buru menutup mulut saudaranya.Alis Javier terangkat tinggi. "Jad
"Kau yakin hanya pesta biasa saja?" tanya Javier, matanya memandang Freya dengan ragu, seolah memastikan dia tidak salah dengar.Freya mengangguk mantap, senyum lembut tersungging di wajahnya. "Aku tidak terlalu menyukai sesuatu yang berlebihan. Lebih baik kita mengadakan pernikahan yang sederhana. Hanya menghadirkan orang-orang terdekat, tanpa kemewahan yang berlebihan. Bagiku yang penting adalah maknanya, bukan pesta besar yang mencuri perhatian."Javier terdiam sejenak, lalu meraih tangan Freya, menggenggamnya erat. Ia menatap mata wanita itu dengan penuh perhatian. "Jangan khawatir soal biaya. Aku bisa memberikan segalanya untukmu. Aku ingin hari itu menjadi sempurna, sesuatu yang tak akan pernah kita lupakan."Freya tersenyum lagi, kali ini lebih lebar, seolah meyakinkan pria di depannya. "Bukan soal biaya, Javier. Ini tentang apa yang membuatku bahagia. Aku tidak butuh pesta yang megah untuk merasa istimewa. Yang aku butuhkan hanyalah kamu, dan janji yang kita bangun bersama. It
Seperti yang Javier harapkan, keesokan paginya, bahkan sebelum cahaya matahari menyentuh cakrawala, suara mesin mobil terdengar memasuki halaman rumah. Javier yang sudah menunggu sejak semalam turun dari lantai dua ke ruang tamu.Saat pintu mobil terbuka, dua pria dengan tubuh tegap keluar, masing-masing menggendong Dylan dan Felix yang tertidur pulas di pelukan mereka. Bocah-bocah itu tampak damai, seolah-olah tak terganggu oleh perjalanan panjang yang baru saja mereka lalui.Javier melangkah keluar, matanya menyapu kendaraan dengan hati-hati, berharap menemukan sosok Morgan. Namun yang ia temui hanyalah seorang supir berdiri kaku di sisi pintu mobil.“Dimana bos kalian?” tanya Javier dengan nada datar, meskipun ada sedikit ketegangan yang terselip dalam suaranya.Supir itu menunduk hormat. “Tuan mempercayakan kami sepenuhnya untuk mengantar putra Anda kembali dengan selamat. Jika tidak ada yang lain, kami permisi.”Tanpa menunggu jawaban, kedua pria yang menggendong Dylan dan Felix
Keduanya menuju mobil terparkir, niat Javier ingin mengajak Freya ke butik hari ini berakhir di tunda. Mereka pulang, perjalanan dari pantai yang Freya kunjungi dari rumah sangat jauh dan mereka tiba di rumah saat langit sudah gelap. Tapi, rumah dalam keadaan sepi. Biasanya saat jam seperti ini, Dylan dan Felix sangat ribut sehingga rumah sepi seperti ini cukup membuat Freya curiga apa yang dilakukan oleh mereka. "Aku akan lihat mereka di kamar," kata Freya. Ketika Freya menghilang menuju lantai atas, Javier menerima panggilan telepon yang datang tiba-tiba. Ia menjawab dengan santai, “Halo?” Suara berat di ujung telepon langsung terdengar tanpa basa-basi. “Aku akan mengembalikan kedua putramu besok.” Belum sempat Javier menjawab, panggilan itu langsung terputus. Ia menatap layar ponselnya yang kembali gelap, lalu mendesah panjang, memijat pelipisnya perlahan. Sementara itu Freya membuka kamar putranya, tapi kosong. Perasaannya mendadak cemas, dengan langkah tergesa-gesa ia kembal
Beberapa hari kemudian, setelah banyak pertimbangan akhirnya Javier dan Freya sepakat untuk menikah sebelum musim dingin tiba. Itu artinya, hanya tersisa kurang dari empat bulan untuk mempersiapkan hari istimewa mereka.Namun, bagi Javier waktu yang singkat itu bukan alasan untuk tergesa-gesa, justru ia ingin memastikan setiap detail sempurna, karena hari itu akan menjadi momen yang mengikat Freya sepenuhnya dalam hidupnya.Pagi itu, tepat pukul sembilan, Javier baru saja keluar dari ruang gym. Tubuhnya masih berkeringat, dan handuk kecil di tangannya ia gunakan untuk menyeka leher dan wajah. Suara dering ponsel memecah kesunyian. Ia melihat layar ponselnya, mendesah pelan, lalu mengangkatnya.Dari ujung telepon, suara berat Morgan terdengar penuh dengan kemarahan yang ia coba tahan.“Kau menguji kesabaranku, Javier!”Javier hanya menyeringai tipis sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding. Ia tidak tampak terintimidasi sedikit pun. “Aku tidak pernah berjanji apapun padamu,” jawabnya da
Setelah mendengar penjelasan Morgan, Javier tak bisa berkata kata lagi. Rasanya ia turut hanyut dalam kisah yang terjadi diantara Pamela dan Morgan, ia telah salah paham menilai Morgan yang ternyata berusaha untuk melindunginya."Sekarang, terserah padamu untuk percaya atau tidak. Keputusan untuk percaya ada di tanganmu, memang sulit menerima kenyataan bahwa ayah kandungmu adalah seorang pembunuh. Kau pasti malu, jadi sebaiknya kau tidak perlu mengakui diriku." kata Morgan.Javier tetap diam, masih mencerna apa yang sudah ia dengar. Morgan adalah korban, sementara selama ini Javier tau bahwa ibunya, Pamela, tidak pernah mencintai Rodeo. Mereka menikah karena bisnis, dan kemungkinan besar Pamela juga terpaksa hidup bersama dengan Rodeo walaupun yang sering kali Javier lihat, Pamela terlihat bahagia.Tapi tidak dengan hatinya, bahkan Morgan juga sama, dia memilih untuk tidak menikah hingga sekarang demi satu wanita yang dicintainya."Lalu ... kenapa ayahku memintamu untuk bertanda tanga