Gilang mengumpat keras karena Kasih sudah mengganti kata sandi apartemen itu, dia menekan tombol apartemen itu beberapa kali, sayangnya tak ada tanggapan dari Kasih."Apa-apaan dia. Apa maksudnya mengganti sandinya. Apa dia ingin menghindar dariku? Awas aja kalau beneran iya," gerutu pria itu.Tak lama kemudian Gilang mendengar suara pintu terbuka, Gilang mendongakkan kepalanya, dia melihat Kasih sedang memakai handuk, sepertinya wanita itu habis mandi.Belum sempat Kasih berbicara, Gilang lebih dulu masuk, lalu mendorong tubuh wanita itu."Kenapa keluar dengan penampilan seperti itu? Bagaimana kalau orang lain lihat?" tanya pria itu kesal."Maaf, aku buru-buru soalnya dari tadi belnya terus berbunyi, aku tahu kalau itu kamu."Wajah emosi pria itu seketika sirna, dia mengira kalau Kasih tengah menanti kedatangannya."Kau menungguku?"Kasih mengerutkan keningnya. "Bukannya kamu semalam bilang ingin datang ke sini? Memangnya siapa yang akan datang selain kamu, hanya kamu yang tahu tempa
"Ngapain lagi sih kamu datang ke sini?" tanya Kasih ketus. "Tahu alamatku juga dari mana?""Ini nggak disuruh masuk dulu, nih?"Kasih menggeleng tak percaya. "Masih punya muka ya kamu?"Biarpun begitu, Kasih menggeser tubuhnya ke samping, mempersilahkan wanita itu masuk.Setelah Kasih menutup pintu, dia menatap wanita itu dengan tajam."Mau jual aku lagi? Segitu ngebetnya ya kamu pengin punya uang, kenapa nggak kamu aja yang jual diri?" sindir Kasih.Diana mengelus dada, ucapan Kasih benar-benar membuatnya tersinggung. Akan tetapi, dia memaklumi mengapa Kasih berkata seperti itu."Ya ampun, Kasih. Masih aja dibahas masalah itu. Aku, kan, udah minta maaf. Tempat tinggal kamu sekarang bagus, ya," celetuk wanita itu, matanya mengedar ke sekeliling ruangan itu."Nggak usah ngalihin pembicaraan, kamu mau ngapain datang ke sini, pasti punya maksud tertentu, kan?" tebak Kasih."Nggak! Sumpah deh, aku tuh rasanya nggak enak kalau belum dapat maaf dari kamu, kayak ada yang ganjel gitu lho. Aku
Diana terus saja menatap Kasih, bahkan sesekali wanita itu memelototi Kasih, membuat Kasih mengernyit bingung."Kamu kenapa sih, dari tadi ngeliatin aku gitu banget," ujar Kasih.Diana menggeleng pelan. "Sejak kapan kamu jadi suka berselingkuh?"Kasih semakin mengernyitkan dahinya. "Selingkuh? Kapan aku selingkuh?" tanyanya bingung."Itu, cowok yang ada di apartemen kamu, memangnya siapa lagi, aku masih ingat ya, wajah Dani seperti apa."Kasih menatap Diana tak percaya. Bagaimana mungkin wanita itu menuduhnya yang tidak-tidak, padahal jelas-jelas dia yang sudah mengenalkan Kasih pada pria itu."Kamu lupa atau gimana?""Hah?""Atau kamu pura-pura nggak tahu?" tebak Kasih lagi."Kamu ngomong apa sih, aku tadi tanya kamu. Kenapa kamu malah kasih pertanyaan yang bikin aku bingung?"Kasih mendesah berat. "Bukannya kamu yang bikin aku kenal sama dia?""Kapan? Aku nggak merasa tuh.""Halah! Masa lalu biarlah berlalu, okelah sama kata-kata itu, tapi kamu nggak mungkin, kan, lupain kesalahan k
"Kamu kenapa sih, dari tadi duduk selalu gelisah?" tanya Yura heran."Hah? Oh, ini. Makanannya pedas banget," sahut Gilang asal.Yura mengerutkan keningnya. "Perasaan tadi kamu nggak pesan yang pedas deh, apa pelayannya yang salah antar kali ya? Aku panggil pelayan aja deh, biar makanan kamu diganti.""Jangan!" cegah Gilang. Pria itu tampak pias. "Nggak usah cari ribut deh, biar aja nggak usah diganti. Lagian ini makanannya nggak pedas-pedas banget kok. Udah, lanjut aja lagi makannya, bentar lagi kamu ada pemotretan, kan?" tanya Gilang, mengalihkan pembicaraan."Serius nggak apa-apa? Tapi kayaknya kamu tersiksa banget tuh. Atau kita tukeran makanan aja gimana?"Gilang menggeleng cepat. "Nggak usah, kamu bentar lagi ada pemotretan, nanti kalau tiba-tiba sakit perut gimana?""Ya udah deh," gumam Yura pelan. Wanita itu pun kembali menyuapkan makanannya ke dalam mulutnya.Sedangkan Gilang, pria itu bernapas lega karena Yura tak lagi menyahut ucapannya.Dia kembali melirik ke arah meja yan
"Udah dia balas?"Kasih menggeleng pelan, menandakan bahwa dirinya tengah gelisah."Ya udah, nggak usah dipikirin. Kamu itu punya hak untuk bebas. Masa iya dia aja yang enak. Dia bisa tuh mesra-mesraan sama istrinya. Masa kamu nggak?" tanya Diana sinis."Masalahnya, di surat perjanjian itu--""Halah! Nanti kalau dia marah, kamu tinggal putar balikkan fakta. Masa gitu aja nggak bisa, jadi perempuan jangan mau dikekang. Emangnya dia itu siapa, suami kamu sendiri aja nggak pernah tuh ngelarang kamu."Kasih menghela napas berat. "Semoga aja masalahnya nggak berbuntut panjang."'Dan semoga Gilang nggak akan ngamuk seperti waktu itu. Semoga aja kali ini dia mau mengerti,' batin Kasih melanjutkan."Nggak bakal kalau kamunya tegas," imbuh Diana."Iya. Terus ini kita jadi nonton?""Jadi dong. Oh, ya, yang tadi itu siapa? Kok kalian kayak akrab banget gitu?" tanya Diana penasaran."Awalnya juga aku nggak ngeh dia siapa. Pas dia kasih tahu perihal laki-laki badut baru deh aku paham. Namanya Bima
Gilang duduk di sofa ruang tamu dengan tenang. Ditemani sebatang rokok di sela bibirnya.Gilang sebenarnya bukan pecandu rokok, dia seperti itu ketika hatinya sedang kalut. Menurutnya, membuang asap melalui mulutnya membuat apa yang tengah dia rasakan di hatinya sedikit plong.Pria itu tersenyum sinis ketika melihat Kasih terus meronta. Saat ini kedua tangan Kasih diingat dengan tali di salah satu besi yang Kasih tidak tahu dari mana besi itu berasal.Kasih menduga, mungkin Gilang sudah merencanakan semuanya untuk menghukumnya. Selain kedua tangannya diikat, mulutnya juga disumpal menggunakan kain. Hal ini sungguh menyiksa Kasih.Saat ini Kasih terlihat begitu kacau, dia mencoba menarik-narik ikatan yang ada di tangannya, tapi sayangnya tak berhasil karena ikatan itu sangat kuat. Bahkan karena Kasih selalu memberontak, membuat tangan wanita itu sedikit lebam.Melihat Gilang beranjak dari duduknya, Kasih semakin pias. Dia takut kalau pria itu akan melakukan hal yang lebih gila. Dia ing
Kasih meringis pelan ketika merasakan pergelangan tangannya terasa sakit. Dia membuka matanya perlahan, pertama kali yang dia lihat adalah langit-langit kamar.Sejenak dia berpikir, mengingat kejadian tadi malam. Seingatnya, dia tengah diikat oleh Gilang, dan juga ditinggalkan oleh pria itu.Kasih memandang sekitar, saat ini dia tengah berada di kamarnya. Tadi malam Kasih sudah mencoba beberapa kali untuk melepaskan ikatan tali itu, tapi hasilnya nihil. Lalu siapa yang melakukannya? Melepaskan ikatan itu dan juga membawa dirinya ke tempat tidur?"Tidak mungkin kalau itu dia," kata wanita itu pelan.Kasih kembali memejamkan mata, hari ini dia berniat untuk bermalas-malasan, kejadian tadi malam sungguh saat menguras energi dan juga emosinya, dia akan menggunakan waktu itu untuk menstabilkan perasaannya."Sudah bangun?""Eh?"Kasih langsung terduduk, dia kaget mendengar suara berat itu.Kasih sangat hapal siapa pemilik suara itu, suara lelaki yang sudah membuatnya seperti ini.'Kenapa di
Yura melihat jam sambil mendesah berat. Sudah berada di angka 00.00 kenapa suaminya sampai saat ini belum muncul juga?"Dia itu sebenarnya pergi ke mana sih? Apa lagi di luar kota?" gumam wanita itu. "Mana udah siap-siap pakai baju seksi kayak gini. Ish! Kebiasaan deh dia tuh. Janjinya selalu molor," cebiknya.Yura menghubungi nomor Gilang. Sambungan itu terhubung, akan tetapi tak ada jawaban dari pria itu, membuatnya jengkel setengah mati."Ya Tuhan! Dia itu kenapa selalu kayak gini. Mana gairah udah di ujung tanduk. Oke, tunggu setengah jam lagi, kalau dia belum datang juga, benar-benar keterlaluan."Yura memutuskan untuk tidur, tak lupa dia menyetel alarm. Untuk jaga-jaga kalau Gilang datang.Wanita itu pun akhirnya tertidur pulas. Tak terasa sudah jam 00.30 alarm itu akhirnya berbunyi, deringan itu sungguh memekakkan di telinga Yura, membuat wanita itu mendengkus keras.Dengan mata terpejam dia menonaktifkan ponselnya, dia kembali melanjutkan tidurnya. Dia lupa karena sebenarnya t