"Maafkan aku, Bu. Seandainya saja waktu bisa diputar kembali, pasti aku nggak akan melakukan hal ini," kata wanita itu sambil menangis tergugu.Dia terus memandangi batu nisan yang bertuliskan nama ibunya itu dengan perasaan sakit yang sangat amat luar biasa. Tidak ada yang menemaninya di sini, semua orang sudah pada pergi, para tetangga Kasih mencerca Kasih habis-habisan, bahkan ada juga yang mengatainya dengan sebutan binatang.Ya, waktu ketika Dani dan Kasih bertengkar hebat, bukan hanya ibu Kasih saja yang mendengar, tapi para tetangga yang dekat dengan rumahnya juga ikut mendengarnya, dan dalam sekejap saja hal itu sudah banyak yang mengetahuinya.Ibaratnya hanya satu telinga yang mendengar, tapi banyak mulut yang ikut berbicara.Ketika Kasih membawa Mutia ke rumah sakit, dokter mengatakan jika denyut nadi ibunya mulai melemah, dan dokter itu juga mengatakan jika Mutia mengalami serangan jantung secara mendadak yang mengakibatkan nyawa wanita paruh baya itu tidak tertolong lagi.
Setelah terdiam cukup lama, Kasih hanya bisa menghela napas berat, kentara sekali jika begitu berat beban yang dia pikul. Fandi pun menyadari hal itu."Sekarang apa yang akan kamu lakukan?"Kasih tak menjawab, dia hanya bisa menggeleng, karena memang dia tidak tahu setelah ini apa yang akan dia lakukan. Dia seperti kehilangan arah dan tidak tahu harus di mana lagi tempatnya mengadu.Fandi menepuk pundak wanita itu secara perlahan. "Aku tahu kalau kamu sedang dalam suasana sedih, dan mungkin kabar kehamilan ini juga begitu mengejutkanmu. Sebaiknya jangan terlalu dipikirkan, kasihan bayi yang kamu kandung," nasehat pria itu.Kasih tertawa mendengarnya. "Maksud kamu aku harus tetap tenang gitu? Kamu itu nggak tahu apa yang aku rasakan itu seperti apa. Sakit!"Fandi manggut-manggut. "Aku tahu, mungkin aku memang tidak pernah merasakan apa yang kamu rasakan, tapi aku paham sakitnya seperti apa. Tenangkan pikiran kamu, aku yakin semua ini pasti akan ada jalan keluarnya."Lagi-lagi wanita it
Gilang tersenyum lebar ketika melihat Kasih begitu cantik malam ini. Sebenarnya Kasih selalu berpenampilan cantik, tapi untuk malam ini penampilan wanita itu sangatlah beda."Cantik banget sih," goda pria itu.Kasih tak menjawab, wanita itu hanya tersenyum tipis, hal itu semakin membuat pria itu gemas."Kemarilah, jangan jauh-jauh dariku," titahnya dengan nada bosnya.Kasih menggeleng, akan tetapi senyum itu tetap terbit di bibirnya.Gilang yang awalnya tersenyum seketika wajahnya berubah menjadi muram."Kamu berani membantahku, huh?" tanyanya dengan kesal."Sudah waktunya," lirih wanita itu.Gilang mengerutkan keningnya, tak lama kemudian dia tersenyum menyeringai."Wah, wah, wah, kamu sekarang sudah mulai nakal ya, mengajak bercinta duluan? Hei, siapa yang ngajarin kamu seperti itu?"Gilang berusaha menangkap tubuh wanita itu, lagi-lagi pria itu mengerutkan kening karena tubuh Kasih tak bisa disentuh."Kenapa kamu nggak bisa aku sentuh?" tanya pria itu heran."Aku sudah bilang, suda
Gilang tertawa miris sambil geleng-geleng kepala, masih tak percaya dengan apa yang dia lihat barusan.Istrinya baru saja bercinta dengan orang lain, entah sudah berapa lama pria itu bermain di belakangnya.Sebenarnya Gilang ingin marah, tapi kalau dipikir-pikir lebih jauh lagi untuk apa? Toh dia juga melakukan hal yang sama. Tapi menurutnya Yura benar-benar keterlaluan. Sempat-sempatnya bercinta dengan orang lain di saat dia sedang bersama dengan wanita itu.Pikirannya kali ini benar-benar tak karuan, tiba-tiba saja dia teringat dengan Kasih. Lagi, dia kembali mengingat mimpi itu yang sialnya membuat emosinya seketika naik.Dia menggeram kesal ketika dia menghubungi Kasih, nomor wanita itu tidak aktif, dia hanya mendengar suara datar dari wanita yang dia yakini operator."Sial! Dia ke mana sih, kenapa nomornya tidak aktif? Atau jangan-jangan dia mau menjauhiku, berengsek! Ini nggak boleh terjadi. Awas saja kau, aku akan memberikanmu pelajaran karena berniat tidak mengangkat telepon d
"Apa kamu bilang? Aku nggak salah dengar, kan?" tanya Yura tak percaya.Gilang menggeleng. "Kamu nggak salah dengar," ucap pria itu meyakinkan."Jadi ... kamu juga selingkuh?""Kenapa? Jangan merasa di sini kamulah yang paling tersakiti, karena nyatanya kamu duluan yang memulainya," desis pria itu. Dia sudah muak dengan tingkah polos Yura."Tapi ... aku--""Sebaiknya hal itu nggak usah dibahas lagi. Lebih baik kita bahas masalah kita ke depannya," sela Gilang cepat.Yura menggeleng, wanita itu rupanya tidak setuju dengan penuturan Gilang. "Nggak, aku ingin tahu masalah ini lebih detail. Bukannya kamu cinta banget sama aku? Kenapa kamu bisa kepikiran untuk selingkuh?" tanya wanita itu beruntun.Gilang menghela napas gusar. "Gini aja deh, sekarang pertanyaan itu aku balikin ke kamu, kenapa kamu selingkuh? Padahal kamu nyadar, kan, kalau kamu udah punya suami?"Yura langsung terdiam, dia bingung untuk menjawabnya."Nah, kenapa diam. Aku sedang bertanya.""Maaf, aku khilaf," tutur wanita
Gilang menggeram kesal ketika berkali-kali menghubungi nomor Kasih tapi tidak pernah tersambung. Berbagai pikiran buruk sudah bersarang di kepalanya.Apa yang saat ini wanita itu lakukan? Kenapa nomornya sampai tidak aktif? Apa wanita itu sedang bermesraan dengan suaminya?Itulah pertanyaan yang selalu Gilang lontarkan.Saat ini dia tengah mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, menuju rumah wanita itu, mungkin hanya untuk memastikan bahwa Kasih baik-baik saja. Dia akan memantau dari jarak jauh. Jika saja dia melihat Kasih bermesraan dengan suaminya, dia sudah memutuskan untuk mendatangi wanita itu, memberitahu apa yang sebenarnya terjadi."Sialan!" Berkali-kali Gilang mengumpat ketika pikirannya selalu mengarah ke sana. "Kenapa dia mematikan ponselnya, awas saja kau, habis kau malam ini!" desis Gilang.Kini Gilang sudah berada di dekat rumah wanita itu, Gilang menatap rumah wanita itu cukup tajam. Karena tidak terlalu terlihat, akhirnya pria itu memutuskan untuk memajukan mobil
"Udah kayak orang gila aja kamu itu, kenapa?" tanya Fandi sinis, dia pura-pura tidak tahu masalah pria itu. Dia sengaja memberikan pelajaran untuk pria itu."Diam, Lo!" bentaknya seraya mengacak rambutnya frustasi."Cuma tanya aja, kenapa malah nyolot? Oh, aku tahu, pasti masalah perempuan, kan?"Gilang mendelik kesal, sejujurnya dia enggan untuk membicarakan hal ini, menurutnya sungguh memalukan, tapi dia juga butuh teman curhat, agar emosi yang ada pada dirinya bisa mereda. Siapa tahu dengan dia bercerita, temannya itu bisa membantu mencari solusinya."Kasih pergi, dan aku nggak tahu dia ke mana," katanya pelan.Fandi mendengkus keras. "Kemarin-kemarin kamu ke mana aja? Kenapa baru sekarang dicari? Udah bosan bercinta sama istri baru cari pelampiasan lain," ejek pria itu.Gilang menatap Fandi dengan dahi mengernyit. Curiga sepertinya Fandi tahu sesuatu."Aku sama sekali nggak senang-senang. Aku ketemu Yura karena dia bilang lagi sakit, setiap aku mau pergi selalu ditahan. Kenapa kam
"Sekarang Kasih sudah pergi, jadi perbaiki lah hubunganmu dengan Yura, bila perlu kamu minta maaf sama dia kalau kamu pernah membuat kesalahan," kata Fandi tiba-tiba.Gilang menggeleng pelan. "Hubunganku dengan Yura udah nggak bisa diperbaiki lagi," katanya pelan.Fandi mengerutkan keningnya. "Kenapa? Apa karena Kasih? Kamu lebih memilih wanita itu dari pada istrimu sendiri?" tanya Fandi kesal.Lagi-lagi Gilang menggeleng. "Ini nggak ada sangkut-pautnya sama Kasih, aku dengan Yura udah selesai, bukan suami-istri lagi, makanya aku bertekat mau nikahi Kasih," ujar pria itu memberitahu."Kalau bukan karena Kasih, terus apa?""Sebenarnya Yura telah lama berselingkuh, sejak awal memulai karirnya, mirisnya aku baru tahu hal itu kemarin."Fandi menganga ketika mendengarnya. "Kamu serius? Nggak mengada-ada, kan?" tanyanya tak percaya."Memangnya sekarang aku lagi mood buat bercanda?" tanya Gilang kesal."Wah, wah, wah, pria setampan kamu aja dia bisa berpaling darimu, atau jangan-jangan dia k
Tidak ada yang paling membahagiakan menurut Gilang selain menikah dengan orang yang dia cintai.Wanita yang selama ini dia tunggu-tunggu kehadirannya akhirnya sudah berada digenggamannya untuk selamanya.Kebahagiaan Gilang terasa sangat lengkap karena kedua anak yang lahir dari perut Kasih, wanita yang dicintainya.Ya, bukankah pria itu dari dulu sangat menginginkan hal itu? Mungkin dulunya Kasih menganggap jika omongan Gilang hanya candaan belaka, tapi tidak menurut Gilang, pria itu benar-benar sangat serius mengatakannya.Dulu, hubungan mereka sangatlah salah, tidak pantas ditiru untuk siapapun. Sebatas partner di atas ranjang, karena dia begitu kesepian, dan dia memanfaatkan Kasih karena wanita itu sangat membutuhkan bantuan.Gilang menggeleng seraya tersenyum kecil ketika mengingat awal pertemuan mereka yang menurut pria itu sangat berkesan."Ngapain senyum-senyum sendiri? Hayo, pasti lagi mikirin sesuatu," celetuk Kasih. Wanita itu menatap suaminya penuh curiga."Iya nih, tahu aj
"Selamat ya, akhirnya hari-hari yang kalian tunggu tiba juga," celetuk Fandi seraya menyalami Gilang."Makasih, Bro. Kalau bukan karena kamu, pasti hari ini nggak akan terjadi," ucap Gilang dengan suara tulus.Fandi tertawa kecil. "Habisnya aku greget banget sama hubungan kalian berdua. Sama-sama mau tapi gengsinya gede banget. Wanita itu memang harus digertak, kalau nggak digituin nanti malah teus mengulur waktu. Dan ya ... rencanaku berhasil, kan. Pada dasarnya itu Kasih cinta sama kamu, terlihat begitu jelas dengan tatapan matanya. Cuma ya seperti tadi yang aku bilang, gengsinya wanita itu besar. Yang dia mau lelaki harus berusaha sekuat mungkin berjuang buat meyakinkan dia, kalau sudah dirasa cukup barulah dia nerima kamu. Pikiran wanita itu gampang ditebak," celoteh Fandi panjang lebar."Ya, ya, ya. Terserah kamu bilang apa, intinya aku berterima kasih karena pada akhirnya kami sudah menikah, itu semua berkat kamu."Fandi menepuk pundak Gilang dengan pelan. "Sama-sama, tapi aku y
"Apa kamu menyesal karena sudah melakukan kesalahan fatal, Dina?" tanya Bima sinis.Wanita itu tak berani menatap calon suaminya itu, dia benar-benar begitu malu.Karena melihat Dina diam saja, Bima pun duduk di hadapan wanita itu, pria itu menghela napas berat."Sejujurnya aku nggak mau lihat kamu seperti ini, tapi ... kamu memang pantas dihukum seperti ini, karena kesalahanmu itu. Apa sampai saat ini kamu belum menyadari kesalahanmu itu? Apa sampai saat ini kamu masih menyalahkan aku dan Kasih karena kami dekat? Dan masih benci dengan Bastian yang jelas-jelas anak itu tidak memiliki kesalahan apapun? Apa kamu masih mempertahankan egomu itu, Dina?" tanya Bima secara beruntun.Tak lama setelah itu, terdengar suara isak tangis dari wanita itu. Sejujurnya Bima tak tega mendengarnya, ingin sekali memeluk wanita itu, tapi mati-matian ia tahan, dia ingin kalau Dina menyadari kesalahannya."Aku ... aku sangat menyesal, Mas. Aku menyesal. Seandainya saja waktu bisa diputar kembali, aku nggak
Gilang tersenyum puas karena pada akhirnya Tiara sudah masuk ke dalam penjara. Untuk sebagai bukti yang akan dia tujukan pada calon istrinya itu, Kasih, jadi dia mengambil foto Tiara ketika sedang di dalam penjara."Gimana? Enak, kan, rasanya hidup di sini. Makan gratis, nggak ngapa-ngapain lagi, harusnya kamu berterima kasih sama aku," kata pria itu dengan bangga.Tiara menggerakkan giginya. Rasa amarah dan juga malu menjadi satu.Niatnya ingin memiliki pria itu, malah berakhir seperti ini. Sungguh mengenaskan."Saya mohon, Pak. Tolong bebaskan saya dari sini," mohon wanita itu."Gimana? Kamu minta untuk dibebaskan? Bukannya di sini tempatnya sungguh nyaman?" Lagi-lagi Gilang mengejek wanita itu."Saya tidak mau tinggal di sini, Pak. Tolong keluarkan saya dari penjara ini, Pak. Saya janji akan menuruti semua perintah Anda kalau Anda mau mengeluarkan saya dari sini." Lagi-lagi Tiara memohon ampun.Wanita itu sangat menyesal karena sudah masuk ke dalam kehidupan pria itu. Sungguh, keja
"Aku sudah menuruti semua keinginanmu, sekarang giliran aku menagih janjimu.""Janji? Emangnya aku punya janji sama kamu?" tanya Kasih heran."Oh, jadi kamu mau melupakan hal itu?""Aku serius!" bantah Kasih."Bukankah kamu yang bilang sendiri kalau aku sudah berhasil memecahkan kasus siapa yang menabrak Bastian, kamu mau menikah denganku? Apa kamu mencoba untuk ingkar janji?" tanya Gilang dengan sorot mata tajam."Oh, yang itu. Aku kira apaan. Masih ada satu lagi yang belum kamu selesaikan.""Mencoba cari alasan lagi?"Kasih menggeleng. "Aku sama sekali nggak cari alasan," bantah wanita itu dengan mata melotot."Ya sudah, katakan saja. Aku harap ini yang terakhir kalinya kamu mencari alasan. Setelah itu, tidak ada lagi yang namanya ngeles, kamu harus menikah denganku secepatnya.""Kenapa harus terburu-buru?" tanya Kasih dengan senyum remeh."Serius kamu bertanya seperti itu? Baiklah, aku akan menjawabnya dengan sejujur-jujurnya. Apa lagi kalau tidak merindukan tubuhmu. Tubuhmu itu ca
"Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kasih heran. Bima menghela napas berat, dia melirik ke arah Gilang yang saat ini tengah duduk anteng di dekat Kasih. Tatapan mereka berdua bertemu, Bima memberi kode pada Gilang agar pria itu pergi dari situ, karena Bima ingin berbicara berdua saja dengan Kasih. Sayangnya yang diberi kode sama sekali tak mengerti, lebih tepatnya Gilang pura-pura tidak tahu apa maksud Bima, pria itu malah melengos. "Bim?" panggil Kasih heran karena melihat pria itu tampak diam saja. "Tadi katanya mau ngomong, kok malah diam aja?" "Bisakah hanya kita berdua saja di sini, nggak lama kok," pinta Bima. Gilang mendelik kesal ketika mendengar Bima berbicara seperti itu. Tidak cukup jelaskah kalau tadi Gilang menolak usiran dari pria itu melalui tatapannya? Lantas kenapa harus diperjelas lagi? "Kalian ngobrol aja, anggap aja aku nggak ada di sini. Aku nggak bakalan dengar pembicaraan kalian berdua kok," kata Gilang dengan suara tenang. "Gilang, biarkan kami berdua
"Mas aku beneran minta maaf, Mas. Tolong maafin aku, Mas. Please," mohon Dina."Kamu itu salah, Din. Salah besar! Apa pantas aku maafin kamu?" tanya pria itu sinis."Aku benar-benar khilaf, Mas. Aku minta maaf, Mas. Aku harus gimana supaya kamu mau maafin aku?"Bima terus menggeleng. "Aku benar-benar masih nggak nyangka aja, Din. Wanita yang selama ini aku anggap baik, nyatanya aku salah kira. Di depanku aja kamu terlihat begitu baik, tapi di belakangku ... hatimu begitu busuk," desis pria itu."Aku akui kalau aku ini salah, Mas. Aku ini cemburu melihat kedekatan kalian, Mas," kata Dina jujur."Aku selalu meluangkan waktu untukmu, Din. Bahkan aku menemui Kasih dan Bastian itu termasuk jarang, itu semua aku lakukan demi menjaga hati kamu. Tapi apa? Kamu malah egois!" tandas pria itu."Aku nggak egois, Mas. Aku hanya ingin mempertahankan hubungan kita!" kata Dina tak terima.Bima yang melihat sikap arogan Dina pun tertawa sinis."Kamu itu ya, udah tahu salah bukannya minta maaf tapi mal
"Iya bentar!" Bima terlihat begitu kesal karena sedari tadi ada yang mengetuk pintu rumahnya dengan sangat kencang.Pria itu berjalan menuju ke arah pintu dengan terburu-buru, setelah itu dia pun membuka pintu, matanya terbelalak ketika melihat siapa yang datang ke rumahnya."Selamat siang," sapa pria itu.Bima tak segera menjawab, dia masih kaget dengan kedatangan pria itu."Ehem! Selamat siang," kata pria itu sekali lagi."Siang," jawab Bima kikuk."Apa aku mengganggu waktumu?""Nggak, nggak kok," sahut Bima seraya menggeleng cepat. "Omong-omong ada apa ya datang ke sini, apa ada yang bisa dibantu?""Apa aku tidak dipersilahkan untuk duduk?""Oh, ya, silakan duduk. Tunggu sebentar, aku buatkan minum dulu.""Nggak usah, aku datang ke sini bukan untuk minta minum, tapi ada yang harus aku selesaikan.""Kamu datang ke sini mau cari Kasih? Sorry aja ya, Kasih nggak pernah datang ke sini," jelas Bima, dia mengira kedatangan Gilang ke rumahnya karena ingin mencari wanita itu."Kedatangank
"Kasih!" teriak Diana, wanita itu berlari kecil mendekati sahabatnya. "Selama ini kamu ke mana aja sih, kok nggak pernah ada kabar," lanjut wanita itu seraya memeluk erat tubuh Kasih."Pelan-pelan, Di. Aku sesak napas, kamu meluknya kekencengan," keluh wanita itu."Oh, sorry-sorry." Diana pun langsung melepaskan pelukannya itu. "Ke mana aja sih kamu, kok nggak pernah kasih aku kabar. Udah lupa ya sama aku?"Kasih tertawa kecil. "Kalau udah lupa, nggak mungkin aku ngajak kamu ketemu, Di.""Terus selama ini kamu ke mana?" tanya Diana lagi."Nggak ke mana-mana sih, cuma menenangkan diri aja."Diana mendengkus keras. "Nyatanya dirimu nggak bisa tenang, kan, selain di sini?" cibir wanita itu.Lagi-lagi Kasih menanggapinya dengan tawa. "Kok tahu sih?" "Ya tahu lah, secara, kan, pujaan hatimu ada di sini. Gimana? Udah ketemu belum sama dia? Pasti udah dong ya. Omong-omong, si Manda itu anak kamu sama Gilang, kan? Itu beneran nggak sih, takutnya dia bohongin aku, siapa tahu itu anaknya sama