"Permainan yang indah Alessa," puji Jovian. Kala itu Jovian semakin jatuh hati pada sosok Alessa. Baginya Alessa bukan wanita yang biasa saja. Alessa selalu menyimpan kejutan padanya. Sosok wanita yang paling unik di antara wanita lainnya.Alessa menatap Jovian dengan tatapan aneh. Pria itu tak bergeming menatapnya dengan raut wajah datarnya itu. "Kak Jo, apakah Kakak masih menatapku saja?" tanya Alessa.Jovian menggeleng. "Kenzo sudah memesankan meja di restoran, mau makan dulu?" Jovian mengajak Alessa untuk makan malam.Alessa mengangguk riang. Dia langsung berselancar ke tepian gelanggang kemudian melepaskan sepasang sepatu skate. Alessa mengambil ponselnya dulu setelah meminta Penjaga Gelanggang merekam koreografi skating bebasnya. Inilah kesempatan bagi Alessa untuk menjerat Jovian. Alessa langsung meraih lengan Jovian untuk digandengnya. "Dingin, hehe," kekeh Alessa menggeratkan tangannya pada lengan Jovian ketika Pria bermata biru itu menoleh menatapnya.Jovian mengangguk meng
Alessa terbangun pagi harinya dengan seluruh tubuh yang terasa pegal. Kedua mata kenari madunya membulat sempurna kala merasakan tubuh bagian bawahnya tidak terasa nyaman. "Tidak, tidak mungkin, apa aku dan Jovian melakukannya?" Alessa bertanya seorang diri dengan ingatan yang samar. Dia menyibakkan selimut tebal ini tapi mendapati sekujur tubuhnya sudah bersih bahkan menggunakan piyama baru. Alessa melihat ke sebelah ranjangnya yang kosong. Jovian sudah tidak ada di kamar. Alessa beranjak berdiri dengan perlahan karena rasa nyeri baru terasa di tubuhnya."Alessa, selamat pagi ... mau sarapan dulu?" tanya Jovian yang sedang sibuk di dapur.Pria itu tampak tengah berusaha membuat sup. Raut wajah tampannya datar namun terciptra kerutan di dahi karena dia tengah bingung. Ada satu piring berisi beberapa lembar roti bakar dengan telur yang sudah di panggang. "Maaf aku tidak tahu memasak." Jovian berucap sembari menoleh pada Alessa.Alessa menghela napas. Dia pun berjalan mendekati Jovian
Dia meraba-raba ranjang kasur yang kosong belakangan ini Alessa tidur seranjang dengan Jovian. Keberadaan Pria itu disisinya sudah jadi kebiasaan untuk Alessa. Pagi-pagi Alessa malas beranjak dari kasurnya. Padahal Alessa harus menyiapkan sarapan untuk Jovian yang sudah jadi kebiasaannya selama beberapa minggu ini. Alessa pun beranjak dari ranjang kasurnya kemudian berjalan menuju dapur. Alessa memasak sup karena ia tahu Jovian menyukai makanan berkuah dan segar. Tak lupa membuatkan Pria bermata biru itu satu cangkir kopi panas. Tak lama Alessa menatap Jovian yang baru keluar dari kamar mandi. Alessa terkekeh kecil. "Kenapa kamu tertawa?" tanya Jovian sedang mengeringkan rambutnya.Alessa segera menjawab. "Rambutmu pirang, matamu biru dan namamu Heide, aku kira orang eropa malas mandi," canda Alessa."Oh, kebiasaan sejak kecil tinggal di Indonesia," sahut Jovian.Alessa mengangguk. Jika dipikir-pikir lagi Jovian memiliki penampilan yang mirip dengan ayahnya tapi ibunya Julia tampak
"Hiks ... aku senang karena aku mulai mencintainya tapi apakah aku harus mempertahankan bayi ini?" Alessa mulai terisak sendiri dalam keheningan toilet. Dia bahkan mengabaikan ucapan Mina dari sambungan teleponnya. Alessa mendadak merasa takut dengan kehamilannya sendiri."Alessa, dengarkan aku, kali ini berbeda karena kalian saling mencintai," ucap Mina dari seberang sambungan telepon ini. Alessa termangun mendengar ucapan Mina. Alessa memang merasa bahagia bersama dengan Jovian. Ia bahagia menjalani pernikahan pura-puranya ini. Mereka memang sungguhan menikah tapi dengan tempo waktu tertentu. "Aku menandatangi kontrak dua tahun menikah tapi baru berjalan tiga bulan, aku malah hamil," ucap Alessa terkekeh sendiri. "Kak, aku matikan ya nanti aku telepon lagi." Alessa berucap sembari menutup sambungan teleponnya. Kini Alessa mulai merenungi kelanjutan hidupnya sendiri. Alessa menghabiskan waktu dengan melamun sembari berbaring di ranjang kasur. Kedua mata Alessa juga sudah sembab kar
"Akan aku majukan rencananya, Alessa harus benar-benar mati kali ini," gumam Julia seorang diri. Julia langsung memasuki mobil putihnya yang sudah terparkir di depan apartemen. Wanita itu sempat menekan nomor seseorang melalui ponselnya. "Besok, aku mau kau membereskannya dengan rapi," ucap Julia singkat. Julia langsung mematikan ponselnya kemudian beranjak pergi. Hari sudah larut malam tapi Alessa masih terjaga. Alessa merebahkan dirinya di sofa ruang tamu kemudian menatap kosong siaran berita dari televisi. Usai kedatangan Julia membuat Alessa menjadi merasakan traumanya lagi namun dia tak sanggup mengatakannya pada Jovian. Pintu apartemen terdengar berdecit terbuka. Jovian pergi keluar apartemen seorang diri untuk membelikan macaron. Jovian memandangi Alessa yang berbaring di atas sofa dengan kedua mata sembabnya. Jovian pun mendekati Alessa sembari menyodorkan bungkusan berisi macaron."Alessa, sejak sore kamu belum makan apapun," ucap Jovian."Aku mual," sahut Alessa singkat.
"Kalau begitu jawabanmu bersama Jovian, jadi bersiaplah pada bencana keduamu, Wanita Kampung," cibir Julia. Julia mendecak kesal. Seharusnya dia sudah menghabisi Alessa yang jadi penghambat untuknya tapi Julia tahu cara melemahkan tekad Alessa. "Lihatlah dirimu, apa kau model? pendidikanmu? bisa apa kau bersanding dengan anakku yang kemilau di podium itu, Tuan Muda Kaya Raya yang seharusnya berdampingan dengan Wanita jelas asal usulnya." Julia menegak segelas wine yang sedari tadi ia pegang. "Kau tidak ingat ya, anakmu sudah pernah mati, ckck," kekeh Julia. Julia beranjak pergi usai melihat wajah terancam dari Alessa. Dia tersenyum puas menatap raut wajah Alessa yang menyadari ancamannya. "Setelah ini, kau akan merasakan kematian lagi," ucap Julia sembari melenggang pergi.Alessa langsung bersandar pada ujung meja. Pikirannya jadi tak fokus belum lagi kedua tangannya jadi mendingin. Perasaan tak nyaman menyelimuti dirinya. "Apa ... apa dia baru saja mengancamku lagi?" tanya Alessa s
Sehari sebelumnya ... "Kak, ini aku Alessa," ucap Alessa sembari memegang ponselnya. Niatnya sudah bulat, usai terbebas dari penculikan atas penyelamatan yang dilakukan Jovian. Alessa menyusun rencana kaburnya bersama Eidar. Semula Alessa menceritakannya pada Mina namun Mina menyarankan Alessa meminta bantuan Eidar. Semua itu karena sebenarnya seseorang bernama Rinka Amarei mencari keberadaan Alessa melalui Eidar. Kebetulan ini membuat keuntungan bagi Alessa. "Kak kata Kak Mina sedang pendidikan lanjut di Kyoto ya?" tanya Alessa masih pada sambungan teleponnya. "Aku mau kabur, Kak." Alessa berucap sembari menahan getar pada bibirnya. Saat ini Alessa sudah memantapkan keinginannya. Ia bertemu dengan Eidar di bandara. "Iya, ayo kita pergi Kak Eidar," ucap Alessa sembari menurunkan topi yang ia kenakan. "Biar aku saja yang membawa kopermu," sahut Eidar. Pria itu mengambil alih koper yang semula Alessa pegang. Dia bahkan menggandeng tangan kanan Alessa sembari berjalan mendorong koper
"Itu karena ... dendam sudah membutakannya tapi ujung-ujungnya Alessa terperangkap pada dendamnya sendiri," jawab Eidar. Rinka memengang cangkir keramiknya. Selama ini dia tidak tahu menahu dengan hidup yang Alessa alami. "Bisakah kau katakan semuanya yang kau tahu mengenai Alessa?" pinta Rinka. Raut wajah Eidar langsung berubah. Alessa pernah berucap padanya untuk merahasikan masalahnya dengan Julia dan Jovian. Keraguan menyelimuti Eidar ketika Pria itu hendak berucap terdengar derapan langkah kaki. "Oh, Kak Eidar," gumam Alessa sembari menguap. Alessa bahkan menyelimuti tubuhnya dengan selimut seperti gulungan bola yang berjalan. Eidar jadi tersenyum ragu. "Alessa, hai," ucap Eidar. Alessa melirik ibunya yang tengah duduk di depan Eidar. Alessa tahu pasti sudah terjadi perbincangan diantara mereka mengenai Alessa karena Eidar tidak bisa berbohong. Raut wajah ragunya sudah tampak oleh Alessa. "Aku tahu kalian sedang membicarakanku," terka Alessa. Rinka tersenyum sembari men
Alessa baru saja memasak nasi goreng, dia merasa sedikit nasi gorengnya kemudian dirasa kurang cukup jika tak ditaburi oleh bawang goreng. Lantas, dia pun menjinjit untuk menggapai lemari atas yang lumayan tinggi dari tinggi badannya. “Ah~ kenapa tinggi tubuhku ini.” Alessa menggerutu berusaha menggapai lemari atas itu. Sebuah tangan kanan meraih wadah berisi bawang goreng kemudian memberikannya kepada Alessa. “Mama, mau mengambil bawang goreng bukan?” tanya Seorang remaja pria bersurai pirang yang baru berusia lima belas tahun itu tersenyum kepadanya. Putera Jovian Arsenio Heide dan Alessa Camelia Amarei. Si mata Aquamarine, Elio Heide. “Elio, membantu banyak!” Alessa meraih wadah itu dari Elio kemudian mengusap-usap puncak kepalanya, walaupun Elio harus menunduk agar sang Mommy bisa menggapainya. Elio tersenyum dengan lembut, sifatnya yang tenang dan serius menuruni sang ayah. Omong-omong, Elio ini terlahir lahir lima menita setelah saudara kembarnya. “MAMA! Lihat, Ayah membelika
Gugup. Tentu saja, itulah yang dirasakan Mina Harun saat ini. Gaun putih yang dikenakannya itu begitu pas pada tubuh langsingnya, Mina ini masih bersiap-siap di ruang rias, selagi dirias di sampingnya Alessa tersenyum-senyum sendiri.“Kak Mina cantik," puji Alessa sembari tersenyum.Sebaliknya Mina juga mengangumi kecantikannya Alessa. Tak tampak seperti ibu dengan dua anak. “A-ah itu, terima kasih.” Mina berucap sembari mengangguk gugup. Dia bukan seseorang yang pandai menguasai situasi berbeda dengan si mata lelehan madu yang ceria dan lemah lembut.Mina tak lama merasa jika tangannya terasa digenggam. “Tenang saja, Kenzo itu benar-benar mencintaimu juga. Terus ... dia itu pencemburu akut loh~” Gadis itu mengedipkan matanya, dia tersenyum dengan ringan."Aku kadang iri padamu Alessa, dibandingkan aku, kamu lebih hebat bahkan sudah jadi sosok ibu yang baik bahkan aku takut menikah karena aku takut jika aku tak bisa jadi ibu yang baik," ucap Mina gusar.Alessa mengangguk paham, kini
"Baiklah, besok pagi kita jemput Si Kembar ya, karena sebenarnya lusa Mina dan Kenzo akan menikah," ucap Jovian. Malamnya Alessa dan Jovian masih bersantai di hotel. Alessa menatap Jovian yang saat itu sedang berkutat dengan laptopnya. Alessa mendekati suaminya dan memeluk Jovian. Alessa menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jovian kemudian berbaring dengan santai di sana.Jovian sama sekali tak terganggu dengan kehadiran Alessa yang lebih manja itu. Jovian melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia melirik Alessa kemudian mematikan laptopnya. "Kamu sedang mau makan apa?" tanya Jovian."Kakak sungguhan bertanya padaku?" Alessa balik bertanya heran karena suaminya yang super kaku itu bisa bertanya padanya. Alessa tersenyum kecil karena menatap wajah heran Jovian.Alessa tampak menimbang sebentar isi kepalanya. "Aku pengen makan burger, fries dan ayam, apa boleh?" "Ayo, kita pergi cari makanan yang kamu mau," ajak Jovian. Malam itu Alessa dan Jovian sama-sama perg
Alessa tengah duduk di sebuah sofa, dia tampak kesulitan mengikat tali sepatu heels rendah itu. Alessa pun menghela napas dan menyerah, ia memilih bersandar pada sofa yang empuk itu sembaru mengusap-usap perutnya yang bundar."Lelahnya," gumam Alessa.Jovian baru masuk ke dalam ruang tamu, sedang mengancingi ujung lengan kemeja putihnya. Ia tersenyum melihat ibu hamil yang sedang menyerah itu. Jovian menatap kedua sepatu heels Alessa yang sudah dipasang cuman belum diikat. "Kamu padahal bisa memakai sepatu lain, Alessa," ucap Jovian sembari berlutut untuk mengikatkan kedua tali sepatu Alessa. Alessa mengerucutkan bibirnya. Tidak senang dengan ucapan suaminya itu. "Kan aku sedang mau memakai sepatu itu, ish Kak Jovian tahu memberi anak saja," celetuk Alessa sebal. "Baiklah, maaf," sahut Jovian usai mengikat tali sepatunya Alessa kemudian duduk di sebelahnya. Jovian langsung melihat Alessa yang mendekati tubuh kekarnya dan melingkari kedua tangannya di dada Jovian. Alessa kini bersan
"Selamat pagi Alessa, selamat kamu hamil enam minggu," ucap Mina."Kakak bercanda," elak Alessa masih tak menyangka.Mina menggeleng. "Benar Lessa, rahimmu yang terkena luka peluru ternyata belum diangkat namun hanya dijahit tapi tampaknya ada kesalahan saat penyampaian mengenai prosedur ini, tapi beruntungnya rahimmu bertahun-tahun lamanya pulih dan bisa mengandung bayi lagi meski nanti kamu harus operasi caesar agar mengurangi resikonya," ucap Mina menjelaskan. "Ini keajaiban Alessa, selamat untuk kalian berdua," ucap Mina tersenyum. Mina terhanyut menatap Alessa yang menangis dengan pelukan Jovian yang menyambutnya. Ia pun beranjak keluar dari ruangan itu untuk memberi waktu luang bagi Alessa dan Jovian.Mina Harun, dokter berdedikasi tinggi teman dekatnya Jovian dan Eidar sejak remaja. Mina jadi satu-satunya perempuan yang menjaga persahabatan kedua Pria itu. Mina bahkan masih rela membantu urusan Alessa dan Georgina dalam urusan kehamilan. Usai menyelesaikan visite dari ruangan
"Alessa, kaukah itu?"Alessa menoleh mendapati seorang Wanita sedang menggengam tangan mungil gadis cilik yang cantik jelita. Wanita itu menatap Alessa dengan tatapan berkaca-kaca. Ia hendak mendekati Alessa namun mengurungkan niatnya. Alessa tersenyum kecil dan berlari kecil mendatangi Wanita itu. "Apa kabarmu, Gina?" tanya Alessa riang.Georgina tersentak kaget. Ia sangka Alessa akan menolak menyapanya, mengingat dosa dan kesalahannya pada Alessa begitu fatal. Georgina tersenyum kecil kemudian mengangguk. "Aku baik-baik saja, kamu semakin cantik," puji Georgina. "Haha jadi malu dipuji oleh seorang model," kekeh Alessa. Alessa pun melirik pada sosok gadis cilik yag malu-malu menatapnya, Alessa pun menunduk untuk menyetarakan tingginya. Ia pun tersenyum pada Anak Kecil itu. "Kamu mirip seseorang, siapa namamu, Cantik?" tanya Alessa."Emily," gumam Anak itu.Alessa pun tersenyum sembari mengusap puncak kepala Anak itu. "Anakmu dan Kak Eidar ya?" tanya Alessa. Georgina pun mengangguk
“Lessa, apakah kau bahagia bersamaku?”Alessamenoleh, pada pria yang ada disampingnya itu. Mereka baru saja mengantri membeli Poffertjes pada sebuah restoran cepat saji, Alessa masih memengang Poffertjes yang dibungkus kertas cokelat itu. Bahkan dia baru saja mengigit Poffertjes. “Ha?! Kau berbicara apa, kak Jev?”Sebelah alis Alessamenaik.“Tidak, bukan apa-apa.” Pria pirang itu menoleh, dia mengelap ujung bibir Alessa yang terdapat gula halus dari Poffertjes yang tengah dimakannya itu “Mau kemana lagi?”Ujar Jovian dengan lembut.Alessa tampak berpikir sejenak “Aku sukanya pantai sih, tapi kalau mengunjungi pantai saat malam hari rasanya tidak enak. Apa kau memiliki rekomendasi?”“Nonton?”“Tch. Film yang Kak Jo pasti pilih film-filem yang temanya serius.”Jovian terkekeh pelan, dia mengakui hal itu. “Jarang-jarang bisa santai seperti ini tanpa Si Kembar bukan?”Alessa mengangguk saja tanpa menggubris Jovian karena sibuk mengunyah makanan manisnya. Sulit bagi Alessa berpaling dari mak
Alessa termangun, sejak kemarin duduk menemani Aji Santoso yang terbaring tak sadarkan diri. Kedua tangannya yang di perban kini sudah diganti dengan perban yang lebih kecil. Alessa menunggui Aji menemui keajaibannya, meski rasanya percuma karena alat-alat penunjang hidup Pria itu sudah memeluk hidupnya sejak kemarin.Alessa melamun dengan tatapan datar yang sendu, dia tak menangis karena air matanya terasa sudah terkuras habis. Alessa hanya diam duduk di samping Aji Santoso, bapaknya kemudian mengingat momen-momen ketika ia kecil, remaja hingga dewasa. Alessa menghela napas cukup panjang usai mendengar bunyi monitor disampingnya berbunyi setiap detik seiras dengan pernapasannya yang juga harus ditunjang. Alessa tahu hidup bapaknya bisa saja berakhir sebentar atau di waktu yang tidak ia duga-duga jadi Alessa memilih tidak beranjak sama sekali. Alessa menyentuh permukaan punggung tangan bapaknya itu. Tangan yang dulu Pria itu gunakan untuk memukulnya bahkan buah karya tangannya menye
"Tuan, Pak Aji Santoso pingsan dan kini sedang gawat," beritahu Kenzo. Alessa terperanjat kaget begitu juga dengan Jovian. Keduanya buru-buru mendatangi ruang gawat darurat. Alessa tak menyangka bapaknya menderita congestive heart failure. Selama ini yang Alessa tahu bapaknya yang hobi judi dan mabuk-mabukan itu terlepas dari semua penyakit."Pak AJi Santoso menderita gagal jantung, kami berhasil memberi perawatan intensif namun tampaknya membutuhkan perawatan yang maksimal," ucap Dokter.Alessa hanya mengangguk sementara ibunya, Rinka sudah terisak oleh tangisnya. Alessa gantian menatap Jovian kemudian Pria itu mengelus puncak kepalanya. Memberi ketennangan dan kehangatan di sana."Alessa, semuanya akan baik-baik saja," ucap Jovian menenangkan Alessa.Bukan itu yang jadi alasan Alessa terdiam pada perasaannya sendiri, melainkan masa lalu yang terus terbayang-bayang olehnya. Alessa segera menggeleng kemudian membalikkan tubuhnya membiarkan sosok Aji Santoso yang terbaring di atas ran