"Selagi ini hari minggu, apa kamu mau jalan-jalan pagi?" tawar Jovian.Pria itu bangkit berdiri dari ranjang kasur kemudian meraih handuk. Ini hari minggu biasanya Jovian menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Jovian jarang menikmati hari pekan karena memang ia jenuh dengan kehidupan di mansion. "Kenapa kamu diam? jika tidak mau juga tidak apa-apa," ucap Jovian.Alessa langsung menggeleng. "Bukan tidak mau sih tapi setiap akhir pekan biasanya aku hanya di rumah untuk memasak ataupun bersantai," sahut Alessa."Kalau begitu kita bisa berbelanja." Jovian berucap sembari memasuki kamar mandi. Beralih pada Alessa yang memerah sembari duduk dipinggiran ranjang kasur. "Apa maksudnya coba tiba-tiba begitu," gumam Alessa. "Argh dasar Jovian!" jerit Alessa yang salah tingkah."Ya, aku di sini, kenapa Alessa?" tahu-tahu sosok Jovian sudah berdiri di dekat Alessa dengan kaos hitam oblongnya dan celana hitam training. Rambut Jovian yang biasanya ditata ke belakang jadi berponi karena basah oleh ai
"Tapi aku mau kau ikut mendampingiku Alessa, kau istriku lebih baik kita pergi bersama," ucap Jovian.Alessa tersenyum kecil. Ketika Jovian mengajaknya pergi menemani perjalanan bisnis itu artinya Alessa tak akan bertemu Julia jadi Alessa lebih mudah menjerat Jovian. "Baiklah, aku setuju," sahut Alessa.Jovian mengangguk. "Habis ini mau pergi ke mana?" tanya Jovian.Alessa bukannya langsung menjawab karena pikirannya masih terujuk pada hubungan Jovian dan Georgina. Memang benar jika kali ini dia berhasil menyelamatkan Jovian dari jebakan Georgina namun unggahan foto lama Georgina dan Jovian tampak begitu mesra. Alessa menatap Jovian. Ia berpikir selama ini Jovian juga memperlakukannya sepergi wanita-wanita lain salah satunya mengajak ke restoran mahal ini. "Kak kamu suka wanita yang bagaimana?" tanya Alessa. Jovian terdiam mendengar penuturan Alessa karena setahunya Alessa cuek dengan urusan pribadinya. "Tidak ada kriteria khusus," jawab Jovian. Alessa mengangguk. Sarapan jadi ajang
Alessa mengikuti Jovian kembali ke mansion usai mendapat kabar dari Kenzo jika ayahnya kembali dari perjalanan bisnis. Berhari-hari mereka menghabiskan waktu di apartemen sepulang bekerja, kebiasaan rutin Alessa kini melekat dengan Jovian begitu juga sebaliknya dengan Jovian. "Kenapa kita kembali ke mansion memakai pakaian formal?" tanya Alessa pada Jovian. Jovian masih berdiri diambang pintu apartemen karena dia tengah mengambil gaun pesanan untuk Alessa dari Kenzo. "Ini acara makan malam keluarga, penyambutan kembalinya Ayah sekaligus Ayah hendak menyampaikan keputusannya untukku," jawab Jovian. Alessa termangun. Artinya ia harus bertemu dengan keluarga besar Heide. "Apa semua sanak keluargamu datang?" tanya Alessa cemas. Pria itu mengangguk. "Tenanglah, Ayah cuman punya Adik laki-laki yang jadi satu-satunya keluarga Heide yang masih hidup kemudian ibu," jawab Jovian. "Aku ingin kamu berkesan sebagai pendampingku, Alessa." Jovian berucap sembari menyerahkan kotak oren berisi gau
"Maaf ... aku terlambat datang," ucap Georgina. Julia langsung bangkit dari kursi demi mendatangi Georgina kemudian berpelukan. "Cantik banget, Gina, cantiknya Gina tidak pernah gagal deh." Julia tak lupa melakukan cipika-cipiki pada Gadis favoritnya itu. Julia padahal tahu jika Jovian memilih Alessa tapi Julia tidak sudi menganggap Alessa. "Hi Jo, apa kabarmu?" sapa Georgina kemudian duduk tepat disebelah kiri Jovian. Georgina seolah tak melihat keberadaan Alessa yang duduk di sisi kanan Jovian. Lebih tepatnya sengaja tidak perduli. "Paman Simon, apa kabar? wah, Adriel sudah besar sekarang," ucap Georgina kemudian Gadis itu menyapa seluruh anggota Heide seolah-olah dialah yang paling akrab dengan keluarga Heide.Alessa pun membungkam. Ia belum sempat mengenalkan diri bahkan keluarga Heide melanjutkan makan malamnya tanpa memerdulikan keberadaan Alessa tapi tak lama. Alessa merasakan tangannya yang digenggam oleh Jovian. Alessa melirik ke bawah tepat dibawah meja makan. Tangan Jovia
"Kak Jo ternyata diam-diam bawel juga," ketus Alessa. Alessa selalu memicingkan kedua matanya. Alessa tidak tahu jika Jovian juga membicarakannya pada keluarganya. Jovian menatap Alessa. Pria itu tak bergeming. Bertemu dengan Simon beberapa hari lalu karena Jovian yang menjemput keluarga pamannya ini dari Bandara. Jovian hanya bercerita sedikit mengenai Alessa kemudian Jovian juga yang menanyakan Cheese Cake terenak pada bibinya semata-mata hanya untuk Alessa. "Apakah itu masalah?" Jovian bertanya dengan nada suara beratnya. "Kami menantikan kunjungan kalian," ucap Simon. Dia bersama keluarga kecilnya pun memasuki sebuah mobil kemudian melesat meninggalkan kediaman Heide yang sempat huru-hara ini. Alessa menghela napas lega. Setidaknya hari ini dia berhasil membantu Jovian mendapatkan keinginannya. Alessa melirik Jovian yang saat itu tengah melonggarkan dasinya. "Kurasa pencapaian hari ini berhasil," gumam Alessa. "Ayo, masuk ke mobil," ajak Jovian. Pria itu berjalan lebih dulu ke
"Alessa, kita pulang sekarang." Alessa bergidik usai mendengar suara berat yang terdengar dingin dari Jovian yang ada dibelakangnya. Alessa tersenyum hambar pada Eidar dan juga Mina. Alessa tidak terkejut jika tiba-tiba saja Jovian datang karena Rumah Sakit ini miliknya. "Kak Jo, bukannya menjemputku nanti saat jam pulang?" Alessa bertanya sembari memutar tubuhnya. Jovian diam dengan keadaan marah. Tatapan tajam Jovian ketika marah itu menyeramkan. Ia memang diam tapi menguarkan aura memangsa. "Eidar ... sedari kemarin aku selalu ingin berbincang denganmu," ucap Jovian."Oh, iyakah? harus sekali sekarang?" kekeh Eidar. Pria itu sebenarnya tahu jika Jovian marah karena ia mendekati Alessa. Eidar tersenyum miring pada Jovian.Ada dua Pria tampan yang memperebutkan Alessa. Alessa sejak awal menganggap Eidar sebagai sosok kakaknya kemudian Jovian hanya sekedar mangsa balas dendamnya, masalah yang Alessa alami adalah dia tak bisa berterus terang pada Jovian. Rencanya akan gagal dan Jovia
"Berhenti memotret istriku!" bentak Jovian. Pria itu sudah berdiri dengan tampang garangnya. "Alessa, kemari," perintah Jovian.Alessa menanggahkan kepalanya. Wajah Alessa sudah berantakan oleh tangisan. Wajah cantik yang sembab itu semakin terisak kala menatap tatapan tajam Jovian tapi sorot kedua mata biru itu terdapat kelembutan. Alessa beranjak berdiri kemudian berlari menghampiri Jovian dan memeluk Pria bertubuh besar nan tegap itu. "Kau aman bersamaku." Jovian berucap sembari membalas pelukan dari Alessa. Kini giliran Pria itu menatap para wartawan dan Georgina yang kompak terdiam. "Kupastikan kalian semua tidak akan memiliki mata pencaharian," ancam Jovian tak main-main. "Jo, dengarkan aku, memang benar bukan jika Alessa merebutmu dariku? dia merayumu," sergah Georgina masih tak terima."Tutup mulutmu!" bentak Jovian, suaranya menggelegar ke seluruh cafe sampai membuat semua orang terperangah. Georgina langsung menatap Jovian tak percaya. Selama ini Jovian selalu diam dan bu
"Tidak mengapa, pokoknya kita harus pergi bersama!" Jovian tidak tahan melihat wajah menggemaskan Alessa yang tampak ngotot padanya itu. "Kenapa tiba-tiba kamu paling ngotot ya?" canda Jovian. "Aku ... ya memangnya kenapa? kapan lagi liburan," ucap Alessa. Sebenarnya dia berdusta sekaligus mengelak pada alasan tertentunya. Alessa menatap kesal wajah Jovian yang senyum-senyum padanya itu. Lagian siapa terima sih membiarkan wanita lain pura-pura tobat, ya harus aku dong menarik perhatian Kak Jo, batin Alessa. Batinnya menggerutu sendiri. "Bagus, sekali-sekali egois sama diri sendiri tidak apa," sahut Jovian. Jovian mengarahkan tangan lebarnya pada puncak kepala Alessa kemudian mengusak rambut hitam Alessa seperti anak kecil. "Kamu harus ngotot seperti itu jika ingin sesuatu," ucap Jovian. "Ih, kok gitu sih Kak? nanti Kak Jo jadi kerepotan kalau aku banyak maunya." Alessa cemberut. "Lepasin Kak, rambutku jadi berantakan," elak Alessa. Jovian melepaskan tangannya sekaligus menggelen
Alessa baru saja memasak nasi goreng, dia merasa sedikit nasi gorengnya kemudian dirasa kurang cukup jika tak ditaburi oleh bawang goreng. Lantas, dia pun menjinjit untuk menggapai lemari atas yang lumayan tinggi dari tinggi badannya. “Ah~ kenapa tinggi tubuhku ini.” Alessa menggerutu berusaha menggapai lemari atas itu. Sebuah tangan kanan meraih wadah berisi bawang goreng kemudian memberikannya kepada Alessa. “Mama, mau mengambil bawang goreng bukan?” tanya Seorang remaja pria bersurai pirang yang baru berusia lima belas tahun itu tersenyum kepadanya. Putera Jovian Arsenio Heide dan Alessa Camelia Amarei. Si mata Aquamarine, Elio Heide. “Elio, membantu banyak!” Alessa meraih wadah itu dari Elio kemudian mengusap-usap puncak kepalanya, walaupun Elio harus menunduk agar sang Mommy bisa menggapainya. Elio tersenyum dengan lembut, sifatnya yang tenang dan serius menuruni sang ayah. Omong-omong, Elio ini terlahir lahir lima menita setelah saudara kembarnya. “MAMA! Lihat, Ayah membelika
Gugup. Tentu saja, itulah yang dirasakan Mina Harun saat ini. Gaun putih yang dikenakannya itu begitu pas pada tubuh langsingnya, Mina ini masih bersiap-siap di ruang rias, selagi dirias di sampingnya Alessa tersenyum-senyum sendiri.“Kak Mina cantik," puji Alessa sembari tersenyum.Sebaliknya Mina juga mengangumi kecantikannya Alessa. Tak tampak seperti ibu dengan dua anak. “A-ah itu, terima kasih.” Mina berucap sembari mengangguk gugup. Dia bukan seseorang yang pandai menguasai situasi berbeda dengan si mata lelehan madu yang ceria dan lemah lembut.Mina tak lama merasa jika tangannya terasa digenggam. “Tenang saja, Kenzo itu benar-benar mencintaimu juga. Terus ... dia itu pencemburu akut loh~” Gadis itu mengedipkan matanya, dia tersenyum dengan ringan."Aku kadang iri padamu Alessa, dibandingkan aku, kamu lebih hebat bahkan sudah jadi sosok ibu yang baik bahkan aku takut menikah karena aku takut jika aku tak bisa jadi ibu yang baik," ucap Mina gusar.Alessa mengangguk paham, kini
"Baiklah, besok pagi kita jemput Si Kembar ya, karena sebenarnya lusa Mina dan Kenzo akan menikah," ucap Jovian. Malamnya Alessa dan Jovian masih bersantai di hotel. Alessa menatap Jovian yang saat itu sedang berkutat dengan laptopnya. Alessa mendekati suaminya dan memeluk Jovian. Alessa menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jovian kemudian berbaring dengan santai di sana.Jovian sama sekali tak terganggu dengan kehadiran Alessa yang lebih manja itu. Jovian melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia melirik Alessa kemudian mematikan laptopnya. "Kamu sedang mau makan apa?" tanya Jovian."Kakak sungguhan bertanya padaku?" Alessa balik bertanya heran karena suaminya yang super kaku itu bisa bertanya padanya. Alessa tersenyum kecil karena menatap wajah heran Jovian.Alessa tampak menimbang sebentar isi kepalanya. "Aku pengen makan burger, fries dan ayam, apa boleh?" "Ayo, kita pergi cari makanan yang kamu mau," ajak Jovian. Malam itu Alessa dan Jovian sama-sama perg
Alessa tengah duduk di sebuah sofa, dia tampak kesulitan mengikat tali sepatu heels rendah itu. Alessa pun menghela napas dan menyerah, ia memilih bersandar pada sofa yang empuk itu sembaru mengusap-usap perutnya yang bundar."Lelahnya," gumam Alessa.Jovian baru masuk ke dalam ruang tamu, sedang mengancingi ujung lengan kemeja putihnya. Ia tersenyum melihat ibu hamil yang sedang menyerah itu. Jovian menatap kedua sepatu heels Alessa yang sudah dipasang cuman belum diikat. "Kamu padahal bisa memakai sepatu lain, Alessa," ucap Jovian sembari berlutut untuk mengikatkan kedua tali sepatu Alessa. Alessa mengerucutkan bibirnya. Tidak senang dengan ucapan suaminya itu. "Kan aku sedang mau memakai sepatu itu, ish Kak Jovian tahu memberi anak saja," celetuk Alessa sebal. "Baiklah, maaf," sahut Jovian usai mengikat tali sepatunya Alessa kemudian duduk di sebelahnya. Jovian langsung melihat Alessa yang mendekati tubuh kekarnya dan melingkari kedua tangannya di dada Jovian. Alessa kini bersan
"Selamat pagi Alessa, selamat kamu hamil enam minggu," ucap Mina."Kakak bercanda," elak Alessa masih tak menyangka.Mina menggeleng. "Benar Lessa, rahimmu yang terkena luka peluru ternyata belum diangkat namun hanya dijahit tapi tampaknya ada kesalahan saat penyampaian mengenai prosedur ini, tapi beruntungnya rahimmu bertahun-tahun lamanya pulih dan bisa mengandung bayi lagi meski nanti kamu harus operasi caesar agar mengurangi resikonya," ucap Mina menjelaskan. "Ini keajaiban Alessa, selamat untuk kalian berdua," ucap Mina tersenyum. Mina terhanyut menatap Alessa yang menangis dengan pelukan Jovian yang menyambutnya. Ia pun beranjak keluar dari ruangan itu untuk memberi waktu luang bagi Alessa dan Jovian.Mina Harun, dokter berdedikasi tinggi teman dekatnya Jovian dan Eidar sejak remaja. Mina jadi satu-satunya perempuan yang menjaga persahabatan kedua Pria itu. Mina bahkan masih rela membantu urusan Alessa dan Georgina dalam urusan kehamilan. Usai menyelesaikan visite dari ruangan
"Alessa, kaukah itu?"Alessa menoleh mendapati seorang Wanita sedang menggengam tangan mungil gadis cilik yang cantik jelita. Wanita itu menatap Alessa dengan tatapan berkaca-kaca. Ia hendak mendekati Alessa namun mengurungkan niatnya. Alessa tersenyum kecil dan berlari kecil mendatangi Wanita itu. "Apa kabarmu, Gina?" tanya Alessa riang.Georgina tersentak kaget. Ia sangka Alessa akan menolak menyapanya, mengingat dosa dan kesalahannya pada Alessa begitu fatal. Georgina tersenyum kecil kemudian mengangguk. "Aku baik-baik saja, kamu semakin cantik," puji Georgina. "Haha jadi malu dipuji oleh seorang model," kekeh Alessa. Alessa pun melirik pada sosok gadis cilik yag malu-malu menatapnya, Alessa pun menunduk untuk menyetarakan tingginya. Ia pun tersenyum pada Anak Kecil itu. "Kamu mirip seseorang, siapa namamu, Cantik?" tanya Alessa."Emily," gumam Anak itu.Alessa pun tersenyum sembari mengusap puncak kepala Anak itu. "Anakmu dan Kak Eidar ya?" tanya Alessa. Georgina pun mengangguk
“Lessa, apakah kau bahagia bersamaku?”Alessamenoleh, pada pria yang ada disampingnya itu. Mereka baru saja mengantri membeli Poffertjes pada sebuah restoran cepat saji, Alessa masih memengang Poffertjes yang dibungkus kertas cokelat itu. Bahkan dia baru saja mengigit Poffertjes. “Ha?! Kau berbicara apa, kak Jev?”Sebelah alis Alessamenaik.“Tidak, bukan apa-apa.” Pria pirang itu menoleh, dia mengelap ujung bibir Alessa yang terdapat gula halus dari Poffertjes yang tengah dimakannya itu “Mau kemana lagi?”Ujar Jovian dengan lembut.Alessa tampak berpikir sejenak “Aku sukanya pantai sih, tapi kalau mengunjungi pantai saat malam hari rasanya tidak enak. Apa kau memiliki rekomendasi?”“Nonton?”“Tch. Film yang Kak Jo pasti pilih film-filem yang temanya serius.”Jovian terkekeh pelan, dia mengakui hal itu. “Jarang-jarang bisa santai seperti ini tanpa Si Kembar bukan?”Alessa mengangguk saja tanpa menggubris Jovian karena sibuk mengunyah makanan manisnya. Sulit bagi Alessa berpaling dari mak
Alessa termangun, sejak kemarin duduk menemani Aji Santoso yang terbaring tak sadarkan diri. Kedua tangannya yang di perban kini sudah diganti dengan perban yang lebih kecil. Alessa menunggui Aji menemui keajaibannya, meski rasanya percuma karena alat-alat penunjang hidup Pria itu sudah memeluk hidupnya sejak kemarin.Alessa melamun dengan tatapan datar yang sendu, dia tak menangis karena air matanya terasa sudah terkuras habis. Alessa hanya diam duduk di samping Aji Santoso, bapaknya kemudian mengingat momen-momen ketika ia kecil, remaja hingga dewasa. Alessa menghela napas cukup panjang usai mendengar bunyi monitor disampingnya berbunyi setiap detik seiras dengan pernapasannya yang juga harus ditunjang. Alessa tahu hidup bapaknya bisa saja berakhir sebentar atau di waktu yang tidak ia duga-duga jadi Alessa memilih tidak beranjak sama sekali. Alessa menyentuh permukaan punggung tangan bapaknya itu. Tangan yang dulu Pria itu gunakan untuk memukulnya bahkan buah karya tangannya menye
"Tuan, Pak Aji Santoso pingsan dan kini sedang gawat," beritahu Kenzo. Alessa terperanjat kaget begitu juga dengan Jovian. Keduanya buru-buru mendatangi ruang gawat darurat. Alessa tak menyangka bapaknya menderita congestive heart failure. Selama ini yang Alessa tahu bapaknya yang hobi judi dan mabuk-mabukan itu terlepas dari semua penyakit."Pak AJi Santoso menderita gagal jantung, kami berhasil memberi perawatan intensif namun tampaknya membutuhkan perawatan yang maksimal," ucap Dokter.Alessa hanya mengangguk sementara ibunya, Rinka sudah terisak oleh tangisnya. Alessa gantian menatap Jovian kemudian Pria itu mengelus puncak kepalanya. Memberi ketennangan dan kehangatan di sana."Alessa, semuanya akan baik-baik saja," ucap Jovian menenangkan Alessa.Bukan itu yang jadi alasan Alessa terdiam pada perasaannya sendiri, melainkan masa lalu yang terus terbayang-bayang olehnya. Alessa segera menggeleng kemudian membalikkan tubuhnya membiarkan sosok Aji Santoso yang terbaring di atas ran