Ketika sedang dalam perjalanan panjangnya, mereka bertemu dengan makhluk besar buas merangkak dengan keempat kakinya, sedikit lebih besar dari ukuran beruang, sedang lewat berjalan dia seketika melihat mereka. “Tunggu, tetaplah waspada, jangan sampai mengundang perhatiannya,” beri Widar peringatan. Salah satu anggota ingin menghabisinya sedang menarik pedangnya terlihat sedikit keluar dari sarungnya. Berharap ada yang akan ikut menghabisinya. Devior pun melarangnya, “Jangan.”
Mereka menunggu, melihat makhluk itu tetap berdiam posisi, bergerak-gerak memperhatikan mereka. Dari pada merasa menguras tenaga dan waktu untuk melewati jalan lain, mereka pun memutuskan melanjutkan jalannya lewat situ secara perlahan-lahan. Saat melewatinya, makhluk itu seketika bersuara memberi ancaman, sontak salah satu kuda seorang anggota terkejut bersuara sembari mengangkat setengah badannya dengan kedua kakinya ke atas secara miring. Matanya pun menatap kesal makhluk itu. Seketika makhluk itu berlari mengejar mereka. Mereka pun kabur menghindarinya. “Ayo lari!...”
Kemudian salah satu anggota terjatuh karena kudanya jatuh ke jurang kecil, menarik pedangnya, “Lebih baik kita habisi saja dia.” Dia pun maju melawannya. Dia menebas makhluk itu, kemudian diikuti oleh anggota lainnya, mereka semua menghabisi makhluk itu bersamaan, menebasnya dan menombaknya. Makhluk itu mencakar, berusaha mengigit dan mencakar lagi dan lainnya membalasnya. Seketika makhluk itu mati tertancap tombak di lehernya. Lalu melanjutkan perjalanan mereka.
Mereka pun pada akhirnya sampai di pemukiman mereka di Barat sana. Besoknya mereka berbincang seperti biasanya. “Tak ada lembaga mana pun yang membantu golongan seperti pembasmi monster ini, Gridor salah satunya,” Devior menjelaskan pada Khaigor.
Pada tinggi malam, pemukiman terpencil tiba-tiba diserang. Para bandit mulai membuat rusuh di pemukiman, mereka merampok, menjarah, menindas, merusak barang-barang. Seorang pria dewasa datang memberitau Gridor, “Tolong, para bandit menguasai dan merusak tempat kami. Mereka menyerang para warga.”
Widar menegaskan, “Cepat. Ayo kita ke sana...!!!”
Pria itu pun menuntun mereka, sampailah mereka di tempat itu. Mereka melihat kekejaman para bandit-bandit di sana. Para Gridor pun melawan mereka di samping beberapa warga yang berusaha melawan membela diri. Mereka Gridor menyerang kepalanya dengan kapak, para bandit menebas dengan parang bahkan ada yang memanah.
“Dimana pihak kerajaan membantu beserta prajuritnya?” tanya Devior.
“Mereka tak banyak menjelajahi wilayah-wilayah terpencil, termasuk wilayah ini. Jadi kita yang bisa dijangkau. Aku juga berasal dari salah satu Ksatria pihak kerajaan,” jawab Widar.
Mereka berkelahi secara brutal. Bunyi-bunyi gesekan senjata tajam terdengar.
Lalu Khaigor menyerang dengan pedangnya dan menabraknya dengan perisainya sambil menebas wajahnya dengan pedangnya. Bandit itu terjatuh dan helmnya terlepas terlihatlah wajahnya, ”Erox?”
Khaigor seketika terkejut diam, mengenalnya sebab itu adalah teman seprajuritnya dulu. Lalu bandit itu berdiri. Khaigor berkata, “Kau berbuat seperti ini.” Dan dia pun kabur, salah satu anggota Gridor melihatnya, “Kenapa dilepas?” lalu mengejarnya. Khaigor ikut mengejar, “Jangan dia temanku. Ku mohon.” Yang mengejarnya pun menghentikan langkahnya dan menatap ke belakang ke arah Khaigor. “Aku akan menasehatinya nanti. Ku mohon, berilah kesempatan.” Kemudian di belakangnya bandit mulai bergerak menyerangnya dengan kapak. “Awas di belakangmu!!!...” Khaigor pun berbalik dan menahannya dengan perisainya. Kemudian melawannya, lalu diikuti rekannya itu hingga menewaskannya. Mereka membunuh semua bandit di sana yang tersisa. Tersisa salah satu anggota Gridor yang hidup terluka parah tersungkur.
Lalu Widar mengambil sekantong uang dari kantong salah satu bandit yang tewas, “Mereka harus membayar ini. Mereka para bandit, uang ini pasti belum tentu punyanya. Siapa yang peduli, ini sudah menjadi milik kepunyaan tersendiri. Sudah tak lagi dari pemilik aslinya.”
Mereka mengambil harta-harta milik bandit yang telah tewas itu, kecuali Khaigor tersendiri. Dan mereka mengembalikan barang-barang milik warga dirampok, yang bisa diketahui pemilik aslinya yang hanya di pemukiman tersebut.
“Tolong kami, kami takut bila mereka akan kembali nantinya. Bila kami pindah akan terasa cukup sulit bagi kami,” ujar pria yang meminta tolong tadi.
“Bukankah kalian sudah pernah meminta tolong atas masalah perampasan mereka?” tanya Widar. “Dulunya kami pernah meminta tolong, namun saat para pihak keamanan dari kerajaan datang, mereka sudah berhasil kabur lebih dulu. Bahkan ketika mereka datang lagi dulunya, mereka menghalangi jalan-jalan keluar kami, agar tak ada yang bisa kabur dan meminta tolong. Aku tadi bersusah payah melawan mereka agar bisa kabur tuk meminta bantuan,” jawab pria itu.
“Bagaimana yang lain punya solusi lain?” tanya Windar.
“Kita jaga saja daerah di sini tuk sementara waktu,” usul lainnya. “Mereka justru datang ketika tak ada yang menjaga, kalau ada prajurit yang menyamar sebagai warga biasa pun, tak mungkin terus berlama-lama tinggal di sini, tak ada yang tau pasti kapan mereka datang,” ucapnya meragukan.
“Tempat ini terpencil, susah menemukan lokasi keberadaan mereka, pasti lokasi mereka lebih dari satu tempat, berbeda-beda,” pikir Widar. “Sudahlah kita jaga dan awasi saja dulu tempat ini seperti yang dikatakan,” usul Khaigor. “Baiklah,” balas Widar. Yang lain pun menyetujuinya. “Terima kasih, kami masih dalam ketakutan akan ancaman mereka,” balasnya lagi sedikit lega.
“Tak ada satu pun yang menangkapnya?” heran Widar. “Tak ada yang sempat kepikiran tadi menangkapnya hanya beberapa yang terpikirkan, mereka sulit ditangkap, sebagian besar pikiran kita tadi langsung menghabisinya saja,” ujar Gextor.
“Lain kali kita akan coba menangkap salah satunya,” yakin Devior.
Ketika sedang berjalan-jalan Khaigor bertanya pada Widar, “Mengapa mereka mengincar pemukiman ini?”
“Karena ini terpencil dan mempunyai penghasilan dari sumber daya alam yang melimpah tanaman-tanaman berupa kayu bakar, biji-bijian dan buah-buahan. Serta tambang material untuk bahan bangunan. Yang akan diangkut ke perkotaan,” jawab Widar.
“Mereka ingin menguasai tempat ini?” tanyanya lagi.
“Awalnya katanya, mereka meminta uang keamanan, namun mereka semakin keterlaluan dan di antaranya pernah ketahuan mencuri. Warga di sana bersikeras menolaknya, maka terjadilah penindasan dan perampasan semakin menjadi-jadi,” jawabnya.
Mereka berjaga-jaga di sana berhari-hari secara bergantian dibantu dengan pihak prajurit kerajaan. Selagi tak ada waktu berjaga Khaigor mengikuti pelatihan untuk menjadi anggota Gridor.
Khaigor berlatih kemampuan fisik berupa kekuatan, kelincahan dan mental. Dia berlatih dengan menggunakan pedang menangkis dan mencoba menyerang, dan juga ada berlatih menyerang titik-titik vital yang sudah terpasang yang mana bahan-bahan sasaran benda latihan, terbuat dari bulu domba dan jerami.
“Thomas, aku melihat Khaigor di sana. Ini pasti lebih sulit,” resah Erox.
“Kita mengenalnya, dia cukup ahli bertempur dan menyusun strategi sewaktu berperang dulu. Takutnya formasi mereka semakin kuat,” balas Thomas.
“Hei, aku ingin kita menyasar satu orang pria dewasa (Khaigor), tampaknya orang itu sangatlah kuat dan handal. Dia banyak membantai rekan-rekan kita tadi. Takutnya dia akan menemukan keberadaan kita. Kita pakai cara pengendap-endap (assassin),” suruh Erox kepada semua rekannya itu.
“Kau yakin? Sepertinya perkataanmu itu mungkin benar. Aku juga merasa dia lumayan tangguh,” ucap rekan banditnya lainnya.
“Kita serang dia pada malam hari itu juga.”
Ketika pada malam harinya saat bulan sabit. Suara para serigala yang melolong pun terdengar. Khaigor yang mendengar sedang duduk sendirian di dekat api unggun, mengeluarkan gulungan kertasnya yang berupa lukisan bergambarkan lima orang, dia dan sahabatnya, mengingat mereka, dia pun membakarnya ke api unggun tersebut. Kemudian terdengar suara langkah kaki, dia pun merasa cemas dan menyiapkan pedangnya bergerak sedikit melihat sebelahnya. Kemudian ada mata yang bercahaya, sedang berjalan lewat yang ternyata adalah serigala hitam besar. Khaigor terdiam dan waspada, menjaga jarak membiarkannya. Ketika sudah lewat dan beberapa menit kemudian terdengar suara serigala yang sangat keras kesakitan sedang melawan.
Khaigor mendatanginya, berjalan sekian langkah akhirnya menuju ke rawa-rawa gelap dan melihat serigala hitam yang tadi lewat telah mati. Khaigor merasakan adanya bahaya, mengeluarkan pedangnya. Berjalan-jalan, kemudian di sampingnya keluar dari air, kaki raksasa seperti kepiting diiringi dengan suara mengaum. Khaigor menebasnya, menangkisnya dengan pedangnya. Bergegas mengeluarkan perisainya, makhluk itu begitu besar, ke semuanya kakinya seperti kepiting, namun dia bertaring seperti singa, matanya bulat seperti laba-laba dan mempunyai kuping telinga.
Khaigor memotong sebagian kakinya, hingga makhluk itu tak dapat berdiri lagi, dia menikam tubuhnya, memukul makhluk itu dengan mendorong perisainya ke arahnya dan menebasnya.
“Sekarang para serigala melolong, pasti kawanannya berkumpul, berbahaya untuk bertindak sekarang. Lebih baik kita tunda, nanti saja.”
“Jangan. Kita akan kehilangan kesempatan, lagi pula serigala tak akan mengganggu jika dia tak merasa terancam, kita berhati-hati saja.”
Tiba-tiba Khaigor yang sedang sendirian kesakitan terluka diserbu dan diserang oleh beberapa puluh para bandit, Khaigor yang terkejut pun sekuat tenaga melawan dan berteriak meminta bantuan. Serangan pedang, parang dan kapak dari para bandit, berusaha dilawan, dihindari dan ditangkis Khaigor.
Serigala yang berada di situ setelah melihat salah satu kawannya yang tewas, merasa sangat marah mulai menggeram, mengira merekalah yang membunuhnya dan menyerang mereka. Penyerangan terhadap Khaigor pun tiba-tiba terhalang, para serigala dengan ganasnya menyerang dengan mencakar, menggigit, melompat dan menahannya dengan serangan itu, peperangan pun seketika terjadi antar tiga golongan, adanya kesempatan itu Khaigor pun kabur, meminta pertolongan dengan terluka parah.
Gedrix dan beberapa anggota lainnya yang sedang mencari-cari Khaigor memanggil-manggil namanya. Mendengar suaranya meminta tolong, bergegas mereka mencarinya. Mereka pun menemukannya dan langsung menolongnya.
Khaigor dirawat, diobati di rumah warga, luka-lukanya diolesi obat-obatan dia meminum ramuan peringan luka, untuk sementara dia tak dapat menjalani misinya. Seketika dirawat, beberapa kali dia bermimpi dalam tidurnya, dia bersama pasukan berangkat menuju ke medan tempur, dia makan bersama di istana bersama para rekannya dan bangsawan, dia berbincang bersama keempat sahabatnya, serta melihat rumahnya. Dia merindukan negerinya dan masih terbayang-bayang pada dirinya hingga berada di mimpinya.
Gedrix yang masih berjaga-jaga bersama para penjaga lainnya, tetap waspada. Mereka semakin membatasi para warga begitu juga dengan diri mereka dalam menelusuri area, baik dalam jumlah maupun tempat yang didatangi serta hari entah terang, berkabut dan gelap.
Dalam baringannya di kasur, dia melihat sebuah lukisan bergambar dedaunan, akar-akaran, biji-bijian, kayu-kayuan kecil sepertinya itu tanaman herbal dan di bawahnya banyaknya orang-orang beberapa memakai tas punggung, beberapanya lagi memakai topi petani, tampaknya mereka adalah pengelana. Kemungkinan sepertinya lukisan itu adalah bagian dari kisah sejarah pemukiman terpencil ini pikirnya.
“Bagaimana seandainya kita menjebak mereka nanti, kita buat saja perangkap?” usul Khaigor.“Bagaimana caranya kita mencoba memancing mereka?” tanya Widar.“Bukan memancing, kita bersembunyi seolah-olah kita terlihat tidak menjaga tempat ini....” selagi terdiam berpikir.“Jadi maksudmu menyamar?” penasaran Widar.“...bukan menyamar, kita berdiam saja dulu di dalam rumah mereka sementara ini, pasti butuh waktu yang lama. Kita buat jebakan,” lanjut Khaigor.“Itu akan jadi sia-sia dan merepotkan orang-orang yang akan mengurus kita di dalam rumah mereka di sini. Lagi pula kita punya waktu untuk tawaran lainnya,” ragunya.“Pemukiman ini jika tak dapat dijaga dan dirusak, akan merugikan perekonomian pihak perusahaan yang bersangkutan,” ucap warga pria di sana yang khawatir.“Aku ingat, kau tau burung Nebri? Burung itu memang perlu sang ahli untuk memerintahkannya. Burung itu bisa memberikan sinyal. Aku tau burung itu sewaktu tinggal di kerajaan Timur. Aku berharap para bandit itu takkan bisa
Di suatu tempat ketika sedang terjadi turunnya salju deras begitu dingin, sesosok makhluk humanoid misterius seukuran manusia tubuhnya mirip manusia, kuku tangan dan kakinya tajam dan panjang seperti serigala, bergigi tajam ukuran giginya sedikit lebih besar dari pada ukuran gigi macan, berjalan merangkak dan lari secepat anjing, menyerang para warga di sana. Makhluk berbahaya itu selain mampu bersiul, juga mampu meniru suara bahasa perkataan manusia seperti layaknya para burung nuri dan kakaktua serta sejenisnya. Tempat itu pun menjadi mencekam, membuat warga resah dan penuh ketakutan. “Bery!... Bery...!” tok tok tok, suara ketokan pintu depan dari luar. Pemilik rumah pun mendengar, “Siapa itu?!...” “Bery!... Buka!... Buka...!” “Iya, akan ku bukakan pintunya.” “Aneh aku tak pernah mengenal suaranya sekali pun, mungkin ada yang menyuruhnya memberikan suatu barang atau memberi tau pesan,” ucapnya berbicara sendiri yang keheranan. Lalu membuka pintunya, pria itu pun langsung diserang
Monster ganas bersayap burung, kedua kaki cakarnya begitu kuat, mampu memegang dan menahan serta mengangkat seekor domba dan kambing. Devior dan Khaigor dibayar untuk membasmi monster bersayap itu, yang memakan hewan ternak, mengganggu makhluk hidup dan menyerang, serta mengangkat manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya.Sampailah mereka di suatu desa, makhluk itu muncul mengganggu para warga, Devior dengan busur mengarahkan panahnya pada makhluk itu, namun tak kena. Khaigor, memanahnya dengan busur silang, begitu sulit mengenainya. Devior pun mencoba dengan tiga anak panah lagi-lagi tak kena hanya satu anak panah yang hampir mengenainya, sempat seketika mengganggu pandangannya. Monster itu pun turun mereka berdua menunduk, menyerang dengan cakarnya kemudian mengambil busur silang milik Khaigor berusaha merusaknya, Devior meminjam tombak, seketika makhluk itu mulai terbang ke arah mereka, Devior pun melempar tombaknya ke arah makhluk itu, namun makhluk itu berhasil menghindarinya lag
Setelah sekian tahun berlatih menjadi Gridor dan telah mengembankan berbagai misinya, kini Khaigor resmi sudah menjadi seorang Gridor yang sebenarnya, yang sudah menjalani ketentuannya, meskipun dulunya belum sepenuhnya resmi menjadi Gridor dalam ikut menjalani perbuatan bersama para Gridor, yang tampak seperti kontradiksi yang terjadi.Khaigor yang seorang Gridor sedang berada di lumpur melewati rawa-rawa, diserang oleh suatu makhluk yang berada di bawah menarik kedua kakinya, karena Khaigor yang terlalu kuat itu pun dan terus mempertahankan diri, makhluk itu kesulitan menariknya dari bawah, makhluk itu langsung keluar dari dalam lumpur. Bentuknya seperti manusia mayat hidup dengan mata yang terang seperti hewan nokturnal, tubuhnya sedikit lebih besar dari pada manusia, makhluk itu gemar menyerang siapa saja yang menurutnya mampu dihabisinya, Khaigor mengerahkan tenaga dalamnya berupa sinar yang mematikan menyerang makhluk itu, mengenai kepalanya. Lalu satunya lagi muncul dari belaka
Di tempat pedalaman hutan yang jauh, dicurigai adanya gerak-gerik para goblin yang berada di sana. Lima Gridor dibayar untuk menumpaskan mereka, karena mereka dicurigai berbahaya dan mengancam para warga, mengambil hewan ternak, buah-buahan dan sayuran, serta terjadinya pembunuhan beberapa kali pada para warga, yang mengejutkannya adalah meninggalnya seorang pemimpin pasukan khusus tertinggi di sana sewaktu sedang bepergian sendirian. Goblin adalah makhluk yang menyerupai dan seukuran manusia juga tak secerdas manusia, namun secara kekuatan fisik cenderung lebih kuat, bersifat licik, jahat serta suka mencuri. Kulitnya berwarna hijau serta bertelinga runcing dan bergigi tajam seperti hewan. Wajahnya seperti monster mirip kera. Mereka adalah pengganggu kecil. Sebagian para Goblin tersebut ahli dalam kegerakan mengendap-endap. Mereka terlihat sedang membakar santapan mereka. Kelima Gridor itu langsung membantai mereka, para goblin itu bertempur melawan mereka. Goblin dari segala arah ya
Khaigor melawan monster yang sangat kuat, musuh yang lebih besar, tubuhnya seperti gabungan gajah dan badak, namun lehernya panjang setengah ukuran ular biasanya. Bergigi tajam dan memiliki cakar di setiap kakinya. Ada satu cula di kepalanya. Dia menyerang keempat kakinya, menebas demi tebasan, namun diseruduk dan terlempar. Lalu mengeluarkan tenaga mematikan cahaya lebar dari tangannya, mengenai kepalanya. Lalu melemparkan belati beracun pada salah satu matanya, sekian waktu mereka bertarung, makhluk itu mulai melemah akibat efek racun itu.Dia menebar bubuk-bubuk ungu yang menyengat, makhluk itu semakin mengamuk, namun tenaganya semakin berkurang hingga terlihat dari luar eskpresinya tak semengamuk perasaan di dalamnya. Dia menyerang telinga sebelahnya dengan energi cahaya mematikan itu, hingga makhluk itu berdenging. Melompat ke atas tubuhnya, mengambil belati yang tertancapkan itu, lalu menikam lehernya dengan kedua senjata, pedang di tangan kanan dan belati beracun itu di sebelah
Dalam perjalanannya kudanya mulai melambat, lalu dia melihat kudanya yang terasa kelaparan, “Ayolah... Makanan sisa sedikit.” Dia tetap meneruskan perjalanannya, tak lama kemudian melihat hutan belantara jauh di sebelahnya, lalu pergi mendekatinya, turun dari kudanya mencari buah-buahan yang bisa dimakan.Tanpa disadari dia memasuki sarang siluman manusia ular, dia melihat sesosok siluman ular wanita, dengan tombak kayu di tangan kanannya dan parang di tangan kirinya dengan gerakan tubuh yang marah dan melihat makhluk itu mulai mengancam dirinya.Khaigor melawan siluman ular itu, dia memotong tombak kayunya dan menangkis parangnya, melukai tubuhnya, lalu memenggal kepalanya. Sesosok siluman ular pria yang melihat itu bersembunyi, memberitaukan kepada para siluman ular lainnya. Dalam perjalanan berikutnya, dia bertemu dengan beberapa puluh siluman ular. Membawa parang, tombak kayu dan batu serta panah kayu.“Hei, apa maksud kalian?” dia kebingungan. “Ini pasti karena siluman ular wanit
Anggota Nerdho dan prajurit lainnya berusaha melawan para monster raksasa yang mengerikan berdiri dengan dua kaki selayaknya humanoid, makhluk itu sangatlah ganas, bertubuh raksasa, berbadan mirip gajah, ada yang memegang satu atau dua pentungan kayu, memiliki batu pemukul besar yang ujungnya di lancipkan, bertaring, dengan tatapan mata tajam pupil berlancip yang begitu liar memegang senjata berupa pentungan kayu, batu, dan batu khusus yang ujungnya ditajamkan dengan di hancur-hancurkan dan di asah, mengakibatkan kekacauan di suatu kota. Peperangan brutal terjadi, para makhluk itu memukul mereka, melempar senjatanya ke mereka serta mencekik, mengigit, membanting, mencakar dan menendang mereka. Nerdho menebas mereka dan melepaskan energi dalamnya yang berupa cahaya memanjang mengenai tubuh dan tangan mereka, serta kaki mereka.Suatu hari, Gridor menemukan tawaran yang begitu besar senilai SN90 juta, yang telah diberitakan, untuk membasmi para monster raksasa tersebut yang tersisa di pi
Di tengah pencarian sahabatnya, dia singgah di suatu kerajaan yang berada di bawah kepemimpinan kerajaan Bukit Ragam di Barat akibat sudah di invasi, salah satu dari lima kerajaan kuat yang telah menginvasi negerinya. Dan rajanya menjadi raja boneka kerajaan tersebut.Khaigor jadi teringat ketika mau menanyakan ke penduduk sana tentang keberadaannya sahabatnya itu, “Ingat jangan tunjukkanSesudah menanyakan sekian orang, Khaigor tampak menyesal telah membakar gulungan lukisan bergambar dia dan keempat sahabatnya itu, sampai suatu ketika bertemu dengan seorang prajurit legion dan menanyakan mereka, “Kau tau pria yang bernama Alan dari Therazium, dia temanku, dulunya dia pernah mengatakan dia pergi ke negeri ini?”“Iya aku tau. Dia sudah pergi lama jauh sebelum kerajaan ini di bawah kekuasaan negeri Bukit Ragam, tapi aku kenal seseorang yang berteman dengannya, dia seorang perwira yang sulit di temui, ngomong-ngomong besok ada pertemuan penting di suatu gedung, akan ku tanyakan dia di sa
Seorang ksatria, ksatria kegelapan dengan kudanya sedang berjalan di salju deras pada malam hari, begitu dingin dan mengganggu penglihatan juga gerak tubuh.Dia merasa mempunyai kesalahan, kesalahan yang teramat besar sangat sulit di maafkan.Negerinya telah hancur, para pemimpinnya raja, ratu, pangeran dan tuan putrinya telah mati, sepertinya hanya dia sendiri yang tersisa.Dia sedang tidak menebus kesalahannya lagi, hanya berkelana dan ingin menghilangkan kebosanan. Dia pernah ingin memakan monster sebagai simbol atas penebusannya tersendiri tapi tak ada satu pun monster yang bisa di makan, setelah dia mencoba mengunyah daging satu monster yang dibunuhnya, terasa sangat tidak enak, begitu pahit, keras, bau, sebelumnya dia sangat berhati-hati dalam memilih monsternya, agar terhindar dari racun atau penyakit yang mengganggu fungsi tubuh.Seorang anak kecil laki-laki tersesat di tengah salju tertinggal dari teman-temannya, sampai langit mulai berubah gelap, dan bertemu dengan sesosok m
“Kalian pembasmi monster, makhluk berbahaya dan prajurit bayaran. Sudah banyak musuh-musuh tangguh, ksatria, raja, raksasa, monster, siluman yang kalian bantai habis. Kalian pastilah manusia super, bukan manusia biasa,” ucap seorang raja. Tiga gridor itu di utus untuk menghabisi sesosok monster raksasa yang mengamuk di sekitar sungai, yakni Tarasque makhluk berbentuk seperti naga tanpa sayap dengan kepala singa, tubuh lembu yang ditutupi tempurung kura-kura, kaki enam beruang, dan ekor besar kuat seperti ular. Monster itu mencakar-cakar dan berlari lambat seperti gajah dengan tubuh besarnya, mereka dalam posisi mengelilingi kesulitan menyerangnya, juga menangkis dengan palu, pedang, dan perisainya, sebab makhluk itu menghalau dengan ekornya serta melindungi diri dan menabrakkan diri dengan tempurungnya. Auman nyaringnya terhempas berbalik ke dirinya, akibat pantulan dari kalung mereka gridor. “Heuuhh…. Monster yang teramat ganas,” ragu Gedrix dengan pedang dan perisainya. “Aku kebi
Setelah dia pergi dari situ seketika dia bertemu dengan gerombolan orc, lalu berkata pada mereka, “Kalian para orc, aku tadi tak sengaja melihat mayat para orc lainnya dan manusia suku pedalaman berserakan karena pertempuran.”“Jangan bicara omong kosong. Kami sedang pergi tak untuk berperang.”“Orc, siapa peduli?!”Kemudian berubah pikiran, “Mohon jangan ke arah sana, aku ada merasa firasat buruk, kalau tak percaya lihat saja sendiri.”“Memangnya kau manusia lebih berpihak pada kami orc, dan melawan sesama manusia.”“Mereka musuh kami juga. Aku mencoba menyakinkan kalian. Ada saatnya tuk berperang.”“Jangan coba membohongi kami, kau kira kami takut,” lalu sambil mengacungkan pedangnya ke depan, “Karena kau seorang gridor,”“Kalau begitu terserah kalian, bukan urusanku.” Mendengar peringatannya mereka jadi ragu membantahnya.Tak lama kemudian dari jauh orang-orang pedalaman muncul berlarian di antaranya berkuda, dengan jumlahnya yang sebegitu banyak mengejar mereka.“Cepat pergi, biar
Seorang raja yang menugaskan Avery beserta pasukannya ke sana sebelumnya merasa curiga, “Hmmm… Kenapa mereka belum juga kembali, apakah semuanya telah tewas?”Dalam mimpinya, Avery sewaktu kecil sedang bermain dengan seorang teman perempuan sebayanya, dia berada di suatu bukit dipenuhi dengan rumput-rumput subur. Lalu pergi ke pinggir perairan, temannya itu tiba-tiba ditarik oleh sesuatu yang aneh berwarna gelap, panjang dan begitu besar, dibawa ke dalam perairan, Avery dan temannya berteriak ketakutan, dia tak dapat berbuat apa-pun. Pada saat-saat amat terdesak itu dia mengeluarkan sebuah material gelap dan kasar seperti batu dari kantong celananya, yang dia dapatkan di gua sewaktu mencoba-coba berjelajah sendirian lalu dipukulnyalah badannya, makhluk itu kesakitan dan menjerit luar biasa, seketika dia berlari ketakutan sekencang-kencangnya hingga melepaskan benda itu dari genggamannya.Pada keesokan harinya, Avery yang lemas setengah sadar di bopong oleh dua orang di kiri-kanannya de
Beberapa Gridor yang disewa bergabung bersama prajurit yang diantaranya terdiri dari manusia raksasa tuk berperang, di depannya ribuan pasukan bersiap sambil menunggu aba-aba.Seorang prajurit manusia raksasa dengan tombak dan perisainya, berbicara pada Khaigor, “Aku ingat di saat aku terhalau dan temanku diserang dalam perang, dia sudah menyerah meminta ampun, tapi belas kasihan tetap tak diberikan…”“….. tak akan pernah adanya kedamaian yang absolut, buktinya perang masihlah terjadi dan menumpahkan darah, baik melawan manusia, orc, monster atau pun musuh lainnya,” lanjutnya.Lalu kedua belah pihak mulai berlari maju saling melawan. Khaigor menebas, menangkis, menebas lagi dan menikam kepala. Si raksasa itu menombak, para musuh menghindar menjaga jarak sehingga serangan mereka jadi lebih lambat. Dia menendang kaki musuh, menangkis serangan dengan perisai lalu maju berlari sambil menombak salah satunya tertancap di dada, dia mengantam beberapa musuh di sebelahnya dengan perisai seperti
“Para goblin mengganggu orang-orang yang melewati jembatan kita, pada saat kerajaan kita sedang mengalami kekurangan prajurit akibat perang!” amuk seorang raja sampai memukul sekali pegangan kursi singgasananya dengan sebelah genggaman bawah tangan kanannya. “Kita harus menggunakan jasa gridor,” Saran penasihatnya.“Apa?!” ucapnya terheran-heran. “Ayolah hanya perlu satu gridor untuk membasmi mereka semua, lagi pula kerajaan kita ini kerajaan kecil,” lanjut penasihatnya. Raja pun memikirkannya membuka dua jari tangan kanan telunjuk dan tengah, menyandarkannya ke dagu, ditambah lagi kerajaannya sekarang mengalami ketidakstabilan ekonomi, “Baiklah, panggil satu gridor.”Neos berjalan menyamar sebagai warga biasa di jembatan mengenakan jubah bertudung, para goblin datang mulai merampok dengan ancaman senjata, kemudian salah satunya mulai hendak menikam dengan pisau, dia menangkap tangannya dan memelintirnya, lalu goblin itu mengapaknya menggunakan tangan sebelahnya, Neos melompat mundur s
“Bantu aku dan akan ku bagikan sebagian dari bayaran yang akan dibayarkan padaku. Senilai SN365.000,” ucap Megrito yang akan melawan satu monster dan melihat di sebelahnya ada Khaigor yang sedang berjalan melewati genangan air hendak menuju ke daratan, sehabis membantai satu makhluk berbahaya yang mirip manusia dan mayat hidup dengan tebasan terakhir ke belakang kepalanya tersungkur dalam posisi tengkurap. “Dengan senang hati,“ Khaigor pun setuju membantunya. Monster itu berupa makhluk berkaki dua, muka seperti reptil, berjari kaki dan tangan berjumlah lima serta bercakar, memiliki ekor yang lancip seperti reptil pula, badan membungkuk seperti ayam. Di setiap tubuhnya adanya duri dari atas kepala sampai tubuh sebatas awal ekor. Di kedua lengannya adanya sayap berbentuk setengah bundar, seperti sayapnya kadal Draco yang melompat secara melayang. Monster itu memajukan serangannya dengan giginya dan menyeruduknya dengan kepalanya dan badannya, dia mencakar-cakar. Dia melompat dan menyer
Di sisi waktu Khaigor mendapatkan tawaran untuk membunuh sesosok monster bergender perempuan yang dijuluki sebagai The Sharp Hider (Si Tajam Penyembunyi), yang diperkirakan sebagai penculik dan pemakan anak-anak. Dia berukuran begitu besar dan mampu memanjat dan bergelantungan di pepohonan, semua giginya tajam bertaring dan mampu membuka mulutnya sangat lebar selayaknya mulut ikan hiu, pupil matanya lancip dan penglihatannya serta pendengarannya tajam, gerakannya begitu cepat, semua kuku jarinya tajam dan panjang, mampu mengeluarkan suara ultrasonik yang memekikkan telinga, terkadang berjalan merangkak atau berdiri, tubuhnya cukup panjang, bisa bersembunyi dengan mengubah bentuk luarnya dengan berbagai macam bentuk benda yang ada, namun rupanya tetap, jika ada pohon, kayu atau benda berbentuk kotak, dia akan mengubah bentuknya menjadi kotak atau sesuai bentuk benda tersebut berusaha anggota fisiknya tak terlihat keluar dari benda itu, dan bersembunyi di sana serta berkamuflase dengan