“SURPRISE!!” Lily menurunkan kedua bahunya begitu melihat ke arah selatan. Dia pun mendesah lega usai melihat keramaian dari sana. Sementara Keenan masih di posisi yang sama. Sama sekali tak berkomentar ketika istrinya tersenyum bahkan mengucapkan terimakasih saat ini.“Hei, kenapa malah diam saja?” protes sang kakek. “Kami sudah susah payah memesan kue perayaan dan membuat acara barbeque sederhana untuk kalian.”“Eh?” Lily merasa tak enak hati saat suaminya masih membungkam mulut. Dia kemudian berucap, “Sekali lagi terimakasih ya. Kami sungguh sangat tersanjung. Bang Keenan mungkin masih terkejut. Dia sama sekali tak menyangka untuk kejutan malam ini.” Lily meremas lembut lengan Keenan yang sedang dalam posisi bersidekap. Memberikan kode lewat tatapan mata agar suaminya itu membuka mulut.“Ya. Terimakasih,” ucap Keenan walaupun setengah terpaksa.“Sama-sama, Sayang. Ayo tiup kue perayaan ini bersama Lily. Setelahnya lantunkan do’a dan harapan untuk pernik
Lily diam sebentar lalu setelahnya menoleh pada Keenan. Keduanya lantas saling bersitatap tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Membuat semua orang jelas penasaran. Hingga kemudian dia mengembuskan napas secara perlahan dan bersiap untuk menjawab.“Clara benar,” ucap Lily yang membuat mereka semua tersentak. “Bang Keenan memaksa agar aku menikah dengannya.”“Ah, lupakan saja. Aku hanya bercanda, Kak. Sumpah.” Clara mulai kelabakan. Tak menyangka kalau jawaban Lily akan seperti itu.“Apa aku menyesal?” tanya Lily seolah mengutarakan kalimat tadi untuk menyambung penjelasan yang sempat tertunda. “Tidak. Kalian tahu? Aku sama sekali tidak menyesal karena menjadi istri dari pria yang luar biasa ini.” Keenan yang tadi mematung terkejut saat tangann
“Enggaklah,” gumam Lily yang langsung mengerucutkan bibirnya. “Aku ‘kan cintanya sama Bang Keenan. Gimana sih?” Suara manja barusan membuat Keenan tergelitik untuk terus menikmati sentuhan halus di area wajah dan dada bidangnya. Pria itu membiarkan sang istri melakukan apapun di tubuhnya. Mulai dari membelai bahkan sekarang mengetuk lembut kulit yang bagian kulit yang melindungi jantungnya.“Kau bisa merasakannya?” tanya Keenan dengan suara rendah. Dia bahkan sudah menahan tangan Lily agar menetap di tempat yang ia maksud. “Jantung ini berdetak keras sekali bukan?”Wanitanya itu mengangguk cepat sambil tersenyum. “Napas Abang juga aneh. Kenapa ngos-ngosan gini?” Keenan hanya tersenyum penuh arti. Lantas menempatkan kedua telapak tangan
“Ayo, Sayang.”“I-iya,” sahut Lily agak terbata. Dia pun menoleh dua orang tadi. “Kami permisi.” Diperlakukan manis seperti tadi jelas membuatnya tersentuh. Lily tersenyum sembari melihat tangannya yang masih digenggam oleh Keenan. Hingga sampai di area parkiran barulah tautan tangan mereka terlepas.“Kenapa, Sayang?”Lily menggeleng pelan. “Makasih ya, Bang.”Seketika dahi suaminya itu langsung berkerut. “Untuk?”“Ya. Abang sudah mau memperkenalkanku pada mereka tadi.” Lily terkekeh samar kemudian mendongak setelahnya. Kedua mata indah itu tampak berkaca-kaca. Dia kembali teringat perlakuan mantan mertuanya yang sering melarang Adrian untuk mengajaknya ke pesta atau jamuan makan dengan para kolega bisnis.“Kau adalah istriku. Itu adalah kewajiban yang seharusnya kulak
Sejak pertemuan di Bali, Lily jadi tahu bahwa alasan Keenan menikah dengannya bukan untuk mendapatkan warisan. Terbukti dari respon keterkejutan seluruh anggota keluarga pria itu. Rasa penasarannya semakin besar usai sang suami sempat menyinggung sebentar mengenai hal tersebut.“Apa itu penting?” ucap Keenan balik bertanya.“Tentu,” jawab Lily cepat. “Aku dulunya seorang janda. Punya anak satu pula. Untuk urusan wajah dan karir, pasti lebih baik dibandingkan dengan wanita lain di luaran sana. Lisna contohnya. Atau … wanita yang tadi kita temui barangkali. Kenapa harus aku?”“Perumpamaanmu salah besar, Sayang.”“Terus?” Lily menjauhkan tubuhnya yang tadi hampir dipeluk Keenan. Dia ingin menatap wajah sang suami untuk melihat kejujuran dari jawaban atas pertanyaannya barusan. Keenan berdehem singkat. Dia tersenyum sembari menatap wanitanya dengan penuh damba. Lantas mengecup bibir manis itu berulang kali sebelum kemudian bersuara lagi.“Istriku memang cerdas,
Suara bernada tinggi barusan membuat Lily yang hendak bergabung seketika menghentikan langkahnya. Wanita itu membeku dengan jantung yang berdetak cepat. Apalagi saat melihat kilatan amarah yang muncul di wajah Dimas. Baru sekarang dia melihat mantan atasannya tersebut berucap lantang. “Sayang?” Keenan yang menyadari keterkejutan sang istri lantas segera bangkit dari duduknya. Tak pelak melemparkan tatapan tajam penuh peringatan pada Dimas dan cepat menghampiri Lily. “Sebaiknya kau bersiap-siap sekarang. Sebentar lagi aku akan mengajakmu ke butik.” “I-iya,” jawab Lily seraya mengangguk pelan. Tahu bahwa sang suami melarangnya untuk berbuat apa-apa. Tak hanya Lily saja. Bahkan Keenan memberikan kode pada Mbok Jum agar tidak ada pelayan yang melintas di ruang tengah. Jadilah kini hanya tinggal dia dan Dimas yang ada di sana. “Maaf,” ungkap Dimas yang kemudian mengulum senyum. “Aku hanya kecewa karena keadaan. Mungkin kalau aku dilahirkan kaya raya sepertimu situasi bisa
“Kenapa tidak ambil gaun yang pertama tadi saja?” tanya Keenan dengan senyuman liciknya.“Enggak usah sok mancing ya, Bang.” Lily memberengut kesal. “Aku udah pilih yang aman kok. Modelnya tetap sabrina, tapi lengannya pendek. Enggak yang aneh-aneh juga.”Keenan pun tergelak. “Kau takut kalau aku akan melahapmu di depan banyak orang? Di luar negeri sana bahkan biasa saja.”“Udah ya. Jangan mulai lagi,” sanggah Lily cepat. “Sekarang kita mau ke mana? Ke kantor dulu ‘kan ya?”“Iya, Sayang. Kau pintar sekali.” Lily hanya meresponnya lewat gumaman asal. Setelahnya dia diam sembari melihat sang suami yang mulai sibuk membahas pekerjaan dengan Bagas via telepon. Hingga saat mobil yang membawa mereka sudah sampai di PT. Alexander Group barulah Keenan menyudahi pembicaraannya. Ini bukan kali pertama Keenan membawa Lily ke sana. Jadi tak heran jika semua karyawan sudah tahu siapa wanita cantik itu. Terlebih sebelumnya Bagas selaku sang asisten telah memberikan undan
Garis senyum yang semula terlukis di wajah cantiknya kini berganti menjadi raut keterkejutan. Lily menarik paksa kedua sudut bibirnya sembari mengangguk pelan. Sementara Keenan kini sudah mengelus pundak kanan wanita cantik itu lalu mengecup singkat di bagian sana.“Maafin Mas ya.”“Mas enggak salah kok,” gumam Lily yang kemudian menoleh ke arah Adrian dan Keenan secara bergantian. Lalu pandangannya mengarah ke tempat semula. “Aku bisa ngerti.”Adrian tersenyum kecut. “Farel sudah di dalam. Dia disambut baik oleh keluarga baru kamu.” Suaranya mulai terdengar serak. “Beda sekali ya dengan di keluarga mas waktu itu. Dan bodohnya Mas memang enggak punya power apa-apa untuk belain kamu dan Farel.”“Sudahlah. Jangan lagi membahas kenangan yang tidak penting. Masuklah dulu.” Keenan yang sedari tadi diam akhirnya membuka mulut juga. Suara celotehan dan tawa riang sudah terdengar dari jarak kejauhan. Tampak ruang tengah kini telah dipenuhi oleh semua anggota keluar
“Maafkan aku karena telah membuatmu hamil.” Pernyataan barusan membuat Lily yang tengah kesakitan sontak tertawa. Tak pelak sopir yang juga ikut mendengarnya terbahak tanpa sadar. “Abang?” rengek Lily di sela-sela kontraksi yang memelan sekejap. “Enggak pa-pa. Aku bisa. Jangan cengeng dong. Anak kita mau lahir. Masa’ papanya nangis.” “Iya, Tuan. Harus semangat supaya Nyonya kuat lahirannya.” Sang sopir juga tak mau kalah memberikan dukungan. “Kalian benar.” Keenan menyeka cepat air matanya yang sudah membasahi pipi. “Aku harus mendampingimu di ruang bersalin nanti. Kalau dokter melihatku lemah, mereka tidak akan mengijinkanku masuk.” Lily tersenyum mendengar ucapan suaminya. Tak berapa lama mobil pun tiba di tempat tujuan. Keenan pun memekik dari arah luar agar para petugas menyiapkan kursi roda untuk istri tercintanya. Seorang bidan yang kebetulan bertugas shift sore memeriksa jalan lahir Lily. Lantas mengatakan, “Ini masih pembukaan sembilan lebih. Sebentar lagi waktunya ber
“Hai, Tante!” sapa Farel sembari melambaikan tangannyan ke arah Lisna. Bocah polos itu bahkan sudah bergerak untuk salim pada wanita yang ada di depan mereka. Lisna pun mengangguk sambil tersenyum. “Kau sudah semakin besar ya.” “Iya dong,” sahut Farel cepat. “Aku juga mau punya adik.” “Ya.” Lagi-lagi Lisna hanya bisa mengangguk saja. Dia pun menoleh pada Lily lalu berkata, “Selamat ya atas kehamilannya.” “Terimakasih.” Kali ini Keenan yang menjawab dengan sorot mata tidak bersahabat. Dia masih menyimpan amarah atas perbuatan Lisna kala itu. “Maafkan aku.” “Sudahlah. Jangan dipikirkan lagi,” kata Lily yang kini sudah tersenyum manis. “Kamu apa kabar?” “Aku … baik.” Tak lama setelah itu mereka mendengar nama Lisna yang dielukan oleh seseorang. Semuanya sontak menoleh. “Sayang, kamu di sini?” Dimas. Pria tersebut terlonjak kaget begitu melihat tiga orang yang sekarang bersama Lisna. Dia pun jadi salah tingkah. “A-aku dan Dimas —” “Bulan depan kami akan tunangan,” potong Dima
Farel sangat bersemangat bercerita dengan Adrian tentang kabar janin yang dikandung oleh sang mama. Dia bahkan sama sekali tak menggubris kue dan camilan yang disediakan di atas meja. Seperti biasa. Suaranya selalu mendominasi di antara para orang dewasa.“Wah. Papa turut senang karena sebentar lagi kamu mau jadi seorang kakak.” Adrian merespon dengan kuluman senyumnya. Lantas dia menoleh ke arah Lily yang tengah mengusapi perut buncitnya. Jujur kalau memang sampai sekarang rasa cinta itu masih belum memudar.“Ya sudah. Papa antar kau ke atas untuk bersiap-siap ya.” Keenan bangkit dari duduknya lalu menggamit tangan Farel. Meninggalkan Lily bersama Adrian yang masih berada di ruang tengah. Suasana berubah menjadi hening. Hingga kemudian Adrian memilih untuk berbicara terlebih dahulu. Dia tersenyum getir menyaksikan sang mantan istri yang kini sedang berbadan dua.“Selamat ya untuk kehamilan kamu.”“Makasih, Mas.” Lily mengangguk sambil tersenyum. “Jangan lu
“…, ya. Dia laki-laki seperti dirimu.”“Laki-laki?” ucap Farel mengulang pernyataan sang dokter. Pria berjas putih itu mengangguk singkat sambil tersenyum.“Kau senang?” tanya Keenan yang dilangsung diiyakan oleh Farel tanpa jeda.“Aku punya teman. Yeay!!” soraknya lagi. Setelahnya dokter pun menginformasikan pendidikan kesehatan tentang kehamilan pada Lily dan Keenan. Kini pasangan suami istri tersebut saling menggenggam sembari tersenyum penuh.“Usia kehamilan Anda sudah masuk 22 minggu. Semoga prediksi jenis kelamin tetap tidak berubah ya.”“Kalaupun adikku perempuan tidak masalah,” celetuk Farel masih dengan keceriaan yang sama. “Nanti aku bisa minta papa untuk—”“Sayang?” potong Keenan cepat. “Tali sepatumu terlepas.” Atensi bocah usia empat tahunan itu pun teralihkan. Beruntung percakapan tadi tidak berlanjut. Kalau tidak bisa dipastikan bahwa Keenan dan Lily akan merasa malu. Tahu bahwa anak mereka tersebut mengutarakan hal yang menggelikan.“Makanya
“Aku mau adik laki-laki,” ucap Farel ketika keluarga kecil mereka baru saja beristirahat usai berjibaku di dalam kolam renang. Matanya berbinar ketika ikut meletakkan tangan di perut buncit sang mama. “Sepertinya kau yakin sekali,” goda Keenan yang kini sudah menempelkan telinga di bagian sisi perut yang lain. Pria itu mengerjap ketika merasakan sesuatu menendang dari dalam sana. Membuat dia dan Farel terkekeh serempak lalu sibuk berdebat tentang jenis kelamin calon anggota keluarga baru mereka tersebut. “Tuh ‘kan? Dia bilang kalau akan menjadi temanku bermain badminton nanti.” Kali ini Farel justru merasa sangat percaya diri dengan tebakannya. Sementara Lily hanya tersenyum sembari mendengar dua pria beda usia yang dicintainya itu berdebat terus-terusan. Pemandangan indah yang sudah lama ia dambakan sejak jauh hari. Tak lama kemudian dirinya menyingkirkan tangan mereka dan bersiap hendak bangkit dari kursi. “Ma, katakan kalau adikku laki-laki,” rengek Farel yang ham
“Om minta maaf ya.” Namun, Keenan masih membungkam mulutnya. Sama sekali tak menggubris permintaan maaf dari pria paruh baya tersebut. Sementara Lily yang memang gampang sekali kasiha menatap wajahnya dengan iba.“Bang, kasihan sama Dokter Faisal.” Lily meremas lembut telapak tangan suaminya agar respon. Barulah Keenan berdecak pelan lalu menoleh ke arah tamu yang tak diharapkannya itu.“Om tidak salah apa-apa.”“Iya, Nak, tapi Lisna—”“Itu tidak ada sangkut pautnya dengan Om,” tegas Keenan dengan rahang yang sudah mengetat. “Dari dulu Om selalu menutupi kesalahannya. Memanjakannya dan selalu jadi tameng. Lihatlah sekarang! Dia bahkan hampir menjadi seorang pembunuh. Untungnya janin di kandungan istriku bisa selamat.”“Lily hamil?” Dokter Faisal semakin merasa bersalah.“Ya.” Keenan lantas menatap kesal dokter kepercayaan keluarganya itu. “Sebenarnya aku ingin melaporkannya pada polisi, tetapi gagal karena istriku yang mencegah. Jadi sebagai gantinya aku mohon dengan san
Keenan kehilangan suaranya begitu menyadari apa yang terjadi. Pria itu terus memeluk Lily sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Tak pelak melabuhkan kecupan kecil di area wajah wanitanya tersebut. Sementara Bagas sesekali menoleh ke belakang. Berusaha memacu kendaraan yang saat ini ia kemudikan sendiri agar bisa berjalan lebih cepat lagi. Jika dia ada di posisi sang tuan sekarang, mungkin juga akan berlaku sama. “Tuan Keenan??” “Lakukan yang terbaik untuk istriku!!” Semua petugas yang ada di ruangan IGD rumah sakit itu bergerak cepat menangani Lily, sedangkan Keenan sibuk mondar-mandir tak karuan. Dia merasa sesak sekaligus menyesali apa yang telah terjadi. Menyalahkan diri sendiri karena keadaan istrinya sekarang. Dua jam kemudian … &n
“Dua kali dia menemuiku. Mengajakku bekerja sama untuk menghancurkan pernikahan kalian.”“Aku tidak percaya.”“Ck. Itu urusanmu. Aku hanya berharap semoga Lily baik-baik saja karena kalau benar wanita itu yang menculiknya, maka habislah sudah.” Percakapan tadi masih terngiang di telinga Keenan. Sekarang dia sudah tidak sabar untuk kembali ke Medan. Beruntung Bagas bisa menyediakan jet pribadi sehingga memudahkan pergerakan mereka tiba di sana dengan cepat.“Saya sudah menghubungi orang suruhan kita untuk mengawasi Nona Lisna,” kata Bagas yang baru saja memutus panggilan lewat ponselnya sebelum kendaraan pribadi itu terbang. “Kita akan langsung dapat kabar begitu sampai di Medan.”“Good,” gumam Keenan yang segera memasang kaca mata hitamnya. “Bagaimana dengan Dimas? Kau juga suruh orang untuk mengawasinya ‘kan?”“Iya, Tuan.” Keenan mengembuskan napasnya dengan keras. Benar-benar tak sabar ingin membuktikan tudingan Adrian tadi. Kalau memang apa yang dikataka
“Tidak!” tolak Keenan cepat. “Aku yakin dia yang menculik Lily.”“Kau gila ya?” Lisna pun geleng-geleng kepala.Keenan menatap tajam Lisna. “Atau kaulah orangnya! Oh ya. Aku pernah melihatmu berbicara dengan Adrian. Kalian mungkin sudah bekerja sama. Jawab, Lisna!!” Pria yang sudah frustrasi itu hendak melayangkan satu pukulan lagi ke wajah Dimas, tetapi sang daddy dan Bagas lebih dulu menahan tubuh kekarnya. Membuat dia jadi terhalang oleh keduanya.“Hentikan!” sentak daddy-nya lagi. “Bukan begini caranya bertindak. Kamu harus berpikir dengan kepala dingin. Kenapa jadi malah brutal??”“Lily itu istriku, Dad!” tukas Keenan dengan perasaan yang campur aduk. “Aku bisa gila karena kehilangan dia. Apalagi saat ini dia sedang … agh!! Dia lagi sakit. Bagaimana dia sekarang? Apa dia baik-baik saja? Tidak ada yang tahu ‘kan?”“Kami mengerti perasaanmu. Tenanglah sebentar,” bujuk daddy-nya. Waktu makan malam sudah lewat sejak beberapa jam yang lalu. Namun, Keenan ma