Menggigit bibir bawahnya, Laura berusaha menahan agar matanya tak berkaca-kaca di depan Lucian dan menggertakkan gigi. "Aku tidak berusaha menarik perhatianmu, aku sungguh-sungguh ingin bercerai!" Lucian mencengkram lehernya. "Aku memperingatkanmu, jangan menguji kesabaranku. Aku sudah mengatakan padamu, akulah yang akan mengajukan gugatan cerai. Aku yang akan menceraikanmu, apa kamu mengerti? Kamu tidak akan mengajukan gugatan cerai kecuali aku yang mengizinkanmu.” Laura memejamkan mata, berusaha menahan amarahnya. “Kamu tidak berhak mengaturku! Aku tidak bertahan dengan bajingan sepertimu.” Dia mendorong Lucian dengan sekuat tenaga. Lucian menekannya ke dinding, berbisik dengan suara mengancam di tangannya. “Kita tidak bercerai. Kamu yang lebih dulu menghianatiku.” Dia menarik napas dalam-dalam ketika aroma manis wanita membuainya, membangkitkan kenangan lama. saat dia tidak bisa melihat, hanya aroma wanita yang selalu memenuhi kegelapan hidupnya dan malam-malam intim yang merek
Tristan mengajak Laura makan siang di restoran Enchanted. Seorang pelayan menghampiri Laura dan bertanya dengan penuh hormat, "Nona Laura Adams?""Ya…""Saya manajer restoran. Silakan ikuti saya, Tuan Adams sudah menunggu Anda." Manajer itu menunjukkan sikap yang sangat hormat, membawa Laura ke lantai dua sebelum berhenti di sebuah ruang privat VVP."Silakan masuk, Nona." Manajer membuka pintu dan mempersilahkan Laura masuk.Laura melihat seorang pria yang sudah berada di dalam: Tristan Adams, seorang pengusaha yang sangat dikagumi Kakek Billy, milyarder jenius, dan orang yang sulit didekati—kakak kandung Laura.Wajahnya sangat dingin dan memancarkan aura kharismatik. Dia tampak mengintimidasi, dengan aura dingin. Namun, saat menatap Laura, wajah acuh tak acuh itu memudar menjadi senyuman."Adik, apa kabar?" Suaranya ramah dan lembut.Laura menghela napas lega, tanpa sadar menahan napas. Dia melangkah masuk."Kak Tristan?""Ya, duduklah, Adik." Tristan menghampiri dan menarik kur
"Aku akan memberitahumu lagi sampai aku siap bercerai."Mata Tristan menyipit tidak setuju, tetapi dia tidak bisa memaksa adiknya jika itu yang diinginkan. Adiknya baru saja kembali, dan mereka harus membuatnya nyaman, jangan sampai dia berpikir keluarga Adams mengatur dan ikut campur dalam masalahnya. Tetapi bukan berarti dia akan melepaskan Lucian Wilson begitu saja karena telah berselingkuh dari adiknya."Kamu menikah terlalu muda," kata Tristan, agak menyayangkan nasib adiknya. Dia yang berusia 30 tahun saja belum menikah, tetapi adiknya, yang baru berusia 20 tahun, sudah menikah dan memiliki anak berusia 2 tahun. Orang-orang di keluarga Samson keterlaluan memaksa Laura menikah dan akhirnya dia diselingkuhi dengan adiknya."Apa kamu pernah sekolah?""Ya, aku hanya tamat SMA dan tidak kuliah," jawab Laura malu. Keluarga Wilson tidak mengizinkannya kuliah karena dia harus menikah dan tidak boleh menyaingi Viola. Dia takut membuat malu keluarga Adams."Apa yang kamu lakukan set
"Wah, bukankah dia dayangmu, Viola? Mengapa dia di sini?" Amy berkata dengan nada merendahkan. Teman-teman Viola sangat mengenal Laura, anak angkat yang selalu mengikuti Viola ke mana-mana seperti dayangnya."Jadi dia pelanggan penting? Serius, bagaimana dayangmu bisa di sini, Viola?""Tidak mungkin dia pelanggan di ruangan privat VVIP. Dia pasti bekerja membersihkan ruangan di dalam,” ejek Windi.Teman-teman Viola tertawa mengejek Laura.Viola menatap Laura dengan tatapan menusuk dan penuh kebencian atas masalah yang terjadi tadi malam, tetapi harus menjaga sikapnya dan berpura-pura masih menganggap Laura sebagai kakak perempuannya."Kak, mengapa kamu di sini? Kamar ini sudah ku pesan. Apa kamu bekerja di sini?"Laura tersenyum dingin. "Aku nggak kerja di sini, aku sedang makan siang saat suara-suara kalian sangat berisik dan mengganggu.""Wah, lihat sikap soknya itu, memangnya kamu pikir kamu siapa. Kamu hanya dayang Viola! Kamu pasti menggunakan kartu anggota platinum Viola untuk
"Aku hanya ingin makan siang dengan Laura, kamu hanya mengganggu. Pergilah."Meskipun tersinggung, Viola tetap tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Ah, maafkan aku, namaku Viola Samson, adik Laura. Bagaimana kamu mengenal kakakku?"Tristan menatapnya acuh tak acuh, kilatan penghinaan di matanya tampak sangat jelas."Adik? Jadi kamu selingkuhan Lucian Wilson? Ini pertama kali aku melihat orang yang paling tidak tahu malu merayu kakak iparnya dan bersikap sok akrab."Wajah Viola memerah malu. Dia memelototi Laura; pasti dia yang menjelekkan namanya di depan Tristan Adams."Tuan Adams, Anda pasti salah paham. Aku tidak mengerti maksud Anda.""Tidak apa-apa, aku juga malas bicara dengan orang bodoh," balas Tristan mencemooh lalu meraih kedua bahu Laura lembut. "Ayo masuk, jangan ladeni sekumpulan orang bodoh ini. Mereka hanya membuatmu tidak berselera makan."Keduanya hendak masuk ke dalam ruang privat VVIP itu. Viola menggertakkan gigi marah dan berkata, "Tuan Adams, apa hubunganmu d
Lucian jarang berada di rumah. Sejak dia berselingkuh dengan Viola, Lucian pindah dari rumah dan tinggal dengan selingkuhannya. "Kenapa kamu di sini?" Laura berkata dengan tenang. "Ini rumahku, apa aku nggak boleh di sini?" balas Lucian muram. "Tidak, kupikir kamu sudah lupa punya rumah dan menetap permanen dengan kekasih gelapmu," desis Laura dengan suara rendah agar Amelia tidak mendengar. Lucian mengabaikan sindiran Laura. Dia sudah terbiasa dengan perubahan sikap Laura yang tiba-tiba menjadi membangkang. Dia menatapnya tajam. "Siapa pria yang datang bersamamu?" Sebelah alis Laura terangkat. Dia menatap putrinya dan tersenyum. "Sayang, pergi ke kamarmu, oke? Mama belikan kamu mainan. Simpan di kamarmu, ya..." Dia membujuk putrinya sambil menunjukkan kotak besar berisi boneka Barbie. "Wah, Barbie...." Amel mengambil mainannya dan pergi ke kamarnya, tak menyadari orang tuanya yang akan bertengkar. Setelah Amelia pergi, Laura menegakkan tubuhnya dan menatap Lucian dingin. "Bisa
Lucian melirik Amelia yang sedari tadi diam mendengar percakapan mereka. Entah dia mengerti atau tidak, Lucian agak merasa bersalah melihat mata birunya yang seperti miliknya berkaca-kaca. Lucian tidak mengatakan apapun lagi sampai makan malam selesai. Dia ke ruang kerjanya untuk menghilangkan rasa bersalah yang aneh di dadanya. Amel bukan putrinya kandungnya, dia mengingatkan dirinya. Laura menghela napas setelah Lucian pergi. Dia melirik putrinya dan mencoba tersenyum. "Sudah saatnya tidur, sayang." Amelia mengangguk dengan sikap yang lebih pendiam. Laura merutuki Lucian dalam hati. Sejak kecil, karena masalah orang tuanya yang tidak harmonis, Amelia tampak begitu peka setiap kali menyaksikan orang tuanya bertengkar. "Ayo sayang, Mama akan membaca cerita Putri Duyung Ariel." Dia menggendong putrinya dan membawanya ke kamar. . . "Laura sayang, bagaimana kabarmu hari ini? Ibu sangat kangen. Mengapa kamu nggak mengangkat telepon ibu?" Willy meneleponnya ketika Laura hendak ti
Viola baru saja keluar dari kamar mandi ketika melihat Lucian berada di ruang tamu apartemennya, duduk di sofa dengan segelas wine di tangannya.Matanya berbinar."Sayang, mengapa kamu tidak memberitahuku akan datang? Apa kamu merindukanku?" Dia duduk di sofa sebelah Lucian dan berkata genit, meraih lengannya."Aku bertengkar dengan Laura," balas Lucian tanpa ekspresi sambil meneguk wine-nya."Hm."Viola mengerucutkan bibirnya ketika mendengar nama Laura, namun di permukaan, ia tersenyum perhatian, meremas lengan Lucian."Tolong jangan bertengkar dengan kakak lagi. Kakek Billy sudah di Capital dan mengawasimu. Jika kamu dan Kak Laura bertengkar lagi, bagaimana jika Kakek Billy tahu? Kakek akan mempersulitmu."Lucian tidak menanggapinya dan menyesap winenya.Viola merasa gelisah melihat ketidakpedulian Lucian.“Aku mengerti kalau kamu bertengkar dengan Kakak. Kakak pasti belum melupakan ayah kandung Amel.” Dia melirik ekspresi Lucian.Rahang Lucian mengeras, dan ia menoleh menatap Viola
Mia terdengar menghela napas sambil membalas pelukan Laura. “Aku juga.” Ia melepaskan pelukan mereka dan menatap temannya. “Kamu membuatku khawatir karena tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Tiga tahun yang lalu, Tuan Lucian hampir mengobrak-abrik Capital karena mencarimu.”Wajah Laura tampak tanpa ekspresi ketika nama mantan suaminya disebut.“Oh, kami sudah bercerai saat itu.”Mia menatapnya selama beberapa saat, namun tidak bertanya lebih lanjut. Dia kemudian mengalihkan pandangannya pada Amel.“Bagaimana kabar Amel? Dia semakin cantik dan sangat mirip denganmu.” Mia tersenyum lembut dan mengulurkan tangannya untuk mengelus pipi Amel.Amel tersenyum dengan wajah bingung dan menatap Laura dengan penuh tanya.“Ini Bibi Mia. Amel ingat?” tanya Laura pada putrinya.Amel menggelengkan kepala dan menatap Mia dengan ingin tahu.“Hahaha, sudah bertahun-tahun, dia pasti sudah lupa,” kata Mia sambil mencubit pipi Amel dengan gemas.Laura mengangguk, membenarkan. Amel sudah lupa dan bahkan tid
Kaki jenjang wanita itu melangkah dengan penuh percaya diri di antara orang-orang yang berlalu-lalang di bandara. Dia mendorong kereta bagasi berisi koper-kopernya.“Mama, apa Nenek dan Kakek menjemput kita?” tanya seorang gadis berusia lima tahun yang duduk di atas koper, sambil mengayun-ayunkan kaki mungilnya dengan manis.Rambut hitamnya tumbuh lebat, dan wajahnya cerah berseri-seri. Setelah melewati tiga tahun penuh kesabaran dan doa, putrinya akhirnya bisa melewati masa kritis penyakit leukemia dan sembuh total.“Ya, sayang. Kakek dan Nenek akan segera menjemput kita,” jawab wanita itu dengan hangat, lalu mengecek jam tangannya. Sudah lewat dua puluh menit, tetapi orang tuanya belum muncul untuk menjemput.“Hm, sepertinya Kakek dan Nenek akan terlambat. Bagaimana jika kita makan dulu? Amel lapar?” Amel mengangguk.Laura tersenyum lembut lalu memandang sekeliling restoran yang ada di bandara. Restoran lain tampak cukup ramai dan mengantri. Laura tidak mau mengantri. Akhirnya dia
Para pelayan tersentak dan cemas mendengar kata-kata Lucian. “Kami mengerti, Tuan Lucian. Kami akan membawa Nona Viola keluar dan tidak akan membiarkannya masuk ke rumah ini,” balas kepala pelayan tergagap. Lucian mendengus muram dan berjalan menuju kamarnya. “Lucian, kamu nggak bisa memperlakukanku seperti ini!” Viola meraung mengejar Lucian, tapi para pelayan menghalangi jalannya. Raut wajah mereka sangat tegas. “Nona Viola, silakan tinggalkan rumah ini bersama pakaian yang kamu kenakan sebelum kami melakukannya sendiri.” Viola menurunkan putranya dengan kasar ke lantai dan menghadapi para pelayan dengan penuh kemarahan. “Kalian hanya pelayan rendahan, beraninya kalian mengusirku! Aku tidak akan pergi! Aku Nyonya rumah ini, nggak ada yang bisa mengusirku!” Kepala pelayan itu menatapnya tanpa ekspresi, lalu menatap para pelayan lain penuh arti. Seolah mengerti, dua pelayan maju dan menahan lengan Viola. “Kami hanya mendengarkan perintah Tuan Lucian dan Nyonya Laura. Anda
“Selain aku, siapapun anggota keluarga Wilson tidak diizinkan masuk ke dalam rumah ini. Apa kalian mengerti?”“Ya, Tuan. Maafkan kami.”Viola meraih tangannya dan berkata, “Lucian, mengapa kamu sangat jahat? Aku datang ke sini karena Jayden merindukanmu. Dia menangis terus karena sangat merindukan papanya.”Lucian menepis tangannya dan menjawab dengan dingin, “Jangan panggil aku seperti itu. Aku tidak pernah mengakui anak itu sebagai anakku setelah apa yang kamu lakukan—menipuku dan menghancurkan hubunganku dengan Laura,” katanya sambil menatap Viola dengan tatapan paling dingin.“Laura sudah mencampakkanmu, mengapa kamu masih terpaku padanya? Harusnya aku yang menjadi istimu dan Jayden adalah putramu!”Viola menggenggam tangannya erat. “Apakah wajahku tidak cukup untukmu?”Lucian menatapnya dengan jijik. Meski wajahnya mirip dengan Laura karena operasi plastik, dia tetap merasa jijik dan muak.“Bahkan jika kamu melakukan sepuluh operasi plastik, kamu tidak akan bisa menggantikan Laur
Tiga tahun kemudian.Lucian mengusap keningnya, ekspresinya sangat kusut saat pulang ke rumah. Dia tidak pernah pindah dari rumahnya meski telah tinggal sendirian, karena di sini adalah kenangan Laura dan putrinya.Dulu, dia meninggalkan Laura tinggal sendirian di rumah ini untuk membesarkan Amel, sementara dia mengabaikan dan tak pernah pulang selama satu tahun.Sekarang, dia merasakan kesepian Laura yang tinggal di rumah ini.Sudah tiga tahun sejak Laura menghilang bersama putri mereka. Tak ada kabar tentang dirinya meski Lucian mengobrak-abrik seluruh Capital.Bahkan keluarga Watson, yang dekat dengan Laura, seolah menghilang. Latar belakang mereka misterius; Lucian mencari mereka namun tak menemukan informasi apapun.Dia bahkan mencari Tristan Adams, yang dicurigai memiliki hubungan dengan mereka, namun akhirnya diusir dan dipermalukan. Akibatnya, keluarga Wilson tiba-tiba mendapat peringatan dari sang kepala keluarga Adams yang dikenal cukup tertutup.Kakek Billy menghukum Lucian
Kedua orang itu tampak tidak menyadari keberadaan Laura, dan lewat menuju ke arah lain."Apa-apaan perilaku itu, seolah-olah cewek jalang itu sedang hamil dan nggak bisa jalan tanpa dibantu," komentar Dean sinis."Viola memang sedang hamil."Dean membelalak menatap Laura. "Apa? Hamil?! Sialan bajingan itu, aku nggak akan membiarkannya begitu saja!"Dia menggulung lengan jas putihnya dengan marah dan akan mengejar Lucian untuk memberinya pelajaran karena mengkhianati adik dan keponakannya yang sedang terbaring sakit di ranjang rumah sakit.Laura menahan Dean agar tidak pergi."Udah nggak ada gunanya, Kak. Aku sudah nggak ada hubungan lagi dengan Lucian Wilson."Dean berhenti dan menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya."Apa maksud kamu, Laura?""Aku akan bercerai dengan Lucian, kami sudah nggak ada hubungan lagi. Tolong bantu aku mengurus surat cerai, Kak."Dean terdiam selama beberapa saat lalu berkata, "Itu bagus. Seharusnya kamu bercerai dengannya sejak awal."Namun kata-katanya
Laura memejamkan mata, tangannya mengepal erat di ponsel.“Viola, aku nggak ada urusan dengan kamu. Berikan ponselnya pada Lucian sekarang. Katakan padanya ini sangat penting.”Viola terkekeh mengejek. “Lucian nggak peduli padamu lagi karena dia hanya memiliki aku dan anak kami. Tolong deh, jangan mengganggu hubungan kami lagi. Urus saja perceraianmu sekarang.” “Viola,” desis Laura mencoba menahan amarahnya, “berikan ponselnya pada Lucian sekarang. Katakan padanya ini penting mengenai Amel.” “Oh, putrimu itu? Lucian bilang hanya menginginkan anak laki-laki di perutku. Lagipula Amel juga putri kandung Lucian. Dia nggak peduli lagi dengan anak harammu. Sudahlah, jangan menelepon Lucian lagi. Kami sedang menunggu USG anak kami. Bye!” Panggilan dimatikan sepihak oleh Viola. Laura hampir membanting ponselnya karena marah. Dia tidak akan memohon pada mereka jika bukan karena demi putrinya. Tubuh Laura bergetar, tangannya mengepal erat menggenggam ponselnya hingga layar menjadi ret
Laura bergegas ke rumah sakit. Setelah bertanya pada staf di meja resepsionis, dia menuju ke ruangan yang telah diberitahu staf itu.Suara langkah kakinya bergema di lorong rumah sakit. Dia membuka pintu kamar rawat VIP.Willy dan Allen di kamar rawat menoleh dan menatapnya.“Bagaimana Amel?” Laura bergegas ke samping tempat tidur putrinya dan meraih tangannya. Hatinya sakit melihat wajahnya pucat dan demam, mengingatkan dia pada penderitaan putrinya melawan penyakitnya di kehidupan sebelumnya.“Amel….”“Mama, sakit…” dia merengek sambil menangis."Sayang, mama di sini," Laura duduk di tepi ranjang dan mengangkat putrinya ke pelukannya. "Papa, mana Ma… Amel kangen Papa…."Laura menegang, tangannya terkepal erat mengingat apa yang terjadi di ruang tamu kediaman Wilson dan pengungkapan kehamilan Viola. Saat ini pun, Lucian sedang menemani Viola yang sedang hamil ke rumah sakit, sementara putrinya sedang terbaring sakit."Papa sedang bekerja, sayang. Nanti Papa akan datang."Amel terisa
“Aku mengerti, Bu. Aku akan segera ke sana.”Sebuah mobil limosin berhenti di depannya, dan Pak Andri keluar sambil membawa payung.“Saya minta maaf karena terlambat, Nona. Saya terjebak macet.”Laura tidak peduli dengan penjelasan Pak Andri dan berkata tergesa-gesa. “Cepat bawa aku ke rumah sakit.”Dia berlari masuk ke dalam mobil.Pak Andri menyusulnya masuk ke dalam mobil dan menuju ke rumah sakit.“Bagaimana keadaannya?” tanya Lucian pada dokter yang memeriksa Viola.“Untungnya Anda membawanya ke rumah sakit tepat waktu. Jika terlambat sedikit saja, Nona Viola bisa keguguran,” balas dokter itu.Lucian mengerutkan kening, tapi tidak mengatakan apa pun.Viola meraih tangannya lembut. “Lucian, jangan salahkan Kak Laura. Ini juga salahku karena ceroboh,” bisiknya lemah.Lucian tak melepaskan tangannya dan berkata dengan suara tanpa emosi. “Istirahatlah.” Lalu dia berbalik pergi.Viola menahan tangannya dengan cemas. “Lucian, tolong jangan tinggalkan. Aku dan anak kita membutuhkanmu.”