Seorang lelaki digoda di bagian yang paling berbahaya, mana bisa menahan diri?Namun, itu orang lain. Berbeda dengan Juna yang telah melalui didikan militer keras di era dia dan tidak terbilang sedikit pengalamannya bertahan dari segala macam situasi sampai yang mengancam nyawa pun kerap dia hadapi.Maka, Juna lekas menangkap tengkuk Lenita dan menarik kepala ke dekat mulutnya agar sang istri bisa mendengar ucapan tegas bernada rendah darinya, “Berhenti, Len, atau aku akan ke ruang perpustakaan dan tidur di sana.”Tangan Lenita membeku dan perlahan ditarik dari selangkangan Juna agar suaminya tidak benar-benar pergi membiarkan dia tidur sendirian seperti hari-hari belakangan ini.Raut masam di wajah Lenita bersamaan ketika dia bertanya, “Memangnya aku salah melakukan itu ke kamu, Jun? Kamu kan suamiku. Lagipula … aku sudah tidak marah-marah lagi ke kamu belakangan ini, kan?”Juna ingin tertawa mendengar suara protes istrinya yang mencicit pelan seakan takut kalau kalimatnya membuat di
Tidak membutuhkan seorang cenayang untuk mengetahui apa yang dipikirkan Shevia. Juna sangat paham hanya melihat dari tatapan wanita itu padanya. Tatapan yang biasa dia dapatkan di era dulu ketika wanita sedang mendamba padanya.Hanya saja, Juna tak habis pikir, untuk apa Hamid menyodorkan Shevia ke dirinya seperti itu? Dia harus menyelidiki apa sekiranya motif Hamid mengenai kerja sama mereka.Siang itu, Juna makan bersama Shevia. Dia berusaha bersikap profesional dan tetap ramah pada Shevia meski bukan jenis yang bisa membuat wanita salah paham.“Mari saya antar ke mobil Anda.” Juna menganggap ini perlakuan biasa seorang relasi bisnis usai pertemuan mereka.Shevia tersenyum dan berkata, “Terima kasih, Pak Juna. Anda sangat baik dan menyenangkan. Saya menunggu makan siang berikutnya sambil membicarakan bisnis.”Sebagai gadis modern yang lama berada di Amerika, sehingga membuat Shevia tidak bersikap ala perawan dusun ketika dia merasa percaya diri. Mungkin pada awalnya dia terlihat mal
Hanya melihat dari tatapan kedua petugas keamanan itu saja, Juna sudah bisa menebak bahwa keduanya salah paham dengan situasi yang ada.“Apakah kalian menuduh saya sembarangan memukul orang? Apa mungkin orang dengan penampilan seperti saya sengaja memukuli orang di tempat publik begini?” Juna mengibaskan kelepak jasnya.Petugas keamanan merasa tak enak hati sendiri saat melihat setelan jas yang dikenakan Juna.“Kalian bisa periksa kamera CCTV agar jelas, siapa yang pertama memulai perkelahian.” Juna merapikan rambut menggunakan jari dan ingin hal seperti ini lekas terselesaikan. “Itu mereka yang memulai.”Akhirnya, petugas keamanan itu memanggil rekannya yang lain untuk membawa mantan karyawan Juna ke kantor mereka. Juna terpaksa ikut karena petugas masih harus memeriksa rekaman CCTV untuk membuktikan ucapan Juna sebelumnya.…“Maafkan kesalahpahaman dari kami, Pak! Mohon ini tidak perlu diperpanjang.” Salah satu dari petugas keamanan itu merasa malu karena sudah menuduh Juna dan dia
Tidak hanya Juna yang terkejut pada tindakan Lenita, Hartono dan Wenti pun melongo melihat apa yang baru saja dilakukan putri mereka pada sang menantu.Mata Juna berkobar akan amarah. Dia akui dia sangat lengah dan terlalu menurunkan kewaspadaan hanya karena mengira Lenita sudah mulai berubah.Namun, siapa sangka ini yang dia dapatkan apabila melunak pada wanita itu? Bahkan di depan ayah dan ibu mertuanya!“Kamu!” Suara Juna terdengar geram.“Apa? Mau berdalih apa lagi?” Lenita melengkingkan suaranya dan melempar ponsel di tangannya ke arah wajah Juna. “Lihat sendiri di sana!”Tapp!Kali ini, Juna lebih sigap karena tak mau lagi dipecundangi Lenita. Secara mudah, dia menangkap ponsel yang hampir menghantam wajahnya hanya dengan satu tangan saja. Lekas dia lihat apa yang menjadi dasar penyebab tindakan Lenita hari ini padanya.Saat matanya menatap layar ponsel, Juna mendapati adanya rekaman video singkat mengenai dia meraih pinggang Shevia ketika tubuh wanita itu limbung karena nyaris
“Mamih!” Hartono menegur istri pertamanya.Sementara itu, Juna malah tertawa diagonal mendengar ucapan Leila. Hal ini semakin menggelorakan amarah di hati ibu mertua.“Kau! Masih bisa senyum sinis begitu?” Leila paling tak sudi diremehkan Juna. Sejak awal kedatangan pemuda itu di rumah, dia sudah tidak menyukainya karena menganggap Juna hanyalah orang kampung yang tidak membawa keuntungan, tapi kini malah menjadi menantu gara-gara menghamili putri kesayangannya. Bagaimana dia bisa terima?“Kenapa aku tidak boleh senyum ketika orang-orang dengan mudahnya terprovokasi dan gampang dibodohi hanya dari video singkat seperti itu saja?” Juna menatap lurus ke Leila.Melihat kondisi tidak lagi kondusif, Hartono terpaksa menarik paksa istri pertamanya ke ruang lain agar tidak pecah pertengkaran besar Leila dan Juna.Leila sempat meronta-ronta ketika di bawa ke ruang lain oleh suaminya. Dia masih sempat melantunkan sumpah-serapah kasar pada Juna hingga mengucapkan kata-kata itu lagi, “Cerai saja
Kening Juna berkerut sembari menatap tajam istrinya. Dia bisa saja mengabulkan permintaan Lenita, tapi dia tidak terima jika itu didasari oleh adu domba dari seseorang.Bukankah dia sangat dirugikan kalau begitu? Dia sama saja kalah kalau bercerai dari Lenita. Si pengadu domba akan tertawa puas kalau itu terjadi.Maka, agar dia tidak menjadi hiburan bagi oknum yang belum dia ketahui, Juna mendengus dan berkata, “Aku anggap tidak mendengar kata-kata konyol semacam itu keluar.”Sesudah mengucapkan itu, Juna bergegas keluar dari sana dan menuju ke mobilnya sendiri. Dia harus segera mendatangi tempat sampah tempat kartu milik si oknum tadi dibuang.“Juna! Hei, Juna sialan!” Lenita terus saja memanggil suaminya tapi malah diabaikan. Kesal, dia mengentak-entakkan kakinya yang tidak terluka dan dipapah ibunya kembali ke kamar.“Nit, lebih baik kamu segera daftarkan saja gugatan perceraianmu kalau dia tidak punya nyali menceraikanmu.” Leila membujuk putrinya sambil mereka duduk bersama di tep
Usai mengatakan itu, Juna lekas menatap raut wajah Heru.“Hah? Apakah Bapak hendak menceraikan istri?” Heru terkejut, tapi ada kilatan di matanya. Ini tertangkap indera tajam Juna yang diaktifkan menggunakan prana.“Ya, Pak. Menurutmu bagaimana? Apakah ini merupakan keputusan buruk?” Juna terus memperhatikan reaksi dan respon Heru. Dia memajukan tubuh ke depan, bersikap serius.“Wah, kalau itu … bagaimana, yah?” Heru malah bersikap canggung dan ada senyum tertahan di wajahnya. Dia bahkan sempat menggaruk belakang kepalanya, mungkin karena gugup, tak meyangka akan mendapatkan pertanyaan semacam itu dari Juna.“Kenapa, Pak? Apakah sebaiknya jangan saja, yah?” Juna makin lekat menatap Heru. Ini membuat si asisten makin gugup.“Itu … yah, kalau menurut Bapak perceraian memang harus ditempuh karena sudah tidak ada lagi keharmonisan, tentu itu bukan jalan buruk.” Heru menjawab sambil menahan senyumnya.“Tapi sepertinya papanya Lenita tak mau kalau aku bercerai dari putrinya.” Juna seperti e
Heru makin merasa nyalinya mengempis dan dia tak berani menatap Juna. Aura besar Juna terlalu menekan dia, membuatnya merasa sangat kecil di hadapan sang bos.Sembari memeriksa isi ponsel Heru, si empunya masih terus berlutut, tak berani berdiri jika belum ada perintah berdiri dari Juna.Mata Juna berbinar menemukan banyak bukti kejahatan Heru yang ternyata sudah menumpuk selama ini dan terlewat dari pemeriksaannya.Juna menertawakan kebodohannya yang terlalu fokus pada orang jauh padahal di dekatnya justru merupakan salah satu pengkhianat berat.Iblis dan setan memang menakutkan, tapi yang paling menakutkan justru hati manusia. Heru yang bersikap sangat sopan di depannya, ternyata menyimpan banyak kebusukan yang menusuk dia dari belakang sejak dulu saat Arjuna masih hidup.“Lebih baik kau yang menceritakan sendiri, atau harus aku yang meminta penyelidik untuk melakukannya?” tanya Juna pada Heru. “Konsekuensi yang akan kamu terima tentu saja berbeda, tergantung pilihanmu. Maka dari it
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag