Hartono semakin kaget dengan kalimat yang disampaikan Juna. Apalagi ketika melirik istrinya sedang menatapnya dengan pandangan tercengang. “J—Jun! Jangan ngawur kamu kalau menuduh Papa!” Hartono tak bisa membiarkan istrinya mengetahui ulah jahat dia, apalagi berkaitan dengan dukun. Dahi Juna mengerut ketika matanya ikut memicing memandang ayah mertuanya. 'Masih bisa menyangkal, heh? Sungguh orang tua luar biasa! Pantas saja anaknya seperti itu.' Juna tidak bisa luput dari membatin demikian. "Saya bisa memberikan bukti atau mendatangkan dukun yang Anda pakai ke sini kalau memang Anda tidak bersedia mengakuinya." Rasa hormat dan segan dia pada Hartono sudah luntur akibat ulah Hartono sendiri. Kalau Hartono sejak dulu selalu teguh dalam cinta dan pernikahannya, mungkin Juna masih ada segan karena mencintai Anika ketika sudah menikahi putrinya Hartono. Masalahnya, Hartono lebih tak tahu malu dengan memacari lalu menikahi sekretarisnya tanpa
Mata Wenti terbelalak heran, “Ra—Rafa bilang begitu? Rafa?”Dia seakan tak percaya bocah yang masih belum bisa bicara itu malah dikatakan memberitahu Juna mengenai bagaimana menyembuhkan Hartono.“Mungkin Mama tidak akan percaya ini, tapi Ma … Rafa punya energi supernatural.” Juna tidak bisa menutupinya lagi lebih lama.Apalagi, Wenti sebagai orang tua Rafa, berhak mengetahuinya.Usai mendengar ucapan Juna, Wenti memicingkan mata dan bertanya, “Rafa punya apa, Jun? Energi supernatural?”Juna mengangguk. Pastinya berat bagi orang tua di era modern ini menerima kenyataan putra mereka memiliki energi yang di luar nalar manusia pada umumnya.“Iya, Ma. Dia punya itu. Aku bisa merasakannya dan meyakini itu 100 persen.” Juna menebalkan opininya.Sebenarnya ini juga kesalahannya yang sudah memberikan energi murni dia ketika Rafa masih bayi merah.‘Kemungkinan energi murni aku yang di Rafa sudah berevolusi menjadi energi cakra dan membangkitkan mata ketiga dia sehingga tercipta energi supernat
“Maaf, Anda sekalian bisa keluar dulu karena kami sedang menangani pasien.” Salah satu perawat berbicara ke Wenti. Mereka baru selesai membersihkan darah Hartono di lantai dan bajunya.Namun, Juna segera mengambil alih dengan memberikan tatapan hypnosis kepada dua perawat tersebut.Tak sampai lama, kedua perawat mendadak diam dan keluar tanpa banyak bicara lagi, meninggalkan Hartono bersama keluarganya.“Papa minta maaf.” Rafa bicara lagi setelah kedua perawat pergi.Mana mungkin Hartono tidak terkejut menyaksikan putra mereka bisa bicara fasih layaknya orang dewasa?“Ra—Rafa?” Wenti menatap anaknya dengan takjub.Meskipun suara Rafa masih khas seperti suara anak kecil pada umumnya tapi artikulasinya sangat jelas. Alhasil, bocah yang baru selesai menumbuhkan deretan gigi depan itu justru terlihat lucu menggemaskan ketika bicara.“Rafa kenapa … kok bicara begitu?” Hartono masih syok akan tingkah putranya.Wenti segera menoleh ke Juna. “Ini … Rafa sungguhan menyuruh papanya untuk minta
Saya juga harus minta maaf pada Bapak mengenai hubungan saya dengan Mas Juna. Tapi saya sangat mencintai Mas Juna. Saya ingin bersama selamanya dengan Mas Juna.Penuturan keteguhan hati Anika tadi mengejutkan tidak hanya bagi Hartono dan Wenti, tapi juga bagi Juna itu sendiri. Kata-kata Anika sungguh menggugah perasaan Juna.“Nik ….” Juna tersenyum haru. Sama sekali tidak menyangka wanita terkasihnya bersedia menyatakan keteguhan demikian demi dirinya, demi cinta mereka.Rangkaian kalimat penuh keberanian dan keteguhan dari Anika tadi memang sudah ada di rencana Anika ketika dia mendapatkan seluruh cerita dari Juna di mobil tadi. Dia bersyukur dirinya bisa mengungkapkan semuanya meski sedikit tersendat pada kegugupan sesaat."Mas ...." Anika tersipu dan menundukkan kepalanya, wajahnya sudah merah padam. Dia masih tak menyangka bisa mencuatkan keberaniannya mengatakan itu secara tegas ke orang selain Juna.Tetap saja, bagi Juna, i
“Mengontrol anakmu?” Juna membeo ucapan ayah mertuanya dengan nada tanya sambil matanya memicing, tak percaya akan tuduhan yang disematkan Hartono padanya.Bisa-bisanya Hartono melemparkan tuduhan semacam itu ketika dia sudah berjuang melakukan berbagai hal untuk si ayah mertua!‘Ini bapak mertua sialan! Sekarang malah menuduhku begitu! Tahu begini, aku biarkan saja dia mati kemarin, tak perlu menyampaikan syarat dari Rafa!’ Juna menyesal di benaknya.Sementara itu, Wenti baru saja masuk ke kamar, menyusul kedua pria yang lebih dulu tiba di sana.Menyadari ketegangan dari sikap dan pandangan suami serta menantunya, Wenti bertanya, “Ada apa, nih? Kok kalian ….”“Dia menuduhku memanipulasi Rafa menggunakan energi supernaturalku agar bisa mengontrol Rafa, Ma.” Juna menyampaikan apa adanya ke Wenti.Alhasil, Wenti terkesiap kaget. Kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi sambil mulutnya membentuk huruf O.“Mas! Mas Har kok begitu? Juna sudah berusaha membantu kita. Dia bahkan berulang kali m
“Hah? Menyuruh Anik pindah ke apartemenmu?” Suara mantan kakak ipar Anika melengking tinggi, membawa ejekan ke Juna.Mendengar ucapan Juna, para kerabat mendiang suami Anika semakin mencemooh dan menertawakan Juna. Mereka berebut untuk menghina dan merendahkan Juna tanpa memiliki data siapa dan apa latar belakang Juna.“Heleh! Bocah bau kencur saja sudah berlagak!”“Kau ini apa? Sok keren, sok hebat?”“Ingin mengelabui Anika dengan omong kosongmu? Apartemen mana yang kamu maksud? Jangan-jangan itu punya temanmu yang kamu pinjam dadakan!”“Kamu yang pacarannya di rumah suami Anika kok berlagak ingin mengajak Anika pergi ke apartemen yang sudah kamu belikan untuk dia? Ha hah! Bangun, ei! Jangan terlalu lama mimpinya!”Mereka dengan kejam mengolok-olok Juna. Sementara itu, dari luar ruangan, beberapa pekerja rumah Anika bingung melihat kejadian itu. Mereka saling diskusi di lingkup mereka sendiri.“Heh? Bukannya Om Jun itu tajir, yah? Dia ‘kan pengusaha juga!”“Iya, nih! Apa keluarganya
“Kamu yakin?” Juna mempertanyakan nyali Edi sambil kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi. Ada raut ejekan di wajahnya.Diberi ucapan demikian yang bernada merendahkan, Edi mana mungkin tidak panas. Ego lelaki akan terusik karenanya. Ini mengenai harga diri!“Tentu saja yakin!” Edi menaikkan dagunya. Dia sangat percaya diri akan memenangkan pertarungan finansial dengan Juna.Sebagai anak pengusaha besar di Samanggi, dia juga memegang bisnis eletronik milik ayahnya yang tergolong sukses dan besar di kota itu. Makanya dia percaya diri bisa mengungguli Juna yang antah-berantah.“Aku tidak ingin membawa-bawa harta orang tua di sini, berani?” Juna tak ingin dikadali Edi.Bisa jadi, nantinya Edi akan mencatut seluruh harta kekayaan keluarga besarnya, maka dia akan dirugikan dalam pertarungan ini.“Oke! Tak usah membawa-bawa orang tua dan apa pun harta mereka!” Edi mengangguk setuju.Edi sangat yakin dia jauh mengungguli Juna dalam keuangan. Bisnis dan aset dia di elektronik sangat besar.Nam
Anika menatap Juna sebelum pandangannya beralih ke saudara mendiang suaminya dan Edi. Apakah dia akan memilih hatinya atau kepentingan semua orang yang bisa membawa kedamaian?“Aku ingin menerima tawaran Mas Juna.” Akhirnya Anika ingin egois dan mengambil keputusan berdasarkan hatinya.Seakan, jika dia menyerah seperti biasanya, maka dia akan kehilangan Juna.Betapa bahagianya Juna mendengar jawaban Anika. Tidak sia-sia dia memperjuangkan wanita terkasihnya. Dia tersenyum ke Anika.Berbeda dengan Juna, wajah saudara mendiang suami Anika semuanya masam dan menggelap muram gara-gara jawaban yang diberikan Anika tidak sesuai harapan mereka.“Gila kamu, ya, Anik!” Kakak mendiang suami Anika berseru lantang sambil telunjuknya menuding ke mantan adik iparnya.Diperlakukan demikian, Anika tertunduk. Hatinya sakit dimaki sekasar itu, tapi dia tetap teguh pada keputusannya.Juna melirik lengan bajunya yang diremas Anika. “Ayo!” Dia menangkap pergelangan tangan Anika untuk membawanya pergi.“Ja