“Kamu yakin?” Juna mempertanyakan nyali Edi sambil kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi. Ada raut ejekan di wajahnya.Diberi ucapan demikian yang bernada merendahkan, Edi mana mungkin tidak panas. Ego lelaki akan terusik karenanya. Ini mengenai harga diri!“Tentu saja yakin!” Edi menaikkan dagunya. Dia sangat percaya diri akan memenangkan pertarungan finansial dengan Juna.Sebagai anak pengusaha besar di Samanggi, dia juga memegang bisnis eletronik milik ayahnya yang tergolong sukses dan besar di kota itu. Makanya dia percaya diri bisa mengungguli Juna yang antah-berantah.“Aku tidak ingin membawa-bawa harta orang tua di sini, berani?” Juna tak ingin dikadali Edi.Bisa jadi, nantinya Edi akan mencatut seluruh harta kekayaan keluarga besarnya, maka dia akan dirugikan dalam pertarungan ini.“Oke! Tak usah membawa-bawa orang tua dan apa pun harta mereka!” Edi mengangguk setuju.Edi sangat yakin dia jauh mengungguli Juna dalam keuangan. Bisnis dan aset dia di elektronik sangat besar.Nam
Anika menatap Juna sebelum pandangannya beralih ke saudara mendiang suaminya dan Edi. Apakah dia akan memilih hatinya atau kepentingan semua orang yang bisa membawa kedamaian?“Aku ingin menerima tawaran Mas Juna.” Akhirnya Anika ingin egois dan mengambil keputusan berdasarkan hatinya.Seakan, jika dia menyerah seperti biasanya, maka dia akan kehilangan Juna.Betapa bahagianya Juna mendengar jawaban Anika. Tidak sia-sia dia memperjuangkan wanita terkasihnya. Dia tersenyum ke Anika.Berbeda dengan Juna, wajah saudara mendiang suami Anika semuanya masam dan menggelap muram gara-gara jawaban yang diberikan Anika tidak sesuai harapan mereka.“Gila kamu, ya, Anik!” Kakak mendiang suami Anika berseru lantang sambil telunjuknya menuding ke mantan adik iparnya.Diperlakukan demikian, Anika tertunduk. Hatinya sakit dimaki sekasar itu, tapi dia tetap teguh pada keputusannya.Juna melirik lengan bajunya yang diremas Anika. “Ayo!” Dia menangkap pergelangan tangan Anika untuk membawanya pergi.“Ja
“Hah? Siapa?” Edi sampai harus mendekatkan telinganya ke anak buah dia agar tidak salah dengar.Anak buahnya mendekat sungguhan dan berteriak di dekat telinga Edi. “Dia … menantu … Hartono … Sasongkojoyo!”Kaget dengan teriakan anak buahnya, Edi mendorong keras orang itu sampai jatuh terjengkang.“Ha—Hartono Sasongkojoyo?” Mata Edi membelalak lebar. “Hartono yang itu? Yang bos sembako?”Anak buah Edi bangun dari lantai dan mengangguk berulang kali untuk mengiakan ucapan majikannya.“Sasongkojoyo … astaga!” Edi memegangi kepalanya sendiri sambil berusaha agar tidak panik.Jakun Edi secara refleks bergerak naik dan turun sambil dia menelan saliva yang bagaikan pasir.“Menantu Hartono Sasongkojoyo, Bos!” Anak buah Edi mengulang lagi informasi yang didapatkannya.Kepala Edi segera menoleh ke anak buahnya dan kedua tangan sudah diturunkan dari sana. “Menantu?”Anak buah Edi mengangguk cepat berulang kali. “Menantunya Hartono Sasongkojoyo, Bos!” Dia mengulangi, khawatir kalau majikannya kur
“Mrrffhh ….” Juna menikmati apa yang tersaji di depannya.Dua buah gundukan kenyal dan cukup montok untuk memuaskan naluri lelakinya. Dia tangkup dengan kedua tangannya sebelum dia kurung salah satu di dalam mulut untuk dia isap berulang kali, bergantian dengan yang satunya lagi.“M—Maasss ….” Anika mendesah pelan ketika pucuk dadanya diisap kuat dan terkadang digelitik menggunakan lidah nakal Juna.Tak berhenti di sana saja, tangan Juna meremas dua bongkah kenyal lainnya di bagian belakang Anika.“Haanhhh … ermmhh … Mas ….” Anika tak bisa menyembunyikan suara desahannya ketika bokongnya diremas dua tangan kokoh pria terkasihnya.Tingkah Juna semakin menjadi-jadi, sambil mencengkeram gemas kedua pantat Anika, dia juga menggerakkannya maju dan mundur, digesekkan ke pangkal pahanya dalam posisi Anika masih duduk di pangkuannya.“Erllmmhh … Nik … hrrmmlhhh … aku suka semua punyamu.” Juna menggeram rendah tanpa ingin menjeda isapannya sembari terus menggerakkan bokong Anika pada pangkal p
Rahang Juna mengetat erat mendengar penuturan ayah mertuanya. Meski bukan dia yang mengalami peristiwa nahas itu, tetap saja dia tak bisa membenarkan perbuatan Lenita dan Wildan.“Astaga, Gusti ….” Dari belakang punggung Juna, Anika mendesah dengan suara bergetar.Juna melirik ke wanita terkasihnya dan melihat Anika sudah membekap mulut dengan kedua telapak tangan sendiri, sedangkan mata wanita itu sudah basah oleh air mata.“Mas ….” Anika tidak menyangka ada kejadian memilukan demikian terjadi pada tubuh yang dipakai Juna.Sangat tragis. Anika tak mungkin tidak menangis membayangkan sepilu apa kisah hidup pemilik raga asli yang ditempati Juna.Dibandingkan dirinya yang hanya mengalami kecelakaan bersama mendiang suami, nasib Arjuna jauh lebih mengenaskan. Dibunuh istri dan selingkuhan istri.Wenti yang baru saja turun membawa Rafa setelah yakin ada kemunculan Juna, terpaku di tempatnya mendengar penuturan suaminya, “Y—ya ampun, astaga … itu … itu … benarkah?”Tadinya Wenti tidak bera
“Ra—Rafa berpotensi jadi investasi iblis?” Hartono sampai membelalakkan mata karena terlalu terkejut.Sedangkan Wenti sudah membekap mulutnya sendiri menggunakan telapak tangan, hampir menangis karena membayangkan nasib anaknya kelak.Detik berikutnya, muncul bayangan samar di belakang hitam Hartono dan Wenti. Juna sempat terkejut meski dia tahan.‘Apa itu?’ Batin Juna bertanya-tanya.Hingga kemudian bayangan hitam itu menjadi lebih solid di mata Juna dan ternyata itu makhluk yang Juna sebut sebagai hantu jerangkong, yang padahal itu adalah Grimreaper.Menggunakan bahasa roh, Juna bertanya, ‘Tuan, kenapa Anda hadir di sini?’“Jun! Benarkah Rafa akan bisa sejahat iblis nantinya?” Hartono masih mengejar dengan pertanyaan itu karena Juna tidak juga menyahut sedari tadi.Karena Juna seperti orang linglung sebentar akibat kemunculan pelan-pelan si grimreaper, kini Juna mulai tersadar dengan pertanyaan Hartono.Sebenarnya dia sendiri juga tidak paham, kenapa dia bisa mengatakan hal semacam
Juna tersenyum simpul sebagai respon awal atas pertanyaan ayah mertuanya.Kemudian dia berkata, “Ya, Pa. Aku sungguh minta maaf mengenai ini. Aku memang berencana menceraikan Lenita.”“Kudengar, kamu sudah memasukkan gugatannya?” Hartono hati-hati menanyakannya meski hatinya bergemuruh ingin menjerit.Sebagai seorang ayah, wajar apabila merasa sedih dan tidak suka ketika putri kesayangannya diceraikan oleh suaminya.“Benar, Pa.” Juna tidak perlu heran jika ayah mertuanya mengetahui informasi tersebut. “Aku mohon maaf atas ini dan kuharap Papa merestui keinginanku.”Sudah tak mungkin bagi Hartono mencegah keinginan Juna menceraikan putrinya. Dia terlihat lemas setelah mendapatkan konfirmasi dari Juna itu sendiri.“Memangnya apa yang Papa khawatirkan kalau aku cerai dengan Lenita?” Juna tergelitik ingin menanyakan ini.Hartono menatap menantu kebanggaannya dengan tatapan rumit. Bagaimana dia mengatakannya?“Mas.” Wenti sambil menidurkan Rafa di gendongannya. “Bicarakan saja dengan Juna.
Di tempat lain, ketika Anika membaca berita itu setelah mendengar dari pekerjanya, wajahnya muram seketika. “Apakah aku akan menimbulkan kesulitan ke Mas Janu gara-gara berita ini?” Dia malah memikirkan dari segi itu. Sejak dulu, predikat janda pada dirinya seakan susah lepas. Entah di era kuno maupun modern, dia tak mengira akan terus membawa status itu. Meski dia melepaskan keperawanannya pada Juna di era modern, tapi orang sudah melabeli dia sebagai janda tanpa dia pernah melakukan apa pun dengan pria lain. “Mbak Anik, cuekin saja berita tak penting begini!” Salah satu pekerjanya memberi semangat ke Anika. “Iya, Buk! Tak usah digubris! Yang penting Ibuk dan Om Juna selalu kompak dan solid dalam situasi apa pun!” Ada juga pekerjanya yang berujar demikian. Pekerja lainnya mengangguk mengiakan ucapan rekan mereka. Di mata para pekerja yang setia pada Anika, Juna adalah sosok terbaik untuk mendampingi Anika. Mereka sudah merestui kedua