Di tempat lain, ketika Anika membaca berita itu setelah mendengar dari pekerjanya, wajahnya muram seketika. “Apakah aku akan menimbulkan kesulitan ke Mas Janu gara-gara berita ini?” Dia malah memikirkan dari segi itu. Sejak dulu, predikat janda pada dirinya seakan susah lepas. Entah di era kuno maupun modern, dia tak mengira akan terus membawa status itu. Meski dia melepaskan keperawanannya pada Juna di era modern, tapi orang sudah melabeli dia sebagai janda tanpa dia pernah melakukan apa pun dengan pria lain. “Mbak Anik, cuekin saja berita tak penting begini!” Salah satu pekerjanya memberi semangat ke Anika. “Iya, Buk! Tak usah digubris! Yang penting Ibuk dan Om Juna selalu kompak dan solid dalam situasi apa pun!” Ada juga pekerjanya yang berujar demikian. Pekerja lainnya mengangguk mengiakan ucapan rekan mereka. Di mata para pekerja yang setia pada Anika, Juna adalah sosok terbaik untuk mendampingi Anika. Mereka sudah merestui kedua
“Jangan, Mas! Jangan malah bertengkar, yah! Aku tak masalah memberikan semua yang mereka mau, kok!” Anika lekas menggelengkan kepala. Kemudian, pada satu jam berikutnya, Juna sudah pergi bersama Anika ke alamat yang telah ditentukan. “Mas, apakah Nyai Wungu masih sering bersamaku?” tanya Anika ketika mereka berada di dalam mobil. Akhir-akhir ini, Anika kurang bisa merasakan kehadiran Nyai Wungu. Meski dia tidak bisa melihat siluman ular itu, dia bisa merasakan keberadaannya berkat penyaluran energi murni Juna waktu itu yang membuka sedikit dari cakra mata ketiganya. “Oh, Nyai Wungu sedang menyepi ke suatu gunung karena sedang ganti kulit. Butuh beberapa minggu baginya untuk menuntaskan prosesi itu.” Juna menjelaskan. Mobil Juna mulai memasuki kawasan yang bukan mencerminkan area perkantoran yang biasanya dijadikan tempat para kuasa hukum mendirikan kantor mereka. “Kok di sini, yah?” Juna heran melihat mereka memasuki kawasan perumahan.
Langkah Anika sudah tiba di akhir ketika kakinya sudah menyentuh tepian tempat tidur yang ada di ruangan itu. Dia melirik ke ranjang di belakangnya, kemudian ke Edi di depannya.Senyum Edi semakin merekah menyeringai bagaikan senyum hyena melihat mangsa. “Khu khu khu … apakah kau menggiring aku agar segera ke tempat tidur, Sayang?”Tatapan mesum Edi membuat Anika muak dan jijik. Jantungnya berdegup kencang, berharap Juna lekas datang menolongnya.“Mas!” teriak Anika ketika Edi menerjang untuk memeluk dia. “Mas Janu!” serunya sambil memejamkan matanya erat-erat sambil memberontak dari pelukan Edi.“Siapa yang kamu panggil, heh? Ha ha ha! Mimpi dia datang? Jangan harap! Ayo kita senang-senang dulu sebelum kamu kembali kumpul kebo dengannya!” Edi menghempaskan Anika ke ranjang.Ketika Edi hendak bergabung di ranjang bersama Anika, dia mendengar suara gaduh di luar kamar.“Arrghh!”“Ampun! Jangan!”“Tidaakkk! Sakiitt!”“Tolong—umpphh!”Dahi Edi berkerut. Dia mengenali itu semua suara anak
“Bos, semuanya sudah ketahuan!” Orang kepercayaan Edi menundukkan wajahnya secara muram.Tak berapa lama, polisi datang untuk membawa Edi ke kantor mereka agar bisa ditanyai sebagai saksi sebelum nanti ditetapkan sebagai tersangka.Edi keluar dari rumah besarnya dengan wajah lesu dan kepala tertunduk malu ketika banyak tetangganya yang keluar untuk melihat dirinya dicokok ke mobil polisi.Bahkan ada yang merekam momen tersebut untuk lekas diunggah ke media sosial.“Wah! Juragan elektronik itu, ‘kan? Benar dia, ‘kan? Ternyata penipu!”“Jangan lupa, dia juga pemalsu.”“Kudengar banyak orang bule di luar negeri tertipu dia yang berbisnis furniture ke mereka.”“Apakah orang bule tidak bisa membedakan kayu yang bermutu rendah dan tinggi?”“Mungkin dia sengaja mencari bule tolol yang mudah dibodohi dan ditipu.”Banyak tetangga Edi kasak-kusuk sambil menonton Edi dimasukkan ke mobil polisi dan dibawa pergi. Beberapa polisi juga mulai menggeledah rumah Edi dan kemudian menaruh police line di
Mendengar kata-kata Juna, wajah Edi mendadak saja menggelap, antara takut dan tak rela.Brak!Edi menampar keras besi sel di depannya dengan wajah geram.“Kamu serakah! Semuanya kamu rebut!” Edi menggertakkan giginya dengan tatapan sengit ke Juna.Diberi respon demikian oleh Edi, Juna malah tertawa.“Ha ha ha! Bukankah kamu dengan bangga dan sombongnya menyetujui semua yang dipertaruhkan? Aku sudah meminta taruhannya hanya cukup kau menjauh dari Anika, tapi siapa sangka komplotanmu begitu baik dan malah ingin menambahkan keuntungan bagiku.” Juna tersenyum mengejek.Tangan Edi terkepal erat mendengar Juna karena dia teringat akan kebodohan kerabat mendiang suami Anika yang seenaknya menambahkan bahan taruhan tanpa persetujuannya.“Lihat saja nanti kau!” Edi menggunakan suara rendah saat mengancam Juna.Kekehan tawa kecil masih keluar dari mulut Juna atas sikap pecundang Edi.“He he he … masih tidak mengakui kekalahan? Yah, terserah padamu saja. Kuharap kamu masih punya kesempatan untuk
Karena sudah tak ada lagi yang ingin ditanyakan, maka Juna pamit hendak pergi saja dari sana. Dia tak mau ikut menggila seperti Ferdinand.“Om, aku pamit dulu!” Juna menepuk lengan Ferdinand yang sedang menatap lapar ke Icha.Dari sana saja Juna paham kalau Ferdinand tak hanya menyewa para LC itu untuk memandu lagu dan menari striptis saja, tapi juga sampai ke ranjang. Dia yakin itu.Yah, itu hak Ferdinand sebagai penyewa dan pemilik uang, Juna tak ingin menghakimi karena dia juga bukan orang suci.“Lho, Jun? Kok buru-buru? Ini masih sore!” Ferdinand sambil menatap heran ke Juna yang bangkit dari kursi.“Masih ada beberapa hal penting yang harus aku urus, Om! Terima kasih untuk penjelasannya.” Juna memulaskan senyum basa-basinya sebelum dia melangkah.Ferdinand tidak mencegah Juna, karena setiap orang punya jadwalnya masing-masing. Dia pun menghampiri Icha yang sedang melucuti pakaiannya satu demi satu sambil terus bergoyang gemulai di depan layar besar yang terang.“Huft!” Juna mengg
Juna menarik napas panjang sambil memejamkan mata ketika mendengar uang 50 juta rupiah disebutkan sebagai harga gadis LC itu.“Jadi kamu berharga 50 juta?” tanya Juna setelah matanya membuka sambil menoleh ke gadis di sampingnya.Gadis itu tidak berani menatap mata Juna dan kepalanya tertunduk sambil sesekali terisak lirih.“Bagaimana? Kau tidak bisa bayar dia, ‘kan?” Mata manajer melotot gahar ke Juna karena dia mulai merasa percaya diri bisa menekan dan mempermalukan Juna. “Begitu kok masih sok-sokan jagoan, uang 50 juta saja tidak becus!”Tawa mengejek manajer tempat karaoke muncul sekarang dan sangat mengganggu mata Juna.“Apakah kau yakin punya surat perjanjiannya yang berkekuatan hukum secara sah? Bisa mengeluarkannya?” Juna berusaha tenang dan terkendali.Kini giliran manajer itu terdiam dan lenyap sudah tawa licik mengejeknya tadi. Gelagat manajer ini ditangkap Juna sebagai suatu kesempatan.“Ayo, keluarkan surat perjanjiannya! Buktikan kalau dia sudah kau beli dan sah menjadi
Betapa pongahnya manajer tempat karaoke itu bersikap sekarang setelah mengetahui bahwa pemilik tempat dia menggantungkan hidup ini datang.Memang, pemilik karaoke biasanya datang secara berkala dalam sebulan.Manajer tempat karaoke itu tadinya merasa kecut ketika mengetahui Juna memiliki hubungan dekat dengan Ferdinand. Namun, dia merasa lega karena Ferdinand ternyata berdiri netral di tengah-tengah dia dan Juna dan justru hendak mendamaikan mereka.“Oh, pemilik tempat ini?” Juna tidak terlihat gentar.Hal itu membuat perasaan manajer tempat karaoke menjadi bingung. Kenapa Juna masih bisa tenang? Padahal harusnya Juna mulai terlihat gugup atau semacam itu.Apa yang membuat Juna bisa begitu tenang dan santai?“Di sini, Tuan!” Anak buah di sana membawa pemilik karaoke ke ruangan manajer. “Orang yang membuat gaduh dan menyebabkan pak manajer marah ada di sini!”Seorang lelaki masuk ke ruangan manajer tempat karaoke dibuntuti seorang anak buah. Si manajer sudah tak sabar ingin melihat Jun
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag