Rahang Juna mengetat erat mendengar penuturan ayah mertuanya. Meski bukan dia yang mengalami peristiwa nahas itu, tetap saja dia tak bisa membenarkan perbuatan Lenita dan Wildan.“Astaga, Gusti ….” Dari belakang punggung Juna, Anika mendesah dengan suara bergetar.Juna melirik ke wanita terkasihnya dan melihat Anika sudah membekap mulut dengan kedua telapak tangan sendiri, sedangkan mata wanita itu sudah basah oleh air mata.“Mas ….” Anika tidak menyangka ada kejadian memilukan demikian terjadi pada tubuh yang dipakai Juna.Sangat tragis. Anika tak mungkin tidak menangis membayangkan sepilu apa kisah hidup pemilik raga asli yang ditempati Juna.Dibandingkan dirinya yang hanya mengalami kecelakaan bersama mendiang suami, nasib Arjuna jauh lebih mengenaskan. Dibunuh istri dan selingkuhan istri.Wenti yang baru saja turun membawa Rafa setelah yakin ada kemunculan Juna, terpaku di tempatnya mendengar penuturan suaminya, “Y—ya ampun, astaga … itu … itu … benarkah?”Tadinya Wenti tidak bera
“Ra—Rafa berpotensi jadi investasi iblis?” Hartono sampai membelalakkan mata karena terlalu terkejut.Sedangkan Wenti sudah membekap mulutnya sendiri menggunakan telapak tangan, hampir menangis karena membayangkan nasib anaknya kelak.Detik berikutnya, muncul bayangan samar di belakang hitam Hartono dan Wenti. Juna sempat terkejut meski dia tahan.‘Apa itu?’ Batin Juna bertanya-tanya.Hingga kemudian bayangan hitam itu menjadi lebih solid di mata Juna dan ternyata itu makhluk yang Juna sebut sebagai hantu jerangkong, yang padahal itu adalah Grimreaper.Menggunakan bahasa roh, Juna bertanya, ‘Tuan, kenapa Anda hadir di sini?’“Jun! Benarkah Rafa akan bisa sejahat iblis nantinya?” Hartono masih mengejar dengan pertanyaan itu karena Juna tidak juga menyahut sedari tadi.Karena Juna seperti orang linglung sebentar akibat kemunculan pelan-pelan si grimreaper, kini Juna mulai tersadar dengan pertanyaan Hartono.Sebenarnya dia sendiri juga tidak paham, kenapa dia bisa mengatakan hal semacam
Juna tersenyum simpul sebagai respon awal atas pertanyaan ayah mertuanya.Kemudian dia berkata, “Ya, Pa. Aku sungguh minta maaf mengenai ini. Aku memang berencana menceraikan Lenita.”“Kudengar, kamu sudah memasukkan gugatannya?” Hartono hati-hati menanyakannya meski hatinya bergemuruh ingin menjerit.Sebagai seorang ayah, wajar apabila merasa sedih dan tidak suka ketika putri kesayangannya diceraikan oleh suaminya.“Benar, Pa.” Juna tidak perlu heran jika ayah mertuanya mengetahui informasi tersebut. “Aku mohon maaf atas ini dan kuharap Papa merestui keinginanku.”Sudah tak mungkin bagi Hartono mencegah keinginan Juna menceraikan putrinya. Dia terlihat lemas setelah mendapatkan konfirmasi dari Juna itu sendiri.“Memangnya apa yang Papa khawatirkan kalau aku cerai dengan Lenita?” Juna tergelitik ingin menanyakan ini.Hartono menatap menantu kebanggaannya dengan tatapan rumit. Bagaimana dia mengatakannya?“Mas.” Wenti sambil menidurkan Rafa di gendongannya. “Bicarakan saja dengan Juna.
Di tempat lain, ketika Anika membaca berita itu setelah mendengar dari pekerjanya, wajahnya muram seketika. “Apakah aku akan menimbulkan kesulitan ke Mas Janu gara-gara berita ini?” Dia malah memikirkan dari segi itu. Sejak dulu, predikat janda pada dirinya seakan susah lepas. Entah di era kuno maupun modern, dia tak mengira akan terus membawa status itu. Meski dia melepaskan keperawanannya pada Juna di era modern, tapi orang sudah melabeli dia sebagai janda tanpa dia pernah melakukan apa pun dengan pria lain. “Mbak Anik, cuekin saja berita tak penting begini!” Salah satu pekerjanya memberi semangat ke Anika. “Iya, Buk! Tak usah digubris! Yang penting Ibuk dan Om Juna selalu kompak dan solid dalam situasi apa pun!” Ada juga pekerjanya yang berujar demikian. Pekerja lainnya mengangguk mengiakan ucapan rekan mereka. Di mata para pekerja yang setia pada Anika, Juna adalah sosok terbaik untuk mendampingi Anika. Mereka sudah merestui kedua
“Jangan, Mas! Jangan malah bertengkar, yah! Aku tak masalah memberikan semua yang mereka mau, kok!” Anika lekas menggelengkan kepala. Kemudian, pada satu jam berikutnya, Juna sudah pergi bersama Anika ke alamat yang telah ditentukan. “Mas, apakah Nyai Wungu masih sering bersamaku?” tanya Anika ketika mereka berada di dalam mobil. Akhir-akhir ini, Anika kurang bisa merasakan kehadiran Nyai Wungu. Meski dia tidak bisa melihat siluman ular itu, dia bisa merasakan keberadaannya berkat penyaluran energi murni Juna waktu itu yang membuka sedikit dari cakra mata ketiganya. “Oh, Nyai Wungu sedang menyepi ke suatu gunung karena sedang ganti kulit. Butuh beberapa minggu baginya untuk menuntaskan prosesi itu.” Juna menjelaskan. Mobil Juna mulai memasuki kawasan yang bukan mencerminkan area perkantoran yang biasanya dijadikan tempat para kuasa hukum mendirikan kantor mereka. “Kok di sini, yah?” Juna heran melihat mereka memasuki kawasan perumahan.
Langkah Anika sudah tiba di akhir ketika kakinya sudah menyentuh tepian tempat tidur yang ada di ruangan itu. Dia melirik ke ranjang di belakangnya, kemudian ke Edi di depannya.Senyum Edi semakin merekah menyeringai bagaikan senyum hyena melihat mangsa. “Khu khu khu … apakah kau menggiring aku agar segera ke tempat tidur, Sayang?”Tatapan mesum Edi membuat Anika muak dan jijik. Jantungnya berdegup kencang, berharap Juna lekas datang menolongnya.“Mas!” teriak Anika ketika Edi menerjang untuk memeluk dia. “Mas Janu!” serunya sambil memejamkan matanya erat-erat sambil memberontak dari pelukan Edi.“Siapa yang kamu panggil, heh? Ha ha ha! Mimpi dia datang? Jangan harap! Ayo kita senang-senang dulu sebelum kamu kembali kumpul kebo dengannya!” Edi menghempaskan Anika ke ranjang.Ketika Edi hendak bergabung di ranjang bersama Anika, dia mendengar suara gaduh di luar kamar.“Arrghh!”“Ampun! Jangan!”“Tidaakkk! Sakiitt!”“Tolong—umpphh!”Dahi Edi berkerut. Dia mengenali itu semua suara anak
“Bos, semuanya sudah ketahuan!” Orang kepercayaan Edi menundukkan wajahnya secara muram.Tak berapa lama, polisi datang untuk membawa Edi ke kantor mereka agar bisa ditanyai sebagai saksi sebelum nanti ditetapkan sebagai tersangka.Edi keluar dari rumah besarnya dengan wajah lesu dan kepala tertunduk malu ketika banyak tetangganya yang keluar untuk melihat dirinya dicokok ke mobil polisi.Bahkan ada yang merekam momen tersebut untuk lekas diunggah ke media sosial.“Wah! Juragan elektronik itu, ‘kan? Benar dia, ‘kan? Ternyata penipu!”“Jangan lupa, dia juga pemalsu.”“Kudengar banyak orang bule di luar negeri tertipu dia yang berbisnis furniture ke mereka.”“Apakah orang bule tidak bisa membedakan kayu yang bermutu rendah dan tinggi?”“Mungkin dia sengaja mencari bule tolol yang mudah dibodohi dan ditipu.”Banyak tetangga Edi kasak-kusuk sambil menonton Edi dimasukkan ke mobil polisi dan dibawa pergi. Beberapa polisi juga mulai menggeledah rumah Edi dan kemudian menaruh police line di
Mendengar kata-kata Juna, wajah Edi mendadak saja menggelap, antara takut dan tak rela.Brak!Edi menampar keras besi sel di depannya dengan wajah geram.“Kamu serakah! Semuanya kamu rebut!” Edi menggertakkan giginya dengan tatapan sengit ke Juna.Diberi respon demikian oleh Edi, Juna malah tertawa.“Ha ha ha! Bukankah kamu dengan bangga dan sombongnya menyetujui semua yang dipertaruhkan? Aku sudah meminta taruhannya hanya cukup kau menjauh dari Anika, tapi siapa sangka komplotanmu begitu baik dan malah ingin menambahkan keuntungan bagiku.” Juna tersenyum mengejek.Tangan Edi terkepal erat mendengar Juna karena dia teringat akan kebodohan kerabat mendiang suami Anika yang seenaknya menambahkan bahan taruhan tanpa persetujuannya.“Lihat saja nanti kau!” Edi menggunakan suara rendah saat mengancam Juna.Kekehan tawa kecil masih keluar dari mulut Juna atas sikap pecundang Edi.“He he he … masih tidak mengakui kekalahan? Yah, terserah padamu saja. Kuharap kamu masih punya kesempatan untuk