Di tepi taman yang besar, bunga-bunga bermekaran. Desir angin menguap bersama dinginnya pagi. Embun perlahan menghilang tersiram mentari. Suara kicau burung pun tiba-tiba tertelan oleh berisiknya manusia.Di samping semua itu, ada seulas air mengalir deras. Tempat air itu bukan sungai, karena terlalu kecil jika dikatakan sungai, dan bukan pula danau, karena airnya mengalir dengan kencang. Dari mana air bening itu berasal, masih menjadi misteri rakyat Dali.Tak jauh dari tempat memukau itu, ada bebatuan putih yang diukir indah. Bebatuan itu dibentuk seperti tempat duduk dan meja yang melingkar.Para Duan, keluarga kerajaan di Dali terkenal menyenangi seni. Mereka selalu membuat segala sesuatu tidak hanya bermanfaat, tapi juga indah. Salah satu contohnya adalah taman tengah kota ini.Di atas kursi batu itu, duduklah beberapa orang yang tidak bisa lagi dianggap muda. Dilihat dari wajahnya, usia rata-rata mereka adalah lima puluh tahun ke atas, bahkan satu di antaranya sudah berkepala tuj
“Adik, ini Kakek,” kata Zhao Ming setelah mereka selesai berpelukan.Zhao Rong menatap Li Guzhou cukup lama. Matanya yang basah, semakin basah.“Kakek?!” Zhao Rong menubruk kaki Li Guzhou dan memeluknya.Dalam keadaan seperti itu, satu-satunya hal yang dapat Li Guzhou lakukan adalah membelai rambut Putri Zhao Rong.“Aku bahagia kau baik-baik saja,” ujar Li Guzhou haru. Dia mengusap air mata yang mengalir di pipinya.Zhaor Rong melepaskan pelukannya dan berdiri di hadapan Li Guzhou.“Aku senang Kakek baik-baik saja,” katanya sembari tersenyum, meski dengan air mata yang masih mengalir.Li Guzhou membalas senyum Zhao Rong. Dia kembali membelai kepalanya.“Kakek,” ujar Zhao Rong. “Di mana Kakak Shing?” tanyanya penuh harap.Untuk kedua kalinya Li Guzhou menghadapi pertanyaan sulit. Dia hanya bisa tersenyum menghadapi pertanyaan tersebut.“Kenapa kau bertanya?” tangan Li Guzhou menyentuh pipi Zhao Rong dan mengusap air mata yang mengalir pelan di sana.“Aku merindukannya, Kakek,” air mata
“Kenapa kau masih mengingat mereka?” lanjut Chao Chengping.Tentu pertanyaan itu membuat Chiu Kang bingung.“Ada apa sebenarnya?” tanyanya.“Mereka telah bekerja sama dengan Bandit Mata Satu dan mengambil seluruh harta benda milik kita. Mereka telah mengusir kami dari rumah. Orang-orang yang ikut Ayah kemari adalah orang-orang yang punya rasa kesetiaan terhadap Ayah,” Chao Chengping tampak marah.“Chengping, kau seharusnya tidak menyalahkan Kakakmu. Dia tidak tahu apa-apa,” ujar Tuan Chao.“Kau harus minta maaf,” kata Nyonya Chao.“Aku tak salah. Kenapa aku harus minta maaf?” tanyanya.“Ayah, Ibu, sudahlah. Itu salahku. Adik Ping tidak melakukan kesalahan. Aku hanya heran kenapa mereka bisa melakukan hal sekeji itu?” Chiu Kang menghentikan kata-katanya. “Oh iya, Ayah. Di mana Kakak Dung Liao? Aku tidak melihatnya sejak kemarin,” tanyanya.“Hah,” desah Nyonya Chao. “Aku harap dia baik-baik saja di Ningbo. Dia terlambat ikut rombongan kami. Kabarnya dia disekap di sana,” jawab ibunya.“
Chiu Kang kaget. Dia merasa kehadirannya telah diketahui oleh mereka, tapi ternyata tidak. Tampaknya ada penyusup lain selain dirinya.Kam Nam In dan beberapa pengikutnya terus mengejar orang itu. Karena merasa di pihak yang sama, Chiu Kang mengikuti mereka.Setelah berlari beberapa li jauhnya, Kam Nam In berhasil mengejarnya. Sekali pancal dia sudah berada di depan orang tersebut.Mereka pun bertarung sengit di jalanan kota yang telah sepi. Kam Nam In mengeluarkan golok bercabang yang aneh dan kuat. Golok itu menyabit ke arah pria berbaju abu-abu itu dengan kuat.Tapi pria itu tak tinggal diam, dia mencabut pedang panjang dari sarungnya. Golok dan pedang itu saling beradu.Kam Nam In menyerang dengan goloknya. Dia menerjang ke depan setengah melayang. Goloknya mengarah tepat ke lehernya.Pria berbaju abu-abu itu menangkis dengan pedangnya. Lalu berganti menindakkan kakinya maju untuk menyerangnya. Mereka pun saling berganti serangan.Semakin lama pertarungan itu semakin seru. Tampakn
“Namaku Chao Kang. Tuan Hu boleh memanggilku apa saja.”“Bagaimana jika aku memanggilmu Saudara Kang?”Chiu Kang sedikit tertawa. Balasnya: “Maka aku akan memanggilmu Paman Hu.”“Tidak, itu tedengar aneh. Aku lebih suka panggilan kakak daripada paman,” ujarnya.“Kenapa?”“Terdengar lebih akrab dan ringan.”“Baik, aku akan memanggilmu Kakak Hu mulai sekarang.”Hu Hongyin tertawa. “Aku menyukainya. Aku menyukainya.”Chiu Kang mulai mengumpulkan kayu dan membuat api. Karena malam semakin gelap, akan sangat buruk jika tak ada secercah cahaya pun di rumah kosong itu.“Kakak Hu, kenapa mereka mengejarmu? Apa kau punya permusuhan abadi dengan mereka?” tanyanya setelah api menyala.“Tidak, sebenarnya aku kemari mencari keluarga Chao. Sayangnya aku terlambat, mereka telah pindah,” ucapnya penuh sesal.Chiu Kang sedikit terkejut mendengar pengakuan Hu Hongyin.“Kenapa kau mencari mereka?”“Ada sesuatu yang harus kutemukan. Aku telah mencarinya lebih dari dua belas tahun, tapi masih belum menemu
Hu Hai Tang menyerang Chiu Kang secara membabi buta. Dia melancarkan pukulan dengan tenaga dalam cukup tinggi.Chiu Kang menangkis pukulan Hu Hui Tang dengan tangan kanannya. Lalu dia memundurkan kakinya ke belakang beberapa langkah. Dia tidak ingin terburu-buru menyerang, dia ingin menjajaki seberapa besar kehebatan ilmu silat mereka.Hu Hui Tang kembali melancarkan serangannya. Kali ini dia menggunakan pedang pendek untuk menguatkan pukulannya.Lagi-lagi Chiu Kang hanya menghindar dan menangkis, tidak berusaha untuk menyerang balik.Melihat suaminya kepayahan menghadapi Chiu Kang, Mo Mahin menapakkan kakinya ke tanah dan terbang ke arah Chiu Kang. Dia mengeluarkan jurus Racun Langit yang terkenal mematikan itu.Racun Langit adalah sebuah jurus langka, yang mana memasukan racun dalam tenaga dalam kemudian memukulkannya pada lawan. Hampir semua orang tidak dapat bertahan menghadapi jurus picik ini.Chiu Kang mengarahkan tangan kirinya untuk menahan serangan Mo Mahin, sementara tangan
“Ahhhh,” teriak Hong Huan kesakitan.“Apa yang kau lakukan?” ucap Chao Luli dengan mata membelalak tak percaya apa yang dilihatnya.“Jangan salahkan aku, Hong Huan. Salahkan ibu dan ayahmu yang tak menuruti ucapanku.”Hong Huan masih mengerang kesakitan. Dia telah kehilangan kaki kanannya. Darah mengalir deras dari kakinya.“Kurang ajar! Bunuh dia!” Hong Guiren merasa tak tahan lagi.Beratus-ratus orang tumpah menyerang Chiu Kang. Ini adalah pertama kalinya dia harus bertarung menghadapi lawan sebanyak ini.Dengan lincah Chiu Kang melompat, menangkis, dan menghajar mereka satu persatu. Jika hanya mengandalkan kekuatan fisiknya saja, mungkin Chiu Kang akan kepayahan. Dia menggunakan tenaga dalamnya di setiap kali menyerang.Perlahan-lahan separuh dari mereka telah terkapar tidak berdaya, sementara separuh yang lain mulai miris melihat kemampuan Chiu Kang.“Jika kalian ingin hidup, letakkan senjata kalian. Jika berharap mati, datanglah kemari,” ucap Chiu Kang.Daripada menyerah, sebagia
“Tidak, wajahmu mengingatkanku pada seseorang,” jawabnya.“Pada siapa, Kakak Hu?” tanya Chiu Kang penasaran.“Seseorang yang sangat kuhormati,” kata Hu Hongyin sembari menerawang jauh. “Sayang dia sudah tidak ada.”Chiu Kang menatap wajah Hu Hongyin yang penuh haru.“Pasti dia orang yang sangat berarti bagi Kakak Hu.”Hu Hongyin memandang Chiu Kang. “Sangat berarti. Melebihi apapun.”Chiu Kang tersenyum.“Lebih baik kita istirahat sekarang. Kita bisa bicarakan sosok mulia itu lain kali,” ujar Chiu Kang. “Semalaman Kakak Hu juga belum tidur,” Chiu Kang menepuk lengan Hu Hongyin dengan senyum lepas.****Api membara di mana-mana. Mayat berjatuhan tak berguna. Sungai tak lagi bening, melainkan dipenuhi warna merah darah. Kepulan asap tak henti-hentinya menyulut, membakar rumah, pohon kering dan apapun yang ditemuinya.Hampir tiga puluh ribu prajurit meninggal dalam pertempuran hebat di benteng Chengdu.Jenderal Yang Un telah kehilangan hampir setengah orangnnya. Awalnya dia datang dengan