Share

Kehadiran Resi Naraya

Dengan demikian, pendekar itu pun tubuhnya terpental beberapa tombak ke belakang. Seakan-akan, terkena oleh pengaruh jurus yang sangat dahsyat dari orang tua tersebut.

Pria senja yang tiba-tiba datang itu adalah Resi Naraya—gurunya Pandu yang hendak ditemui oleh Pandu. Entah kenapa? Mendadak ia datang dan memberikan pertolongan kepada muridnya yang tengah dihadapkan dalam sebuah kesulitan.

Sehingga Pandu pun hanya diam termangu sambil menatap sosok sang guru yang tengah berhadap-hadapan dengan satu orang lagi pendekar yang masih hidup itu.

"Kenapa guruku bisa tahu jika aku tengah dalam kesulitan?" berkata Pandu dalam hati.

Jiwa dan pikiran Pandu kala itu diselimuti rasa penasaran yang begitu tinggi terhadap gurunya yang sudah datang dan memberikan pertolongan untuknya.

"Hentikan perbuatanmu, jika tidak ingin bernasib sama seperti dua kawanmu!" seru pria berusia senja yang mengenakan jubah putih, berdiri gagah di hadapan pendekar itu.

Tampangnya memang tidak terlihat menakutkan, namun kesaktian yang dimilikinya sungguh memukau dan membuat Pandu berdecak kagum melihat pergerakan cepat Resi Naraya.

Kemudian pendekar itu menyahut, "Kami diutus oleh Raden Andaresta untuk membunuh Pandu. Setelah itu, kami pun diperintah untuk membunuh keluarganya. Lantas, kau ini siapa? Kenapa kau turut campur dalam urusan ini?"

Orang tua itu maju beberapa langkah. Lantas, ia menjawab pertanyaan dari pendekar tersebut sambil tersenyum-senyum, "Pandu adalah muridku. Aku harap kau jangan mengganggunya! Jika kau memilih selamat, maka pergilah dari tempat ini!" ancam Resi Naraya. "Andaresta pun dulu adalah muridku. Akan tetapi, untuk saat ini aku tidak mau menganggap dia sebagai muridku lagi," sambungnya dengan sikap tenang.

Orang tua itu berkata dengan begitu pelan dan lirih, sehingga tidak ada getaran yang membuat pendekar itu takut. Bahkan, pendekar itu mentertawakan orang tua yang sudah berhasil membinasakan kawannya.

Di saat pendekar itu mentertawakan dirinya, maka orang tua itu dengan cepat langsung melakukan pergerakan secara mendadak. Dari tangannya melesat sebuah sinar berwarna kuning keemasan, meluncur deras hampir mengenai tubuh pendekar yang sedang menertawakannya.

Beruntung pendekar tersebut bertindak cepat dalam melakukan pergerakan menghindari serangan dari pria berusia senja itu. Sehingga dirinya berhasil selamat dari sentuhan jurus yang sudah barang tentu akan membinasakannya, jika ia tidak memiliki kecepatan dalam melakukan pergerakan.

"Bedebah kau orang tua!" bentak pendekar itu merasa kaget dan sangat terkejut dengan serangan mendadak yang dilancarkan oleh Resi Naraya.

"Jangan terlalu banyak sesumbar! Kau ini pendekar muda yang memiliki masa depan cerah. Tidak baik jika ilmu yang kau miliki dipergunakan untuk kejahatan!" seru Resi Naraya kembali bersikap tenang, dan berdiri seperti semula.

Pandu hanya tersenyum dan diam saja, ia tidak turut campur dalam persoalan itu. Karena dirinya yakin akan kemampuan gurunya, sudah dapat dipastikan bahwa gurunya bisa mengalahkan pendekar itu dengan mudah.

Tanpa terduga, ada dua orang pendekar lagi yang muncul dari balik semak belukar yang ada di pinggiran bukit tersebut. Entah siapa mereka? Tiba-tiba saja, melakukan serangan terhadap Resi Naraya.

Melihat pemandangan seperti itu, dengan serta-merta Pandu pun mulai ambil bagian untuk membantu gurunya dalam menghadapi para pendekar tersebut. Karena merasa khawatir terhadap keselamatan sang guru yang tengah bertarung dengan tiga orang pendekar dalam waktu bersamaan.

Pandu kembali melancarkan sebuah serangan terhadap salah seorang dari ketiga pendekar itu. Sambil membentak keras, ia mengerahkan pukulan jarak jauh yang mengandung tenaga dalam yang sulit dideteksi oleh lawannya.

"Rasakan ini!" teriak Pandu sambil melancarkan serangan.

Kekuatan tenaga dalamnya langsung melesat tanpa terdeteksi menghantam dada salah seorang lawannya. Pendekar itu pun tidak mengetahui jika jurus tersebut sudah meluncur deras ke arahnya, sehingga ia tidak dapat mengelak dan hanya pasrah terkena sentuhan jurus tenaga dalam yang dikerahkan oleh Pandu.

Dua pendekar yang baru tiba itu terdiam sejenak, mereka tampak bingung dan saling berpandangan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Demikian pula dengan Resi Naraya, ia teramat kagum ketika melihat pergerakan yang dilakukan oleh muridnya. Sejatinya, jurus tersebut belum sepenuhnya ia ajarkan kepada Pandu. Akan tetapi, Pandu sudah dapat menguasai jurus tersebut dengan begitu sempurna.

"Aku bangga memiliki seorang murid seperti Pandu," desis Resi Naraya terus mengamati pergerakan muridnya yang sudah kembali bertarung dengan dua orang pendekar yang baru tiba itu.

Sesaat kemudian, terdengar suara jeritan pilu dari dua pendekar tersebut. Seiring dengan demikian, tubuh kedua pendekar itu terlempar ke bawah bukit hingga suara jeritan itu perlahan-lahan menghilang ditelan kesunyian malam.

Setelah itu, Pandu langsung melangkah menghampiri gurunya dan menjura hormat kepada sang guru.

"Mohon maaf, Guru. Kenapa Guru bisa tahu tentang keberadaanku di bukit ini?" tanya Pandu lirih, pandangannya terus terarah ke wajah pria senja yang berdiri di hadapannya.

Resi Naraya terkekeh-kekeh mendengar pertanyaan dari muridnya itu. Sikapnya sungguh beda dari biasanya, selama ini Pandu mengenal gurunya sebagai pribadi yang bersikap pendiam dan tidak pernah tertawa lepas seperti itu.

"Apa yang terjadi dengan Guru?" tanya Pandu sambil mengerutkan kening, menatap tajam wajah gurunya.

"Hei, kau ini bertanya apa, Pandu? Apakah tidak boleh aku mentertawakanmu?" Resi Naraya balas bertanya sambil meletakkan tangannya di atas pundak Pandu.

Pandu menarik napas dalam-dalam, ia merasa bingung menanggapi sikap gurunya yang beda dari biasanya. Meskipun demikian, Pandu tetap berpikir positif terhadap gurunya itu. 

"Tidak apa-apa, Guru. Aku hanya merasa heran saja dengan sikap Guru yang beda dari biasanya," jawab Pandu penuh rasa hormat. "Aku bermaksud hendak berkunjung ke padepokan untuk bertemu dengan Guru, dan menyampaikan kabar baik," sambung pendekar muda itu tersenyum lebar menatap wajah sang guru.

"Urungkan niatmu! Kembalilah ke rumahmu!" kata pria senja itu dengan entengnya meminta Pandu untuk kembali. "Aku sudah tahu semuanya. Yakinlah, bahwa kau ini akan menjadi seorang punggawa yang hebat, dan akan menjadi orang kepercayaan raja!" tandasnya menambahkan.

"Jadi, Guru sudah mengetahui maksudku?" tanya Pandu mengerutkan kening menatap wajah Resi Naraya.

* * *

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status