Ralin diantar oleh sopir keluarga Juan menuju ke kantor Poernomo Group. Sampai di sana tentu saja semua mata tertuju kepada istri petinggi dari perusahaan itu. Senyum ramah pun terpasang di wajah Ralin, tentunya para staf di perusahaan itu juga memberikan senyum yang tak kalah ramah dan tak lupa menyapa si Nyonya Besar.Langsung saja Ralin berdiri di depan meja sekretaris suaminya, memberi senyuman tipis kepada perempuan muda itu. "Selamat siang, Bu Ralin! Wah ... tumben Ibu mampir ke kantor," sapa Anya kepada Ralin."Iya, tumben banget saya pengen ketemu suami, mau lihat bagaimana sibuknya dia di kantor," jelas Ralin. Matanya naik turun memperhatikan sekretaris Juan ini. Muda, cantik, kulitnya kuning langsat, bibirnya seksi ditambah dengan polesan warna lipstik merah yang cocok untuk bibirnya, saat tersenyum ada dua lesung pipi yang menghiasi wajahnya. Paling meresahkan lagi begitu melihat body-nya yang 'wow' itu."Bapak Juan kebetulan ada di ruangan, baru saja selesai rapat, Bu!" t
Juan mencoba menarik napasnya dalam-dalam lalu ia embuskan perlahan, mencoba untuk menahan diri agar tak emosi menghadapi istrinya yang sedang berbadan dua ini.“Bukan begitu maksudnya, Hon, tapi menurutku kamu bisa kasih tahu Anya dengan lebih baik lagi, ya nggak bikin dia tersinggung juga,” jelas Juan.“Memangnya kata-kataku yang tadi bikin dia tersinggung? Dari mana kamu tahu kalau dia tersinggung? Sepertinya kamu paham dia banget, ya?” cecar Ralin.Hal ini memang akan berbuntut panjang kalau diteruskan, Juan memilih untuk mengalah dan tak mau membahas ini lebih lanjut lagi. Biar nanti Juan yang akan langsung minta maaf ke Anya masalah ucapan Ralin tadi.“Ya udah aku minta maaf, mungkin memang aku juga yang salah!” kata Juan kemudian. Terlihat Ralin langsung tersenyum tipis begitu suaminya mau mengalah kepadanya.“Kamu duduk tenang aja di sini ya, sambil nunggu Anya bawa teh yang baru untuk kamu. Aku harus selesaikan beberapa kerjaan,” lanjut Juan.Ralin pun menganggukkan kepalanya
Juan sedikit ragu untuk membaca pesan dari Kania, tetapi kalau tidak direspon nanti takutnya malah Kania terus menghubunginya. Ia tidak mau ketahuan istrinya, jadi lebih baik bicarakan baik-baik ke Kania agar sekarang mereka bisa lebih menjaga jarak.[Lagi apa? Kenapa dari tadi pesanku nggak dibalas?] Kania/Johan.[Aku sibuk seharian di kantor, nggak sempat balas pesan dari kamu!] Juan.[Sibuk atau takut ketahuan istri kamu karena ditungguin seharian di kantor?] Kania/Johan.Juan langsung menepuk dahinya begitu membaca pesan terakhir yang dikirim Kania. "Pasti lihat postingan Ralin di medsos, deh!" gumam Juan. Ya seperti biasanya, Ralin selalu tak ketinggalan untuk mengabadikan setiap momen kegiatan yang ia lalui di media sosial miliknya. Termasuk saat menemani Dareen di kantor tadi, pastinya Kania mengetahui dari sana. Ah, media sosial kadang memang bisa menjadi pisau bermata dua.[Dua-duanya! Aku nggak mungkin balas pesan dari kamu kalau ada istriku!] Juan.[Terus sekarang Ralin di
"Aku tebak nggak mungkin kamu bisa beli sendiri cincin ini, pasti ada yang memberikannya. Iya, kan?" tebak Ralin.Kania tersenyum tipis. "Iya, kebetulan ada yang memberikannya.""Siapa?" Ralin makin kepo."Umm ... ada, pokoknya ada yang memberi.""Dari Bang Derry sepupuku?" Lagi-lagi Ralin menebak.Dengan cepat Kania menggelengkan kepalanya. "Bukan, kalau sepupumu itu kebetulan bukan aku yang menjauh tapi dia sendiri yang jarang muncul."Ralin mendengus pelan. "Sudah aku duga kalau dia bakalan seperti itu, dari dulu kasusnya sama seperti ini. Dia terlalu penakut sama perempuan!""Malah aku curiga kalau dia nggak suka perempuan, Ral!""Hah? Nggak suka perempuan? Jangan ngada-ngada, deh!"Kania mengedikkan bahunya. "Sorry, aku cuma asal nebak dan itu juga cuma kesan pertama aku ketemu dia. Dari cara dia ngomong dan menjelaskan kalau dia kurang begitu tertarik untuk dekat dengan perempuan
Juan pulang lebih awal sore ini, maunya langsung menghampiri istrinya yang sedang berada di rumah orang tua Juan. Namun entah mengapa sedari tadi ia diganggu oleh foto-foto yang dikirim oleh Kania. Lama-lama Juan yang sedang belajar menahan diri ini bisa cepat tergoda kembali, apalagi Juan belum tegas untuk menyudahi hubungan mereka berdua. Saat di perjalanan pulang, Juan melewati kedai kopi milik Kania. Sepertinya ini saat yang tepat untuk Juan tegas dan menyudahi hubungan terlarang ini. Kania sedikit kaget karena melihat Juan datang ke kedainya, padahal hal ini cukup dihindari oleh Juan belakangan ini agar tak ada yang mencurigai mereka. “Juan? Kenapa nggak bilang ke aku kalau mau mampir ke sini?” tanya Kania saat menghampiri Juan. “Ayo duduk dulu!” Juan menggelengkan kepalanya. “Enggak … aku cuma mampir sebentar aja dan mau ngomong penting sama kamu!” “Ngomong penting? Apa? Masa mau ngomong penting tapi kita berdiri begini?” Kania meperhatikan keadaan sekitar kedai miliknya yan
"Dendam dengan Ralin? Kira-kira itu namanya dendam atau bukan, ya?" Kania malah bertanya balik ke Juan.Juan mencoba menjauhkan tangan Kania yang melingkar di pinggangnya. "Jelas dendam, kamu diam-diam senang kalau Ralin menderita, kan?" Kania mengedikkan bahunya, ia merapikan pakaian dan juga rambutnya. "Ralin bisa punya apa yang dia mau dari dulu, waktu SMA siapa pun cowok yang pernah dekat denganku pasti juga dia dekati dan ujung-ujungnya cowok-cowok itu malah pacaran dengan Ralin. Kamu lupa gimana waktu SMA kamu dikucilkan dan seperti dianggap nggak ada sama Ralin karena fisik kamu yang jelas beda jauh dari sekarang?" Juan tertegun mendengar perkataan Kania, tiba-tiba saja memorinya memutar mengingat bagaimana mereka saat duduk di bangku SMA. Juan remaja diam-diam suka memperhatikan Ralin, jelas karena saat itu Ralin beserta genk-nya adalah cewek-cewek populer di sekolah. Dari semua anggota genk, tetap saja di mata Juan yang paling menarik adalah Ralin. Sayangnya Juan remaja t
Juan sampai di rumah orang tuanya disambut dengan bibir cemberut dari istrinya, segera saja Juan mendekati Ralin agar istrinya itu tak cemberut lagi.“Aku kan baru datang, senyum dikit, dong!” rayu Juan kepada Ralin.“Nyebelin!” umpat Ralin.“Nyebelin kenapa, Honey?” “Aku berkali-kali kirim pesan ke kamu, terus aku coba telepon kamu juga tapi handphone kamu malah nggak aktif! Ke mana aja, sih?” sungut Ralin. “A-aku, a-aku tadi ada rapat penting yang mendadak, lantas ….” Juan meraih gawainya sejenak di saku dan benar saja kalau gawainya kehabisan daya baterai sehingga ia tak tahu kalau Ralin sempat mengirim pesan dan menghubunginya juga. “Maaf, Honey, ini kamu lihat sendiri kalau handphone-ku mati, belum sempat aku charger! Maafin aku, ya ….”“Kamu sengaja?” Ralin masih menatap curiga ke suaminya. “Oh, GOD! Mana mungkin aku sengaja, selama ini juga aku nggak pernah non-aktifkan handphone-ku, kan? Kamu tahu itu!”Ralin menghela napasnya dengan kasar, semenjak hamil bawaannya sekarang
“Lama banget ngobrol di teleponnya!” protes Juan saat Ralin baru selesai menelepon. Rasanya Juan hampir lumutan menunggu Ralin di kamar mandi.“Lily tiba-tiba aja curhat, bilang kalau belakangan ini suaminya sering pulang malam. Terus nggak sengaja dia lihat suami teman arisannya pergi sama cewek lain, dari sana dia jadi overthinking sama suaminya juga. Padahal suami pulang malam belum tentu sedang selingkuh, kan?” terang Ralin.Juan dengan spontan terbatuk-batuk begitu mendengar penjelasan dari istrinya, entah mengapa tiba-tiba saja ia teringat dengan dirinya sendiri.“Kenapa, Sayang? Kamu lagi sakit?” tanya Ralin.Juan buru-buru menggelengkan kepalanya. “Enggak, Honey! Tenggorokanku tiba-tiba aja gatal!”“Oh, mau aku ambilin minum?” tawar Ralin.“Nggak perlu, aku udah baikan, kok!” Juan langsung berpura-pura sudah baikan, padahal aslinya masih syok dengan kata-kata tadi karena merasa tertampar sendiri.“Oh, oke! Jadi apa tadi kamu langsung mandi?"“Iya, gara-gara nungguin kamu kelama