Alena membuka pintu kamarnya. Dia melihat Erica yang begitu geram dan seperti akan menerkamnya. Secara refleks dia mundur karena sang kakak mau menyerangnya.
“Ada apa denganmu?” tanya Alena setelah berhasil menghindari serangan sang kakak.
&ld
Alena menghela napasnya karena dia berpikir jika hidupnya memang tidak bisa tenang. Dia melihat ke arah orang yang berdiri di hadapannya dengan wajah tanpa dosa orang itu duduk di seberangnya.“Apa aku tidak bisa merasa tenang dalam hidupku ini?” gumam Alena sembari melihat orang yang ada di depannya yang tidak lain adalah Theo.
Alena melihat ke arah wanita yang baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia sama sekali belum pernah bertemu dengan wanita itu. Akan tetapi dia merasa familier dengan wajah wanita yang ada di depannya. “Mengapa kamu diam? Apakah kamu tidak rela meninggalkan para pria dari keluarga Oliver?” Wanita itu kembali bertanya pada Alena dengan nada sombong. “Kamu sama sekali tidak berhak menyuruhnya untuk melepaskan ....” “Diam kamu, Carla! Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusanku!” Wanita itu memotong perkataan Carla sebelum menyelesaikan kalimatnya. Wanita itu terus saja bicara dengan nada tinggi. Seraya dirinya sedang memarahi wanita yang sudah mengganggu pria yang dicintainya. Alena hanya dia dan memperhatikan wanita itu. Alena berusaha untuk tenang meski sekarang dia melihat wanita itu memarahi Carla. Serta mengatakan jika Carla adalah wanita yang penuh dengan kesialan. “Cukup! Tidak ada istilah orang sial! Kematian dan kepedihan itu sudah takdir. Setiap manusia diberikan k
"Iya. Aku berpikir jika dia sama saja dengan pria lainnya yang tidak bisa merasa cukup hanya dengan satu wanita saja.” “Alena, jangan kamu samakan Brian dengan Theo atau pria busuk lainnya. Dia benar-benar berbeda.” “Carla, sepertinya kamu begitu mengenalnya. Lantas mengapa kamu tidak menikah dengannya?” Alena melihat Carla terkekeh-kekeh saat dirinya bertanya seperti itu. Dia terus menatap wanita yang ada di hadapannya dan menunggu jawaban yang akan diberikan olehnya. “Meski aku mengenalnya dengan baik. Aku tidak mungkin menikah dengannya karena dia bukan tipe pria yang aku inginkan,” jawab Carla setelah dia berhenti tertawa. “Bagaimana dengan, Hans?” “Hans ....” “Iya. Bagaimana dengannya?” Alena kembali menatap Carla yang sekarang terdiam setelah dirinya bertanya tentang Hans. Dia semakin yakin jika Carla memang mencintai Hans tetapi masih ada sesuatu yang membuat temannya itu memikirkan kembali tentang perasaannya pada Hans. “Aku pikir Hans adalah pria yang setia dan dia
Di malam yang dingin dan tenang. Di salah satu apartemen. Seorang pria dan wanita tengah di mabuk cinta. Mereka menikmati setiap permainan yang menghanyutkan jiwa. Mereka saling menatap dengan lembut. Sentuhan lembut pria itu membuat hasrat sang wanita bergejolak. Sehingga suara lirihnya terdorong ke luar dari mulut manisnya. Pria itu semakin terprovokasi sehingga dia melakukan permainannya dengan cepat. Bukannya rasa sakit yang dirasa sang wanita melainkan sebuah rasa yang membuat tubuhnya bergetar. Dia benar-benar menikmatinya. Hingga butiran keringat membasahi tubuh mereka berdua. Saat mereka sudah berada di puncaknya. Seseorang mendobrak pintu. Seorang wanita menatap tajam mereka berdua. Tanpa berpikir lagi wanita itu memotret mereka berdua. Sebagai bukti jika mereka sudah melakukan perbuatan tidak senonoh. “Sungguh menjijikkan. Mika, apakah ini yang dinamakan cinta dan kesetiaan?!” tanya wanita itu. Sembari menatap mereka berdua penuh dengan rasa kesal. Dia membenci p
Alena terus memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Dia menyadari jika pria tua itu mengejarnya. Dia dengan lihainya meliuk-liukkan tubuhnya sehingga motor mengikuti arahannya untuk menyalip kendaraan yang ada di depannya. Hingga akhirnya dia berhasil lepas dari kejaran mereka. Setelah berhasil melewati lampu lalu lintas yang sekarang sudah berwarna merah. “Kalian jangan meremehkan aku,” gumamnya. Sembari terus menaikkan kecepatan motornya. Alena akhirnya tiba di rumahnya. Dia masih duduk di atas motornya. Dia merasa enggan untuk masuk ke dalam rumah. Sebab dia sudah tahu sudah ada yang menunggunya dan akan menghukumnya. Dia menghela napasnya lalu berkata, “Untuk apa aku takut? Bukankah itu sudah biasa.” Alena berjalan masuk ke dalam rumah. Hatinya semakin tidak menentu saat dirinya sudah ada di depan pintu. Perlahan dia memegang gagang pintu dan membukanya pelan-pelan. “Masih ingat pulang kamu hah!” Alena sedikit terkejut mendengar suara sang ayah yang geram. Dia menatap ay
“Akhirnya kamu siuman juga,” ucap seorang pria. Setelah melihat Alena membuka matanya. Alena begitu terkejut saat melihat pria itu sudah ada di atas tubuhnya. Dia juga melihat pria itu tersenyum dan itu sangat menjijikkan. Senyuman pria itu menyiratkan penuh dengan hasrat. “Bagaimana apakah kamu masih ingin aku melanjutkannya lagi,” Pria itu kembali berkata. Sembari menyentuh bibir Alena. Lalu menjalar ke lehernya. “Jangan macam-macam denganku, Beni!” ujar Alena. Dengan nada lirih. “Bukankah kamu yang mencari masalah denganku! Kamu yang sudah menyebarkan semuanya bukan?! Itulah sebabnya aku semakin menikmati setiap lekuk tubuhmu yang begitu menggoda hasratku,” Beni kembali berkata. Lalu dia berusaha untuk mencium bibir Alena. Alena berusaha menghindari Beni. Dia tidak ingin pria seperti Beni mengambil ciuman pertamanya. Dia juga sangat membenci Beni karena begitu tidak senonoh. “Semakin kamu membenci dan menolak aku. Maka aku semakin menginginkanmu,” Beni kembali berkata. Ben
Alena membuka matanya. Dia memegang kepalanya yang masih terasa berat. Dia melihat sekeliling dan dia sama sekali tidak mengenali ruangan. Lalu dia melihat ke sampingnya. Seketika dia melihat ke arah tubuhnya. Dia semakin terkejut karena saat ini tubuhnya mengenakan kemeja putih. “Dasar pria tua mesum!” teriak Alena. Teriakannya itu membangunkan pria yang ada di sampingnya. Tanpa mengatakan apa-apa lagi Alena mengambil bantal dan memukuli pria itu. Dia tidak akan melepaskan pria yang sudah menyentuhnya. “Berhenti!” perintah pria itu. Dengan nada tinggi juga. Sembari memegang tangan Alena. “Apa yang sudah kamu lakukan padaku?!” “Apa kamu mau aku ceritakan atau kita ulang kembali adegan semalam yang begitu panas?” jawab pria itu. “Kamu ....” Namun, sebelum Alena melanjutkan kalimatnya. Ada seseorang yang mengetuk pintu kamar. Pria itu pun turun dari atas ranjang dan memerintahkan orang itu untuk masuk. Pintu terbuka dan terlihat seorang pelayan wanita sembari membawa gaun yan
“Alena, bangunlah!” perintah pria yang menghentikan sang ayah memukulinya. Alena mendongak. Dia pun menerima uluran tangan pria itu. Dia menatapnya lalu memeluknya. Dia begitu merindukan pria itu dan hanya pria itu yang selalu melindunginya. “Kakek ....” “Gadis tengil. Mengapa kamu tidak melawan? Apakah kamu ingin dihajar habis-habisan oleh ayahmu yang bodoh itu.” Alena hanya diam dan masih memeluk kakeknya. Dengan berada di dalam pelukan sang kakek bisa membuatnya begitu tenang dan hangat. Hanya berada di dekat sang kakek yang bisa membuatnya merasa aman. Dia melepaskan pelukannya. Setelah itu dia melihat Brian yang berdiri di belakang sang kakek. Dia melupakan jika pria itu ada di depan rumah sedang menunggunya. “Ayah, dia sudah membuatku malu. Serta nama baik kita tercemar karena dia!” “Pram, sejak awal kamu memang tidak adil pada, Alena. Kamu hanya mengikuti apa yang kamu pikirkan dan tidak pernah mau mendengarkan penjelasannya. Sehingga bagimu Alena hanya putri tidak ber