"Maafkan aku karena aku tidak bisa mengatakannya,” jawab Desi dengan nada menyesal. Alena terus memandangi Desi. Dia masih penasaran dengan sikap wanita yang saat ini beranjak dan meninggalkannya. Alena masih duduk dan memperhatikan yang ada di depannya. Dia kembali mengambil segelas minuman yang diberikan oleh pelayan yang menghampirinya. Pandangannya masih tertuju pada sang kakak yang begitu nyaman berada di sisi Eric. “Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Bukankah kamu menginginkan, Brian?” gumam Alena yang tidak paham dengan sikap kakaknya. Dia juga teringat dengan sang kakak yang berkhianat dengan Theo. Semakin dipikirkan maka semakin sulit bagi Alena untuk menilai tentang kakaknya. Tidak begitu lama dia pun melihat Erica yang mendekat ke arah Brian yang sedang berbicara dengan seorang pria dan wanita. Dia berpikir jika pria dan wanita itu adalah sepasang kekasih. Sekarang dia juga melihat Erica yang begitu luwes bersama dengan Brian dan yang ada di hadapan mereka. “Sudah
Alena melihat ke arah orang yang mengatakan jika yang dilakukan olehnya dan Brian menjijikkan. Namun, entah mengapa dia malah makin ingin memperlihatkan yang lebih jauh lagi. “Kita perlihatkan semenjijikkan apa kita berdua,” ucap Alena sembari tersenyum. “Aku akan mengikutimu,” sambung Brian. Alena memejamkan matanya saat Brian mencium bibirnya. Dia membalas ciuman Brian yang terasa lembut dan entah mengapa dia merasa kehangatan yang tidak pernah didapatkan olehnya. Mereka berdua tidak memedulikan sudah ada beberapa orang yang melihat keintiman mereka berdua. Hingga akhirnya Alena membuka matanya karena Brian berhenti menciumnya. “Bagaimana jika kita lanjutkan di rumah saja?” tanya Brian dengan nada lembut pada Alena. Alena mengangguk dan dia sedikit terkejut karena Brian langsung menggendongnya. Dia pun melihat Erica yang tampak sangat kesal begitu juga dengan Theo. Akan tetapi, dia melihat Daren yang tersenyum melihat yang sudah terjadi. “Kamu bisa menurunkan aku! Sudah ti
Alena membuka pintu kamarnya. Dia melihat Erica yang begitu geram dan seperti akan menerkamnya. Secara refleks dia mundur karena sang kakak mau menyerangnya.“Ada apa denganmu?” tanya Alena setelah berhasil menghindari serangan sang kakak. &ld
Alena menghela napasnya karena dia berpikir jika hidupnya memang tidak bisa tenang. Dia melihat ke arah orang yang berdiri di hadapannya dengan wajah tanpa dosa orang itu duduk di seberangnya. “Apa aku tidak bisa merasa tenang dalam hidupku ini?” gumam Alena sembari melihat orang yang ada di depannya yang tidak lain adalah Theo. “Apa yang kamu inginkan, Theo?” tanya Brian pada sang keponakan dengan nada datar. “Lepaskan, Alena! Setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi dan aku akan membawanya pergi sejauh mungkin darimu.” Alena tersenyum mendengar keinginan Theo yang penuh dengan rasa percaya diri yang begitu besar. Sesungguhnya dia merasa bosan dengan dan muak dengan Theo. Dia berharap jika pria itu menghilang saja dari dunia ini. Rasa kesalnya semakin bertambah tatkala pria itu mengatakan jika dirinya masih sangat mencintainya. Alena akhirnya berdiri dan dia duduk di atas pangkuan Brian. “Aku tidak peduli jika di hatimu ada wanita lain. Namun, yang pasti mulai saat ini da
Alena melihat ke arah wanita yang baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia sama sekali belum pernah bertemu dengan wanita itu. Akan tetapi dia merasa familier dengan wajah wanita yang ada di depannya. “Mengapa kamu diam? Apakah kamu tidak rela meninggalkan para pria dari keluarga Oliver?” Wanita itu kembali bertanya pada Alena dengan nada sombong. “Kamu sama sekali tidak berhak menyuruhnya untuk melepaskan ....” “Diam kamu, Carla! Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusanku!” Wanita itu memotong perkataan Carla sebelum menyelesaikan kalimatnya. Wanita itu terus saja bicara dengan nada tinggi. Seraya dirinya sedang memarahi wanita yang sudah mengganggu pria yang dicintainya. Alena hanya dia dan memperhatikan wanita itu. Alena berusaha untuk tenang meski sekarang dia melihat wanita itu memarahi Carla. Serta mengatakan jika Carla adalah wanita yang penuh dengan kesialan. “Cukup! Tidak ada istilah orang sial! Kematian dan kepedihan itu sudah takdir. Setiap manusia diberikan ke
"Iya. Aku berpikir jika dia sama saja dengan pria lainnya yang tidak bisa merasa cukup hanya dengan satu wanita saja.” “Alena, jangan kamu samakan Brian dengan Theo atau pria busuk lainnya. Dia benar-benar berbeda.” “Carla, sepertinya kamu begitu mengenalnya. Lantas mengapa kamu tidak menikah dengannya?” Alena melihat Carla terkekeh-kekeh saat dirinya bertanya seperti itu. Dia terus menatap wanita yang ada di hadapannya dan menunggu jawaban yang akan diberikan olehnya. “Meski aku mengenalnya dengan baik. Aku tidak mungkin menikah dengannya karena dia bukan tipe pria yang aku inginkan,” jawab Carla setelah dia berhenti tertawa. “Bagaimana dengan, Hans?” “Ethan ....” “Iya. Bagaimana dengannya?” Alena kembali menatap Carla yang sekarang terdiam setelah dirinya bertanya tentang Ethan. Dia semakin yakin jika Carla memang mencintai Ethan tetapi masih ada sesuatu yang membuat temannya itu memikirkan kembali tentang perasaannya pada Ethan. “Aku pikir Ethan adalah pria yang setia dan
Alena masih ada di dalam kamar. Dia tidak memedulikan yang dikatakan oleh pria tadi. Entah mengapa hatinya merasa sedih tatkala melihat Brian yang begitu terpuruk. “Brian, apakah kamu akan kalah dengan traumamu?” tanya Alena dengan nada lembut pada Brian. “Pergi! Aku tidak ingin melihatmu!” Dia hendak kembali mendekat ke arah Brian tetapi dihentikannya. Sebab ponselnya berdering. Dia mengambil ponselnya dan melihat nomor yang tertera di layar ponselnya. Alena mengangkatnya karena yang menghubunginya adalah ibu mertuanya. “Bu, apa yang harus aku lakukan dengannya? Bagaimana caranya agar dia kembali seperti biasa lagi?” tanya Alena pada sang ibu mertua yang ada di ujung telepon. Alena mendengarkan yang dikatakan ibunya. Sebelum dia mencerna semua yang dikatakan sang ibu mertua. Ponselnya mati karena ibu mertuanya memutuskan sambungan teleponnya. Dia kembali menatap Brian dan semakin merasa jika semua yang terjadi pada pria itu lebih parah dengan penderitaan yang dialaminya. Alen
"Maafkan aku karena aku yang masih begitu lemah,” ucap Brian. Alena sedikit terkejut dengan yang dikatakan oleh Brian. Dia tidak mengira jika pria seperti Brian bisa mengakui kesalahan dan kelemahannya di hadapan dua orang wanita. Serta pria itu juga meminta maaf. Dia kembali mendengarkan semua yang dikatakan oleh Brian dan sesekali Carla menimpalinya. Terlihat dengan jelas oleh Alena jika Carla sebenarnya tidak ingin menekan Brian atau menyalahkannya. “Aku hanya ingin jika kamu tidak kembali masuk ke dalam lubang traumamu. Apakah kamu sempat berpikir jika traumamu itu bisa membuat Hans kehilangan nyawanya?” Carla kembali bertanya pada Brian. “Apakah lukanya parah?” “Untung saja lukanya tidak terlalu parah tetapi jika terus seperti ini ada kemungkinan dia tewas.” Alena tidak paham dengan yang mereka berdua bicarakan. Sebab dia tidak tahu mengapa trauma yang dialami oleh Brian bisa membuat orang yang ada di dekatnya kehilangan nyawanya. “Apa aku bisa bertemu dengannya?” Brian