Alena membuka kedua matanya. Pandangannya masih kabur dan tidak tahu dengan yang sudah terjadi padanya.
“Dia sudah siuman,” teriak seseorang yang terdengar samar oleh Alena.
Tidak berselang lama tiba beberapa pria dan seorang pria memeriksa keadaannya. Beberapa menit kemudian Alena pun sudah bisa melihat dan mendengar dengan jelas.
"Bukan seperti itu, Alena! Aku mendapatkan kabar jika kamu mengalami kecelakaan. Namun, hingga saat ini aku melihatmu di depan mataku.”Alena tersenyum simpul lalu berkata, “Mungkin dengan kalian tahu jika aku mati itu sangat bagus untukku.”“Thoe, apakah
"Maafkan aku karena aku tidak bisa mengatakannya,” jawab Desi dengan nada menyesal. Alena terus memandangi Desi. Dia masih penasaran dengan sikap wanita yang saat ini beranjak dan meninggalkannya. Alena masih duduk dan memperhatikan yang ada di depannya. Dia kembali mengambil segelas minuman yang diberikan oleh pelayan yang menghampirinya. Pandangannya masih tertuju pada sang kakak yang begitu nyaman berada di sisi Daren. “Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Bukankah kamu menginginkan, Brian?” gumam Alena yang tidak paham dengan sikap kakaknya. Dia juga teringat dengan sang kakak yang berkhianat dengan Theo. Semakin dipikirkan maka semakin sulit bagi Alena untuk menilai tentang kakaknya. Tidak begitu lama dia pun melihat Erica yang mendekat ke arah Brian yang sedang berbicara dengan seorang pria dan wanita. Dia berpikir jika pria dan wanita itu adalah sepasang kekasih. Sekarang dia juga melihat Erica yang begitu luwes bersama dengan Brian dan yang ada di hadapan mereka. “Sud
Alena melihat ke arah orang yang mengatakan jika yang dilakukan olehnya dan Brian menjijikkan. Namun, entah mengapa dia malah makin ingin memperlihatkan yang lebih jauh lagi.“Kita perlihatkan semenjijikkan apa kita berdua,” ucap Alena sembari tersenyum.
Alena membuka pintu kamarnya. Dia melihat Erica yang begitu geram dan seperti akan menerkamnya. Secara refleks dia mundur karena sang kakak mau menyerangnya.“Ada apa denganmu?” tanya Alena setelah berhasil menghindari serangan sang kakak. &ld
Alena menghela napasnya karena dia berpikir jika hidupnya memang tidak bisa tenang. Dia melihat ke arah orang yang berdiri di hadapannya dengan wajah tanpa dosa orang itu duduk di seberangnya.“Apa aku tidak bisa merasa tenang dalam hidupku ini?” gumam Alena sembari melihat orang yang ada di depannya yang tidak lain adalah Theo.
Alena melihat ke arah wanita yang baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia sama sekali belum pernah bertemu dengan wanita itu. Akan tetapi dia merasa familier dengan wajah wanita yang ada di depannya. “Mengapa kamu diam? Apakah kamu tidak rela meninggalkan para pria dari keluarga Oliver?” Wanita itu kembali bertanya pada Alena dengan nada sombong. “Kamu sama sekali tidak berhak menyuruhnya untuk melepaskan ....” “Diam kamu, Carla! Kamu tidak berhak ikut campur dengan urusanku!” Wanita itu memotong perkataan Carla sebelum menyelesaikan kalimatnya. Wanita itu terus saja bicara dengan nada tinggi. Seraya dirinya sedang memarahi wanita yang sudah mengganggu pria yang dicintainya. Alena hanya dia dan memperhatikan wanita itu. Alena berusaha untuk tenang meski sekarang dia melihat wanita itu memarahi Carla. Serta mengatakan jika Carla adalah wanita yang penuh dengan kesialan. “Cukup! Tidak ada istilah orang sial! Kematian dan kepedihan itu sudah takdir. Setiap manusia diberikan k
"Iya. Aku berpikir jika dia sama saja dengan pria lainnya yang tidak bisa merasa cukup hanya dengan satu wanita saja.” “Alena, jangan kamu samakan Brian dengan Theo atau pria busuk lainnya. Dia benar-benar berbeda.” “Carla, sepertinya kamu begitu mengenalnya. Lantas mengapa kamu tidak menikah dengannya?” Alena melihat Carla terkekeh-kekeh saat dirinya bertanya seperti itu. Dia terus menatap wanita yang ada di hadapannya dan menunggu jawaban yang akan diberikan olehnya. “Meski aku mengenalnya dengan baik. Aku tidak mungkin menikah dengannya karena dia bukan tipe pria yang aku inginkan,” jawab Carla setelah dia berhenti tertawa. “Bagaimana dengan, Hans?” “Hans ....” “Iya. Bagaimana dengannya?” Alena kembali menatap Carla yang sekarang terdiam setelah dirinya bertanya tentang Hans. Dia semakin yakin jika Carla memang mencintai Hans tetapi masih ada sesuatu yang membuat temannya itu memikirkan kembali tentang perasaannya pada Hans. “Aku pikir Hans adalah pria yang setia dan dia
Di malam yang dingin dan tenang. Di salah satu apartemen. Seorang pria dan wanita tengah di mabuk cinta. Mereka menikmati setiap permainan yang menghanyutkan jiwa. Mereka saling menatap dengan lembut. Sentuhan lembut pria itu membuat hasrat sang wanita bergejolak. Sehingga suara lirihnya terdorong ke luar dari mulut manisnya. Pria itu semakin terprovokasi sehingga dia melakukan permainannya dengan cepat. Bukannya rasa sakit yang dirasa sang wanita melainkan sebuah rasa yang membuat tubuhnya bergetar. Dia benar-benar menikmatinya. Hingga butiran keringat membasahi tubuh mereka berdua. Saat mereka sudah berada di puncaknya. Seseorang mendobrak pintu. Seorang wanita menatap tajam mereka berdua. Tanpa berpikir lagi wanita itu memotret mereka berdua. Sebagai bukti jika mereka sudah melakukan perbuatan tidak senonoh. “Sungguh menjijikkan. Mika, apakah ini yang dinamakan cinta dan kesetiaan?!” tanya wanita itu. Sembari menatap mereka berdua penuh dengan rasa kesal. Dia membenci p