Detik berikutnya, dia merasakan sensasi yang lembut di keningnya.Bagaikan ada bulu yang menyapu keningnya, terasa gatal, serta membuat hatinya bergetar.Setelah mengecup keningnya dengan lembut, Arieson segera mundur. Pria itu menatapnya dengan sorot mata diliputi rasa bersalah."Rhea, maafkan aku. Tadi, memikirkanmu pernah melakukan hal sebanyak itu demi Jerico, aku merasa sedikit nggak nyaman. Tapi ini nggak adil untukmu."Saat memutuskan untuk bersama Rhea, seharusnya dia sudah menerima masa lalu wanita itu, bukannya malah marah padanya.Rhea tertegun sejenak. Kemudian, dia mengulurkan lengannya untuk memeluk pinggang pria itu, bersandar di dadanya dan berkata dengan suara rendah, "Hmm."Tubuh wanita dalam pelukannya ini sangat lembut. Aroma khas wanita ini membuat sorot mata Arieson berubah menjadi gelap."Rhea, kalau kamu terus memelukku seperti ini, aku nggak berani jamin nggak akan terjadi apa-apa."Merasakan hasrat yang tertahan dalam suara pria itu, hati Rhea juga ikut berget
Mendengar amarah dan kekesalan yang mewarnai nada bicara Rhea, Arieson terkekeh pelan, lalu segera melepaskan wanita itu.Dia takut kalau dia terus bercanda pada Rhea seperti ini, mungkin Rhea akan benar-benar marah padanya.Rhea melangkah mundur dua langkah, mengulurkan lengannya untuk merapikan rambutnya yang tadinya sedikit berantakan akibat "aksi tarik-menarik" dengan sang presdir. Sambil merapikan rambutnya, dia menatap Arieson dengan tatapan kesal."Sudah, sudah, jangan marah lagi. Malam ini mungkin aku akan bekerja lembur, aku akan meminta sopir untuk mengantarmu pulang dulu."Rhea mengerutkan keningnya dan berkata, "Lukamu perlu ganti obat. Selain itu, kamu bekerja lembur sampai jam berapa?""Hmm, belum bisa dipastikan. Mengenai ganti obat, aku akan meminta Tio untuk melakukannya."Melihat ekspresi tidak peduli Arieson, Rhea merasa agak marah. Dia memasang ekspresi dingin tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Arieson berkata dengan agak tidak berdaya, "Aku benar-baik saja, hanya
Nada bicara agak sedih terdengar dalam ucapannya.Rhea tertegun sejenak, lalu menatap pria itu dan berkata, "Aku berencana untuk naik ke atas selesai beres-beres.""Karena aku sudah turun, kamu bantu aku ganti obat di sini saja. Nanti aku masih ada rapat.""Oke, kamu buka dulu pakaianmu."Rhea menundukkan kepalanya untuk menyiapkan kain kasa dan obat. Begitu dia mendongak, dia melihat setengah badan telanjang Arieson. Tanpa dia sadari, cengkeramannya pada kain kasa menjadi makin erat.Tubuh dengan otot-otot yang terpahat dengan sempurna itu, membuat pria itu terlihat penuh dengan kekuatan liar.Melihat Rhea menatap oto-ototnya dengan agak linglung, Arieson berdeham pelan dan berkata, "Kalau kamu ingin lihat, sepulang ke rumah nanti malam, aku akan melepaskan pakaianku, agar kamu bisa melihat sepuasmu."Mendengar nada bicara main-main dalam ucapan Arieson, wajah Rhea langsung memerah.'Ah! Benar-benar memalukan!''Bisa-bisanya aku melamun melihat otot-ototnya!'Namun, dia tidak ingin me
Rhea mengatupkan bibirnya, berjalan memasuki bangsal, lalu menatap Bagas dan berkata, "Ayah, aku berencana mengirim Ayah ke luar negeri untuk menerima perawatan di sana. Dokter yang bertanggung jawab menangani Ayah sudah setuju. Setelah kondisi tubuh Ayah sedikit baikan dan pengaturan di luar negeri juga sudah beres, aku akan membelikan tiket pesawat untuk Bibi Vani dan Ayah, agar kalian bisa keluar negeri."Begitu dia selesai berbicara, Bagas langsung menolak tanpa berpikir sama sekali. "Aku nggak mau pergi, aku ingin tetap berada di sini."Rhea mengerutkan keningnya dan berkata, "Ayah, peralatan dan pengobatan luar negeri lebih bagus dibandingkan di dalam negeri. Selain itu, penyakit ini mengharuskan Ayah untuk banyak istirahat ...."Bagas langsung menyela putrinya, "Setelah kamu mengirimku dan Vani ke luar negeri, apa rencanamu selanjutnya? Kamu ingin melawan Keluarga Thamnin seorang diri?"Rhea mengalihkan pandangannya ke bawah, lalu berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, "Nggak, b
Selesai berbicara, dia langsung berbalik dan melangkah pergi dengan cepat.Bagas membuka mulutnya, ingin menghentikan putrinya. Akan tetapi, pada akhirnya tidak ada suara yang keluar dari tenggorokannya sama sekali.Dengan ekspresi sedih, dia menutupi wajahnya. Dalam lubuk hatinya, dia sangat menyesal. Sebenarnya apa yang telah dilakukannya? Apa yang telah dikatakannya?!Jelas-jelas dia sangat menyayangi putrinya, tetapi kata-kata yang keluar dari mulutnya malah seperti bilah pisau yang menyayat hati putrinya.Menyaksikan pemandangan itu, Vani menghela napas, lalu berkata dengan suara rendah, "Bagas, jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini bukan salahmu ... ini salahku. Aku yang nggak bisa menahan diri dan mengucapkan kata-kata seperti itu, hingga hubungan ayah dan anak kalian menjadi seperti ini ...."Bagas hanya menundukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia juga tidak tahu harus berkata apa lagi.Setelah keluar dari rumah sakit, Rhea menyeka air matanya. Untuk pertama
"Nggak perlu, aku bisa masak sendiri."Begitu dia berdiri, dia sudah merasakan sepasang tangan menekan bahunya."Jangan bergerak, tunggu saja di sini."Melihat sorot mata tegas pria itu, Rhea mengatupkan bibirnya, mengangguk dengan refleks.Arieson mengusap-usap kepalanya, lalu berkata sambil tersenyum, "Anak baik."Rhea terdiam mendapatkan perlakuan seperti itu.Pergerakan Arieson sangat cepat. Tak lama kemudian, sudah ada aroma harum makanan dari arah dapur. Rhea tidak bisa menahan diri dan menelan air liurnya. Dia beranjak dari sofa, berjalan menuju ke dapur.Dia belum makan malam, sekarang perutnya sudah keroncongan.Begitu dia berjalan ke arah pintu dapur, Arieson sudah berjalan keluar dengan membawa mi."Kenapa kamu datang kemari?"Pandangan Rhea tertuju pada mi dalam genggaman Arieson. Arieson membuat semangkuk mi telur sayur sederhana, dilengkapi dengan daun bawang di atasnya. Di bawah pencahayaan, mi yang dilengkapi dengan sayuran hijau yang segar dan telur yang digoreng hingg
Vani menghela napas, lalu berkata, "Jangan diungkit lagi. Dia sudah bercerai dengan Jerico, bahkan ...."Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Gerald sudah menyelanya, "Dia sudah bercerai?"Vani tidak memperhatikan gejolak emosi dalam suara putranya. Dia mengerutkan keningnya dan berkata, "Ya, benar. Hal ini cukup rumit. Setelah aku sampai di Negara Modanta, aku akan menceritakannya padamu perlahan-lahan.""Oke."Kedua orang ini mengobrol beberapa patah kata lagi sebelum Vani mengakhiri panggilan telepon.Mengingat tidak lama lagi dia akan pergi ke Negara Modanta dan berkumpul kembali dengan putra kandungnya, sudut bibir Vani terangkat ke atas.Setelah dia dan Bagas pergi ke Negara Modanta, apa yang Rhea lakukan di sini tidak akan memengaruhi mereka lagi. Dia hanya ingin menjalani hari-hari yang tenang bersama Bagas dan Gerald.Adapun mengenai Rhea, dia tidak pernah menganggap wanita itu sebagai keluarganya.Dulu dia bersikap sopan pada Rhea hanya karena mempertimbangkan Bagas.Se
Melihat Tuan Besar Thamnin tidak menyerahkan tugas itu padanya lagi, pengacara tersebut segera bangkit dan berkata, "Tuan Besar, aku masih harus pergi mencari referensi untuk lihat apakah ada cara untuk mengeluarkan Tuan Sizur dengan jaminan. Aku pergi dulu."Tuan Besar Thamnin mengangguk dan berkata, "Pergilah."Setelah pengacara itu pergi, Tuan Besar Thamnin mengalihkan pandangannya ke arah Siska dan berkata, "Kamu juga pergilah, Sizur bisa keluar atau nggak, tergantung pada apakah kamu bisa membujuk Rhea atau nggak."Selesai berbicara, Tuan Besar Thamnin langsung bangkit dan pergi.Melihat pria itu berjalan kian menjauh, Siska tidak bisa menahan diri dan menggertakkan giginya. Amarah dan kebencian memenuhi wajahnya.Sepertinya Tuan Besar Thamnin juga tidak bisa diandalkan lagi, hanya dia yang memedulikan hidup dan mati Sizur.Setelah meninggalkan Kediaman Keluarga Thamnin, dengan api amarah menyelimuti hatinya, Siska menghubungi Jerico, memberi tahu putranya apa yang terjadi malam i
Ekspresi Arieson langsung membeku. "Kapan kamu mengetahuinya?"Rhea berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, "Saat kamu pergi ke restoran pasangan dengannya."Keduanya terdiam. Saking heningnya, mereka bisa mendengar napas satu sama lain.Belasan detik kemudian, melihat pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan bicara, Rhea langsung berbalik, membuka pintu mobilnya, berencana untuk masuk ke dalam mobil dan pergi begitu saja.Tiba-tiba, Arieson menggenggam pergelangan tangannya."Rhea, salahku karena nggak memberitahumu hal ini. Maaf."Rhea menoleh menatapnya. Di bawah kegelapan malam, dia tidak bisa melihat ekspresi pria itu dengan jelas.Dia langsung menarik tangannya dan berkata, "Kalau kamu ingin balikan dengannya, aku bisa pindah malam ini juga."Arieson mengerutkan keningnya. "Aku nggak berencana untuk balikan dengannya. Aku nggak memberitahumu hal ini karena takut kamu salah paham. Aku tahu jelas orang yang kusukai sekarang adalah kamu."Rhea merasa ucapan Arieson agak konyol, di
Saat ini, Arieson sedang berjalan menghampirinya dengan perlahan sambil tersenyum.Namun, indranya yang tajam bisa merasakan saat ini suasana hati Arieson sangat buruk.Gerald menoleh, mengikuti arah pandang Rhea. Saat tatapannya bertemu dengan tatapan Arieson, secara naluriah dia menyipitkan matanya.Sepertinya pria ini memancarkan aura permusuhan yang sangat besar terhadap dirinya.Arieson langsung duduk di samping Rhea, lalu berkata sambil tersenyum, "Rhea, kamu makan bersama kakakmu, mengapa kamu nggak memberitahuku? Aku bisa datang bersamamu."Gerald juga mengalihkan pandangannya ke arah Rhea, lalu berkata dengan sorot mata kebingungan, "Ini adalah?"Ditatap oleh dua orang pria pada saat bersamaan, Rhea mengerutkan keningnya. Saat dia hendak memperkenalkan mereka pada satu sama lain, Arieson sudah mengalihkan pandangannya ke arah Gerald sambil tersenyum."Halo, Tuan Gerald, aku adalah Arieson, pacar Rhea, juga presdir Perusahaan Teknologi Hongdam."Sorot mata Gerald berkedip, dia
"Lama nggak bertemu."Gerald berjalan menghampiri Rhea, menundukkan kepalanya untuk menatap wanita itu. Dengan seulas senyum menghiasi wajahnya, dia berkata, "Hmm, lama nggak bertemu."Kalau dihitung-hitung, mereka berdua sudah tidak bertemu sekitar lima atau enam tahun, juga sangat jarang menghubungi satu sama lain, jadi Rhea merasa agak canggung."Ayo masuk dulu."Setelah duduk di dalam restoran dan memesan makanan, Rhea baru menatap pria itu dan berkata, "Mengapa kamu tiba-tiba berencana untuk mengembangkan kariermu di dalam negeri. Aku dengar dari Bibi Vani, gajimu di luar negeri cukup tinggi. Kalau kamu bekerja di sana beberapa tahun lagi, seharusnya kamu sudah bisa menetap di luar negeri, bukan?"Melihat sosok wanita yang sangat dirindukannya kini berada tepat di hadapannya, Gerald hampir melamun.Dia mengalihkan pandangannya dengan tenang, lalu berkata dengan suara rendah, "Aku nggak terbiasa dengan makanan di luar negeri."Rhea agak terkejut, sangat jelas tidak terlalu percaya.
"Tuan Besar Thamnin, ada urusan apa kamu datang mencariku?"Melihat sikap Rhea yang tidak merendah, juga tidak arogan itu, Tuan Besar Thamnin mengerutkan keningnya, berkata dengan nada bicara arogan, "Sebut saja harganya, selama kamu bersedia melepaskan Sizur."Rhea menatap pria itu dengan ekspresi acuh tak acuh. "Kamu berencana memberi berapa?""Itu tergantung berapa yang ingin kamu minta. Kejadian itu sudah berlalu selama bertahun-tahun. Biarpun kamu benar-benar memasukkan Sizur ke penjara, aku juga punya cara untuk mengeluarkannya. Keras kepala nggak ada untungnya untukmu."Rhea bangkit, lalu berkata dengan nada bicara tanpa gejolak emosi, "Karena kamu sudah berbicara demikian, kita juga nggak perlu membicarakan hal ini lagi."Raut wajah Tuan Besar Thamnin langsung berubah menjadi sedingin es. "Apa maksudmu?""Nggak bermaksud apa-apa. Aku hanya merasa kita nggak akan bisa mencapai kesepakatan. Aku masih ada kerjaan, pergi dulu."Selesai berbicara, Rhea langsung berbalik dan pergi.M
Arieson menatap wanita itu tanpa ekspresi dan berkata, "Erika, kamu bukanlah tipe orang yang akan memainkan trik-trik seperti ini."Tangan Erika yang terulur terhenti sejenak. Kemudian, dia menarik kembali tangannya, lalu berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, "Dulu kamu juga nggak akan menolakku.""Sudah kubilang, aku sudah punya pacar."Erika menatap pria itu, berkata dengan penuh penekanan, "Apa kamu mencintainya?"Melihat Arieson terdiam, tidak mengucapkan sepatah kata pun, akhirnya Erika merasakan sedikit kepercayaan diri."Lihatlah, kalau kamu mencintainya, kamu pasti akan mengakuinya tanpa ragu."Arieson mengerutkan keningnya dan berkata, "Erika, aku nggak mengakuinya hanya karena nggak ingin menyakitimu."Senyuman di wajah Erika langsung membeku. Beberapa saat kemudian, dia berkata dengan suara rendah, "Walau kamu mencintainya, juga nggak masalah. Kamu pasti akan jatuh cinta kembali padaku."Awalnya Arieson ingin mengatakan dia tidak akan jatuh cinta kembali pada wanita itu, ka
Ucapan ini adalah bentuk isyarat yang sudah sangat jelas antara pria dan wanita dewasa.Arieson berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, "Sudah larut, nggak perlu lagi. Kamu istirahatlah lebih awal."Erika agak kecewa, tetapi dia tetap memaksakan seulas senyum, mengangguk dan berkata, "Oke, kalau begitu, hati-hati di jalan, ya."Saat Arieson kembali ke vila, sudah jam sepuluh lewat malam.Dia baru saja berganti sepatu dan berjalan memasuki ruang tamu, pelayan sudah menghampirinya dan berkata, "Tuan Muda, malam ini Nona Rhea menunggumu pulang makan malam sangat lama. Pada akhirnya, dia langsung naik ke atas tanpa makan malam.""Oke, aku mengerti, kamu istirahat saja dulu.""Baiklah."Arieson menggulung lengan jasnya, lalu pergi ke dapur untuk membuat semangkuk mi dan membawakannya ke lantai atas.Mendengar suara ketukan pintu, Rhea mengira itu adalah pelayan vila. Dia segera bangkit untuk membuka pintu.Begitu melihat sosok bayangan yang tinggi di hadapannya itu, dia tertegun sejenak. Kem
Kalau mereka bukan mengunjungi restoran pasangan, kalau mereka bukan duduk di sisi yang sama di meja makan, kalau Arieson tidak mengambilkan sayuran untuk wanita itu, mungkin ... dia masih bisa membohongi dirinya sendiri bahwa wanita itu adalah mitra Perusahaan Teknologi Hongdam.Dia mematikan layar ponselnya, menundukkan kepalanya, ekspresinya tampak muram.Saat dia melihat foto tersebut, dia sempat terdorong untuk menelepon Arieson, mempertanyakan pria itu. Namun, pada akhirnya dia tetap tenang kembali.Dia juga hanya memanfaatkan Arieson. Biarpun pria itu benar-benar menjalin hubungan tidak jelas dengan wanita lain, apa haknya untuk mempertanyakan pria itu?Lagi pula, bukankah dia juga tidak berencana untuk bersama pria itu selamanya?Ponselnya kembali berbunyi, Weni mengirimkan beberapa pesan untuknya.[Aku sudah meminta orang untuk menyelidiki wanita itu. Nama wanita itu adalah Erika Kilbis, cinta pertama Arieson. Setelah dia mendapatkan beasiswa penuh, dia pergi ke luar negeri un
Rhea mengalihkan pandangannya ke bawah, lalu berkata dengan perlahan, "Nggak apa-apa. Kamu semalaman nggak pulang ke vila, aku hanya ingin menanyakan apa urusanmu sudah selesai ditangani."Orang di ujung telepon hening sejenak sebelum terdengar suara rendah Arieson. "Sudah hampir selesai ditangani, malam ini aku akan pulang."Tanpa Rhea sadari, cengkeramannya pada ponselnya makin erat. "Oke, kalau begitu nanti malam kita makan malam bersama.""Hmm, tunggu aku pulang."Setelah mengakhiri panggilan telepon, Arieson mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang tengah duduk di seberangnya sambil menangis. Dia berkata dengan dingin, "Erika, hubungan kita sudah berakhir, nanti aku akan memesan tiket pesawat untukmu."Pergerakan menyeka air mata Erika terhenti. Dengan berlinang air mata, dia menatap Arieson dan berkata, "Aku nggak mau! Kali ini aku sudah pulang, aku nggak berencana untuk pergi lagi."Arieson mengerutkan keningnya, hawa di sekelilingnya berubah menjadi sedingin es."Terserah k
Arieson mengusap-usap kepalanya, berkata dengan suara rendah, "Nggak bisa membuatmu memercayaiku sepenuhnya, itu artinya aku masih kurang baik."Rhea mendongak, menatap pria itu. Saat dia hendak berbicara, tiba-tiba ponsel Arieson berdering."Kamu sudah mengubah nada deringmu?"Dulu Rhea sudah pernah mendengar nada dering ponsel Arieson, sepertinya berbeda dengan nada dering hari ini.Arieson tidak berbicara, dia mengambil ponselnya dan berjalan ke samping sebelum menjawab panggilan telepon tersebut.Tidak tahu mengapa, hati Rhea diliputi oleh kegelisahan, keningnya juga berkerut.Tak lama kemudian, Arieson sudah mengakhiri panggilan telepon itu, lalu berbalik dan berjalan menghampirinya."Aku ada sedikit urusan, perlu keluar sebentar, kamu tidur saja dulu."Selesai berbicara, dia berbalik, hendak pergi. Secara naluriah, Rhea menarik tangannya."Apa urusan itu sangat penting? Bisakah kamu tetap di sini untuk menemaniku ... aku ...."Rhea juga tidak tahu harus menggunakan alasan seperti